GAMBARAN RESILIENSI PADA PEREMPUAN DENGAN KANKER PAYUDARA
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Positif, 62-71
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
GAMBARAN RESILIENSI PADA PEREMPUAN DENGAN KANKER PAYUDARA Andini Saputri dan Tience Debora Valentina
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Kanker payudara memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia dan dialami sebagian besar oleh perempuan. Penegekan diagnosa dan pengobatan kanker payudara menghadirkan berbagai dampak yang memengaruhi keseluruhan aspek hidup perempuan dengan kanker payudara. Perempuan memiliki kemampuan pada diri masing-masing dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dan menangani beban emosional yang disebut dengan resiliensi. Terdapat keterkaitan antara resiliensi dengan kesehatan fisik dan mental perempuan yang mengalami kanker payudara dan hal tersebut membantu perempuan untuk beradaptasi dengan kondisi sakit yang dialami. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengambilan data menggunakan teknik wawancara dan observasi dengan melibatkan empat orang responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat responden menunjukkan gambaran resiliensi yang baik. Hal ini dapat terjadi karena keempat responden mampu mengembangkan karakteristik resiliensi dengan baik dan memenuhi sebagian besar dari aspek-aspek pembentukan resiliensi. Regulasi emosi, mampu mengendalikan tekanan, memiliki harapan masa depan, dan mampu mengidentifikasi masalah merupakan aspek yang paling berperan dalam pembentukan resiliensi. Hal tersebut membuat keempat responden memiliki pandangan hidup yang lebih positif dengan bersyukur atas kondisi yang dialami dan menerima kanker payudara sebagai bagian dari hidup saat ini.
Kata Kunci: resiliensi, kanker payudara, fenomenologi.
Abstract
Breast cancer has a high prevalence in Indonesia and experienced mostly by women. Diagnosis and treatment of breast cancer bring a wide range of impacts that affect all aspects of life of women with breast cancer. Women have the ability to overcome to problems and handle the emotional baggage that is called resilience. There are linkages between resilience with physical and mental health of women who have breast cancer and it helps women to adapt to the pain conditions. Based on that statement, this study aims to describe the resilience of women with breast cancer. This study used a qualitative method with phenomenological approach. The methods that used in retrieving data are based on interview and observation techniques who involving four respondents. The results showed that the four respondents showed good resilience overview. This can happen because the four respondents could develop resilience characteristics well and meet most of the aspects of the resilience. Emotion regulation, able to control the pressure, have hope for the future, and be able to identify the problem is the most aspect of resilience that affect the four respondents. This makes the fourth of respondents have a more positive outlook on life, to be grateful for what they have and accept the breast cancer as a part of their live
.Keywords: resilience, breast cancer, phenomenology
LATAR BELAKANG
Kesehatan menjadi hal yang penting sebagai modal utama setiap orang dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap orang menginginkan kondisi fisik yang sehat untuk dapat melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Banyak cara yang dilakukan setiap orang untuk menjaga kesehatannya secara maksimal seperti berolahraga dan menjaga asupan makanan. Usaha ini dilakukan untuk menjaga stamina tubuh agar tetap dalam kondisi yang prima.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini semakin banyak masyarakat mengalami berbagai penyakit kronis. Taylor (2012) menjelaskan bahwa penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun, namun biasanya tidak dapat disembuhkan melainkan hanya diberikan penanganan kesehatan. Beberapa jenis penyakit kronis menurut organisasai kesehatan dunia adalah penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit kronis terhambat paru dan asma) dan diabetes (WHO, 2014).
Prevalensi kanker di Indonesia menunjukkan angka yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang. Kanker merupakan penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7% dari seluruh penyebab kematian (pppl.depkes.go.id, 2014). Situs berita online (Bali post.co.id, 2012) memuat data yang tercatat di RSUP Sanglah Denpasar mengenai rata-rata kasus kanker pada setiap tahunnya, dimana sebanyak 200 kasus baru ditemukan setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, kanker payudara merupakan jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia, dengan jumlah pasien sebanyak 12.014 orang (28,7%) untuk kanker payudara (pppl.depkes.go.id, 2014). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) sekitar 8-9% perempuan akan mengalami kanker payudara. Hal ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker paling banyak ditemui pada perempuan. Statistik menunjukkan bahwa kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak menyebabkan kematian pada perempuan. Kanker payudara merupakan pembunuh nomor 2 pada perempuan setelah kanker serviks (Manuaba, 2009).
