HUBUNGAN SIKAP TERHADAP AYAHAN DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN HINDU BALI DI DESA ADAT LEGIAN
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Positif, 114-125
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
HUBUNGAN SIKAP TERHADAP AYAHAN DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN HINDU BALI DI DESA ADAT LEGIAN
Ni Luh Christina Prapmika Jayanti dan Luh Made Karisma Sukmayanti Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Setiap perempuan yang menikah dengan laki-laki Hindu Bali dan beragama Hindu, akan secara langsung melaksanakan social roles (peran sosial) dengan tanggung jawab melaksanakan ayahan, selain melaksanakan peran sebagai ibu rumah tangga dan bekerja. Ayahan adalah wajib kerja atau tugas yang harus dilaksanakan oleh krama banjar atau krama desa, baik kegiatan adat, kegiatan agama maupun kegiatan sosial kemasyarakatan. Frekuensi pelaksanaan ayahan di Desa Adat Legian yang cenderung tinggi, dengan penerapan yang cukup kompleks dan diasumsikan menyebabkan ketidakseimbangan dalam peran yang dimiliki perempuan Hindu Bali, dapat memunculkan sikap yang negatif terhadap ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian dan diyakini berhubungan dengan kesejahteraan psikologis perempuan Hindu Bali. Sebaliknya, ketika perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian dengan ikhlas dan merasa bahagia melaksanakan ayahan yang cukup kompleks, akan memunculkan sikap positif terhadap ayahan yang dapat berhubungan dengan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan postif antara sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian dan seberapa besar sikap terhadap ayahan berkontribusi terhadap kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis regresi sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala penelitian yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada 221 perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian. Data penelitian mengikuti distribusi normal dan linear. Hasil dari penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0.180 dan probabilitas 0.007 (p<0.05). Hal ini berarti ada hubungan positif antara sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian. Sumbangan dari variabel sikap terhadap ayahan terhadap kesejahteraan psikologis adalah sebesar 3.2%.
Kata Kunci: sikap, ayahan, kesejahteraan psikologis, perempuan Hindu Bali, Legian.
Abstract
Every woman who is married to Hindu Balinese man and becomes Hindu, will directly actualize social roles with the responsibility of ayahan, beside domestic roles as a housewife and production roles by working. Ayahan is required to work or tasks that must be implemented by krama banjar or krama desa, which are cultural activities, religious activities, and social activities. High frequency execution of ayahan in Desa Adat Legian, the complexity of implementation, and assumed to cause an imbalance of Hindu Balinese woman’s roles can bring negative attitude towards ayahan to Hindu Balinese women in Desa Adat Legian which is believed can be related to psychological well-being. Otherwise, when Hindu Balinese woman in Desa Adat Legian willing and happily to do ayahan, positive attitude will appear toward ayahan and believed can be related to psychologycal well-being. This research is a quantitative method with simple regression analysis. Data is collected through research scales that have been tested for validity and reliability to the 221 Hindu Balinese woman in Desa Adat Legian. Research data shows normal distribution and linear. The result shows the correlation coefficient is 0.180 and probability at 0.007 (p<0.05). It means that there is a positive correlation between attitude towards ayahan and psychological well-being of Hindu Balinese woman in Desa Adat Legian. Contribution of attitude towards ayahan variable to psychological well-being variable is 3.2%.
Keywords: attitude, ayahan, psychological well-being, Hindu Balinese woman, Legian.
LATAR BELAKANG
Bali merupakan daerah pariwisata internasional yang menyajikan berbagai keindahan, baik keindahan alam, hiburan, agama, seni maupun budaya. Telah lekat dengan suasana internasional, tidak membuat masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu melupakan berbagai tradisi, adat, budaya maupun ritual keagamaan yang telah ada. Mulai dari hal kecil, misalnya di lingkungan rumah, setiap hari setelah memasak, masyarakat Bali menghaturkan sesaji dari masakan yang telah dimasak, disebut dengan banten saiban.
Begitu pula ketika telah menikah, setiap krama desa laki-laki beserta istri, yaitu perempuan Hindu Bali diwajibkan menjadi anggota krama banjar dan secara langsung menjadi krama desa. Krama desa adalah setiap kepala keluarga pada suatu desa adat yang memiliki kewajiban terlibat kegiatan adat dan agama serta ngayah untuk Pura Kahyangan Tiga, yaitu Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem yang ada pada suatu desa adat (Jayanti, Ngayah Di Desa Adat Legian, 2014). Kegiatan ngayah merupakan kegiatan kerja bakti untuk berbagai keperluan, baik urusan ritual keagamaan maupun masalah sosial kemasyarakatan tanpa mendapatkan upah (Fahmi, 2011).
Bentuk-bentuk kegiatan ngayah disebut dengan ayahan. Ayahan adalah wajib kerja atau tugas yang harus dilaksanakan oleh krama banjar atau krama desa, baik kegiatan adat, agama, maupun sosial kemasyarakatan (Surpha, 2012). Bentuk-bentuk ayahan meliputi kewajiban untuk hadir dan ikut membantu ketika banjar, desa adat, krama banjar, maupun krama desa mengadakan upacara Yadnya, yang dilakukan pada kegiatan adat dan agama, biasa disebut dengan Panca Yadnya, serta terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Kegiatan–kegiatan yang telah diuraikan di atas merupakan bukti masyarakat Hindu Bali tidak pernah melupakan tradisi, adat, budaya maupun ritual keagamaan di era globalisasi saat ini. Kendati demikian, tetap melaksanakan ayahan bukanlah hal yang mudah terutama untuk perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian. Kini perempuan Hindu Bali banyak yang bekerja di hotel, restoran, salon maupun spa, bahkan menjadi wirausahawan dengan membuka usaha sendiri.
Dahulu saat perempuan Hindu Bali masih hidup dalam budaya agraris maritim, ada banyak waktu untuk melaksanakan ayahan. Saat ini perempuan Hindu Bali banyak yang bekerja, terikat dengan jam kerja dan peraturan– peraturan perusahaan yang menuntut profesionalitas serta loyalitas individu, menyebabkan individu menjadi sulit dan dilema untuk melaksanakan ayahan yang pada umumnya berulang kali dilaksanakan di Desa Adat Legian dengan sanksi sosial yang didapat jika tidak melaksanakan ayahan dan penerapan ayahan yang cukup kompleks. Ayahan yang cukup kompleks di Desa Adat Legian dapat dilihat dari frekuensi
melaksanakan ayahan, kegiatan yang termasuk dalam ayahan, krama yang dikenakan ayahan dan peran perempuan Hindu Bali saat melaksanakan ayahan.
Frekuensi melaksanakan ayahan di Desa Adat Legian kurang lebih sebanyak 235 kali dalam setahun oleh parajuru banjar dan parajuru desa serta 185 kali dalam setahun oleh krama desa (Jayanti, Ngayah Di Desa Adat Legian, 2014). Ayahan tersebut meliputi ngayah saat piodalan di Pura Kahyangan Tiga dan beberapa pura lain milik Desa Adat Legian, seperti Pura Agung, Pura Melanting, Pura Penataran dan Pura Bagus Teruna. Ayahan di Desa Adat Legian juga tidak sebatas pada piodalan di pura-pura tersebut, termasuk juga ketika ada upacara ngerehin dan nyilab yang dilakukan desa adat, upacara manusa yadnya yang dilakukan krama banjar atau krama desa seperti potong gigi, perkawinan, kematian, otonan, melaspas, mekarya, dan lain-lain.
