Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Psikologi Positif, 126-136

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI ANAK BUAH KAPAL (ABK) I Gusti Made Surya Erlangga dan Putu Nugrahaeni Widiasavitri

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

[email protected]


Abstrak


Pernikahan merupakan tahap selanjutnya dari suatu hubungan. Idealnya setiap pasangan menginginkan tercapainya kebahagiaan dan tercapainya kepuasan di dalam suatu hubungan pernikahan. Kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan itu sendiri. Tuntutan ekonomi merupakan tantangan terbesar di dalam suatu pernikahan karena tuntutan serta kebutuhan yang tentunya semakin beragam pada zaman ini. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut banyak dari pasangan suami istri mencari sumber penghasilan yang lebih baik dari sebelumnya, salah satunya adalah dengan bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal pesiar dan menjalani commuter marriage. Commuter marriage adalah pasangan suami istri yang tinggal terpisah dan berada pada dua wilayah geografis yang berbeda karena pekerjaan masing-masing. Commuter marriage memiliki dampak positif dan juga negatif di dalam suatu hubungan, namun dampak negatif yang ada tentunya sangat dirasakan oleh istri yang harus melakukan segala sesuatunya sendiri. Hubungan pernikahan tersebut tidak dapat dikatakan baik maupun buruk karena hal tersebut terrgantung dari bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan pada istri Anak Buah Kapal (ABK). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sampel penelitian ini berjumlah 4 orang perempuan yang diperoleh dari purposive sampling dengan karakteristik menikah dengan suami yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal dengan usia usia 26-35 tahun serta berdomisili di Denpasar dan Badung, Bali. Penggalian data dilakuan dengan wawancara dan observasi mendalam dan dianalisis dengan teknik analisis dari Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, serta kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian adalah yakni faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan pada istri ABK. Faktor tersebut terdiri atas hal-hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan, hal-hal yang meningkatkan, dan menurunkan kepuasan pernikahan.

Kata kunci : kepuasan pernikahan, commuter marriage, anak buah kapal, kapal pesiar


Abstract


Marriage is the next stage of a relationship. Every couple wants to achieve happiness and satisfaction in their marriage. Marital satisfaction is the evaluation of husband and wife to their marriage that tend to change throughout the journey of the marriage itself. Economic demand is the biggest challenge in a marriage because of the demands and needs more diverse in this era. In fulfilling of their needs, many couples looking for a better source of income and work as in cruise ships and undergo a commuter marriage. Commuter marriage are married couples who live separately in two different geographical areas due to their respective jobs. Commuter marriage has a positive and negative impact in a relationship, but the negative impact is certainly felt by the wife who must do everything by herself. The relationship of marriage cannot be said good or bad because it depends on how couples evaluate their relationship. This study aims to find out more about the factors that affect the wife’s marital satisfaction who has a husband that work as a crew on cruise ships. The method used in this research was a qualitative method with phenomenology approach. Through purposive sampling technique 4 respondents were involved to this research with characteristic of married women with husband who work as a crew on cruise ships and aged 26-35 years old domiciled in Denpasar and Badung, Bali. The data in this research were collected by interview and observation and analyzed by Miles and Huberman analysis technique that consist of data reduction, data presentation, conclusion and verification. The results of research were the factors that influence the wife’s marital satisfaction with husband who work as in cruise ships. These factors consist of the things that underlie the achievement of marital satisfaction, things that increase, and reduce the satisfaction of the marriage.

Keywords : marital satisfaction, commuter marriage, cruise’s crew, cruise


LATAR BELAKANG

Dewasa awal merupakan salah satu tahapan yang penting dalam perkembangan manusia. Menurut Hurlock (2000) seseorang dapat dikatakan telah memasuki tahap dewasa awal apabila telah memasuki umur 18 sampai dengan 40 tahun. Banyak yang menjadi tugas penting dalam masa perkembangan dewasa awal, salah satunya adalah membangun hubungan yang intim baik itu persahabatan, cinta, maupun hubungan hubungan lain yang membutuhkan sebuah keintiman dalam menjalinnya. Dalam membangun hubungan yang intim, seseorang hendaknya dapat memahami satu sama lain, memiliki keterbukaan satu sama lain, peka dan responsif terhadap kebutuhan orang lain, serta menerima kekurangan orang lain dan rasa saling menghormati (Lambert & Hallet dalam Papalia, 2011). Menurut Lambert dan Hallet (dalam Papalia, 2011), kemampuan-kemampuan tersebut dapat menentukan apakah seseorang akan menikah atau menjalin hubungan berpasangan tanpa ikatan pernikahan, serta menjadi faktor yang menentukan apakah pasangan akan memutuskan untuk memiliki anak atau tidak.

Pernikahan merupakan tahap selanjutnya dari hubungan suatu pasangan. Pernikahan adalah salah satu tahap penting yang akan dilalui oleh pasangan dan dianggap dapat menentukan bagaimana kehidupan individu selanjutnya. Pernikahan adalah komitmen emosional dan legal dari dua orang manusia untuk berbagi emosional dan intimasi fisik, berbagi tugas, dan sumber ekonomi (Olson & DeFrain, 2003). Pernikahan juga dikaitkan dengan hal reproduksi yaitu memiliki anak dan meneruskan keturunan. Pada dasarnya pernikahan dimulai dengan adanya sebuah komitmen dari suatu hubungan antara laki-laki dan perempuan, namun hubungan yang telah dijalin tidak selalu berbuah pada suatu pernikahan, beberapa dari pasangan memutuskan untuk tidak berlanjut ke jenjang selanjutnya yaitu jenjang pernikahan karena alasan-alasan tertentu.

Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan individu dalam memutuskan apakah suatu hubungan akan menuju ke tahap pernikahan. Pertimbangan-pertimbangan tesebut dapat berupa pertimbangan dalam hal ekonomi, kesiapan mental, faktor keluarga, dan hal-hal lain yang sangat tergantung pada individu itu sendiri, namun intimacy (keintiman) dan companionship (keberadaan)merupakan alasan utama seseorang dalam memutuskan untuk menikah (Atwater, 1983). Salah satu hal yang ingin dicapai individu dalam pernikahan adalah kebahagiaan dan tercapainya suatu kepuasan. Kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan itu sendiri (Lemme, 1995). Fowers dan Olson (1993) mengemukakan sepuluh aspek yang dapat mengindikasikan tercapainya kepuasan dalam suatu pernikahan yaitu communication (komunikasi), leisure activity

(aktivitas waktu senggang), religious orientation (agama), conflict resolution (resolusi konflik), financial management (pengelolaan keuangan), sexual relationship (hubungan seksual), family and friend (keluarga dan teman), children and parenting (anak dan  pengasuhan),  personality issue

(kepribadian), egalitarian role (peran egalitarian). Pernikahan yang bahagia juga memerlukan peyesuaian yang baik terhadap suatu kondisi di dalam pernikahan dan untuk mencapai kebahagiaan tersebut, pasangan harus dapat melewati banyak penyesuaian dan tantangan dalam kehidupan suatu pernikahan seperti saling berbagi tugas-tugas rumah tangga, mengambil keputusan secara bersama-sama, peran mengasuh anak, peran mencari nafkah, dan sebagainya (Landis & Landis, 1970) Hal penting lain untuk mencapai kepuasan dalam pernikahan yaitu mengenai ekonomi suatu keluarga. Pada masa ini, sangat banyak tuntutan-tuntutan serta kebutuhan yang harus dipenuhi dalam suatu kehidupan pernikahan, tidak mengherankan apabila faktor ekonomi menjadi salah satu faktor yang memengaruhi suatu pernikahan bahkan mungkin menjadi penyebab dari masalah-masalah yang timbul di dalam suatu pernikahan. Duvall dan Miller (1985) mengemukakan bahwa perekonomian keluarga yang memadai mendukung tercapainya kepuasan pernikahan, sehingga berbagai hal dilakukan oleh pasangan suami istri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tentunya semakin beragam seiring berkembangnya zaman. Baik suami maupun istri saling bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhan, mulai dari mencari sumber penghasilan ekstra, bahkan berpindah-pindah tempat kerja dari satu tempat ke tempat lainnya maupun mencari pekerjaan ke negara lain untuk mencari pendapatan yang lebih dari sebelumnya. Pasangan suami istripun harus berpisah karena pekerjaan, sehingga mau tidak mau harus menjalani commuter marriage. Commuter marriage adalah kesepakatan secara sukarela yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berada pada dua wilayah geografis yang berbeda karena pekerjaan masing-masing. Perpisahan ini terjadi setidaknya tiga hari dalam satu minggu, kondisi ini terjadi setidaknya dalam waktu tiga bulan (Gerstel & Gross, 1984).

Salah satu pekerjaan yang menuntut pasangan untuk menjalani commuter marriage yakni bekerja di kapal pesiar. Berdasarkan data yang diperoleh dari BP3TKI Denpasar (2016), dari keseluruhan tenaga kerja Bali yang bekerja di luar negeri, sebesar 60% merupakan tenaga kerja yang bekerja di sektor kapal pesiar. Data tersebut menunjukkan arti bahwa bekerja di kapal pesiar merupakan salah satu pilihan pekerjaan yang paling banyak diminati oleh tenaga kerja Indonesia, khususnya provinsi di Bali. Bekerja di kapal pesiar dapat menjadi jalan keluar bagi kondisi ekonomi sebuah keluarga, karena gaji yang besar serta fasilitas mewah yang didapatkan membuat pekerjaan ini semakin diminati pada masa sekarang ini dan banyak tenaga kerja yang bersaing untuk mendapatkan

pekerjaan ini. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sadia dan Oka (2002) bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang menjadi motivasi tertinggi tenaga kerja khususnya tenaga kerja Bali untuk bekerja di kapal pesiar. Selain hal-hal yang menjadi poin lebih dari bekerja di sebuah kapal pesiar tersebut, tentu saja ada resiko yang harus diterima oleh seseorang khususnya ABK yang telah memiliki sebuah keluarga atau telah menikah, salah satunya yaitu terbatasnya waktu untuk bertemu dengan keluarga. Hal tersebut dikarenakan para pekerja harus berada di dalam sebuah kapal pesiar dalam jangka waktu yang cukup lama, yang mana hal tersebut akan sangat memengaruhi komunikasi di dalam suatu keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu istri dari suami yang bekerja di kapal pesiar yang berinisial BG.Saat ini suaminya berprofesi sebagai waitter di sebuah kapal pesiar. BG mengatakan bahwa komunikasi yang BG jalin dengan suami dapat dikatakan lancar-lancar saja, namun terkadang BG dan suami sangat merindukan satu sama lain dan terkadang mengalami miskomunikasi dengan suami karena tidak bertemu dalam jangka waktu yang cukup lama. “Ya gitu dah gak ada masalah sebenarnya kalau di komunikasi cuma kadang ngerasa kangen pasti, kadang miskomunikasi jadinya kan sama suami” (Erlangga, 2016a)

BG juga mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan lebih banyak melalui video call seperti skype dan chatting denganmenggunakan koneksi Wi-Fi yang sudah disediakan di kapal pesiar, namun suami BG harus membayar 10 US dollar untuk 45 menit pemakaian. Menurut BG secara keseluruhan lebih banyak duka dari pada suka yang dirasakan sebagai istri seorang Anak Buah Kapal. Penelitian yang dilakukan oleh Marini dan Julinda (2009) mengungkap faktor jarak pemisah sangat berperan penting terhadap kepuasan dalam suatu pernikahan, dimana tidak bertemu dalam waktu yang lama akan sangat menggangu komunikasi pasangan suami istri.

Menjalani commuter marriage khususnya dengan suami yang bekerja sebagai ABK tentunya memiliki tantangan dan dampak tersendiri terhadap suatu pernikahan. Dampak yang ada tentunya sangat dirasakan oleh istri dari seorang yang bekerja di kapal pesiar dan dampak tersebut akan memengaruhi kepuasan pernikahan yang dirasakan. Terganggunya komunikasi pasangan suami istri serta pembagian peran yang secara tidak langsung dibebankan kepada istri adalah beberapa dampak yang dirasakan saat menjalani commuter marriage (Gerstel & Gross, 1984). Menurut Fowers (1991) istri lebih mementingkan kepuasan dalam hal komunikasi dan pembagian peran dalam tercapainya kepuasan pernikahan dan tingkat kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh istri cenderung lebih rendah dibandingkan suami. Oleh karena hal tersebut, penting untuk istri dalam mencapai kepuasan pernikahan karena istri yang tidak puas

terhadap pernikahannya lebih berpotensi bercerai dibandingkan dengan istri yang puas terhadap pernikahannya (Fowers, 1991).

Pre eliminary studi dilakukan pada NR yang menikah dengan BA, seorang ABK yang bekerja di kapal pesiar. NR telah menikah dengan BA selama satu tahun dan NR telah berpacaran dengan BA saat telah bekerja menjadi ABK di sebuah kapal pesiar. NR mengatakan banyak hal baru yang NR rasakan setelah menikah. Menurutnya setelah menikah BA menjadi lebih cepat marah dan masalah yang dihadapi menjadi jauh lebih beragam dan kompleks, namun rasa rindu yang dirasakan kepada BA jauh lebih dalam.