Penyakit kanker secara umum didefinisikan sebagai pertumbuhan abnormal dari sel-sel yang disebabkan oleh beberapa perubahan dalam ekspresi gen yang menyebabkan disregulasi proliferasi sel dan kematian sel. Hal tersebut berkembang menjadi populasi sel yang dapat menyerang jaringan dan menyebar atau metastasis ke tempat yang jauh. Kanker memberikan pengaruh terhadap morbiditas secara signifikan dan jika tidak terobati dapat mengakibatkan kematian (Ruddon, 2007).
Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2007). Tapan (2005) menjelaskan bahwa kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh secara berganda dan akan membentuk benjolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening ketiak ataupun diatas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit.
Penelitian di Amerika telah menemukan bahwa perempuan memiliki risiko seumur hidup 12% terkena kanker payudara, risiko mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari itu. Risiko individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti riwayat keluarga, riwayat reproduksi, gaya hidup, lingkungan, dan lain-lain (breastcancer.Org, 2013). Setiap orang memiliki sel kanker yang diproduksi di dalam tubuh secara teratur, namun hanya sebagian kecil dari sel-sel tersebut berubah menjadi kanker. Salah satu hal terpenting yang dapat dilakukan untuk mencegah sel kanker tersebut tumbuh adalah dengan menjaga sistem kekebalan tubuh (Francis & Diamond, 2011).
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh American Cancer Society menunjukkan bahwa perempuan 100 kali lebih berisiko mengalami kanker payudara di bandingkan pria. Risiko dari timbulnya kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia, dimana 95% dari kasus baru dan 97% kematian akibat kanker payudara terjadi pada wanita berusia 40 tahun keatas (American Cancer Society, 2011). Studi analitik faktor risiko pada kanker payudara menunjukkan adanya peningkatan risiko sampai 50% pada perempuan yang tidak memiliki anak. Adanya anggota keluarga yang menderita kanker juga akan meningkatkan risiko terkena kanker payudara, terutama pada perempuan dengan keluarga terdekat yang menderita kanker pada usia sebelum menopause (R.S. Kanker Dharmais, 2002).
Perempuan dengan diagnosa kanker payudara yang diberikan penanganan secara medis oleh para praktisi kesehatan, akan menjalani berbagai jenis pengobatan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Terdapat lima jenis pengobatan yang dapat dilakukan untuk menangani kanker payudara, yakni pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormon, dan terapi target (Cancer.Org, 2014).
Kanker membuat individu mengalami penurunan dalam kondisi fisik maupun psikologis. Cahyono (2011) menjelaskan bahwa kanker menghadirkan berbagai dampak fisik, seperti nyeri yang hebat, hilangnya fungsi tubuh, lemah, sesak nafas, pendarahan, dan efek samping obat. Individu
yang mengalami kanker tidak sekedar sakit secara fisik, tetapi juga mengalami nyeri secara psikologis, eksistensi diri, dan relasi sosial. Kanker menghadirkan berbagai bentuk dampak psikologis, seperti cemas, sedih, putus asa, dan depresi.
Temuan dari Epping-Jordan menunjukkan bahwa penegakan diagnosis merupakan suatu kondisi yang dapat menambah kecemasan, yang tercermin dari tingginya tingkat kecemasan dan gejala depresi. Gejala peningkatan kecemasan dan depresi saat diagnosis biasanya dilaporkan pada 30% sampai 40% dari pasien, tingkat yang kira-kira tiga sampai empat kali lebih tinggi dari yang ditemukan pada populasi umum. Perempuan yang memegang sikap lebih optimis tentang masa depan mereka dapat terhindar dari kecemasan. (Epping-Jordan, dkk., 1999).
Masyarakat masih percaya bahwa diagnosa kanker diperkirakan mempunyai makna kematian segera, kematian yang menyakitkan, dan kematian dengan kecacatan. Beberapa orang takut akan dikucilkan, ditangani dengan cara berbeda, dan adanya kesalahpahaman. Sebagai akibat dari semua itu, diagnosis kanker dilihat sebagai suatu krisis hidup yang amat besar. Reaksi umum meliputi syok, takut, cemas, perasaan berduka, kesedihan, dan menarik diri. Diagnosis kanker seringkali memengaruhi seluruh keluarga dan mungkin mengarahkan pada peningkatan stres dan ketegangan tidak saja bagi individu dengan kanker, tetapi juga untuk seluruh anggota keluarga. Diagnosis kanker mempunyai dampak penting terhadap adaptasi pasien pada penyakit tersebut (Gale dan Charette, 1995).