Dilihat dari krama yang dikenakan ayahan, di Desa Adat Legian seluruh krama lanang yang telah menikah dan masih memiliki istri akan dikenakan ayahan beserta dengan istrinya. Peran perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian meliputi pembuatan banten atau sesaji untuk upacara adat maupun agama. Adapun tugas yang harus dilaksanakan, yaitu metetuasan, mejejahitan, metanding, ngaturang banten, mekidung, dan sebagainya. Ketika perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian tidak dapat melaksanakan ayahan, hanya dapat digantikan oleh kaum perempuan lain yang masih berada dalam satu keluarga, misalnya mertua perempuan atau saudari perempuan. Perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian tidak boleh digantikan oleh perempuan dari banjar atau desa adat lain ketika tidak dapat melaksanakan ayahan.
Perempuan Hindu Bali menurut Moser (2003) memiliki tiga peran yang disebut dengan triple roles. Triple roles terdiri dari domestic roles yaitu peran dalam keluarga sebagai istri dan ibu, production roles yaitu peran untuk menambah pendapatan melalui bekerja, serta social roles, peran sebagai krama desa yang memiliki kewajiban melaksanakan kegiatan adat, agama dan sosial kemasyarakatan, yang disebut dengan ayahan. Jika terjadi ketimpangan pada porsi pelaksanaan ketiga peran perempuan Hindu Bali, cenderung dapat menyebabkan konflik pada diri individu.
Berdasarkan studi pendahuluan kepada tujuh perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian, tujuh perempuan Hindu Bali merasakan adanya ketimpangan pada tiga peran yang dijalani, terutama pada social roles (Jayanti, 2013). Social roles cenderung mendominasi dalam kehidupan tujuh perempuan Hindu Bali, sehingga sulit untuk memaksimalkan diri pada domestic roles dan production roles.
Dari hasil wawancara pada studi pendahuluan kepada tujuh perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian, dapat disimpulkan bahwa ayahan yang cukup kompleks di Desa Adat Legian cenderung dapat memunculkan sikap negatif terhadap ayahan itu sendiri dari perempuan Hindu Bali yang
melaksanakan ayahan. Terlepas dari pentingnya peran perempuan Hindu Bali dalam kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan saat melaksanakan ayahan, sikap positif terhadap ayahan dapat pula muncul pada perempuan Hindu Bali untuk hadir dan melaksanakan ayahan karena adanya perasaan malu, tidak enak hati, dan takut dibicarakan oleh krama lain jika tidak hadir melaksanakan ayahan (Damayana, 2011).
Diasumsikan bahwa, apabila sikap terhadap ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian positif, maka akan diikuti pula dengan tingginya kesejahteraan psikologis, karena sikap positif diyakini dapat menggambarkan kebahagiaan, yang mana sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif. Aspek kognitif kebahagiaan meliputi evaluasi positif terhadap kehidupan dan aspek afektif kebahagiaan meliputi rasa kesejahteraan, yaitu kesejahteraan psikologis (Venhoven, 2006). Apabila sikap terhadap ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian negatif, maka akan diikuti pula dengan rendahnya kesejahteraan psikologis, karena sikap negatif terhadap objek sikap akan memunculkan rasa tidak bahagia, stres, yang berdampak pada terhambatnya hubungan dengan orang lain, menurunkan kualitas mental dan lain-lain (Binham, 2012).
Kesejahteraan psikologis atau yang biasa disebut dengan psychological well-being (PWB) menurut Ryff (1989) adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan individu lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah laku sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhan, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan diri. Kesejahteraan psikologis juga merupakan dorongan untuk dapat menggali potensi diri yang dimiliki sehingga mampu mencapai kepuasan hidup dan merasa sejahtera. Kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya.
Pelaksanaan peran yang tidak berjalan dengan selaras dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis perempuan Hindu Bali. Papalia, Olds dan Feldman (2004) bahkan menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis perempuan cenderung menurun setelah menikah. Fenomena kesejahteraan psikologis perempuan yang cenderung menurun setelah menikah banyak terjadi pada perempuan yang berada dalam sistem patriarki (Subiantoro, 2001). Masyarakat Bali menganut sistem patriarki. Sistem patriarki pada masyarakat Bali dapat dilihat saat perempuan menikah dengan laki-laki Hindu Bali. Perempuan yang menikah dengan laki-laki Hindu Bali akan tinggal di keluarga laki-laki Hindu Bali, laki-laki Hindu Bali akan secara langsung dikenakan ayahan banjar
maupun ayahan desa dan perempuan yang telah menikah dengan laki-laki Hindu Bali berkewajiban mengikuti ayahan yang dilaksanakan oleh laki-laki Hindu Bali. Kompleksitas peran yang harus dijalankan oleh perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian, fenomena kesejahteraan psikologis perempuan yang cenderung menurun setelah menikah menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap perempuan Hindu Bali khususnya di Desa Adat Legian.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas pada penelitian ini, yaitu sikap terhadap ayahan. Definisi operasional sikap terhadap ayahan adalah evaluasi yang diberikan individu, dinyatakan dengan suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju secara kognitif, afektif dan konatif terhadap wajib kerja pada kegiatan adat, agama maupun sosial kemasyarakatan.
Variabel tergantung pada penelitian ini, yaitu kesejahteraan psikologis. Definisi operasional kesejahteraan psikologis adalah perasaan sejahtera yang dirasakan individu terhadap diri sendiri maupun orang lain ketika melakukan kegiatan sehari-hari, yang dapat dilihat dari kemampuan individu menguasai lingkungan, memiliki otonomi, tujuan hidup, pertumbuhan pribadi, penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain.
Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang telah menikah dengan laki-laki Hindu Bali, tidak bercerai dengan suami atau tidak bercerai karena suami meninggal, beragama Hindu dan masih terlibat dalam kegiatan adat, agama serta sosial kemasyarakatan, baik di banjar maupun di Desa Adat Legian. Metode sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah probability sampling yang berjenis simple random sampling. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 221 orang.
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Adat Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali dengan pengambilan data pada tiga banjar, yaitu Banjar Legian Kelod, Legian Tengah dan Legian Kaja.
Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan Skala Sikap Terhadap Ayahan dan Skala kesejahteraan Psikologis. Kedua skala penelitian menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala Sikap Terhadap Ayahan merupakan skala yang disusun oleh peneliti
yang disusun berdasarkan komponen–komponen teori sikap menurut Maio dan Haddock (2010) yang terdiri dari kognitif, afektif dan behavioral serta aspek dari teori ayahan menurut (Surpha, 2012), yaitu, kegiatan adat, kegiatan agama dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Adapun komponen sikap terhadap ayahan, yaitu: kognitif-kegiatan adat, kognitif-kegiatan agama, kognitif-kegiatan sosial kemasyarakatan, afektif-kegiatan adat, afektif-kegiatan agama, afektif-kegiatan sosial kemasyarakatan, behavioral-kegiatan adat, behavioral-kegiatan agama, behavioral-kegiatan sosial kemasyarakatan. Hasil uji kesahihan aitem pada Skala Sikap Terhadap Ayahan memiliki nilai koefisien korelasi 0,312 serta nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,939.