“Beda banget sih rasanya dulu sebelum nikah jelas, dulu masalahnya ya gak terlalu lah tapi sekarang udah nikah kan pasti jauh lebih kompleks pasti masalahnya. Dulu dia lebih sabar rasanya sama aku” (Erlangga, 2016a).

Saat ini NR masih menetap di rumah kedua orangtua NR dikarenakan NR dan BA belum memiliki rumah tinggal sendiri, selain itu NR memilih tinggal sementara bersama kedua orangtuanya karena BA sedang bekerja di kapal pesiar dan meninggalkannya selama delapan bulan. Banyak suka duka yang NR jalani selama menjadi istri seorang Anak Buah Kapal, dimana NR harus melakukan banyak hal sendiri, mengambil keputusan yang tergolong mendesak sendiri karena komunikasi yang dilakukan bersama BA sangat terbatas dan juga karena komunikasi yang tidak bisa dilakukan secara baik selama berada di laut. NR mengatakan bahwa pada saat–saat tertentu terkadang koneksi internet tidak begitu baik dan mengganggu komunikasinya dengan BA.

“Dukanya banyak, ngapa-ngapain harus sendiri gak bisa nelpon suami dulu, dia kan gak selalu bisa dihubungin disana, sinyalnya wifi disana itu abal-abal” (Erlangga, 2016a)

Saat ini BA sedang bekerja di kapal pesiar yang memiliki rute trip Asia, beberapa kali kapal pesiar tempat BA bekerja singgah di Bali, sehingga NR dapat bertemu selama beberapa jam dengan BA sebelum kapal pesiar tempat BA bekerja melanjutkan perjalanannya. NR juga sering mengalami pertengkaran disaat NR bertemu dengan BA di waktu yang singkat tersebut dan bahkan terkadang waktu yang ada dihabiskan untuk bertengkar satu sama lain.

“Sekarang kapalnya dia tripnya rute asia, kalau tujuannya ke bali kadang kan nge port sebentar di benoa, bisa dah ketemu disana tak susulin dia cuma itudah pasti isi aja bertengkarnya heran” (Erlangga, 2016a)

NR juga sering mengeluhkan kesepian yang rasakannya karena tidak dapat bertemu dengan BA selama berbulan-bulan. Hal tersebut membuatn NR merasa berat disaat harus melakukan segalanya sendiri tanpa ditemani BA. Diluar hal tersebut menurutnya dari segi ekonomi NR sangat terbantu dengan pekerjaan BA, karena NR tidak terlalu memikirkan

masalah ekonomi keluarganya. NR juga mengaku bisa membeli apa yang dibutuhkannya karena gaji dari BA dapat dikatakan cukup besar.

“Ya tapi diluar itu semua positifnya yang aku rasakan itu bisa beli apa aja sekarang gak kayak dulu mikir sekali rasanya” (Erlangga, 2016a).

Secara keseluruhan kehidupan pernikahan pasangan yang menjalani commuter marriage khususnya istri dari suami yang bekerja sebagai ABK memiliki suka maupun duka. Pernikahan tersebut tidak dapat dikatakan baik atau buruk karena penilaian terhadap hubungan suatu pernikahan tergantung pada bagaimana individu mengevaluasi hubungan pernikahannya.

Berdasarkan uraian diatas melalui penelitian ini akan menjelaskan lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan pada istri Anak Buah Kapal (ABK).

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metodologi kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan & Taylor dalam Moleong, 2014). Fenomenologi dapat diartikan sebagai anggapan umum untuk merujuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Peneliti dalam pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orangorang yang berada dalam situasi siuasi tertentu (Moleong, 2014). Esensi dari suatu fenomena adalah hal yang paling ditekanka pada pendekatan fenomenologi (Creswell, 2015).

Karakteristik Responden

Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini harus memiliki kriteria yaitu berjenis kelamin perempuan yang berusia 18 sampai dengan 40 tahun, memiliki pekerjaan, berstatus telah menikah khususnya telah menikah atau memiliki suami yang sedang bekerja di kapal pesiar. Responden dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, lebih merinci akan dijelaskan didalam tabel berikut :

Tabel 1.

Karakteristik Reaponden Penelitian

Kode                K;:jl::ii^!:k ReipiLdeii

Responden________________________________________________________

MD Usia                                               : 26 cairan

Status                                              : Maiikah.

Pekerjaan                                     : Rekam medik

Pekeiiaaiisuanii                               CKapalpeaiaa

Domisili                                      : Badung

LatiiaineiiialaniiieniLkahanjarakjaiih              : 2 tahun

CT Usia                                         : 26 tahun

Status                                        : Maiikah

Pekeriaan                                          : Peg. Strata

Pekeijaan suami                               : Kapalpeaiai

Domisili                                      : Eaimig

Lattianiasjalanipernikahaiijarakjauh            Mtahun

RK Usia                                     : 27 tahun

Status                                        : Menikah

Pekeijaan                                     : Peg. Sxrata

Pekexjaansuami                               CKapalpesiax

Domisili                                      : Denpasax

Lamameiijalanipeinikahanjankjauh            : 2 tahun

KY Usta                                         : 35 tahun

Status                                        : Menikah

Pekexjaan                                     : Wiraiwasta

Pekexjaansuami                               CKapalpesiai

Domisili                                      : Badung

_________Laaiaiiahjjui^^^          __________MLmthxi___

Lokasi Pengumpulan Data

Pengumpulan data terhadap keempat responden dalam penelitian ini dilakukan di daerah Denpasar dan Badung. Denpasar dan Badung dipilih karena pengeluaran rata-rata per kapita dalam sebulan pada Kota Denpasar dan Kabupaten Badung menempati posisi pertama dan kedua di antara kabupaten-kabupaten lainnya di Provinsi Bali (BPS,2014). Pengeluaran yang tinggi pada kedua daerah tersebut dianggap menjadi salah satu faktor yang mendorong untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi salah satunya dengan cara bekerja di kapal pesiar.

Teknik Pengumpulan Data

Penggalian data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan wawancara dan observasi. Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2015) wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur dimana pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan wawancara terstruktur. Pada penelitian ini juga menggunakan observasi yang dicatat ke dalam catatan lapangan (fieldnote) saat melakukan wawancara. Saat observasi, peneliti mengamati ekspresi, gerak tubuh maupun respon nonverbal lain yang menyertai respon verbal saat wawancara berlangsung.