Stres psikologis dan sosial yang besar dalam situasi seperti ini terkait dengan pemahaman perempuan terhadap penyakitnya, prognosis, pengobatan yang kompleks dan terlalu sering, serta akses untuk merawat dan atau pilihan penyedia akses. Bagi banyak perempuan, setiap sakit dan nyeri akan memicu rasa takut dan kecemasan tentang potensi kekambuhan (Meyerowitz, 1980). Baqutayan (2012) menambahkan bahwa kecemasan terkait dengan kanker dapat meningkatkan perasaan sakit, mengganggu kemampuan mereka untuk tidur, menyebabkan mual dan muntah, dan mengganggu kualitas hidup mereka. Kecemasan yang parah bahkan dapat mempersingkat hidup pasien.
Luecken dan Compas (2002) menjelaskan bahwa diagnosis dan pengobatan kanker payudara dapat menjadi pengalaman emosional yang sangat menegangkan. Perempuan menghadapi ketidakpastian dan ketakutan tentang keparahan kondisi dan pengobatan kanker yang dijalani. Pengobatan kanker secara signifikan dapat memengaruhi kemampuan perempuan untuk mempertahankan peran sosial dalam rumah tangga atau pekerjaan di luar. Setelah perawatan berakhir, perempuan dihadapkan pada ketidakpastian tentang masa depan dan kemungkinan kekambuhan dari kondisi terdahulu.
Aspinwall dan MacNamara (2005) menjelaskan bahwa individu dengan kanker mengalami emosi negatif
maupun emosi positif. Individu yang menunjukkan emosi positif terhadap kondisinya di awal, memiliki lebih sedikit masalah dalam beradaptasi dengan krisis jangka panjang yang dialami, yang dalam hal ini adalah kanker. Emosi negatif pada perempuan dengan kanker payudara dapat menyebabkan perempuan berhenti melakukan aktivitas baik seperti menjaga kondisi tubuh dan mulai melakukan aktivitas yang merugikan seperti mengabaikan pola makan.
Kanker memengaruhi kehidupan individu dengan kanker dan keluarga dalam berbagai aspek. Diagnosis kanker dan pengobatan membawa perubahan jalur pribadi hidup individu, dalam peran kegiatan sehari-hari, pekerjaan, hubungan, dan keluarga, dan hal ini terkait dengan tingkat tinggi stres psikologis pasien (Deimling, dkk., 2006). Kondisi yang dialami oleh individu selama menjalani serangkaian proses dari awal penegakan diagnosa sampai dengan tindakan pengobatan akan memengaruhi bagaimana individu dalam mengatasi kondisi tidak menyenangkan tersebut.
Carver (2005) menjelaskan bahwa kemampuan individu berbeda dalam bagaimana individu dengan kanker mencoba untuk mengatasi kanker dan menangani beban emosional yang menyertainya. Kemampuan individu terkait dengan bagaimana individu mengatasi suatu permasalahan biasanya disebut dengan resiliensi. Rutter (2012) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk bangkit kembali dari pengalaman tidak menyenangkan atau keberhasilan dalam mengatasi kesulitan hidup yang dialami. Pengalaman tidak menyenangkan tersebut dapat memberikan penguatan terhadap individu dalam menghadapi pengalaman tidak menyenangkan di kemudian hari.
Terdapat keterkaitan antara resiliensi dengan kesehatan fisik dan mental individu yang dapat berpengaruh terhadap kondisi individu secara keseluruhan. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa orang dewasa yang mengalami depresi dari berbagai kondisi fisik yang dialaminya (seperti operasi), memiliki kondisi fisik yang lebih buruk. Individu yang memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi secara psikologis dalam beradaptasi dengan kondisi sakit, akan mengalami lebih sedikit kerugian pada fisik (Rybarczyk, dkk., 2012).
Somasundaram dan Devamani (2016) mengungkapkan bahwa individu dengan resiliensi yang lebih tinggi memiliki toleransi yang baik terkait perasaan negatif, kapasitas yang kuat terhadap reaksi diri, dan tanggung jawab yang tinggi. Hal tersebut memberikan individu kemampuan yang lebih baik dalam mengatasi dampak kanker dan berkontribusi terhadap mengurangi tekanan emosional selama menjalani perawatan kuratif. Resiliensi juga dikaitkan dengan dukungan sosial yang tinggi, dimana perempuan dengan kanker payudara memiliki harapan akan dukungan sosial yang tinggi. Dukungan sosial yang disediakan oleh keluarga memengaruhi proses adaptasi dan harapan memiliki umur
panjang pada perempuan dengan kanker payudara. Dukungan sosial dapat meminimalkan risiko tekanan psikologis, menumbuhkan rasa optimis dan harapan pada perempuan dengan kanker payudara. Optimisme dan dukungan sosial terkait dengan peningkatan kesejahteraan secara menyeluruh pada perempuan dengan kanker payudara yang dapat meningkatkan resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara.
