Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Psikologi Positif, 137-146

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DAN PERILAKU MAKAN INTUITIF PADA REMAJA PUTRI DI DENPASAR

Ni Made Kristizia Paramitha dan Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]

Abstrak

Perilaku makan intuitif merupakan perilaku makan adaptif yang berlangsung secara naluriah, ditandai dengan hubungan yang kuat dengan isyarat-isyarat internal dari rasa lapar dan kenyang fisiologis. Perilaku makan intuitif meminimalisir tekanan psikologis akibat menahan keinginan dan lapar yang terjadi dalam perilaku diet serta mengurangi gejala gangguan makan. Perilaku makan ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya citra tubuh. Citra tubuh merupakan cara individu memandang, merasakan, serta mengevaluasi bentuk tubuh yang dapat berupa gambaran atau penilaian positif maupun negatif. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif. Subjek pada penelitian ini adalah remaja putri di Denpasar. Sampel pada penelitian berjumlah 80 orang. Hasil uji hipotesis menggunakan Product Moment Pearson menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,419. Koefisien korelasi sebesar 0,419 menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara citra tubuh dan perilaku makan intuitif adalah sedang. Signifikansi <0,05 menunjukkan bahwa hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif adalah signifikan. Koefisien korelasi positif menunjukkan bahwa arah hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif bersifat positif. Artinya, semakin positif citra tubuh, semakin tinggi pula perilaku makan intuitif dan semakin negatif citra tubuh, semakin rendah perilaku makan intuitif.

Kata Kunci: Perilaku makan intuitif, citra tubuh, diet, remaja putri.

Abstract

Intuitive eating is an adaptive eating behavior according to internal, biological hunger signals. Intuitive eating is linked to decreased psychological pressure due to ignoring hunger signal and desires about food by dieting and also decreased level of eating disorder symptomatology. Eating behavior influenced by many factors, including body image. Body image refers to the way an individual sees, feels, and evaluates their body, this image can be positive or negative. This study was conducted to assess the relationship between body image and intuitive eating. The subjects in this research are female adolescents in Denpasar. The sample consists of 80 people. The results of correlation test using Product Moment Pearson shows that the significance is 0,000, coefficient of correlation is 0,419. Coefficient of correlation 0,419 shows that the relationship between body image and intuitive eating is average. Significance <0,05 shows that body image has significant relationship with intuitive eating. Positive coefficient of correlation shows that the correlation between body image and intuitive eating is positive. Positive correlation means the more positive body image, the higher intuitive eating level and the more negative body image, the lower intuitive eating level.

Keywords: Intuitive eating, body image, diet, female adolescents.


LATAR BELAKANG

Obesitas dan kelebihan berat badan merupakan permasalahan kesehatan di dunia dengan prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih pada remaja umur 16-18 tahun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2007 sebesar 1,4% menjadi 7,3% pada tahun 2013 (RISKESDAS, 2013). Di sisi lain, gangguan makan juga menjadi permasalahan baik di negara maju maupun negara berkembang. Prevalensi bulimia nervosa dan anorexia nervosa masing-masing sebesar 0,6% dan prevalensi binge eating sebesar 2,8% dari jumlah orang dewasa di Amerika (NIMH, 2012).

Kelebihan maupun kekurangan berat badan memiliki dampak buruk pada kesehatan dan menyebabkan penyakit seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, dan kanker (Ogden, 2010). Cara yang paling banyak digunakan dalam mengatasi permasalahan berat badan adalah dengan diet. Namun, berbagai diet dengan tujuan mengontrol berat badan mengharuskan individu menahan diri atau memaksakan diri untuk memakan makanan tertentu, membatasi individu makan di waktu tertentu, mengurangi atau meningkatkan porsi makanan sehingga dapat menimbulkan dampak buruk secara psikologis seperti sulit berkonsentrasi, stres, apati, kehilangan self-control, denial, dan dapat memicu depresi. Hasilnya, tidak jarang, diet menjadi gagal. Bahkan, mengendalikan diet dan perilaku membatasi makanan seringkali berakhir pada peningkatan kemungkinan terjadinya binge eating, yakni gangguan makan yang menyebabkan individu mengonsumsi makanan dalam jumlah sangat besar dan merasa tidak punya kendali untuk berhenti makan (Ogden, 2010).

Perilaku diet yang berujung pada stres dan makan di luar kendali membuat diet dengan tujuan mengontrol berat badan seringkali berakhir menjadi diet yoyo. Diet yoyo atau dalam bahasa ilmiah disebut weight cycling adalah naik turunnya berat badan secara ekstrim. Kembali naik atau turunnya berat badan setelah diet juga dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan maupun psikologis, utamanya dapat menimbulkan perasaan gagal, bersalah, putus asa, stres, bahkan frustrasi (Bélanger, 2012).

Perilaku diet juga dapat memicu timbulnya reaktansi psikologis (Blackman, 2008). Reaktansi psikologis adalah hasrat untuk mempertahankan kesempatan yang dimiliki sebelumnya setelah muncul perasaan terancam atau kehilangan kebebasan (Brehm, dalam Nesterkin, 2012). Reaktansi psikologis merupakan fenomena yang terjadi ketika individu merasa pilihannya dibatasi sehingga mencari cara untuk mengembalikan kebebasannya dalam memilih. Reaktansi dapat meningkatkan keinginan terhadap sesuatu yang dianggap terlarang. Pada perilaku diet, fenomena reaktansi terjadi ketika suatu metode diet memberikan label “baik” dan “buruk” pada makanan, mengharuskan atau

melarang individu memakan suatu makanan, serta mengatur waktu makan. Pemberian label “baik” dan “buruk” pada makanan serta waktu makan dapat menciptakan sensasi psikologis yang membuat individu semakin tertantang untuk melanggar aturan-aturan diet dan menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologis (Blackman, 2008).