Analisa data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015) yaitu yang pertama yakni reduksi data, reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pola, serta membuat kategorisasi. Setelah melakukan reduksi data, dilakukan penyajian data yang bertujuan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terjadi dan merencakan kerja selanjutnya berdasarkan pada apa yang tekah dipahami. Penyajian data pada penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan teks yang bersifat naratif. Tahap terakhir yakni penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan

tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga menjadi jelas setelah diteliti. Hasil kesimpulan yang ditemukan dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, ataupun teori.

Teknik pemantapan kredibilitas data penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik dalam pemantapan kredibilitas yaitu, perpanjangan pengamatan, ketekunan pengamatan, triangulasi data, menggunakan bahan referensi, pemerikasaan sejawat melalui diskusi, dan melakukan member check.

Isu etika penelitian

Dalam penelitian ini, isu-isu etis yang diperhatikan yakni menggunakan kontrak sosial berupa informed consent (formulir izin) yang disepakati oleh kedua belah pihak, menjaga privasi responden, serta tidak melakukan hal-hal yang membuat responden tidak nyaman atau merasa dirugikan. Seorang peneliti melindungi kerahasiaan identitas diri partisipan misalnya dengan menggunakan nama samaran untuk para partisipan. Untuk memeroleh dukungan dari para partisipan, seorang peneliti harus menyampaikan kepada partisipan bahwa mereka sedang terlibat di dalam studi, menjelaskan tujuan studi, dan tidak berbohong tentang watak dari studi tersebut (Creswell, 2015).

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dijelaskan berdasarkan tiga kategori yaitu kategori hal-hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan, kategori hal-hal yang meningkatkan kepuasan pernikahan istri Anak Buah Kapal, dan kategori hal-hal yang menurunkan kepuasan pernikahan istri Anak Buah Kapal.

1.


Hal-hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan

Terdapat beberapa hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan pada istri ABK yang terdiri dari kepribadian pasangan, kehadiran anak, pembagian peran yang fleksibel saat suami di rumah, komunikasi dengan pasangan yang terjalin baik, kesibukan istri, kondisi keuangan yang baik, serta hubungan dengan keluarga yang harmonis.

  • a.    Kepribadian pasangan

Kepribadian yang dimiliki pasangan merupakan salah satu hal yang menjadi faktor yang memengaruhi puas atau tidaknya istri terhadap pernikahannya. Kepribadian yang dimiliki pasangan membuat istri merasa tenang saat harus menjalani pernikahan jarak jauh.

  • b.    Kehadiran anak

Kedua responden yang telah memiliki anak mengaku bahwa anak menjadi teman cerita, curhat dan pengikat hubungan antara responden dan suami saat-saat suami berangkat untuk bekerja di kapal pesiar. Selain itu, mempunyai anak juga menjadi hal yang membuat responden merasa lengkap dan sempurna sebagai wanita serta membuat reponden puas dengan pernikahan yang dijalani saat ini. Anak juga menjadi hal yang membuat reponden menjadi lebih semangat saat menunggu kepulangan suami dari bekerja di kapal pesiar.

  • c.    Pembagian peran yang fleksibel saat suami di rumah

Pekerjaan rumah tangga, seperti membersihkan rumah, mengurus anak dilakukan oleh suami saat berada dirumah bersama istri. Hal tersebut dirasa meringankan pekerjaan dari responden yang sebelumnya harus melakukan segala hal sendiri. Kemauan dari suami mengambil alih pekerjaan istri saat dirumah dirasa menjadi salah satu faktor yang membuat responden merasa lebih puas.

  • d.    Komunikasi dengan pasangan yang terjalin baik

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi pasangan suami istri. Baiknya komunikasi yang terjalin dengan suami saat suami bekerja di kapal pesiar menjadi salah satu hal yang membuat istri puas dalam pernikahannya. Dihubungi dan diberikan kabar setiap hari oleh suami membuat istri menjadi lebih tenang dan merasa masih dihargai selain hal tersebut, selalu didengarkan setiap kali bercerita dan selalu diberikan dukungan membuat responden merasa lebih tenang dalam menjalani pernikahan jarak jauh.

  • e.    Kesibukan istri

Bekerja dianggap sebagai hal yang dapat membantu istri agar tidak hanya memikirkan suami. Responden mengatakan bekerja membuat waktu menjadi lebih cepat, dan menunggu suami menjadi tidak terasa lama. Selain hal tersebut, bekerja juga dapat mengurangi kebosanan dan stres karena di tempat mereka bekerja ada teman-teman yang bisa mereka ajak untuk bercerita.

  • f.    Kondisi keuangan yang baik

Kondisi keuangan merupakan hal yang penting dalam pernikahan. Kondisi ekonomi yang tidak baik akan memicu pertengkaran di dalam rumah tangga karena kebutuhan dalam

rumah tangga tidak dapat terpenuhi. Kondisi keuangan responden yang berkecukupan saat ini membuat reponden merasa puas akan pernikahannya.

  • g.    Hubungan dengan keluarga yang harmonis

Bagi responden yang saat ini tinggal dengan mertua, pengertian serta dukungan mertua juga dirasa sebagai salah satu faktor yang berperan dalam mencapai kepuasan pernikahan. Bagi responden hal yang paling penting adalah dapat diterima dengan baik di dalam keluarga suami. Selain dukungan dari keluarga suami atau mertua, hal yang juga dianggap sebagai salah satu faktor yang mendukung dalam tercapainya kepuasan pernikahan yakni dukungan dan perhatian dari orangtua maupun keluarga responden.

  • 2.    Hal-hal yang Meningkatkan Kepuasan Pernikahan Istri Anak Buah Kapal

Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada istri ABK yang terdiri dari komunikasi yang terjalin semakin baik, kehadiran anak, dan hubungan dengan mertua yang seamkin baik.

  • a.    Komunikasi yang terjalin semakin baik

Dua dari empat responden menginginkan komunikasi yang terjalin dengan suami dapat dilakukan setiap hari dan salah satu responden juga menginginkan durasi dalam menelepon dapat dilakukan lebih lama. Selain hal tersebut responden mengatakan apabila sikap suami lebih perhatian saat menelepon dan apabila suami bisa lebih mesra lagi, maka hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan pernikahan responden.