Penelitian yang dilakukan oleh Aspinwall dan MacNamara (2005) menemukan bahwa individu dengan kanker yang resilien, mampu belajar dari pengalaman dan tetap bersikap optimis dalam menghadapi tantangan hidupnya. Siebert (2005) melihat resiliensi sebagai sebuah kunci untuk kehidupan yang sehat dan produktif. Pada individu dengan kanker, resiliensi menjadi hal yang penting. Hal ini disebabkan karena keinginan, keyakinan, dan usaha yang dilakukan untuk beradaptasi dengan kondisinya tersebut muncul dari dalam diri individu, sehingga akan memberikan dampak positif pada kemajuan pengobatan yang dijalani.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menggali gambaran resiliensi pada perempuan dengan kanker, khususnya kanker payudara. Penelitian mengenai gambaran resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara masih sedikit ditemukan di Indonesia. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa resiliensi erat kaitannya dengan kondisi individu secara keseluruhan, resiliensi menjadi hal yang penting bagi individu dengan kanker payudara. Resiliensi pada individu dengan kanker payudara merupakan hal yang penting untuk individu beradaptasi dengan kondisi sakitnya. Oleh karena itu, sangat penting penelitian ini dilakukan agar dapat memahami bagaimana gambaran resiliensi individu dengan kanker payudara dalam menjalani kehidupan dengan kondisi kanker yang dialami.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang berupaya menggali dinamika gambaran resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara. Unit analisis yang digunakan adalah unit analisis kelompok.
Responden
Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak empat orang perempuan berusia diatas 40 tahun yang terdiagnosa kanker payudara diatas satu tahun dan sedang menjalani pengobatan medis. sebelumnya.
Tempat Penelitian
Proses wawancara pada keempat responden berlangsung di bulan Agustus 2016 hingga Oktober 2016.
Pengumpulan data dilakukan di lima lokasi yang berbeda, lokasi pertama bertempat di kediaman responden IA di Denpasar, kedua adalah di kediaman responden IB di Jimbaran, ketiga adalah di tempat kos responden IC di Denpasar, keempat di Lapangan Puputan Denpasar, dan lokasi terakhir bertempat di sebuah rumah makan di Denpasar. Wawancara yang dilakukan untuk tiap responden adalah satu sampai tiga kali wawancara dan berlangsung dengan durasi 40 sampai 60 menit.
Prosedur Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan teknik penggalian data dengan wawancara dan observasi. Sebelum proses pengumpulan data dengan wawancara dilakukan penyusunan guideline wawancara yang akan diajukan kepada para responden. Proses wawancara didokumentasikan dengan bantuan tape recorder. Rekaman audio dilakukan untuk memudahkan proses olah data dalam bentuk verbatim yang selanjutnya akan dilakukan reduksi data, data display, dan penarikan kesimpulan.
Teknik Analisis Data
Setelah seluruh data telah terorganisir dengan baik, maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisa data. Teknik analisis data oleh Mostakas (dalam Creswell, 1998) yang merupakan modifikasi dari metode Stevick-Colaizzi-Keen yang terdiri atas lima langkah, yaitu menyusun deskripsi, memilih pernyataan, mengelompokkan pernyataan, merefleksikan deskripsi, dan membangun deskripsi.
Teknik Triangulasi Data dan Isu Etik
Dalam penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi metode. Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, dalam penelitian kualitatif ini menggunakan wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini, digunakan informed consent yang bersifat resmi yang disepakati oleh kedua belah pihak yaitu responden dan peneliti, untuk dapat mengantisipasi terjadinya cedera sosial baik dari sisi responden penelitian maupun peneliti itu sendiri.