Oleh sebab itu, dibutuhkan metode dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang juga mempertimbangkan faktor-faktor psikologis, emosional, serta menurunkan risiko berkembangnya gangguan makan. Penelitian-penelitian mengenai perilaku makan yang telah dilakukan sebelumnya lebih banyak berfokus pada patologi dari perilaku makan, seperti perilaku diet berbahaya dan gangguan makan. Meskipun upaya penanganan dan pencegahan pada perilaku makan maladaptif merupakan hal yang penting, upaya promosi kesehatan juga dapat dilakukan dengan memperkenalkan perilaku makan adaptif. Salah satu pola makan adaptif adalah pola makan berdasarkan intuisi yang dimiliki manusia secara alami, atau perilaku makan intuitif.

Perilaku makan intuitif merupakan bentuk perilaku makan adaptif yang berlangsung secara naluriah, ditandai dengan hubungan yang kuat dengan isyarat-isyarat internal dari rasa lapar dan kenyang fisiologis (Tylka & Diest, 2013). Prinsip dasar perilaku makan intuitif adalah apabila individu mau mendengarkan, tubuh “mengetahui” dan “memberitahu” kuantitas serta jenis makanan yang dikonsumsi untuk menjaga kesehatan nutrisional maupun berat badan (Dyke & Drinkwater, 2013). Perilaku makan berdasarkan intuisi merupakan perilaku dasar manusia sebelum dipengaruhi berbagai hal. Pada masa bayi dan kanak-kanak, perilaku makan adalah sesuatu yang instingtif. Semakin dewasa, pikiran dan perasaan memengaruhi keputusan mengenai perilaku makan.

Tribole dan Resch (2012) menyatakan perilaku makan intuitif sebagai salah satu pendekatan yang menentang diet dengan berfokus pada isyarat kenyang dan lapar internal untuk memulai dan menghentikan konsumsi makanan. Individu yang makan secara intuitif tidak mempermasalahkan waktu makan, kuantitas makanan, atau memberi label “baik” dan “buruk” pada makanan, sehingga dapat meminimalisir tekanan psikologis akibat menahan keinginan dan lapar. Perilaku makan intuitif juga menjadi salah satu program dalam penanganan gangguan makan. Selain itu, perilaku makan intuitif membantu meningkatkan berbagai kualitas psikologis, seperti meningkatnya kesadaran akan diri, mindfulness, menghilangkan pikiran obsesif dalam hal makan dan bentuk tubuh, belajar mengenali diri, mengurangi rasa bersalah dan keraguan terhadap diri sehingga perilaku makan menggunakan intuisi membantu dalam berbagai aspek lain di kehidupan.

Menurut Wiseman (2012) pada individu yang sehat, rasa lapar merupakan isyarat dibutuhkannya makanan. Mengabaikan rasa lapar dan membatasi makan dapat memicu

sinyal perlawanan untuk bertahan hidup sehingga dapat meningkatkan keinginan untuk makan. Seiring berjalannya waktu, individu mungkin mampu beradaptasi dengan asupan makanan yang lebih sedikit dan belajar untuk mengabaikan rasa lapar, hingga pada satu waktu menjadi makan dengan sangat lahap. Hal ini memicu fenomena diet yang sering terjadi, yakni makan melebihi yang dibutuhkan. Fenomena ini membuat individu melewati proses belajar dan merasa tidak dapat berdamai dengan makanan, sehingga hubungan psikologis dengan makanan menjadi semakin rumit.

Dengan kata lain, perilaku makan intuitif adalah perilaku makan yang berlangsung secara naluriah dengan memercayai tubuh sebagai pemandu dalam memilih waktu makan, jenis makanan, dan apa yang dibutuhkan tubuh dalam mencapai ukuran tubuh alami, sehingga individu dapat makan kapan pun dan apa pun yang benar jika itu terasa benar.

Penelitian ini mengambil sampel remaja. Remaja merupakan fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam proses peralihan, atau yang disebut masa pubertas, tampak perubahan fisik seperti meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial (Santrock, 2007). Di antara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh, yaitu badan menjadi semakin panjang dan tinggi. Pada masa remaja, individu menjadi memiliki perhatian yang lebih pada citra tubuhnya, sehingga remaja cenderung memiliki ketidakpuasan terhadap tubuhnya (Hamburg & Wright, dalam Santrock, 2007). Remaja putri lebih cenderung merasa tidak puas terhadap keadaan tubuhnya karena adanya pertambahan lemak tubuh dibandingkan dengan remaja putra (Gross, dalam Santrock, 2007).

Ditampilkannya model-model di televisi dan majalah yang menyiratkan bahwa perempuan cantik adalah perempuan yang bertubuh langsing dengan paha, pinggul, lengan, dan tubuh yang ramping, juga turut serta memengaruhi orientasi tubuh wanita (Astuti, 2009). Pengaruh media membuat remaja putri cenderung menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk mengevaluasi bentuk tubuhnya dan terpengaruh dengan bentuk tubuh model-model yang ditampilkan di televisi, majalah, maupun kehidupannya sehari-hari, seperti teman atau figur-figur yang sering muncul di jejaring sosial.

Keinginan untuk dapat mempertahankan atau memperbaiki bentuk tubuh dapat membawa individu pada perilaku diet, mulai dari pengaturan diet yang sehat hingga diet yang berbahaya. Rasa takut pada kegemukan dan pandangan negatif terhadap tubuh juga berkaitan erat dengan gangguan makan seperti bulimia nervosa dan anorexia nervosa, sejalan dengan hasil riset Attie dan Brooks-Gunn (dalam Santrock, 2007) bahwa perempuan yang memiliki perasaan negatif terhadap tubuhnya di masa remaja awal cenderung mengalami gangguan makan dibanding perempuan yang tidak memiliki perasaan negatif terhadap tubuhnya.

Upaya mengurangi permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan berat badan dapat dilakukan dengan cara membangun kesadaran akan perilaku makan adaptif, salah satunya perilaku makan berdasarkan intuisi. Citra tubuh dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perilaku makan individu, utamanya perilaku makan maladaptif sehingga penelitian ini bertujuan mengetahui apakah citra tubuh memiliki hubungan dengan perilaku sebaliknya, yakni perilaku makan intuitif. Remaja putri dipilih sebagai sampel karena terjadi perubahan bentuk tubuh serta peningkatan perhatian pada tubuh di masa remaja dan remaja putri memiliki kepuasan yang rendah terhadap estetika tubuhnya dibandingkan dengan remaja putra (Abbott & Barber, dalam Santrock, 2007).