Skala Kesejahteraan Psikologis merupakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi teori kesejahteraan psikologis oleh Ryff (1989) yang terdiri dari penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Hasil uji kesahihan aitem pada Skala Kesejahteraan Psikologis memiliki nilai koefisien korelasi yang bergerak 0,312 serta nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,828.
Prosedur Pengambilan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur respons yang diberikan oleh subjek melalui skala penelitian. Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu Skala Sikap Terhadap Ayahan dan Skala Kesejahteraan Psikologis. Skala berisi sejumlah pernyataan tertulis (aitem) yang akan diberikan kepada subjek.
Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini merupakan analisis statistik parametrik, yaitu, melakukan pengujian bahwa data berdistribusi normal. Penelitian ini merupakan bentuk studi korelasional dengan menggunakan metode analisis regresi sederhana, dengan bantuan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 19.00. Metode analisis regresi sederhana dalam penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas, yaitu sikap terhadap ayahan dengan variabel tergantung, yaitu kesejahteraan psikologis, dan untuk melihat seberapa besar sikap terhadap ayahan berhubungan dengan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian, serta melakukan prediksi, bagaimana perubahan nilai variabel kesejahteraan psikologis bila nilai sikap terhadap ayahan naik atau turun.
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis data tambahan melalui uji beda yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap terhadap ayahan dan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dan tidak bekerja serta yang memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit. Uji beda yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji t pada Statistical Package for Social Service (SPSS) 19.00.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Data demografi menunjukkan bahwa karakteristik subjek sebagian besar berada pada kelompok usia 33-43 tahun dan sebagian besar subjek penelitian berpendidikan SMA. Selain itu, dilihat dari karakteristik subjek berdasarkan pekerjaan, sebagian besar subjek penelitian bekerja atau memiliki usaha sendiri, memiliki 2 orang anak dan tidak memiliki keluhan sakit.
Uji Asumsi
Data pada variabel sikap terhadap ayahan memiliki signifikansi dengan probabilitas (p) 0,077 atau memiliki
probabilitas di atas 0,05 (p>0,05). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebaran data pada variabel sikap terhadap ayahan bersifat normal. sikap terhadap ayahan memiliki signifikansi dengan probabilitas (p) 0,068 atau memiliki
probabilitas di atas 0,05 (p>0,05). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebaran data pada variabel kesejahteraan psikologis bersifat normal. Hasil uji linearitas menunjukkan taraf signifikansi untuk linearitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yaitu sebesar 0,006. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara skor variabel sikap terhadap ayahan dan variabel kesejahteraan psikologis telah menunjukkan adanya hubungan yang linear.
Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah 7,353 dengan nilai signifikansi sebesar 0,007, lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa, model regresi dapat dipercaya untuk memprediksi kontribusi variabel bebas, yaitu sikap terhadap ayahan kepada variabel tergantung, yaitu kesejahteraan psikologis. Hasil uji F dapat dilihat pada Tabel.1.
TabeLl. Hasil Uji Hipotesis
Model |
Sum of Squares |
Df |
Mean Square |
F |
Sig. |
1 Regression |
136 102 |
1 |
136 102 |
7.353 |
.0071 |
Residual |
4053.355 |
219 |
1S.5OS | ||
Total |
4189.457 |
220 |
a. Prediktor: (Konstan)j Sikap Terhadap.4yahan b. Variabel tergantung: Kesejahteraan Psikologis
Pada tabel hasil uji signifikansi parameter individual (Tabel 18), terlihat bahwa arah hubungan yang terjadi antara variabel sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis menunjukkan arah hubungan yang positif. Hal ini dibuktikan dari nilai koefisien regresi (kolom B), yaitu (+)0,058. Tanda positif (+) mengartikan bahwa, semakin tinggi sikap terhadap ayahan, maka semakin tinggi pula
kesejahteraan psikologis. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah sikap terhadap ayahan, maka akan semakin rendah pula kesejahteraan psikologis.
Koefisien regresi yang menghasilkan angka sebesar 0,058, menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 nilai dari sikap terhadap ayahan, akan meningkatkan kesejahteraan psikologis sebesar 0,058. Sebaliknya, apabila terjadi penurunan sikap terhadap ayahan sebesar 1 nilai, maka diprediksi terjadi penurunan pula pada kesejahteraan psikologis sebesar 0,058. Hasil uji signifikansi parameter individual dapat dilihat pada Tabel.2
Tabel.2. Hasil Uji Sigpifikansi Parameter Individual
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
∙⅞. | |
B |
Std, Error |
Beta | |||
1 (Constant) |
34.791 |
4.029 |
8.636 |
.000 | |
Sikap Terhadap Avahan |
.058 |
.022 |
.180 |
2.712 |
.007 |
a. Variabel tergantung: Kesejahteraan Psikologis
Berdasarkan hasil sumbangan efektif variabel sikap terhadap ayahan kepada variabel kesejahteraan psikologis, diketahui bahwa R Square memiliki nilai sebesar 0,032. Artinya sumbangan variabel sikap terhadap ayahan kepada variabel kesejahteraan psikologis adalah sebesar 3,2%, sedangkan 96,8% diperoleh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan nilai R diketahui bahwa korelasi antara variabel sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis adalah sebesar 0,180. Hasil sumbangan efektif variabel kecerdasan emosional terhadap variabel persepsi terhadap kinerja dapat diliha t pada Tabel.3.
TabeL3. Hasil Sumbangan Efektif VariabeL Sikap Terhadap Ayahan Terhadap Variabel Kesejahteraan Psikotogis_______________________________________________________________
Adjusted R
Model________________R R Square Square Sid. Error of the Estimate
1.I803 .032.028 4,302
-
a. Prediktor: (Konstan)j Sikap Terhadap riyahan
-
b. Variabel tergantung: Kesejahteraan Psikologis
Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana yang telah dilakukan, adanya nilai signifikansi probabilitas (p) dari korelasi yang menghasilkan angka sebesar 0,007 atau dapat dinyatakan bahwa probabilitas (p)<0,05, maka hal ini membuktikan bahwa hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima, yaitu ada hubungan positif antara sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian.
Kategorisasi Skor Skala
Berdasarkan hasil kategorisasi pada Skala Sikap Terhadap Ayahan, diketahui bahwa subjek sebagian besar berada pada kategori tinggi, yaitu 78,7% sebanyak 174 orang. Kategorisasi Skala Sikap Terhadap Ayahan dapat dilihat pada tabel.4.
TabeL4. Hasil Kategorisasi Subjekpada Skala Sikap Terhadap 4>a∕ι an_____________ "Variabel Rentang Kategori Subjek Persentase
Nilai
61 -106,8 |
Sangat rendah |
0 orang |
0% | |
Sikap Terhadap |
106,9 - 137,3 |
Rendah |
0 orang |
0% |
Ayahan |
137,4 - 167,8 |
Sedang |
5 orang |
2,3% |
167,9 - 198,3 |
Tinggi |
174 orang |
78,7% | |
198,4-244 |
Sangat tinggi |
42 orang |
19% | |
Jumlah |
221 orang |
100% |
Pada hasil kategorisasi Skala Kesejahteraan Psikologis, diketahui bahwa subjek sebagian besar berada pada kategori tinggi, sebesar 68,8% sebanyak 152 orang. Kategorisasi Skala Kesejahteraan Psikologis dapat dilihat pada tabel.5.