HASIL PENELITIAN
Keempat responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa masing-masing dari responden terdiagnosa kanker payudara dan memiliki respon yang secara garis besar sama terhadap diagnosa tersebut. Baik responden IA, IB, maupun IC terdiagnosa kanker payudara stadium lanjut. Sedangkan responden ID terdiagnosa kanker stadium awal. Tiga dari empat responden, yakni responden IB, IC, dan ID menyatakan
bahwa mendapati benjolan kecil di salah satu payudara. Sedangkan responden IA, tidak mendapati benjolan yang dirasakan pada payudara seperti dua responden lainnya.
Keempat responden dalam penelitian ini mengalami tindakan medis dan pengobatan yang secara garis besar sama. Keempat responden juga sudah mengalami mastektomi pada salah satu payudara yang dimana terdapat keluhan. Tiga dari empat responden yakni IA, IB, dan IC sudah selesai menjalani rangkaian pengobatan yang sudah ditetapkan dalam prosedur medis penanganan kanker payudara yang dialami. Sedangkan pada responden IC, tindakan pembedahan secara medis harus dilakukan kembali karena didapati kanker payudara yang dialami sudah bermetastase ke payudara satunya.
Keempat responden mengalami dampak fisik yang berbeda-beda pada tiap individu, dimana kanker payudara memberikan dampak yang berpengaruh terhadap kondisi fisik individu. Keempat responden sudah mengalami tindakan operasi pengangkatan pada salah satu bagian payudara (mastektomi). Tiga dari empat responden sudah menjalani proses kemoterapi, dan masing-masing responden merasakan dampak yang berbeda pula terhadap pengobatan tersebut. Proses pengobatan yang dijalani oleh responden secara garis besar memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi fisik responden dalam aktivitas sehari-hari.
Keempat responden memaparkan terkait dengan bagaimana kondisi psikologis yang dirasakan akibat kanker payudara yang dialami. Masing-masing dari responden menceritakan bagaimana kondisi psikologis yang dialami pada sebelum, saat, bahkan setelah penegakan diagnosa kanker payudara dan dalam proses pengobatan. Secara garis besar, keempat responden memberikan pemaparan yang hampir sama terkait dengan bagaimana kondisi psikologis yang dialami. Keseluruhan responden juga menyatakan bahwa kondisi tersebut cukup mengganggu aktivitas mereka dalam keseharian.
Keempat responden menjelaskan bahwa kanker payudara yang dialami juga turut memberikan pengaruh terhadap aspek sosial, yang dalam hal ini khususnya pada hubungan di dalam keluarga inti. Keempat responden juga melaporkan bahwa terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap hubungan dengan pasangan. Tidak hanya pada keluarga inti, akan tetapi kondisi sakit keseluruhan responden juga memengaruhi hubungan responden dengan keluarga besar masing-masing. Secara garis besar, keempat responden menyatakan bahwa hubungan sosial responden semakin membaik, dimana hal tersebut memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup responden dalam menjalani kondisi sakit yang dialami.
Terdapat tujuh aspek pembentukan pada resiliensi. Pertama, aspek regulasi emosi pada keempat responden ditandai dengan adanya pengekspresian emosi dan kemampuan mengendalikan diri. Responden IA mengatakan
bahwa IA sering mengungkapkan perasaan sedih terkait dengan kondisinya dengan menangis. IA juga sempat merasakan takut akan kematian karena kondisi sakit yang dialami, namun IA berdoa kepada Tuhan yang dapat membuatnya merasa tenang dan damai. Responden IB mengatakan bahwa dirinya lebih memilih untuk diam ketika sedang merasakan sedih. IB takut akan kondisi payudaranya yang mengarah pada suatu penyakit yang parah, sehingga IB memutuskan untuk menenangkan diri terlebih dahulu sebelum akhirnya siap dan memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Responden ketiga IC mengungkapkan bahwa IC merasakan ketakutan yang berlebih akan kematian. IC juga mengatakan bahwa IC mengendalikan dirinya dengan memperbanyak sholat dan istighfar sesuai dengan ajaran agama yang dianut oleh IC. Responden keempat ID mengungkapkan bahwa dirinya merasakan kesedihan yang mendalam karena kondisi yang dialami pasca penegakan diagnosa oleh dokter. ID mengatakan bahwa dirinya selalu berusaha untuk berpikir secara positif dalam melihat segala sesuatu yang dialami.