  • b.    Kehadiran anak

Bagi responden yang saat ini belum memiliki anak, hal yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan adalah hadirnya anak. Menurut kedua responden yang belum memiliki anak, mempunyai anak membuatnya merasa lengkap dan sempurna sebagai wanita

  • c.    Hubungan dengan mertua yang semakin baik

Hal lain yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan responden yakni membaiknya masalah yang dihadapi dengan mertua saat ini. Hubungan yang baik dengan mertua dirasa penting oleh salah satu responden dikarenakan responden tinggal satu rumah dengan mertua.Responden juga mengharapkan agar suaminya bisa lebih netral dan berdiri di tengah tengah istri dan orangtuanya apabila responden menghadapi masalah dengan mertuanya.

  • 3.    Hal-hal yang Menurunkan Kepuasan Pernikahan Istri Anak Buah Kapal

Terdapat beberapa hal yang dapat menurunkan kepuasan pernikahan pada istri ABK yang terdiri dari hubungan dengan mertua yang tidak harmonis, suami yang tidak support dan mendengarkan, ketidakhadiran suami secara terus menerus, dan komunikasi yang semakin berkurang.

  • a.    Hubungan dengan mertua yang tidak harmonis

Bagi responden yang sedang menghadapi masalah dengan mertua, hubungan dengan mertua yang tidak terjalin dengan baik dapat mengurangi kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh responden akan menurun apabila mertua mencampuri urusan rumah tangga responden terlalu dalam, bahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan mertua dapat menyebabkan pertengkaran antara responden dengan suami.

  • b.    Suami yang tidak support dan tidak mendengarkan

Responden menyatakan bahwa apabila suami yang bersikap tidak mendukung serta tidak memberikan semangat untuk menjalani pernikahan jarak jauh, maka kepuasan pernikahan responden akan menurun. Disamping itu, sikap suami yang tidak mendengarkan responden saat bercerita juga dapat menurunkan kepuasan pernikahan.

  • c.    Ketidakhadiran suami secara terus menerus

Responden tidak menginginkan apabila suami terus-menerus bekerja di kapal pesiar dan menjalani pernikahan jarak jauh. Responden mengharapkan suami tidak bekerja di kapal pesiar lagi jika hal yang ingin dicapai telah terpenuhi. Kemungkinan akan munculnya perasaan jenuh dalam menjalani penikahan jarak jauh dalam jangka waktu lama dapat menurunkan kepuasan pernikahan responden.

  • d.    Komunikasi yang semakin berkurang dengan suami

Berkurangnya komunikasi juga dapat menurunkan kepuasan pernikahan, seperti berkurangnya frekuensi berkomunikasi melalui telepon, serta suami yang jaran memberikan kabar kepada istri. Menurut responden mengatakan ketika suami tidak memberikan kabar dalam jangka waktu yang cukup lama, akan muncul pikiran-pikiran negatif pada responden.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, keempat responden mengaku puas dengan pernikahannya saat ini didasarkan atas evaluasi responden mengenai kondisi-kondisi di dalam pernikahannya. Hal tersebut sejalan dengan definisi dari kepuasan pernikahan yang diungkap oleh Lemme (1995) bahwa kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan itu sendiri, namun tujuan dalam penelitian ini yakni melihat bagaimana kepuasan

kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh istri. Dalam penelitian ini didapatkan hasil mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan pada istri Anak Buah Kapal (ABK) yang terdiri dari hal-hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan, hal-hal yang akan meningkatkan kepuasan pernikahan serta hal-hal yang dirasa dapat menurunkan kepuasan pernikahan.

  • 1.    Kepribadian pasangan

Kepribadian pasangan adalah salah satu hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan pada responden. Kepribadian yang dianggap sebagai dasar dari tercapainya kepuasan pernikahan berbeda-beda pada masing-masing responden. Suami yang perhatian menjadi salah satu hal yang dianggap menjadi dasar dari tercapainya kepuasan pernikahan pada responden.Hal tersebut dikarenakan perhatian yang diberikan oleh suami membuat istri merasa dihargai dan tenang saat menjalani pernikahan jarak jauh. Selain perhatian, suami yang bertanggung jawab juga dapat mendasari kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh istri. Bertanggung jawab yang dimaksudkan yakni mampu mempertanggungjawabkan semua ucapan serta bertanggung jawab kepada keluarga, baik itu kepada istri, anak maupun orangtua. Bertanggung jawab yang dimaksudkan juga merujuk pada bagaimana suami bertanggung jawab dalam menafkahi yang ditunjukkan dengan kerelaan suami untuk bekerja jauh dari rumah demi mendapatkan penghasilan yang lebih dari sebelumnya agar perekonomian keluarga menjadi lebih baik. Dalam kaitannya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatehizadeh, dkk. (2012)yang menemukan bahwa kepribadian suami yang bertanggung jawab tergolong dalam kepribadian conscientiousness. Lebih lanjut Fatehizadeh, dkk. (2012) menjelaskan bahwa suami dengan tipe kepribadian conscientiousness cenderung meningkatkan kepuasan pernikahan yang dirasakan pasangan.

Hal lain yang menjadi dasar tercapainya kepuasan pernikahan pada istri ABK yakni bagaimana sifat-sifat yang dimiliki suami mampu mengimbangi sifat yang dimiliki istri. Salah satu responden mengatakan sifat suami yang pendiam dapat mengimbangi responden yang lebih banyak bicara. Sifat pendiam dari suami membuat responden tidak terlarut dalam kemarahan saat sedang menghadapi masalah dan membuat responden merasa lebih tenang.

Kepribadian maupun sifat-sifat yang ada pada suami membuat responden merasa lebih tenang saat harus menjalani pernikahan jarak jauh, serta membuat responden tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi suami saat berada jauh dari responden. Rempel, Holmes, dan Zanna (1985)menemukan bahwa respon pasangan yang mendukung individu dalam situasi yang sulit dapat membangun keyakinan individu terhadap pasangan.

  • 2.    Anak

Keempat responden mengatakan bahwa anak merupakan tujuan dari pernikahan. Kehadiran anak juga dapat melengkapi suatu pernikahan dan juga membuat responden merasa lengkap menjadi seorang wanita, sehingga anak menjadi hal yang dianggap membuat responden puas terhadap pernikahannya saat ini.Anak juga memiliki peran penting dalam pernikahan jarak jauh. Menurut hasil penelitian ini, anak menjadi hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan pada responden sekaligus menjadi hal yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan khususnya pada responden yang belum memiliki anak. Bagi para responden yang telah memiliki anak, anak menjadi teman sehingga membuat responden tidak merasa kesepian saat suami bekerja sebagai ABK di kapal pesiar. Menurut Gerstel dan Gross (1984) pada pasangan dengan usia pernikahan muda, kehadiran anak merupakan hal yang dinanti-nantikan, kehadiran anak membuat istri menjadi lebih berfokuspada pengasuhan sehingga mengurangi stres dan kesepian yang dirasakan oleh istri saat menjalani pernikahan jarak jauh. Semakin besar usia anak maka istri akan semakin terbantu oleh anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah (Gerstel & Gross, 1984). Selain hal tersebut, kehadiran anak juga membuat responden lebih semangat dalam menjalani pernikahan jarak jauh, karena anak merupakan alasan baik suami maupun istri untuk bekerja lebih keras. Anak juga dianggap sebagai pengikat dalam hubungan pernikahan, serta dianggap sebagai salah satu alasan untuk tetap menjaga kesetiaan satu sama lain.