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan, perlu diketahui apakah ada hubungan antara citra tubuh dengan perilaku makan intuitif pada remaja putri di Denpasar. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dalam ilmu psikologi klinis dan psikologi kesehatan terkait dengan citra tubuh dan perilaku makan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dalam membantu remaja dan masyarakat memperbaiki pola makan maladaptif dengan melakukan perbaikan pada cara individu menilai tubuhnya sendiri apabila terbukti terdapat hubungan positif antara citra tubuh dengan perilaku makan intuitif. Penelitian ini sebagai upaya promosi kesehatan kepada masyarakat dengan fokus membangun kesadaran akan pola makan adaptif dan memberi gambaran dalam membedakan isyarat lapar fisik dan emosional. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai peran orangtua dalam pembentukan citra tubuh positif dan perilaku makan adaptif pada remaja.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah citra tubuh serta variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku makan intuitif. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

  • 1.    Perilaku Makan Intuitif

Perilaku makan intuitif merupakan bentuk perilaku makan adaptif yang ditandai hubungan yang kuat dengan isyarat-isyarat internal dari rasa lapar dan kenyang fisiologis. Perilaku makan intuitif diukur menggunakan skala intuitive eating, semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin tinggi taraf perilaku makan intuitif.

  • 2.    cintra Tubuh

Citra tubuh merupakan cara individu memandang dan merasakan diri sendiri. Citra tubuh diukur menggunakan skala citra tubuh, semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin tinggi taraf citra tubuh.

Responden

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja putri yang dapat merupakan siswi Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan mahasiswi Perguruan Tinggi di Denpasar. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik two stages cluster sampling yang digunakan untuk sumber data sangat luas. Pada proses pengambilan data, skala yang disebarkan berjumlah 80 buah dan seluruhnya dapat digunakan sebagai data penelitian.

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 17 April 2017 di SMAN 1 Denpasar. Sampel yang digunakan adalah siswi yang berada di kelas X.3, X.9 X.10, XI IPA 4, XI IPA 1.

Alat Ukur

Alat ukur pada penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala citra tubuh dan skala intuitive eating. Skala citra tubuh disusun berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Cash (dalam Grogan, 2017) dan skala intuitive eating disusun berdasarkan dimensi perilaku makan intuitif yang dikemukakan oleh Tribole dan Resch (2012).

Skala citra tubuh terdiri dari 31 aitem pernyataan dan skala intuitive eating terdiri dari 20 aitem pernyataan. Pernyataan dalam penelitian ini terdiri atas aitem-aitem favorabel dan unfavorabel. Skala dalam penelitian ini menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Alat ukur yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mampu menghasilkan data dan memberikan informasi yang akurat (Azwar, 2015). Pengukuran validitas isi dilakukan cara meminta professional judgement. Dilakukan juga uji validitas konstrak dengan mengorelasikan nilai aitem dan total dari data dengan standar sama dengan atau lebih besar daripada 0,30. Apabila terdapat banyak aitem yang gugur, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan batas minimum koefisien korelasi aitem-total menjadi 0,25 (Azwar, 2015). Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode Cronbach Alpha dan dikatakan reliabel jika koefisien Alpha lebih besar dari 0,60.

Hasil uji validitas skala citra tubuh memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,260 hingga 0,620. Hasil uji reliabilitas menunjukkan hasil koefisien Alpha (α) sebesar 0,880, yang memiliki arti bahwa skala citra tubuh mampu mencerminkan 88,0% variasi skor murni subjek. Hasil uji validitas skala intuitive eating memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 00,278 hingga 0,624. Hasil uji reliabilitas menunjukkan hasil koefisien Alpha (α) sebesar 0,854, yang memiliki arti bahwa skala intuitive eating mampu mencerminkan 85,4% variasi skor murni subjek.

Teknik Analisis Data

Sebelum melakukan analisis data penelitian, dilakukan uji asumsi berupa uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, uji linearitas data dilakukan dengan menggunakan analisis compare mean. Setelah dilakukan uji asumsi, data penelitian dianalisis menggunakan metode analisis Product Moment Pearson. Analisis data dilakukan menggunakan bantuan SPSS 20.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 80 orang remaja putri. Mayoritas subjek pada penelitian ini berusia 16 tahun dengan persentase sebesar 42,5%. Mayoritas subjek pada penelitian ini memiliki indeks massa tubuh pada kategori normal yaitu sebanyak 59 orang (47,2%) dan keseluruhan subjek tinggal bersama orangtua.

Deskripsi dan Kategorisasi Data Penelitian

Hasil deskripsi data penelitian yaitu citra tubuh dan perilaku makan intuitif dapat dilihat pada lampiran 9 dan lampiran 10 serta dirangkum pada tabel 13.

  • Tabel 1.

Deskripsi statistik data penelitian Mean Mean Std Std   Sebaran Sebara t

Variabe Teoretis Empiri Deviasi Deviasi Teoretis n 1                      s     Teoretis Empiri            Empiri

________________________________________________________s______________________s___________________

CT    80    77,5   77,73     15,5     8,467   31-124   55-103    0,238

(p=0,813)

IE     80     50    54,21      10     7,590    20-80    38-77     4,964

______________________________________________________(H,000)

Total

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa mean empiris dan mean teoretis variabel citra tubuh memiliki perbedaan sebesar 0,238. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 55 sampai 103.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa mean empiris dan mean teoretis variabel perilaku makan intuitif memiliki perbedaan sebesar 4,21. Mean empiris lebih besar dari mean teoretis (mean empiris > mean teoretis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki skor perilaku makan intuitif yang tinggi. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 38 sampai 77.

Uji Asumsi

Tabel 2.