Kedua, aspek impulse control terkait dengan dua hal, yaitu pengendalian dorongan dan perubahan emosi. Responden IA mengatakan bahwa pasca penegakan diagnosa kanker payudara, IA sempat memiliki keraguan dalam diri untuk berobat ke medis. IA juga menceritakan bagaimana IA menjadi seseorang yang lebih perasa dan mudah merasakan sedih. Responden IB mengatakan pasca selesai menjalani seluruh rangkaian pengobatan kemoterapi, IB sempat memutuskan untuk menunda pengobatan berikutnya selama dua bulan karena IB merasa trauma. IB juga mengatakan bahwa IB menjadi sosok yang sensitif dan mudah marah ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dan mengganggu. Responden IC mengatakan bahwa kesedihan yang dirasakan oleh keluarga akibat dari konsisi yang dialaminya saat ini terkadang membuat IC merasa bersedih dan tertekan. Perubahan fisik yang terlihat seperti rambut yang rontok dan kulit yang menghitam, membuat IC merasa kecewa dan marah terhadap penampilannya. Responden ID mengungkapkan bahwa dirinya mengurangi reaksi marah terhadap segala sesuatu. ID juga merasa sedikit lebih sensitif dari sebelumnya. Ketiga, aspek optimisme ditandai dengan adanya harapan pada masa depan dan kemampuan dalam mengontrol arah hidup. Responden IA mengatakan bahwa IA memiliki harapan untuk melihat keluarga menjadi sukses, terutama kedua anaknya. IA membuat hidupnya menjadi santai agar sakit yang dialami tidak menjadi beban bagi dirinya dalam melakukan berbagai aktivitas yang hanya akan memperburuk kondisi sakit yang dialami. Responden IB mengatakan bahwa segala sesuatu yang IB pikirkan saat ini adalah untuk masa depan. IB menginginkan anak-anaknya merasa bahagia dengan memenuhi semua kebutuhan keluarga dan apa yang diinginkan oleh ketiga anaknya. Responden IC juga mengatakan bahwa
dirinya ingin hidup lebih lama lagi agar dapat melihat kedua cucunya sukses. IC mengatakan bahwa dirinya berusaha kembali menata dirinya untuk bangkit dari kondisi sebelumnya. Reponden ID mengatakan bahwa anak-anak merupakan harapan masa depan ID. ID menunjukkannya dengan rajin mengaji dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik. ID berharap dirinya dapat berbuat baik untuk orang lain di sekitarnya.
Keempat, aspek analisis kausal yang terkait dengan dua hal yaitu masalah yang dihadapi dan kemampuan mengidentifikasi masalah. Responden IA mengungkapkan bahwa IA menghadapi berbagai masalah semenjak IA didiagnosa kanker payudara. Namun, IA mengungkapkan bahwa IA berusaha untuk menjalani apa yang memang harus dijalani. Responden kedua IB mengungkapkan bahwa proses kemoterapi membuat IB merasa kesakitan sehingga berdampak pada aktivitasnya sehari-hari. IB memiliki prinsip hidup bahwa segala sesuatu yang dihadapi bergantung dari keputusan diri sendiri. Responden IC mengatakan bahwa IC merasa ketakutan akan kematian akibat diagnosa kanker payudara yang diterima. IC mengatakan bahwa ketakutan akan kematian yang sempat IC rasakan disebabkan oleh pemikiran IC yang salah terhadap kanker. Responden ID mengungkapkan bahwa dirinya merasa takut akan kanker payudara yang dialami karena menurutnya penyakit tersebut mematikan. ID mengatakan bahwa dirinya berusaha untuk tidak menutup diri dengan kondisi yang dialami.
Kelima, aspek empati berkaitan dengan kemampuan memahami orang lain dan hubungan sosial. Responden IA mengatakan bahwa IA sering melakukan segala sesuatu sendiri karena IA tidak menginginkan merepotkan orang lain. IA mengungkapkan bahwa hubungan sosial yang terjalin di lingkungan sekitarnya baik-baik saja. Responden IB mengatakan bahwa IB memilih untuk tidak merepotkan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari termasuk untuk melakukan pengobatan rutin. IB mengatakan bahwa ada perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial di lingkungannya. Responden IC mengatakan bahwa meskipun dengan kondisinya yang sedang sakit, dirinya tetap mempedulikan orang lain di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. IC mengatakan bahwa IC mendapatkan dukungan yang utuh dari seluruh anggota keluarga dan orang disekitar. Responden ID tidak menginginkan orang-orang yang ada disekitarnya merasa sedih atas apa yang ID alami. ID merasa semua orang yang ada disekelilingnya memberikan perhatian yang lebih semenjak dirinya sakit.