Pada responden yang belum memiliki anak, kehadiran anak dapat membuat responden merasa menjadi seorang wanita seutuhnya. Parson (dalam Olson and DeFrain, 2003) menyatakan bahwa peran wanita yakni bereproduksi, dan mengasuh anak. Responden mengaku puas dengan pernikahan yang dijalani saat ini, namun kepuasan pernikahan tersebut akan meningkat apabila responden telah memiliki anak. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2016) menemukan bahwa istri yang menjalani commuter marriage merasa puas dengan pernikahannya saat ini, namun merasa kurang puas karena belum hadirnya anak dalam pernikahan. Kehadiran anak merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage(Handayani, 2016)Kehadiran anak diharapkan dapat menjadi teman bagi responden saat menjalani pernikahan jarak jauh serta menjadi penyemangat dalam menjalani pernikahan jarak jauh.

  • 3.    Pembagian peran yang fleksibel saat suami dirumah

Saat berada dirumah, kegiatan yang dilakukan suami yakni melakukan tugas rumah tangga seperti bersih-bersih, mengepel, mengurus anak, mencuci pakaian dan hal lainnya. Keterlibatan suami dalam pekerjaan rumah tangga dan

pengasuhan anak dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kepuasan kehidupan perkawinan khususnya pada istri(Forste & Fox , 2008).Responden merasa sangat terbantu saat suami berada di rumah karena suami fleksibel dalam pembagian pekerjaan rumah tangga dan mengambil alih pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya dilakukan oleh istri. Menurut Hess (2008), dukungan dan kerjasama dari suami dalam mengerjakan tugas rumah tangga merupakan hal penting untuk meningkatkan kepuasan pernikahan. Responden juga mengatakan bahwa suaminya bahkan tidak malu untuk melakukan pekerjaan rumah yang pada umumnya dilakukan oleh istri. Responden juga mengatakan bahwa tidak terdapat keharusan mengenai pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki dan pekerjaan yang seharusnya dilakukan perempuan, atau dapat dikatakan bahwa pembagian pekerjaan tersebut bersifat fleksibel. Hal tersebut menjadi salah satu hal yang mendasari kepuasan responden terhadap pernikahannya. Berhubungan dengan hal tersebut, Fowers (1991) menyatakan bahwa istri menunjukkan kepuasan yang lebih tinggi pada hal equalitarian roles yang mengindikasikan bahwa hal yang penting bagi seorang istri adalah peran yang egaliter dan fleksibilitas daslam pembagian peran rumah tangga. Hal serupa dikatakan oleh Gerstel dan Gross (1984) bahwa pasangan yang menjalani commuter marriage menetapkan peran yang egaliter, sedangkan pasangan suami istri yang tinggal bersama cenderung menetapkan peran yang tradisional.

  • 4.    Komunikasi dengan pasangan

Komunikasi yang terjalin selama menjalani pernikahan jarak jauh merupakan hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan. Di sisi lain, dalam kondisi tertentu, komunikasi juga berpengaruh dalam meningkatkan maupun menurunkan kepuasan pernikahan pada responden.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa komunikasi pada pasangan commuter marriage hanya bisa dilakukan melalui telepon. Berkaitan dengan fakta tersebut Winfiield (1985) mengatakan bahwa pasangan yang menjalani commuter marriage harus dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan fleksibilitas tanpa harus bertemu dan hanya menggunakan media komunikasi seperti telepon dan email. Komunikasi yang dimaksudkan yakni terkait bagaimana istri dapat menyampaikan keluhan serta menyampaikan perasaan kepada suami.

Dalam komunikasi, frekuensi yang baik dari komunikasi yang terjalin juga merupakan salah satu hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan pada istri dari ABK yang bekerja di kapal pesiar, yaitu seperti suami yang selalu memberikan kabar serta komunikasi melalui telepon yang rutin dilakukan oleh pasangan setiap harinya. Komunikasi melalui telepon menjadi pengganti saat percakapan sehari-hari yang biasanya dilakukan secara langsung tidak dapat

dilakukan oleh pasangan yang menjalani pernikahan jarak jauh (Gerstel & Gross, 1984). Frekuensi komunikasi yang baik juga memberikan dampak positif pada istri, yakni istri merasa dibutuhkan dan dihargai oleh pasangan dalam menjalani pernikahan jarak jauh. Dalam penelitiannya, Fowers (1991) mengungkapkan bahwa istri yang diindikasikan berpotensi untuk bercerai, secara signifikan lebih tidak puas dalam hal komunikasi dibandingkan suami. Komunikasi yang baik secara signifikan memiliki hubungan dengan emosi positif yang dirasakan oleh istri. Hal tersebut membuktikan bahwa istri lebih mementingkan adanya komunikasi yang baik dengan pasangan. Responden merasa lebih tenang dalam menjalani pernikahan jarak jauh jika suami selalu mendengarkan dan memberikan dukungan setiap kali responden bercerita. Komunikasi melalui telepon dapat mengurangi kesepian, menghadirkan perasaan aman dalam menjalani pernikahan jarak jauh, serta menghadirkan sedikit dukungan emosional (Gerstel & Gross, 1984).

Komunikasi yang terjalin semakin baik merupakan hal yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada istri dari ABK yang bekerja di kapal pesiar. Komunikasi yang diharapkan oleh responden adalah komunikasi dengan frekuensi setidaknya satu kali dalam sehari serta durasi menelepon yang semakin panjang sehingga istri memiliki waktu yang cukup untuk bercerita. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari Gerstel dan Gross (1984) yang menemukan bahwa sebanyak 42% dari total jumlah responden yang menjalani pernikahan jarak jauh melakukan komunikasi setidaknya satu kali dalam sehari. Responden juga menginginkan suami menjadi lebih mesra saat melakukan komunikasi melalui telepon. Hal-hal kecil seperti mengatakan “I love you” diakhir telepon dapat menjaga hubungan agar tetap terjalin baik saat menjalani hubungan jarak jauh. Selain hal tersebut, umpan balik dari suami saat istri bercerita adalah hal yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh istri ABK saat menjalani hubungan jarak jauh. Hal tersebut membuat istri merasa lebih didengarkan dan merasa di support oleh suami.