TabeL5. Hasil Kategorisasi Subjek pada Skala Kesejahteraan Psikologis
Variabel |
Rentang Nilai |
Kategon |
Subjek |
Persentase |
15-22,5 |
Sangat rendah |
0 orang |
0% | |
Kesejahteraan |
22.6-32.5 |
Rendah |
0 orang |
0% |
Psikologis |
32.6-42.5 |
Sedang |
54 orang |
24.4% |
42.6-52.5 |
Tin™ |
152 orang |
68.8% | |
52.6-60 |
Sangat tinggi |
15 orang |
6.8% | |
Jumlah |
221 orang |
100% |
Uji Beda Data Tambahan
Uji beda pada penelitian ini adalah analisis tambahan yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap terhadap ayahan dan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dan tidak bekerja serta yang memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit. Uji beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t.
Berdasarkan hasil uji beda pada kategori bekerja dan tidak bekerja pada sikap terhadap ayahan, diperoleh nilai signifikansi t hitung sebesar 0,197. Oleh karena 0,197 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata sikap terhadap ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Hasil uji beda pada kategori bekerja dan tidak bekerja pada sikap terhadap ayahan dapat dilihat pada Tabel.6.
TabeUL Hasil Uji t Kategori Bekerja Dan Tidak Bekerja Pada Sikap Terhadap Ayahan ___________t-test for Equality of Means___________
Mean ______________________________________________t_________df Sig. (2-tailed) Difference kesejahteraan Equal variances -1,293 219 ,197 -2,352
assumed______________________________________________________ Equal variances not -1,289 207,023 ,199 -2,352
assumed
Hasil uji beda pada kategori bekerja dan tidak bekerja pada kesejahteraan psikologis, diperoleh nilai signifikansi t hitung sebesar 0,174. Oleh karena 0,174 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Hasil uji beda pada kategori bekerja dan tidak bekerja pada kesejahteraan psikologis dapat dilihat pada Tabel.7.
Tabe-L7. Hasil Uji t Kategori Bekerja Dan Tidak Bekerja Pada Kesejahteraan Psikologis
t-testfor Equality of Means
Mean
______________________________________________t__________a'f Sig. (2-tailed) Difference
Kesejahteraan Equal variances -1,364 219 ,174 -,803
assumed______________________________________________________
Equalvariancesnot -1,3 41 192,5 73 ,182 -.803
assumed
Hasil uji beda pada kategori memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit pada sikap terhadap ayahan, diperoleh nilai signifikansi t hitung sebesar 0,068. Oleh karena 0,068 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata sikap terhadap ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang memiliki keluhan sakit dan yang tidak memiliki keluhan sakit. Hasil uji beda pada kategori memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit pada sikap terhadap ayahan dapat dilihat pada Tabel.8.
Tabel.8. Hasil Uji t Kategori Memiliki Keluhan Sakit Dan Tidak Memiliki Keluhan Sakit Pada Sikap Terhadap Ayahan__________________________________________________ t-testfor Equality of Means
Mean
______________________________________________t__________df Sig. (2-tailed) Difference
Kesejahteraan Equal variances 1,831 219 ,068 3,816
assumed______________________________________________________
Equalvariancesnot 1,585 74,999 ,117 3,816
assumed
Hasil uji beda pada kategori memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit pada kesejahteraan psikologis, diperoleh nilai signifikansi t hitung sebesar 0,799. Oleh karena 0,799 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang memiliki keluhan sakit dan yang tidak memiliki keluhan sakit. Hasil uji beda pada kategori memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit pada kesejahteraan psikologis dapat dilihat pada Tabel.9.
Tabel.9. Hasil Uji t Kategori Memiliki Keluhan Sakit Dan Tidak Memiliki Keluhan Sakit
Pada Kesejahteraan Psikologis____________________________________________________
t-test for Equality of Means | ||||
t |
df |
Si%. (2-tailed) |
Mean Difference | |
Kesejahteraan Equal variances assumed |
,255 |
219 |
,799 |
,1’4 |
Equal variances not assumed |
,250 |
89,349 |
,803 |
,174 |
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis statistik yang telah dilakukan dengan analisis regresi sederhana, maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada hubungan positif antara sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian dapat diterima. Hal ini dibuktikan dari angka korelasi antara variabel sikap terhadap ayahan dan variabel kesejahteraan psikologis, yaitu sebesar 0,180 dengan angka probabilitas yang diperoleh adalah sebesar 0,007 (p<0,05). Sesuai dengan rentang interpretasi angka korelasi menurut Sugiyono (2014), angka korelasi sebesar 0,180 menunjukkan kedua variabel memiliki hubungan dengan tingkat yang sangat rendah.
Hubungan dengan tingkat yang sangat rendah antara variabel sikap terhadap ayahan dengan variabel kesejahteraan psikologis dapat disebabkan oleh proses pembentukan sikap yang dikemukakan oleh Rahman (2013). Diantaranya disebabkan karena mengamati orang lain atau belajar sosial, yang mana Azwar (2011) menyebutkan bahwa sikap dapat terbentuk karena pengaruh individu lain dan hal-hal yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan individu lain atau hal-hal yang dianggap penting. Kecenderungan ini dipengaruhi oleh motivasi untuk berafiliasi atau menghindari masalah dengan individu lain atau hal-hal yang dianggap penting. Kaitannya pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian adalah adanya kecenderungan untuk memiliki sikap yang sama dengan krama lain, dengan individu lain yang dianggap penting, dalam hal ini adalah Kelian Adat dan hal yang dianggap penting, dalam hal ini adalah awig-awig, yaitu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat.
Cenderung memiliki sikap yang sama dalam melaksanakan ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian dapat dipengaruhi oleh adanya motivasi untuk berafiliasi atau menghindari masalah dengan krama lain, Kelian Adat maupun awig-awig. Adanya kecenderungan sikap yang konformis dan menghindari masalah diyakini dapat membuat perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian tidak menunjukkan sikap yang sesungguhnya terhadap ayahan.
Selain mengamati orang lain dan belajar sosial, hubungan dengan tingkat yang sangat rendah antara variabel sikap terhadap ayahan dengan variabel kesejahteraan psikologis dapat disebabkan oleh proses pembentukan sikap karena adanya reward dan punishment. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap yang mendapatkan reward cenderung akan diulang dan menjadi sikap yang kuat. Sikap yang mendapat punishment akan hilang atau menjadi sikap yang lemah. Dalam hal ini, perempuan Hindu Bali diyakini akan cenderung mengulangi sikap yang mendapatkan reward, yaitu sikap postif terhadap ayahan, disamping adanya perasaan malu, tidak enak hati dan takut dibicarakan oleh krama lain yang merupakan bentuk dari sanksi sosial bila tidak melaksanakan ayahan (Damayana, 2011). Adanya pemberian reward dan punishment dalam pembentukan sikap diyakini dapat membuat perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian tidak menunjukkan sikap yang sesungguhnya terhadap ayahan sehingga menyebabkan adanya hubungan yang rendah antara sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian.