Hasil uji normalitas data penelitian

Variabel           Kolmogorov-Smintov AsympSig (2-taiIed)

(P)

CitraTubuh                        1,346                    0,053

Perilaku Makan Intuitif 1,322 0,061

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sebaran data setiap variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan melihat signifikansi menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 20.0 for Windows. Data dalam penelitian dikatakan berdistribusi normal jika memiliki nilai p>0,05, sedangkan data dikatakan tidak berdistribusi normal jika memiliki p<0,05 (Santoso, 2005). Berdasarkan hasil uji normalitas, tabel 2 menunjukkan bahwa data pada variabel citra tubuh berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,346 dan signifikansi sebesar 0,053 (p>0,05). Data pada variabel perilaku makan intuitif berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,322 dan signifikansi sebesar 0,061 (p>0,05).

Tabel 3.

Hasil uji Iinearitas data penelitian

F

Sig-

Citra Tubuh*Perilaku

Makan Intuitif

Between Groups

Linearity Deviation from Linearity

15,934 0,872

0,000

0,637

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang linear antara kedua variabel penelitian (Sugiyono, 2012). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan analisis compare mean, lalu menggunakan test of linearity. Hubungan kedua variabel dikatakan linear apabila nilai signifikansi pada Linearity lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) dan deviation from linearity di atas 0,05 (p>0,05). Hasil uji linearitas pada tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara variabel citra tubuh dan perilaku makan intuitif dengan signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05) dan signifikansi deviation from linearity sebesar 0,637 (p>0,05).

Uji Hipotesis

Tabel 4. Hasil uji korelasi pearson

_______________________________________IE______________CT_______

Pearson Correlation                    10,419

IE               Sig. (2-tailed)0

_____________N_____________________________8080

PearsonCorrelation               0,4191

CT              Sig. (2-tailed)0

N                             8080

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara citra tubuh dan perilaku makan intuitif dengan koefisien korelasi sebesar 0,419. Koefisien korelasi sebesar 0,419 menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara citra tubuh dan perilaku makan intuitif adalah sedang. Signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) menunjukkan bahwa hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif adalah signifikan. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa arah hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif bersifat positif.

Uji Tambahan

Uji tambahan bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan taraf citra tubuh serta taraf perilaku makan intuitif berdasarkan indeks massa tubuh atau IMT. Kategori berdasarkan IMT dibagi menjadi enam yaitu berat badan kurang, normal, kelebihan berat badan, berisiko obesitas, obesitas I, dan obesitas II. Uji tambahan juga dilakukan untuk mengetahui perbedaan taraf perilaku makan intuitif berdasarkan taraf citra tubuh. Taraf citra tubuh dibagi menjadi lima kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Tabel 5.

Hasil uji kruskal-wallis berdasarkan IMT terhadap citra tubuh

ChiSquare

df

Asymp. Sig.

Keterangan

Citra Tubuh

13,506

3

0,004

Terdapat perbedaan yang signifikan

Pada tabel 5 berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, variabel citra tubuh menunjukkan nilai Chi-Square 13,506 dan signifikansi 0,004 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan taraf citra tubuh antara subjek dengan berat badan kurang, normal, kelebihan berat badan, berisiko obesitas, obesitas I, dan obesitas II.

Setelah diketahui ada perbedaan yang signifikan di antara keenam kategori, dilakukan uji lanjut atau uji post hoc untuk mengetahui perbedaan mean antarkategori IMT, yaitu kategori kurang dan normal, kategori kurang dan berisiko obesitas, kategori kurang dan obesitas I, kategori normal dan berisiko obesitas, kategori normal dan obesitas I, serta kategori berisiko obesitas dan obesitas I. Uji lanjut dilakukan dengan uji U Mann Whitney untuk mengetahui kategori IMT mana yang memiliki perbedaan taraf citra tubuh. Dasar pengambilan keputusan dalam uji U Mann Whitney adalah berdasarkan nilai probabilitas (p), jika nilai probabilitas p>0,05, maka H0 diterima dan tidak ada perbedaan antarkategori, sedangkan jika nilai probabilitas p<0,05, maka H0 ditolak dan ada perbedaan antarkategori.

Tabel 6.

Hasil uji lanjut u mann whιtney IMT terhadap citra tubuh

Kategori IMT yang Diuji

Asymp. Sig. (2-tailed)

Kurang-Normal

0,406

Kurang-Berisiko Obesitas

0,000

Kurang-Obesitas I

0,000

Normal-Berisiko Obesitas

0,062

Normal-Obesitas 1

0,005

Berisiko Obesitas-Obesitas I

0,617

Hasil uji U Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan taraf citra tubuh pada kategori IMT kurang dan berisiko obesitas dengan signifikansi 0,000 (p<0,05), adanya perbedaan pada kategori kurang dan obesitas I dengan signifikansi 0,000 (p<0,05), serta adanya perbedaan taraf citra tubuh pada kategori IMT normal dan obesitas I dengan signifikansi 0,005 (p<0,05).

Tabel 7.

Hasil uji kruskal-wallis berdasarkan IMT terhadap perilaku makan intuitif

ChiSquare

df

Asymp. Sig.

Keterangan

Perilaku

Makan

Intuitif

7,558

3

0,009

Terdapat perbedaan yang signifikan

Pada tabel 7 berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, variabel perilaku makan intuitif menunjukkan nilai Chi-Square 7,558 dan signifikansi 0,009 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan taraf perilaku makan intuitif antara subjek dengan berat badan kurang, normal, kelebihan berat badan, berisiko obesitas, obesitas I, dan obesitas II.

Setelah diketahui ada perbedaan yang signifikan di antara keenam kategori, dilakukan uji lanjut atau uji post hoc untuk mengetahui perbedaan mean antarkategori IMT.

Tabel 8.