Sebaliknya, menurut penuturan responden, apabila kuantitas dan kualitas komunikasi yang terjalin semakin berkurang seperti berkurangnya frekuensi komunikasi serta suami yang tidak lagi mendengarkan dan memberikan support, maka dapat menurunkan kepuasan pernikahan pada responden. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Litiloly dan Swastiningsih (2014) yang menemukan bahwa suami yang tidak mendengarkan pendapat istri membuat istri tidak puas dalam menjalani commuter marriage. Temuan tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rempel, dkk (1985) menemukan bahwa respon pasangan yang mendukung individu dalam situasi yang sulit dapat membangun keyakinan individu terhadap pasangan.

Selain mengenai frekuensi dan durasi, menurut responden bercerita kepada suami dirasa sangat berbeda dibandingkan bercerita kepada orangtua, saudara maupun teman-temen karena saat bercerita dengan suami, responden merasa lebih nyaman serta merasa lebih dapat terbuka dalam menceritakan segala hal dan tidak terbatas dalam bercerita. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Gerstel dan Gross (1984) yaitu bahwa orang-orang disekitar istri seperti tetangga, keluarga, maupun sahabat tidak mampu menghadirkan pembicaraan sehari-hari secara terus menerus seperti yang biasa dilakukan oleh suami.

  • 5.    Kesibukan istri

Kesibukan istri dalam melakukan kegitan sehari-hari juga menjadi hal yang mendasari tercapainya kepuasan pernikahan pada istri dari ABK yang bekerja di kapal pesiar. Kesibukan yang dijalani keempat responden yakni bekerja, baik itu bekerja sebagai pegawai maupun sebagai wiraswasta. Bekerja membuat responden menjadi tidak terlalu memikirkan suami yang bekerja jauh dari rumah, sehingga responden merasa waktu menjadi semakin terasa cepat dibandingkan dengan tidak bekerja. Istri merasakan hal yang menguntungkan apabila memiliki pekerjaan saat menjalani pernikahan jarak jauh, istri dapat menghabiskan waktunya untuk mengembangkan karir serta memiliki waktu yang cukup banyak untuk menikmati hidup dan mampu mengalihkan pikiran dari stres yang dirasakan saat menjalani pernikahan jarak jauh (Gerstel & Gross, 1984). Lebih lanjut, Gerstel dan Gross (1984) menambahkan bahwa istri memiliki cara untuk mengusir kebosanan saat menjalani pernikahan jarak jauh yaitu dengan selalu menyibukkan diri. Responden mengaku dengan bekerja rasa bosan dan stres yang dirasakan dapat berkurang karena di tempat kerja terdapat teman-teman yang bisa diajak untuk bercerita.

  • 6.    Kondisi keuangan

Bekerja di kapal pesiar dianggap sebagai jalan keluar bagi masalah ekonomi yang sedang dihadapi oleh responden dan suami. Jumlah gaji yang besar dari hasil bekerja sebagai ABK di kapal pesiar dirasa dapat menjadi salah satu jalan untuk mengubah kondisi ekonomi keluarga. Keinginan untuk mempunyai rumah pribadi serta keinginan untuk memberikan hidup yang layak untuk anak dan istri adalah hal yang mendorong suami untuk bekerja di kapal pesiar. Hal tersebut juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sadia dan Oka (2002) yang menemukan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang menjadi motivasi tertinggi tenaga kerja khususnya tenaga kerja Bali untuk bekerja di kapal pesiar. Faktor ekonomi yang dimaksudkan yakni desakan ekonomi keluarga, meningkatkan pendapatan keluarga, dan meningkatkan status sosial. Sejalan dengan hasil tersebut, Glotzer dan Federlein (2007) mengungkap bahwa adanya kebutuhan finansial atau masalah ekonomi yang berat

merupakan salah satu faktor dasar yang memengaruhi pertimbangan pasangan atau keluarga dalam melakukan commuter marriage. Kebutuhan ekonomi atau keterbatasan ekonomi mendorong individu untuk mencari pekerjaan yang lebih layak, serta tidak menutup kemungkinan untuk bekerja di wilayah yang berbeda dari tempat tinggal individu.

Menurut responden, kondisi keuangannya dan suami saat ini berada pada kondisi berkecukupan. Kondisi ekonomi yang dirasakan oleh responden saat ini merupakan salah satu hal yang memiliki peran dalam tercapainya kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh responden. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan olehMeinatun (2012) yang menemukan bahwa kondisi ekonomi yang berkecukupan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam tercapainya kepuasan pernikahan pada istri yang menjalani pernikahan jarak jauh.Responden juga mengatakan bahwa penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan sebagai ABK di kapal pesiar digunakan untuk membayar cicilan rumah, membeli keperluan rumah tangga untuk satu bulan, serta menabung. Responden juga menggatakan bahwa pekerjaan suami sebagai ABK di kapal pesiar, memungkinkan suami dapat membeli berbagai hal yang suami dan istri inginkan. Berkaitan dengan ekonomi keluarga dan kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh responden, Duvall dan Miller (1985) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik yang mengindikasikan kepuasan pernikahan yakni adanya pemasukan yang adekuat dalam keluarga.

  • 7.    Hubungan dengan keluarga

Hubungan dengan keluarga responden maupun dengan keluarga suami merupakan salah satu hal yang penting dalam tercapainya kepuasan pernikahan. Dalam kondisi tertentu, hubungan dengan keluarga juga dapat meningkatkan maupun menurunkan kepuasan pernikahan pada responden. Menurut Fowers dan Olson (1993), salah satu aspek dalam kepuasan pernikahan yakni aspek keluarga, aspek ini menunjukan mengenai hubungan dengan anggota keluarga dan keluarga dari pasangan. Dukungan yang diberikan oleh keluarga saat menjalani pernikahan jarak jauh adalah hal yang mendasari kepuasan yang dirasakan oleh responden. Dukungan tersebut semakin menguatkan responden dalam menjalani pernikahan jarak jauh. Selain hal tersebut keluarga memiliki peran dalam pernikahan jarah jauh yang dijalani oleh responden, peran keluarga tersbut yakni membantu responden dalam mengurus pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya dilakukan oleh suami. Salah satu cara yang dilakukan istri pada pasangan commuter marriage dalam mengurus pekerjaan rumah tangga yakni dengan meminta bantuan tenaga profesional maupun meminta bantuan pada keluarga (Gerstel & Gross, 1984).