Keenam, aspek efikasi diri yang ditandai dengan keyakinan terhadap diri dan pemecahan masalah yang efektif. Responden IA mengatakan bahwa Ia yakin terhadap kemampuan dirinya dalam menjalani serangkaian pengobatan. IA mengatakan bahwa IA sudah melakukan usaha dengan maksimal untuk menjalani pengobatan dan tidak menyerah
dalam menghadapi kondisi sakit yang dialami. IB yakin dengan diri sendiri karena IB memiliki kemauan untuk hidup. IB memilih untuk menjalani apa saja yang harus dilakukan dan jangan menganggap hal tersebut sebagai suatu beban yang berlebihan. Responden IC merasa yakin sembuh, karena dirinya merasa percaya diri dengan apa yang ada di dalam dirinya dan apa yang telah dilakukan selama ini. IC mengungkapkan bahwa melakukan pengobatan secara alternatif merupakan suatu kesalahan yang membuat kanker di payudaranya bermetastase. Responden ID mengatakan bahwa ID merupakan sosok yang tidak mudah sedih karena keadaan yang dialami. ID mengatakan bahwa dirinya harus melakukan sebuah usaha terlebih dahulu untuk mewujudkan sesuatu, sedangkan untuk hasil dari usaha tersebut ID menyerahkan semua kembali kepada Tuhan.
Terakhir, aspek reaching out yang terkait dengan peningkatan aspek positif dalam hidup. Responden IA mengatakan bahwa IA banyak belajar dari pengalaman yang pernah dialami dan juga pengalaman dari lingkungan sekitar. Responden IB mengatakan bahwa kondisi yang dialami saat ini merupakan sebuah teguran dari Tuhan agar di kehidupan kedepannya, IB harus menjadi sosok yang lebih baik lagi. Responden IC beranggapan bahwa kondisinya saat ini merupakan dampak di masa lalu dimana IC merasa kurang bersyukur. Responden ID menganggap kanker payudara yang dialami bukanlah sebuah hukuman, melainkan bentuk kasih sayang Tuhan terhadap dirinya.
Temuan berharga dari penelitian ini yaitu bahwa keempat responden memiliki pandangan berbeda terkait kehidupan dengan kanker payudara yang dialami. Responden IA mengatakan bahwa kondisi yang dialami saat ini merupakan reinkarnasi dari kesalahannya di kehidupan terdahulu menurut ajaran agama Hindu. Responden IB mengatakan bahwa meskipun mengalami kondisi sakit, menurutnya hal ini bukan merupakan halangan untuk menjadi lebih maju. Responden IC mengungkapkan bahwa kondisi sakit yang dialaminya saat ini merupakan sebuah teguran dari Tuhan agar dirinya lebih mendekatkan diri lagi kepada Sang Pencipta. Responden ID merasa bahwa kondisi sakitnya ini membawa berkah bagi hidupnya.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat peningkatan regulasi emosi pada remaja setelah melakukan meditasi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang Pembahasan akan diawali dengan gambaran karakteristik resiliensi responden berdasarkan aspek pembentukan resiliensi, kemudian dilanjutkan dengan aspek yang paling berkontribusi terhadap gambaran karakteristik resiliensi. Selanjutnya pembahasan mengenai bagaimana responden memberikan pandangan hidup dengan kondisi sakit yang
dialami serta keterkaitannya dengan resiliensi. Hal ini kemudian dapat memperjelas bagaimana gambaran karakteristik resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara.
-
1. Gambaran Resiliensi
Keempat responden menunjukkan gambaran karakteristik resiliensi yang tidak jauh berbeda, dimana keempat responden mengungkapkan bahwa kanker payudara yang dialami sudah diterima dengan hati yang lapang meskipun terkadang masih merasakan kesedihan. Kondisi kanker payudara yang memberikan dampak fisik yang cukup signifikan pada keempat responden, tidak memberikan pengaruh yang besar bagi responden dalam mengembangkan karakteristik individu yang resilien.
Gambaran resiliensi responden akan dibahas secara lebih rinci berdasarkan tujuh aspek resiliensi menurut Reivich dan Shatte (2002).