Pada deskripsi data penelitian, terlihat bahwa variabel sikap terhadap ayahan memiliki mean teoretis yaitu sebesar 152,5 yang lebih kecil dibandingkan dengan mean empirik, yaitu 186,57. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki sikap terhadap ayahan
yang tinggi (mean teoretis < mean empiris). Sedangkan pada variabel Kesejahteraan Psikologis, mean teoretis sebesar 37,5 lebih kecil dibandingkan dengan mean empirik sebesar 45,69 menunjukkan bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Melalui uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki sikap terhadap ayahan dan kesejahteraan psikologis yang tinggi.
Sikap terhadap ayahan yang positif pada perempuan Hindu Bali khususnya di Desa Adat Legian dapat disebabkan karena pembuatan banten selalu dilakukan oleh perempuan, yang mana ayahan yang harus dilaksanakan perempuan Hindu Bali, baik dalam kegiatan adat maupun kegiatan agama, selalu berkaitan dengan upacara yang menggunakan banten (Mulia, 2012). Terlepas dari pentingnya peran perempuan Hindu Bali dalam kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan saat melaksanakan ayahan, faktor yang mendorong perempuan Hindu Bali memiliki sikap terhadap ayahan yang tinggi, yaitu untuk hadir dan melaksanakan ayahan adalah perasaan malu, tidak enak hati, dan takut dibicarakan oleh krama lain jika tidak hadir melaksanakan ayahan yang merupakan bentuk dari sanksi sosial (Damayana, 2011). Interaksi perempuan Hindu Bali dengan ayahan yang cukup kompleks dapat membuat perempuan Hindu Bali bereaksi membentuk pola-pola sikap terhadap ayahan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori sikap yang dinyatakan Azwar (2011) bahwa interaksi yang terjadi antara individu dengan objek sikap, dapat memunculkan pola-pola sikap terhadap objek sikap.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa model regresi dapat dipercaya untuk memprediksi variabel kesejahteraan psikologis, yang mana hubungan antara variabel sikap terhadap ayahan dan variabel kesejahteraan psikologis adalah positif dan signifikan serta dapat diduga merupakan hubungan sebab-akibat. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikansi parameter individual yang menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,058 yang memiliki arti bahwa, setiap peningkatan 1 nilai dari sikap terhadap ayahan, akan meningkatkan kesejahteraan psikologis sebesar 0,058. Sebaliknya, apabila terjadi penurunan sikap terhadap ayahan sebesar 1 nilai, maka diprediksi terjadi penurunan pula terhadap kesejahteraan psikologis sebesar 0,058. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa, apabila terjadi peningkatan pada variabel sikap terhadap ayahan, maka akan terjadi peningkatan pula pada variabel kesejahteraan psikologis, begitu juga sebaliknya.
Perempuan Hindu Bali yang memiliki sikap terhadap ayahan yang positif, akan memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi pula karena sikap positif diyakini dapat menggambarkan kebahagiaan, yang mana sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif (Venhoven, 2006). Aspek kognitif kebahagiaan meliputi evaluasi positif terhadap kehidupan dan aspek afektif
kebahagiaan meliputi rasa kesejahteraan, yaitu kesejahteraan psikologis (Venhoven, 2006). Oleh karena itu sikap positif terhadap ayahan diyakini berhubungan dengan kesejahteraan psikologis karena adanya rasa bahagia yang menyebabkan individu merasa sejahtera secara psikologis. Dari hasil skor yang diperoleh subjek pada Skala Sikap Terhadap Ayahan, diketahui sebanyak 174 orang (78,7%) termasuk dalam kategori tinggi, sebanyak 42 orang (19%) termasuk dalam kategori sangat tinggi dan 5 orang (2,3%) termasuk dalam kategori sedang. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki sikap terhadap ayahan yang tinggi.
Rasa bahagia selalu dikaitkan dengan kesejahteraan (Antony & Manikandan, 2015). Kesejahteraan psikologis sering kali dikonsepkan sebagai perpaduan antara rasa bahagia dan dapat berfungsinya individu secara penuh, efektif dan optimal, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial (Deci & Ryan, 2008). Dari hasil kategorisasi skor yang diperoleh subjek pada Skala Kesejahteraan Psikologis, diketahui sebanyak 152 orang (68,8%) pada kategori tinggi, sebanyak 54 orang (24,4%) termasuk dalam kategori sedang dan 15 orang (6,8%) yang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi.
Hubungan positif dengan orang lain merupakan salah satu dimensi kesejahteraan psikologis yang mana hasil penelitian Ryff dan Singer (1996) menunjukkan perempuan memiliki nilai yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini karena adanya perbedaan pola pikir antara laki-laki dan perempuan yang memengaruhi strategi koping. Perempuan umumnya lebih mampu mengekspresikan emosi, sehingga dengan mudah dan baik dalam menjalin relasi sosial dengan orang lain. Pernyataan Ryff dan Singer (1996) sesuai dengan pelaksanaan ayahan yang dilakukan perempuan Hindu Bali, yaitu saat melaksanakan ayahan tentu melibatkan interaksi sosial dengan krama lain.
Pelaksanaan ayahan oleh perempuan Hindu Bali didasarkan atas sistem sosial kemasyarakatan yang membuat perempuan Hindu Bali masuk dalam keanggotaan kelompok sosial atau jaringan sosial, yaitu menjadi anggota banjar (krama banjar) dan anggota desa adat (krama desa). Ariyani (2014) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi kesejahteraan psikologis adalah jaringan sosial. Oleh karena perempuan Hindu Bali aktif dalam kegiatan banjar maupun kegiatan desa adat, kemampuan perempuan Hindu Bali menjaga kualitas hubungan sosial dengan lingkungan pada jaringan sosial yang baik dapat mengurangi munculnya konflik dan meningkatkan kesejahteraan
psikologis dalam hidup perempuan Hindu Bali (Wang & Kanungo, 2004).
Hubungan sosial yang baik umumnya terjadi pada masyarakat dengan budaya kolektif. Perempuan Hindu Bali berada pada budaya kolektif, yang mana Ryff (1989) menyatakan budaya dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Perempuan Hindu Bali pada budaya yang kolektif akan menunjukkan skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan dimensi penerimaan diri. Nilai kemurahan hati, seperti sikap gotong royong dan rasa solidaritas yang merupakan bentuk-bentuk sikap budaya kolektif, dapat ditunjukkan oleh individu melalui pelaksanaan ayahan (Ariyani, 2014). Nilai kemurahan hati muncul dari ajaran Agama Hindu yang percaya akan adanya karma atau hasil perbuatan. Masyarakat Hindu percaya bahwa karma atau hasil perbuatan selama berada di dunia akan mengantarkan individu mencapai surga atau neraka setelah meninggal dunia (Kobalen & Kawida, 2010). Hal tersebut membuat masyarakat Hindu, yaitu perempuan Hindu Bali, memiliki sikap positif terhadap ayahan, karena jika melaksanakan ayahan dengan ikhlas, individu akan merasa tenang dan bahagia serta yakin akan mencapai surga setelah meninggal dunia (Ariyani, 2014). Pernyataan ini sesuai dengan Ryff (1989) yang mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan konsep berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan ungkapan perasaan individu atas hasil pengalaman hidupnya.