HasiI uji lanjut u mann whitney IMT terhadap perilaku makan intuitif

Kategori IMT yang Diuji

Asymp. Sig. (2-tailed)

Kurang-Normal

0,047

Kurang-Berisiko Obesitas

0,899

Kurang-Obesitas I

0,020

Normal-Berisiko Obesitas

0,470

Normal-Obesitas 1

0,005

Berisiko Obesitas-Obesitas I

0,221

Hasil uji U Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan taraf perilaku makan intuitif pada kategori IMT kurang dan normal dengan signifikansi 0,047 (p<0,05),

kategori IMT kurang dan obesitas I dengan signifikansi 0,020 (p<0,05), kategori IMT normal dan obesitas I dengan signifikansi 0,005 (p<0,05).

Tabel 9.

Hasil uji kruskal-wallis berdasarkan citra tubuh terhadap perilaku makan intuitif

Chi

Square

df

Asymp. Sig.

Keterangan

Perilaku

Makan

Intuitif

15,468

3

0,001

Terdapat perbedaan yang signifikan

Pada tabel 9 berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, variabel perilaku makan intuitif menunjukkan nilai Chi-Square 15,468 dan signifikansi 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan taraf perilaku makan intuitif antara subjek dengan kategori taraf citra tubuh sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Setelah diketahui ada perbedaan yang signifikan di antara kelima kategori, dilakukan uji lanjut atau uji post hoc untuk mengetahui perbedaan mean antarkategori IMT.

Tabel 10.

Hasil uji lanjut u mann whitney citra tubuh terhadap perilaku makan intuitif

Kategori Citra Tubuh yang Diuji

Asymp. Sig. (2-tailed)

Rendah-Sedang

0,847

Rendah-Tinggi

0,008

Rendah-Sangat Tinggi

0,310

Sedang-Tinggi

0,000

Sedang-Sangat Tinggi

0,182

Tinggi-Sangat Tinggi

0,849

Hasil uji U Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan taraf perilaku makan intuitif pada kategori taraf citra tubuh rendah dan tinggi dengan signifikansi 0,008 (p<0,05) serta kategori taraf citra tubuh sedang dan tinggi dengan signifikansi 0,000 (p<0,05).

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisis menggunakan teknik uji korelasi Product Moment Pearson, diketahui bahwa hipotesis alternatif mengenai adanya hubungan antara citra tubuh dan perilaku makan intuitif, diterima. Hipotesis alternatif diterima berdasarkan nilai koefisien korelasi dalam hasil penelitian sebesar 0,419 dengan taraf signifikansi 0,000 (<0,05), menunjukkan bahwa citra tubuh memiliki hubungan tingkat sedang dan signifikan dengan perilaku makan intuitif pada remaja putri. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa arah hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif bersifat searah atau positif. Artinya, semakin positif citra tubuh, semakin tinggi pula perilaku makan intuitif dan semakin negatif citra tubuh, semakin rendah pula perilaku makan intuitif.

Citra tubuh merupakan evaluasi atau sikap yang dimiliki oleh individu terhadap tubuhnya. Evaluasi atau sikap tersebut bisa berupa perasaan suka, puas, atau positif yang ditunjukkan dengan penerimaan terhadap bentuk tubuh yang dimiliki, bisa juga berupa perasaan tidak suka, tidak puas, atau negatif terhadap terhadap bentuk fisik seperti ukuran tubuh, berat badan, dan bentuk tubuh (Cash & Pruzinsky, 2004). Pada masa remaja, individu menjadi memiliki perhatian yang lebih pada citra tubuh, sehingga remaja cenderung memiliki ketidakpuasan terhadap tubuh (Hamburg & Wright, dalam Santrock, 2007). Remaja putri lebih cenderung merasa tidak puas terhadap keadaan tubuh karena adanya pertambahan lemak tubuh dibandingkan dengan remaja putra (Gross, dalam Santrock, 2007).

Pada hasil penelitian ini, variabel citra tubuh memiliki mean teoretis sebesar 77,5 dan mean empiris sebesar 77,73. Perbedaan mean empiris dan mean teoretis variabel citra tubuh sebesar 0,23. Pada penelitian ini, subjek pada kategori taraf citra tubuh yang sedang sebanyak 58 orang (72,5%), subjek pada kategori taraf citra tubuh tinggi berjumlah 11 orang (13,75%). Semakin tinggi kategori taraf citra tubuh, artinya subjek memiliki citra tubuh yang semakin positif. Artinya, subjek memiliki perasaan suka, puas, atau positif yang ditunjukkan dengan penerimaan terhadap bentuk tubuh yang dimiliki. Sebagian besar subjek memiliki citra tubuh yang sedang, artinya subjek sudah memiliki perasaan suka atau positif terhadap tubuh meskipun masih terdapat ketidakpuasan pada bagian-bagian tubuh tertentu.

Ditemukan adanya perbedaan taraf citra tubuh pada kategori IMT kurang dan berisiko obesitas, adanya perbedaan taraf citra tubuh pada kategori IMT kurang dan obesitas I, serta adanya perbedaan taraf citra tubuh pada kategori normal dan obesitas I setelah dilakukan uji tambahan Kruskal-Wallis dan uji U Mann Whitney. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2012) bahwa subjek yang mengalami obesitas cenderung memiliki citra tubuh yang negatif daripada citra tubuh yang positif. Citra tubuh pada remaja putri dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti konformitas dan media (Astuti, 2009). Remaja putri di Denpasar memiliki akses terhadap teknologi yang dapat menampilkan teman atau figur-figur di jejaring sosial yang dapat memengaruhi citra tubuh. Teknologi juga memungkinkan remaja putri di Denpasar melihat informasi mengenai teman sebaya sehingga lingkup tekanan konformitas dapat menjadi lebih luas.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa citra tubuh memiliki hubungan dengan perilaku makan intuitif. Adanya hubungan antara citra tubuh dan perilaku makan intuitif dapat terjadi karena citra tubuh yang dimiliki individu dapat memengaruhi perilaku makan secara umum. Penelitian Purwaningrum (2008) menunjukkan bahwa citra tubuh memiliki hubungan dengan perilaku makan pada remaja putri. Hasil penelitian Lintang, Ismanto, dan Onibala (2015) dan Husna (2013) menunjukkan bahwa citra tubuh memiliki hubungan negatif dengan perilaku diet. Artinya, semakin negatif citra tubuh, semakin tinggi perilaku diet dan semakin positif citra tubuh, semakin rendah perilaku diet. Cash (2008) mengemukakan bahwa citra tubuh yang negatif dapat membawa kepada gangguan makan seperti anorexia nervosa atau bulimia nervosa dan gangguan dismorfik tubuh. Citra tubuh yang negatif dapat memicu rasa benci pada bentuk tubuh dan menimbulkan rasa bersalah serta depresi, yang dapat menurunkan kualitas hidup dan kemampuan mengontrol perilaku makan. Citra tubuh negatif dan rasa takut gemuk membuat perilaku makan secara umum pada remaja putri menjadi terganggu, begitu pula sebaliknya, citra tubuh yang positif berhubungan dengan perilaku makan yang lebih baik, perilaku diet yang lebih rendah, serta risiko gangguan makan yang lebih rendah.