Selain hal tersebut dukungan serta penerimaan dari mertua juga merupakan hal yang membuat responden puas terhadap pernikahan, khususnya bagi responden yang saat ini tinggal

dirumah mertua. Responden mengatakan bahwa tinggal di rumah mertua membuat responden harus beradaptasi dengan lingkungan baru tanpa ditemani oleh suami sehingga penerimaan mertua terhadap responden menjadi hal yang sangat penting agar responden dapat beradaptasi dengan lebih baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Skolnick (dalam Lemme, 1995) mengungkapkan bahwa hubungan personal yang baik antar anggota keluarga merupakan salah satu hal yang penting dalam tercapainya kepuasan pernikahan.

Bagi responden yang memiliki masalah dengan mertua, kondisi hubungan dengan mertua saat ini dikatakan sebagai salah satu hal yang dapat menurunkan kepuasan pernikahan, sedangkan jika hubungan dengan mertua terjalin semakin baik maka hal tersebut dapat menjadi salah satu hal yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada responden.

  • 8.    Ketidakhadiran suami secara terus menerus

Dalam menjalani pernikahan jarak jauh, responden mengungkapkan bahwa suami memiliki rencana untuk berhenti bekerja sebagai ABK di kapal pesiar ketika telah mampu memenuhi tujuannya seperti mampu melunasi hutang, membangun rumah untuk keluarga, maupun hal lainnya, serta telah memeroleh tabungan yang cukup untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Berkaitan dengan hal tersebut, responden mengharapkan agar suami mampu menepati rencananya tersebut, karena jika suami bekerja sebagai ABK tanpa batas waktu yang ditentukan, maka istri tidak dapat merasakan untuk berkumpul dengan suami sehingga kepuasan pernikahan yang dirasakan pun dapat menurun. Menjalani pernikahan jarak jauh dalam jangka waktu yang lama akan membuat istri menjadi bosan dengan keadaan dan membuat kondisi yang dirasakan menjadi semakin sulit (Gerstel & Gross, 1984).

Faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan pada istri Anak Buah Kapal (ABK) terdiri dari hal-hal yang mendasari kepuasan pernikahan pernikahan, hal-hal yang meningkatkan kepuasan pernikahan dan hal-hal menurunkan kepuasan pernikahan pada istri ABK. Hal-hal yang mendasari kepuasan pernikahan pada istri ABK saat ini yakni kepribadian pasangan, kehadiran anak, komunikasi yang terjalin baik dengan pasangan, kesibukan istri, kondisi keuangan yang baik, dan hubungan dengan kelurga yang harmonis. Sedangkan hal-hal yang meningkatkan kepuasan pernikahan pada istri ABK yakni komunikasi yang terjalin semakin baik dengan suami, kehadiran anak, dan hubungan dengan mertua yang semakin baik. Hal-hal menurunkan kepuasan pernikahan pada istri ABK yakni hubungan dengan mertua yang tidak harmonis, suami yang tidak memberikan dukungan dan tidak mendengar, dan ketidakhadiran suami secara terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment 2nd Ed. (Prentice-Hall, Ed.).

Badan Pusat Statistik. (2014).Bali dalam angka 2014.Retrived April 2017,           from           Badan           Pusat

Statistik:http://bali.bps.go.id/Subjek/View/id/5#subjekView Tab3|accordion-daftar-subjek1/.

Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. (2016). Data jumlah tenaga kerja Indonesia Kota Denpasar.

Creswell, J. W. (2015). Penelitian kualitatif & desain riset : memilih diantara lima pendekatan . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Duvall, E. M., & Miller, B. C. (1985). Marriage and family

development. New York: Harper & Row.

Erlangga, S. (2016a). Gambaran Bekerja di Kapal Pesiar.(Artikel Tidak Dipublikasikan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Fatehizadeh, M., Etemadi, O., Ghazemi, V., Abedi, M. R., &

Bahrami, F. (2012). Personality type and marital satisfaction. Interdiscipinary Journal of Contemporary Research in Business.

Forste, R., & Fox , K. (2008). Gender roles, household labor, and family satisfaction: a cross-national comparison. Brigham Young University: Departement of Sociology.

Fower, B. &., Olson, D. H. (1993). ENRICH marital satisfaction scale : a brief research and clinical tool. Journal of Family Psychology.

Fowers, B. J. (1991). His and her marriage: a multivariate study of gender and marital satisfation. Sex Roles, 24, 214-220.

Gerstel, N., & Gross, H. (1984). Commuter marriage : a study of work and family. New York: The Guildford Press.

Glotzer, R., & Federlein, A. C. (2007). Miles that bind: commuter marriage and family. Michigan and Family Review, 24,731.

Handayani, Y. (2016). Komitmen, conflict resolutiom, dan kepuasan pernikahan pada istri yang menjalani hubungan pernikahan jarak jauh (karyawan schumberger balikpapan). Psikoborneo, 2, 5-8.

Hess, J. (2008). Marital satisfaction and parental stress . Utah: Utah State University.

Hurlock, E.B. (2000). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga

Landis, M. G., & Landis, J. T. (1970). Personal adjustment,

marriage, and family living. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Lemme, B. H. (1995). Developmental in adulthood. USA: Allyn & Bacon.

Litiloly, F., & Swastiningsih, N. (2014). Manajemen stress pada istri yang mengalami long distance marriage. Journal Fakultas Psikologi , 1, 5-7.

Marini, L., & Julinda. (2009). Gambaran kepuasam pernikahan istri pada pasangan commuter marriage. Jurnal Psikologi, I, 5051.

Meinatun, M. (2012). Kepuasan pernikahan pada istri yang menjalani pernikahan jarak jauh (long distance marriage). Undergraduate Thesis (naskah tidak dipublikasikan). Universitas Diponegoro.

Moleong, L. J. (2014). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Olson, D. H., & DeFrain, J. (2003). Marriages and families

:intimacy, strength, and diversity. United States: McGrawHill Education.

Papalia, E. D. (2011). Human development (psikologi perkembangan) 9th ed. Jakarta: The Mcgraw Hill Companies.

Rempel, J. K., Holmes, J. G., & Zanna, M. P. (1985). Trust in close relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 95-112.

Sadia, I., & Oka, I. D. (2012). Motivasi tenaga kerja bali di

mediterranean shipping Company (MSC). Soshum Jurnal Sosial Dan Humaniora, II, 13-15.

Sugiyono. (2015). Metode penelitian kombinasi (Mix Method). Bandung: Alfabeta.

Winfield, F. E. (1985). Commuter marriage: Living together, apart. New York: Columbia University Press.

136