Ketika perempuan Hindu Bali melaksanakan perbuatan di dunia dengan ikhlas, salah satunya melaksanakan ayahan dengan harapan hasil perbuatan di dunia dapat mengantarkan perempuan Hindu Bali mencapai surga, dapat menggambarkan bahwa perempuan Hindu Bali telah memiliki tujuan hidup yang merupakan salah satu dimensi kesejahteraan psikologis. Individu dengan kesehatan mental didefinisikan sebagai individu yang memiliki perasaan yakin terhadap adanya tujuan di dalam hidup dan makna hidup. Individu yang baik dalam dimensi tujuan hidup, memiliki rasa keterarahan, merasakan adanya makna hidup dalam kehidupan saat ini maupun di masa lampau, memiliki kepercayaan yang mampu memberikan tujuan hidup, dan memiliki pandangan yang objektif tentang hidup (Ryff, 1989).
Dalam penelitian ini, ditunjukkan pula bahwa nilai dari sumbangan efektif adalah sebesar 0,032. Hal ini berarti sumbangan dari variabel sikap terhadap ayahan kepada kesejahteraan psikologis adalah sebesar 3,2%, sedangkan sisanya sebesar 96,8% diperoleh dari faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis, yaitu faktor demografis, diantaranya adalah kelas sosial, jaringan sosial, dukungan sosial, pengalaman hidup, kondisi kesehatan fisik dan religiusitas.
Kesejahteraan psikologis yang tinggi pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian dapat disebabkan karena
memiliki religiusitas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran perempuan Hindu Bali yang sangat menonjol dalam berbagai upacara adat dan keagamaan pada pelaksanaan ayahan. Peran perempuan Hindu Bali hampir pada semua tahap kegiatan, mulai dari persiapan, seperti membuat dan menyiapkan bahan untuk sesajen, mengatur serta menghias tempat-tempat suci, membuat jajan banten, hingga menghaturkan sesajen (Badan Pengembangan Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Bali, 2002). Dari uraian di atas, dapat menggambarkan besarnya peran perempuan Hindu Bali dalam pelaksanaan ayahan yang tidak dapat terlepas dari berbagai upacara adat dan agama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartikasari (2014), yaitu individu yang taat dalam menjalankan perintah agama, mamahami makna – makna ketuhanan, akan mudah dalam memaknai hidup dengan landasan agama, kepercayaan dan nilai – nilai yang dimiliki sebagai penuntun menuju kebahagian. Semakin tinggi religiusitas, semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis individu.
Pada penelitian ini juga dilakukan uji beda sebagai informasi tambahan untuk memperkaya pembahasan. Uji beda dilakukan dengan menggunakan uji t pada subjek dengan kategori bekerja dan tidak bekerja serta subjek pada kategori memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit. Uji beda ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata sikap terhadap ayahan dan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dan tidak bekerja serta yang memiliki keluhan sakit dan yang tidak memiliki keluhan sakit.
Berdasarkan hasil uji t, diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi t hitung 0,197 > 0,05 (sig t>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata sikap terhadap ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Pada kesejahteraan psikologis juga diperoleh hasil nilai signifikansi t hitung 0,174 > 0,05 (sig t>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Selain itu, dilakukan pula uji beda terhadap perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang memiliki keluhan sakit dan tidak memiliki keluhan sakit untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata pada sikap terhadap ayahan dan kesejahteraan psikologis.
Hasil dari uji beda menunjukkan bahwa nilai signifikansi t hitung 0,068 > 0,05 (sig t>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata sikap terhadap ayahan pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang memiliki keluhan sakit dengan yang tidak memiliki keluhan sakit. Pada kesejahteraan psikologis juga diperoleh nilai signifikansi t hitung 0,799 > 0,05 (sig t>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian
yang memiliki keluhan sakit dengan yang tidak memiliki keluhan sakit. Hasil uji beda telah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata sikap terhadap ayahan dan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian yang bekerja dengan yang tidak bekerja serta yang memiliki keluhan sakit dengan yang tidak memiliki keluhan sakit.
Setelah melalui prosedur penelitian dan analisis data yang sesuai, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah mencapai tujuan, yaitu mampu mengetahui adanya hubungan positif antara sikap terhadap ayahan dengan kesejahteraan psikologis pada perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian. Semakin positif sikap perempuan Hindu Bali terhadap ayahan, maka diikuti dengan tingginya kesejahteraan psikologis. Sumbangan efektif sikap terhadap ayahan kepada kesejahteraan psikologis adalag sebesar 3,2%. Deskripsi data penelitian pada variabel sikap terhadap ayahan menunjukan bahwa, sebagian besar subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Ini berarti sebagian besar subjek penelitian memiliki sikap terhadap ayahan yang positif. Begitu pula pada variabel kesejahteraan psikologis. Deskripsi data penelitian pada variabel kesejahteraan psikologis menunjukan bahwa, sebagian besar subjek penelitian berada dalam kategori tinggi. Ini berarti sebagian besar subjek penelitian memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat peneliti berikan kepada subjek penelitian, yaitu perempuan Hindu Bali di Desa Adat Legian adalah agar tetap menjaga kesejahteraan psikologis walaupun tengah menjalankan triple roles, khususnya social roles, yaitu melaksanakan ayahan. Cara yang dapat disarankan adalah membuat keputusan sendiri untuk menentukan kebahagiaan diri tanpa mengabaikan keseimbangan dalam melaksanakan triple roles. Melakukan pembagian waktu yang adil untuk melaksanakan triple roles sehingga dapat memunculkan rasa nyaman dan sikap positif sehingga akan mencapai kesejahteraan psikologis.
Saran bagi prajuru Desa Adat Legian, agar berdasarkan hasil musyawarah dengan krama desa diharapkan menerapkan aturan-aturan adat dalam kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan ayahan yang fleksibel khususnya bagi perempuan Hindu di Desa Adat Legian, namun tidak menghilangkan tradisi adat. Mengingat perempuan Hindu Bali kini tidak hanya memiliki peran dalam rumah tangga dan sosial kemasyarakatan saja, namun memiliki peran dalam menambah penghasilan keluarga dengan bekerja.
Saran bagi krama Desa Adat Legian adalah agar meniadakan sanksi yang diberikan kepada perempuan Hindu Bali yang tidak melaksanakan ayahan dengan cara memberi kepercayaan kepada perempuan Hindu Bali tersebut untuk mengemban tanggung jawab. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan memberi kepercayaan sebagai pengurus PKK atau prajuru banten dengan harapan ketika diberikan kepercayaan, muncul rasa tanggung jawab untuk melaksanakan ayahan.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar mengkaji lebih lanjut faktor-faktor yang terkait dengan kesejahteraan psikologis. Hal ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan menyempurnakan penelitian mengenai kesejahteraan psikologis.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmar, A. S. (2011). Regresi Linier Sederhana. Diambil kembali dari ansarisaleh.web.id:
http://ansarisaleh.web.id/userfiles/Regresi%20Linier%20Se derhana%20dengan%20SPSS.pdf
Antara, I. K. (2013). Revitalisasi Pasidikaran Di Bali. Denpasar: Padma Wrtti.
Apollo, & Cahyadi, A. (2012). Konflik Peran Ganda Perempuan Menikah yang Bekerja Ditinjau dari Dukungan Sosial Keluarga dan Penyesuaian Diri . Widya Warta No.2, 257.