Sebagian besar subjek dalam penelitian ini memiliki taraf citra tubuh yang sedang dan tinggi menunjukkan bahwa subjek memiliki citra tubuh yang tergolong positif, artinya subjek memiliki perasaan suka, puas, atau positif yang ditunjukkan dengan penerimaan terhadap bentuk tubuh yang dimiliki. Citra tubuh yang tergolong positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu dengan citra tubuh positif merasakan bangga dan menerima bentuk tubuh dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori (Dewi,

dalam Sari & Permatasari, 2016). Memiliki citra tubuh positif dapat berarti mampu mengidentifikasi standar kecantikan dan bentuk tubuh yang tidak realistis dan tidak mampu dicapai. Memiliki citra tubuh positif dapat melindungi individu dari self-esteem rendah, gangguan makan, serta depresi dan gangguan dismorfik tubuh (Carcieri, 2015). Citra tubuh subjek yang tergolong positif dapat membuat perilaku diet menjadi rendah dan meningkatkan perilaku makan intuitif.

Hasil uji tambahan Kruskal-Wallis dan uji U Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan taraf perilaku makan intuitif pada subjek dalam kategori taraf citra tubuh rendah dan tinggi serta kategori taraf citra tubuh sedang dan tinggi. Hasil penelitian Kartikasari (2013) menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap tubuh memiliki hubungan negatif dengan kesejahteraan. Artinya, semakin tinggi ketidakpuasan terhadap tubuh, semakin rendah taraf kesejahteraan dan semakin rendah ketidakpuasan terhadap tubuh, semakin tinggi taraf kesejahteraan. Kesejahteraan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku makan intuitif dalam Diest (2007). Remaja putri yang merasakan kepuasan terhadap tubuhnya dapat merasakan kepuasan akan diri sendiri dan kehidupan sehingga memengaruhi kesejahteraan subjektif. Hasil penelitian Annurfatmah (2014) menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif dari aspek kognitif maupun afektif dapat memengaruhi perilaku makan intuitif seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Andrew, Tiggemann, dan Clark (2015) menunjukkan bahwa perbandingan sosial dan apresiasi terhadap fisik yang terjadi dalam kehidupan sosial remaja putri merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku makan intuitif pada remaja putri. Hal ini dapat terjadi karena citra tubuh yang negatif dapat membawa remaja putri pada perilaku diet. Prinsip-prinsip umum pada perilaku diet seperti membatasi atau menambah asupan makanan, memilah jenis makanan, serta memilih waktu makan tertentu, bertentangan dengan perilaku makan intuitif yang merupakan perilaku makan yang berlangsung secara naluriah. Tribole dan Resch (2012) menyatakan perilaku makan intuitif sebagai salah satu pendekatan antidiet yang berfokus pada isyarat kenyang dan lapar internal untuk memulai dan menghentikan konsumsi makanan. Citra tubuh yang positif berhubungan dengan perilaku diet yang rendah sehingga perilaku makan intuitif dapat meningkat. Remaja putri yang memiliki citra tubuh positif memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengikuti prinsip-prinsip diet seperti membatasi atau menambah asupan makanan, memilah jenis makanan, serta memilih waktu makan tertentu. Dengan demikian, remaja putri yang memiliki citra tubuh positif dapat memberikan izin tanpa syarat untuk makan, sejalan dengan dimensi unconditional permission to eat pada perilaku makan intuitif.

Penelitian Bednarzyk, Wright, dan Bloom (2013) menunjukkan bahwa citra tubuh positif pada remaja berhubungan dengan perilaku hidup sehat seperti aktivitas fisik, mengonsumsi nutrisi yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan tubuh, serta kemampuan untuk mengatasi stres. Kemampuan untuk mengatasi stres dapat berpengaruh secara baik pada salah satu dimensi perilaku makan intuitif yakni eating for physical rather than emotional reasons. Individu yang mampu mengatasi stres tidak menggunakan makan sebagai cara untuk mengatasi permasalahan emosional dan makan untuk kepentingan fisiologis. Mengonsumsi nutrisi yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat berpengaruh pada salah satu dimensi perilaku makan intuitif yakni body-food congruence atau kecocokan antara gizi dan kebutuhan tubuh.

Kepuasan terhadap tubuh dapat menjadi faktor yang berpengaruh secara positif terhadap perilaku makan intuitif, sejalan dengan faktor-faktor yang dirangkum oleh Diest (2007) bahwa karakteristik kepribadian, salah satunya kepuasan terhadap tubuh, menjadi penentu pada dimensi unconditional permission to eat atau pemberian izin tanpa syarat untuk makan pada perilaku makan intuitif. Apresiasi terhadap tubuh juga berpengaruh besar pada dimensi reliance on internal hunger and satiety cues atau bergantung pada isyarat lapar dan kenyang dari tubuh dalam perilaku makan intuitif.

Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji U Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan taraf perilaku makan intuitif pada kategori IMT kurang dan normal, kategori IMT kurang dan obesitas I, serta kategori IMT normal dan obesitas I. Penelitian Dockendorf (2011) terkait perilaku makan intuitif pada remaja menunjukkan bahwa perilaku makan intuitif yang lebih tinggi ditemukan pada remaja dengan IMT yang tergolong normal. Penelitian-penelitian dalam Dyke dan Drinkwater (2013) menjelaskan bahwa perilaku makan intuitif secara akurat menginterpretasikan dan merespons sinyal fisiologis dalam menentukan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga membantu individu mencapai IMT yang normal dan mengurangi kemungkinan gangguan makan serta diet restriktif.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa mayoritas taraf perilaku makan intuitif yang sedang sebanyak 39 orang (48,75%) dan subjek dengan taraf perilaku makan intuitif yang tinggi berjumlah 27 orang (33,75%). Hasil analisis deskriptif data menunjukkan bahwa sebagian besar subjek sudah cukup baik dalam menggunakan intuisi pada perilaku makan. Artinya, subjek dapat menyadari sinyal-sinyal fisik dari tubuh, mengetahui kapan waktu makan, apa yang harus dimakan, dan seberapa banyak jumlah yang diperlukan oleh tubuh, sehingga dapat menyadari pula waktu yang tepat

untuk berhenti makan. Mayoritas taraf perilaku makan intuitif yang sedang berarti subjek dapat menggunakan intuisi dalam perilaku makan, hanya saja masih ada faktor-faktor eksternal yang mampu memengaruhi perilaku makan subjek selain sinyal-sinyal fisiologis.

Selain citra tubuh, karakteristik subjek pada penelitian ini dapat menjadi faktor-faktor yang mampu memengaruhi perilaku makan subjek. Konformitas dapat memengaruhi perilaku makan intuitif pada remaja putri, sejalan dengan hasil penelitian Annurfatmah (2014) bahwa konformitas memiliki pengaruh terhadap perilaku makan intuitif. Teknologi yang memungkinkan remaja putri di Denpasar melihat informasi mengenai teman sebaya dapat membuat tekanan konformitas menjadi lebih luas. Akses terhadap teknologi dan media sosial juga dapat memengaruhi perilaku makan intuitif, sejalan dengan faktor yang dikemukakan Diest (2007) bahwa tekanan sosiokultural dan internalisasi dari tubuh ideal yang disebabkan oleh media dapat memengaruhi citra tubuh dan perilaku makan intuitif.

Perilaku makan intuitif juga dapat dipengaruhi oleh peran pengasuh. Berdasarkan karakteristik subjek yakni remaja putri di Denpasar, seluruh subjek dalam penelitian ini tinggal bersama orangtua. Menurut Diest (2007) ada bukti yang menguatkan teori bahwa anak mengadopsi sikap dan perilaku makan berdasarkan sikap dan perilaku makan orangtua. Adopsi sikap dan perilaku dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya dengan mengamati dan mengikuti kebiasaan orangtua. Ogden (2010) menyatakan bahwa sikap dan perilaku orangtua terhadap makanan dapat memengaruhi perilaku makan anak melalui proses belajar sosial. Contohnya, remaja cenderung memiliki kebiasaan untuk sarapan apabila orangtua terbiasa untuk sarapan dan perilaku makan secara emosional pada anak dapat diadopsi dari perilaku makan secara emosional pada orangtua. Diest (2007) juga menyatakan bahwa adopsi sikap dan perilaku makan dari orangtua dapat terjadi secara langsung, yakni dengan pesan langsung dari orangtua mengenai perilaku makan anak. Pesan dari orangtua dapat terkait dengan bentuk tubuh, porsi makan, jadwal makan, dan komentar selama kegiatan makan, misalnya terlalu banyak atau terlalu sedikit. Orangtua juga dapat memberi label makanan “baik” dan makanan “buruk” dalam proses pengasuhan dan kegiatan makan anak.

Birch (dalam Diest, 2007) menyatakan bahwa orangtua yang melabeli makanan tertentu sebagai makanan terlarang akan membuat anak semakin menginginkan makanan tersebut. Hal ini dapat berlanjut menjadi kebiasaan hingga dewasa. Pesan negatif dari orangtua mengenai perilaku makan serta bentuk dan berat tubuh dapat meningkatkan risiko pembentukan citra tubuh negatif dan gejala gangguan makan. Keterbatasan pilihan makanan yang tersedia serta adanya

jadwal makan dapat memengaruhi perilaku makan intuitif pada dimensi reliance on internal hunger and satiety cues atau bergantung pada isyarat lapar dan kenyang dari tubuh dan unconditional permission to eat atau pemberian izin tanpa syarat untuk makan pada perilaku makan intuitif.

Setelah melalui prosedur analisis data, penelitian ini telah mencapai tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan antara citra tubuh dan perilaku makan intuitif. Kelemahan penelitian ini adalah adanya kecenderungan subjek menjawab pada pilihan jawaban tertentu saja pada skala penelitian serta jumlah subjek dan rentang usia subjek yang terbatas. Jumlah subjek dan rentang usia subjek terbatas sehingga latar belakang subjek kurang bervariasi, dalam penelitian ini semua subjek tinggal bersama orangtua sehingga dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi data penelitian terkait perilaku makan intuitif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa citra tubuh memiliki hubungan tingkat sedang dengan perilaku makan intuitif dengan arah hubungan positif. Penilaian taraf citra tubuh pada remaja putri di Denpasar mayoritas sedang dan perilaku makan intuitif pada remaja putri di Denpasar mayoritas sedang. Perbedaan taraf perilaku makan intuitif pada remaja putri di Denpasar terjadi pada kategori taraf citra tubuh rendah dan tinggi serta kategori taraf citra tubuh sedang dan tinggi. Perbedaan taraf perilaku makan intuitif pada remaja putri di Denpasar berdasarkan indeks massa tubuh atau IMT terjadi pada kategori IMT kurang dan normal, kategori IMT kurang dan obesitas I serta, kategori IMT normal dan obesitas I. Perbedaan taraf citra tubuh terjadi pada kategori IMT kurang dan obesitas I serta pada kategori IMT normal dan obesitas I.