Apriani, F. (2013, Juni). Berbagai Pandangan Mengenai Gender dan
Feminisme. Diambil kembali dari portal.fisip-unmul.ac.id: http://portal.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/06/GENDER_FEMINISME%20(06-10-13-07-50-50).pdf
Ariyani, L. P. (2014). Women's Empowerment Through Bussiness of Banten in Bali. Review of Integrative Bussiness and Economics Research, 32-33.
Arwati, N. M. (1993). Swadharma Ibu Dalam Keluarga Hindu.
Denpasar: Upada Sastra.
Astuti, A. W. (2013). Peran Ibu Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga. Diambil kembali dari lib.unnes.ac.id: http://lib.unnes.ac.id/17160/1/1201408037.pdf
Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Banaji, M. R., & Heiphetz, L. (2010). Handbook of Social
Psychology. John Wiley & Sons, Inc.
Binham, R. (2012, Juni 10). Sikap Negatif: Penghancur Kesuksesan.
Diambil kembali dari Cafe Motivasi:
http://cafemotivasi.com/sikap-negatif-penghancur-kesuksesan/
Chairul Furqon, S. M. (2003). Konflik dan Stres dalam Organisasi.
Diambil kembali dari file.upi.edu:
http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN _FPEB/197207152003121-CHAIRUL_FURQON/Artikel-konflik_%26_stres_dalam_organisasi.pdf
Cohen, S., & Syme, S. L. (1985). Issues in The Study and
Application of Social Support. Social Support and Health, 20.
Crites, S. L., Fabrigar, L. R., & Petty, R. E. (1994). Measuring the Affective and Cognitive Properties of Attitude: Conceptual and Methodological Issues. Personality and Social Psychology Buletin.
Damayana, I. W. (2011). Menyama Braya (Studi Perubahan
Masyarakat Bali). Doctor of Development Studies, 138.
Darmana, K. (2008). Majejahitan dan Wanita Bali Bagaikan Mata Uang Dari Perspektif Pendekatan Etnosains. Jurnal Studi Jender Srikandi, 3-4.
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2008). Hedonia, Eudaimonia, and WellBeing: an Introduction. Journal of Happiness.
Dinas Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. (2002). Kedudukan dan Peranan Wanita Dalam Kebudayaan Bali. Denpasar.
Dyah Pratiwi Ningrum, K. M. (2012). Perbedaan Tingkat Stres Antara Pria dan Wanita Penderita Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Majalah Kesehatan FKUB, 2-3.
Eagly, A., & Chaiken, S. (1993). The Psychology of Attitudes. Florida: Paperback.
Elquist, M. (2004). Marital Satisfaction And Equity In Work/Family Responsibilities In Dual-Earner Shift Workers. Papers Of The Western Family Economics Association vol 19, 70-84.
Ester Lianawati, P. M. (2009). Konsep Kesejahteraan Psikologis Pada Perempuan Asmat (Studi Pada Perempuan Asmat di Timika). Proceeding PESAT Universitas Gunadarma Vol. 3.
Fahmi, R. (2011). Realitas Budaya Masyarakat Bali dalam Novel "Sukreni Gadis Bali" Karya A.A. Pandji Trisna. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2, 878.
Fawcett, M. (2009). Learning Through Child Observation. London and Philadelpia: Jessica Kinsley Publisher.
Handayani, S. L. (2011). Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau Dari Strategi Self-Management Dalam Mengatasi Work-Family Conflict Pada Ibu Bekerja. Jurnal Wacana Psikologi Vol. 3 No. 6, 45.
Indartono, S. (2000). Aplikasi Sistem Kompensasi dan Kepuasan Karyawan pada PT Kuala Pelabuhan Indonesia Irianjaya. Thesis Program Pascasarjana Universitas Gadjahmada, 11.
Ismail, Z. (2012). Religiosity and Psychological Well-Being. International Journal of Bussiness and Social Science Vol.3 No.11, 25.
Jayanti, N. L. (2013, November 16-25). Studi Pendahuluan Sikap Terhadap Ayahan Pada Perempuan Hindu Bali Di Desa Adat Legian. (Santi, Dwi, Ratih, Ketut, N. Budiyanti, Suratmini, & Hana, Pewawancara)
Jayanti, N. L. (2014, Februari 20). Ngayah Di Desa Adat Kawan, Bangli. (I. W. Wira, Pewawancara)
Jayanti, N. L. (2014, Februari 13). Ngayah Di Desa Adat Legian. (I. W. Suendha, Pewawancara)
Judd, C. M., & Krosnick, J. A. (1982). Attitude Centrality,
Organization, and Measurement. Journal of Personality and Social Psychology.
Kalat, J. W. (2005). Introduction to Psychology. Singapore: Thomson Learning.
Khokhar, A. (2014). Women Over Forty. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Kumboyono, Fathoni, M., & Ningrum, D. P. (2012). Perbedaan Tingkat Stres antara Pria dan Wanita Penderita Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Majalah Kesehatan FKUB.
Kurniawati, D. (2009, Juni 30). Putri: Pemilihan Identitas Sebagai Resistensi Terhadap Dominasi Patriarki. Diambil kembali
dari www.lontarui.ac.id:
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122819-T%2026184-Putri%20pemilihan-HA.pdf
Lianawati, E. (2008). Kesejahteraan Psikologis Istri Ditinjau Dari Sikap Peran Gender Pada Pasutri Muslim. Jurnal Psikologi Volume 2, No.1, Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana, 30.
Lianawati, E., & Merdekawati, P. (2009). Konsep Kesejahteraan Psikologis Pada Perempuan Asmat (Studi Pada Perempuan Asmat di Timika). Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur, & Sipil) Vol. 3. Yogyakarta: Universitas Gunadarma.
Mahdi, A. (2008, Januari 1). Benarkah Belenggu Adat Mengungkung Potensi Profesionalisme Manusia Bali? Diambil kembali dari Alim Mahdi Web Site:
http://www.alimmahdi.com/2001/01-benarkah-belenggu-adat-mengungkung.html
Maio, G. R., & Haddock, G. (2010). The Psychology of Attitudes and Attitude Change. London: SAGE Publication Ltd.
Marbun, G. (2008, Februari). Perbedaan Coping Stress Pada Pria dan Wanita Dalam Pernikahan. Diambil kembali dari repository.usu.ac.id: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/236 22/Cover.pdf?sequence=4
Mardiah, D. (2009, Juni). Hubungan antara Stres dengan Psychologycal Well-Being pada Isteri Karyawan Perkebunan Kelapa Sawit. Diambil kembali dari repository.usu.ac.id:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/198 71/Cover.pdf;jsessionid=A1728554C52C034AF5348E74E 85F9CDF?sequence=7
Mawaddah, S. (2014, Mei 19). Menelaah Psychological Well-Being. Diambil kembali dari Web Unair: http://silmmi-
fpsi11.web.unair.ac.id/artikel_detail-102312-tugas%20humanistik-
Menelaah%20Psychological%20WellBeing.html
Millatina, A., & Yanuvianti, M. (2015). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological Well-Being pada Wanita Manopause (di RS Harapan Bunda Bandung). (hal. 302). Bandung: Unisba.
Moser, C. O. (2003). Gender Planning and Development: Theory, Practice and Training. New York: the Taylor & Francis eLibrary.
Mulia, I. M. (2012). Perempuan Bali Dalam Aktivitas Religius. Perempuan Bali Dalam Aktivitas Religius, 1.
Myers, D. G. (2010). Social Psychology. Salemba Humanika.
Nakatani, A. (1997). Private or Public?: Defining Female Roles in the Balinese Ritual Domain. Southeast Asean Studies, Vol. 34, No. 4.
Nanda, D. I. (2012). Hubungan Loneliness dan Psychological Well Being pada Dewasa Muda Lajang yang Berkarir. Thesis Binus.
Nila, O. (2011, Maret 12). Sekaa Teruna Teruni Putra Sesana. Diambil kembali dari Binginbanjah:
http://binginbanjah.wordpress.com/2011/03/12/definisi-ngayah-adat/
Notodisuryo, P. R. (1997). Kesejahteraan Psikologis Perempuan Dewasa Muda Yang Mengalami Perceraian Orang Tua
(Penelitian Deskriptif Terhadap 5 Orang Responden). Lontar UI.
Papalia, D., Olds, S., & Feldman, R. (2004). Human Development. New York: The McGraw-Hill Companies.
Pasaribu, R. B. (2012, September). Teknik Pengumpulan Data. Diambil kembali dari Rowlandpasaribu.com:
http://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2012/09/teknik -pengumpulan-data.pdf
Pinquart, M., & Sorensen, S. (2000). Gender Differences in SelfConcept and Psychologycal Well-Being in Old Age: A Meta-Analysis. Journal of Gerontology: Psychological Sciences, 20.
Purawati, N. K. (2011). Pergulatan Perempuan Tukang Suun Pasar Badung, Kota Denpasar: Sebuah Kajian Budaya. PPS Unud.
Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Putra, I. N. (2007). Wanita Bali Tempoe Doeloe Perspektif Masa Kini. Denpasar: Pustaka Larasan.
Rahayu, M. A. (2008). Psychologycal Well-Being Pada Istri Kedua Dalam Pernikahan Poligami (Studi Kasus Pada Dewasa Muda). Lontar UI, 13-17.
Rahman, A. A. (2013). Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik. Jakarta: Rajawali Pers.
Raka, I. G., Mandra, I. K., & Keneng, I. K. (1980). Awig Awig Desa Adat Legian. Badung.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2003). Organizational Behavior. Arizona: Pearson Education.
Roothman, B., Kirsten, D. K., & Wissing, M. P. (2003). Gender Differences in Aspects of Psychological Well-Being. South African Journal of Pshychology, 216.
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-Determination Theory and The Facilitation of Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being. The American Psychological Association Vol. 55 No. 1, 68-78.
Ryff, C. D. (1989). Hapiness is Everything , or is it? Explorations on The Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology.
Ryff, C. D. (1995). Psychological Well-Being in Adult Life. American Psychological Society, 101.
Ryff, C. D., & Keyes, C. L. (1995). The Structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 69 No. 4, 719-727.
Ryff, C. D., & Singer, B. (1996). Psychological Well-Being:
Meaning, Measurement, and Implications for Psychoterapy Research. Psychoter Psychosom Vol. 65, 14-23.
Setia, P. (2008, Desember 1). Ngayah Adat. Diambil kembali dari Majalah Raditya Online:
http://okanila.brinkester.net/raditya/BaliShowfull.asp?ID=2 29
Situmorang, H. (2008, September 13). Menoleh Budaya Malu Masyarakat Jepang untuk Lebih Mengenal Indonesia. Diambil kembali dari usu.ac.id:
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008 _hamzon_situmorang.pdf
Situmorang, N. Z. (2011). Gaya Kepemimpinan Perempuan. Proceeding PESAT Vol. 4 Oktober 2011 (hal. 129). Depok: Universitas Gunadarma.
Subali, I. B. (2008). Wanita Mulia Istana Dewa. Surabaya: Paramita.
Subiantoro, E. (2001). Perempuan Dan Perkawinan: Sebuah Pertaruhan Eksistensi Diri . Jurnal Perempuan Vol 22, 718.
Sudantra, K. (2011, Oktober 5). Perkara-perkara yang ditangani hakim perdamaian desa. Diambil kembali dari sudantra.blogspot.com: http://sudantra.blogspot.com/2011/10/peradilan-desa-adat-di-bali-5.html
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukeni, N. N. (2010). Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan. Denpasar: Udayana University Press.
Surata, I. N. (2011). Penerapan Sanksi Adat oleh Desa Pakraman dalam Pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Journal Widyatech, 63.
Surpha, I. W. (2012). Seputar Desa Pekraman Dan Adat Bali. Denpasar: Pustaka Bali Post.
Suryani, L. K. (2001). Perempuan Bali Kini. Denpasar.
Susanti. (2012). Hubungan Harga Diri dengan Psychological Well Being pada Wanita Lajang Ditinjau dari Bidang Pekerjaan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1 (2012), 3.
Toponindro, G. (2012). Membangun Dukungan Sosial di Tempat Kerja Melalui Pelatihan Emphatic Listening Skill dan Constructive Feedback Skill Sebagai Upaya Menurunkan Burnout pada Pengasuh Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) 'X' Jakarta. 17.
Trismiati. (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. PSYCHE.
Venhoven, R. (2006). How Do We Asses How Happy We Are? Tenets, Implications, and Tenability of Three Theories. New Directions in The Study of Happiness: United State and International Perspectives, (hal. 6).
Wahyuningsih, A., & Surjaningrum, E. R. (2013). Kesejahteraan Psikologis pada Orang dengan Lupus (Odapus) Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 01, 5-6.
Wardani, E. H. (2009, Desember 17). Belenggu Belenggu Patriarki: Sebuah Pemikiran Feminisme Psikoanalisis Toni Morrison dalam The Bluest Eye. Diambil kembali dari www.eprints.undip.ac.id: http://eprints.undip.ac.id/6769/1/BELENGGU_BELENGG U_PATRIARKI_SEBUAH_PEMIKIRAN_FEMINISME_ PSIKOANALISIS_TONI_MORRISON_DALAM_THE_B LUEST_EYE.pdf
Wati, N. N. (2008). Ngayah: Transformasi Nilai Sosial. Jurnal ISI, 306.
Wiasti, N. M. (2011). Perempuan Berpeluh yang Tak Mengeluh: Studi tentang Perempuan Pedagang Sayur di Pasar Baturiti, Tabanan, Bali. Piramida, 15-16.
Widana, I. G. (2013). Revisi Awig - Awig Adat untuk Memperkuat Umat. Diambil kembali dari Hukum Hindu: http://hukumhindu.blog.com/2012/03/16/revisi-awig-awig-adat-untuk-memperkuat-umat/
Windia, W. P. (2009, Februari 7). Pelaksanaan Sanksi Adat Kesepekang di Desa Pekraman. Diambil kembali dari
Pusat Penelitian Customary Law Universitas Udayana: http://customarylaw.unud.ac.id/ind/?p=47
Zumria, S. (2012). Cinderella Complex pada Wanita yang Berhenti Bekerja dan Tetap Bekerja Pasca Menikah. Diambil kembali dari repository.upi.edu: http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704463_cha pter1.pdf
125
Discussion and feedback