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, peneliti memberikan saran bagi remaja putri agar mampu mempertahankan cara dalam memandang dan menilai tubuh secara positif dengan cara memilah informasi yang diterima berkaitan dengan tubuh ideal, serta melihat kualitas-kualitas baik di dalam diri. Remaja putri juga diharapkan mampu mempertahankan dan meningkatkan perilaku makan intuitif dengan menjadikan sinyal-sinyal fisiologis sebagai pemandu dalam mengetahui jenis dan jumlah makanan serta waktu makan.

Saran bagi orangtua, yaitu orangtua diharapkan untuk membantu remaja melihat kualitas-kualitas baik di dalam diri dan tidak memberi komentar negatif terkait dengan bentuk tubuh untuk membantu remaja mengembangkan citra tubuh yang positif. Orangtua diharapkan untuk tidak membatasi waktu makan, memberi label “baik” maupun “buruk” pada makanan, maupun memberi komentar negatif terkait kegiatan makan. Perilaku makan orangtua serta pesan orangtua terkait

perilaku makan dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perilaku makan pada remaja.

Saran bagi masyarakat agar dapat lebih bijaksana dalam memilah informasi yang diterima berkaitan dengan tubuh ideal dan promosi-promosi yang berkaitan dengan metode diet untuk meminimalisir tekanan psikologis terkait citra tubuh dan perilaku makan. Masyarakat diharapkan memberi perhatian pada indeks massa tubuh atau IMT dan mengetahui kategori IMT untuk mengetahui apakah tubuh tergolong proporsional atau tidak, serta makan secara intuitif untuk membantu mencapai maupun mempertahankan IMT yang normal.

Saran bagi peneliti selanjutnya yang memiliki minat pada penelitian sejenis atau ingin mengembangkan penelitian ini lebih jauh, yaitu meneliti atribut psikologis lain yang dapat memengaruhi perilaku makan intuitif pada remaja. Penelitian juga dapat dilakukan pada subjek yang lebih banyak dan rentang usia yang lebih luas. Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif pada tingkat usia yang lain dan menggunakan metode penelitian lain, seperti metode penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang lebih mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Annurfatmah, R. (2014). Pengaruh Subjective well-being, konformitas, dan faktor demografis terhadap intuitive eating pada dewasa awal. Naskah tidak dipublikasikan. Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Andrew, R. Tiggemann, M., & Clark, L. (2015). Predictors of intuitive eating in adolescent girls. Journal of Adolescent Health. 56 (2). Hal. 209-214.

Astuti, L. (2009). Hubungan iklan produk kecantikan di televisi dengan orientasi tubuh wanita bekerja. Naskah tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Azwar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi. Edisi Kedua.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bednarzyk, M.S., Wright, T.L., & Bloom, K.C. (2013). Body image and healthy lifestyle behaviors of university students. International Journal of Advanced Nursing Studies , 2(2), 107-114.

Bélanger, L. (2012). Inspire me well: Finding motivation to take control of your health. Canada: Insomniac Press.

Blackman, M. (2008). Mind your diet: The psychology behind sticking to any diet. Bloomington: Xlibris Corporation.

Carcieri, E. (2015). Healthy Body Images. Diunduh dari Mirror

Mirror                 Eating                 Disorder:

http://www.snac.ucla.edu/documents/BodyImage2010.pdf 20 Juni 2017.

Cash, T. F. (2008). The body image workbook. New York: New Harbinger Publications.

Cash, T. F., & Pruzinsky, T. (2004). Body image: A handbook of theory, research, and clinical practice. New York: Guilford Press.

http://cpancf.com/articles_files/intuitiveeating.asp 16 Maret 2016.


Diest, A.K.V. (2007). Gender differences in intuitive eating and factors that negatively influence intuitive eating. Senior Honors Thesis. The Ohio State University.

Dockendorf, S.A. (2011). Intuitive eating scale: an examination among adolescents. Master’s thesis. University of North Texas.

Dyke, N.V, & Drinkwater, E. (2013). Review article relationships between intuitive eating and health indicators: Literature review. Public Health Nutrition. Hal. 1-10.

Grogan, S. (2007). Body image: Understanding body dissatisfaction in men, women and children. London: Routledge.

Husna, N. L. (2013). Hubungan antara body image dengan perilaku diet. Naskah tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Kartikasari, N.Y. (2013). Body dissatisfaction terhadap psychological well being pada karyawati. Jurnal Ilmu Psikologi Terapan. 1(2). Hal. 304-323.

Lintang, A., Ismanto, Y., & Onibala, F. (2015). Hubungan citra tubuh dengan perilaku diet pada remaja putri di SMA Negeri 9 Manado. eJournal Keperawatan (e-Kp). 3(2). Hal. 1-8.

Nesterkin, D. (2012). Organizational change and psychological reactance,.                 Diunduh                 dari

http://www.emeraldinsight.com/0953-4814.htm04 Agustus 2016.

NIMH. (2012). Prevalence. Diunduh dari http://nimh.nih.giv/ 19 Maret 2016

Ogden, J. (2010). The psychology of eating: From healthy to disordered behavior. United Kingdom:   Blackwell

Publishing.

Purwaningrum, N. F. (2008). Hubungan antara citra raga dan perilaku makan pada remaja putri. Naskah tidak dipublikasikan. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Putri, R. (2012). Hubungan obesitas dengan gambaran citra tubuh. Naskah tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

RISKESDAS. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Santoso, S. (2005). Mengatasi berbagai masalah statistika dengan SPSS versi. 11.5. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo

Santrock, J. W. (2007). Adolescence: Remaja. Edisi ke-11 (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Sari, D.A. & Permatasari, A.I. (2016). Gambaran Citra Tubuh Siswi dengan Obesitas. Jurnal STIKES , 9(1), 60-66.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Tribole, E., & Resch, E. (2012). Intuitive eating. New York: St. Martin's Griffin.

Tylka, T., & Diest, A.K.V. (2013). The intuitive eating scale-2: Item refinement and psychometric evaluation with college women and men. Journal of Counseling Psychology , 60(1), Hal. 137-153.

Wiseman, M. (2012). Article. Diunduh dari clinical psychology associates       of       north       central       florida:

146