-
a) Emotion Regulation
Keempat responden mengatakan bahwa respon emosional yang dialami dapat diatasi dengan baik seiring berjalannya waktu. Keempat responden mengatakan bahwa berdoa kepada Tuhan dan menerima kondisi yang dialami dengan lapang dada, selalu bersyukur atas kondisi yang dialami membuat keempat responden merasakan ketenangan, sehingga dapat kembali pulih dari kondisi fisik yang sakit. Seiring berjalannya waktu, keempat responden mengatakan bahwa mampu mengatasi emosi sedih yang dialami dengan lebih tenang dan ikhlas. Hal tersebut tidak luput dari dukungan yang diberikan oleh orang-orang disekitar responden yang menguatkan responden dalam menjalani kondisi yang dialami. Tugade dan Fredrickson (2007) menunjukkan bahwa resiliensi yang lebih tinggi dikaitkan dengan pengalaman yang melibatkan emosi positif (seperti rasa syukur, ketertarikan terhadap sesuatu, dan cinta) di tengah-tengah emosi negatif (seperti marah, sedih dan takut) selama situasi tidak menyenangkan terjadi. Emosi positif berkontribusi terhadap kemampuan individu dalam bertahan dari pengalaman emosional yang negatif, dimana hal tersebut memiliki implikasi penting terhadap kesehatan yang dapat memulihkan kondisi fisiologis.
-
b) Impulse Control
Kemampuan individu untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan kemampuan regulasi emosi yang dimiliki (Reivich & Shatte, 2002). Tiga dari empat responden menunjukkan pengendalian diri yang baik terhadap tekanan yang dialami. Ketiga responden sempat merasakan perubahan emosi ringan di awal pasca penegakan diagnosa seperti menjadi lebih sensitif, namun seiring berjalannya waktu ketiga responden menunjukkan perubahan emosi kearah yang lebih baik. Hal tersebut terjadi karena ketiga responden memiliki regulasi emosi yang baik untuk mampu mengendalikam tekanan yang dialami responden. Berbeda halnya dengan
responden IB yang sedikit mengalami hambatan dalam upaya untuk mengendalikan diri dari tekanan yang dialami. IB menunjukkan perubahan emosi yang mudah marah dalam menanggapi sesuatu, hal ini dibuktikan dengan pengakuan IB dan berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama proses wawancara berlangsung. Reivich dan Shatte (2002) mengatakan bahwa individu dengan pengendalian impuls rendah seringkali mudah kehilangan kesabaran, mudah marah, impulsif, dan berlaku agresif pada situasi-situasi kecil yang tidak terlalu penting.
-
c) Optimism
Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Individu memiliki harapan pada masa depan dan percaya bahwa dapat mengontrol arah hidupnya (Reivich & Shatte, 2002). Keempat responden mengungkapkan bahwa masing-masing responden memiliki harapan di masa depan. Keempat responden juga menunjukkan kemampuan dalam mengontrol arah hidup dengan berusaha melakukan segala hal untuk mewujudkan harapan di masa depan.
-
d) Causal Analysis
Berdasarkan pemaparan masing-masing responden, keempat responden menunjukkan kemampuan identifikasi masalah yang baik, dimana responden mampu memahami masalah secara jelas, mengetahui penyebab, dan mencari solusi bagi permasalahan yang dialami. Manuel, dkk., (2007) mengungkapkan bahwa perempuan dengan kanker payudara menggunakan restrukturisasi kognitif yang positif, dan melakukan aktivitas fisik untuk mengatasi stres emosional dan masalah fisik (gejala terkait pengobatan). Keempat responden menunjukkan kemampuan identifikasi masalah dengan berpikir positif terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut membantu responden dalam menjalani keseharian dengan kondisi yang dialami, dimana responden berusaha untuk tetap melakukan aktivitas yang dapat mempercepat penyelesaian masalah yang dihadapi seperti menjalani serangkaian prosedur medis secara tuntas. Identifikasi masalah yang dilakukan responden membuat responden mampu meminimalisir hal yang tidak menyenangkan yang akan terjadi di kemudian hari.
-
e) Empathy
Keempat responden menunjukkan sikap kepedulian terhadap keadaan psikologis dan emosi orang lain di lingkungan sekitar responden yang berdampak kepada hubungan sosial pada masing-masing responden. Reivich dan shatte (2002) menambahkan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial positif. Keempat responden masing-masing mengungkapkan bahwa hubungan sosial dengan orang-orang disekitar responden cenderung mengarah kepada hubungan sosial yang positif. Dampak dari hubungan sosial yang positif tersebut, membuat responden menerima dukungan sosial yang
memengaruhi kelangsungan kehidupan responden dalam pembentukan resiliensi pada masing-masing responden.
-
f) Self-Efficacy
Fauziah dan Endang (2012) mengungkapkan bahwa efikasi diri berguna untuk mencapai tujuan yang akan dihadapi oleh penderita, misalnya kesembuhan terhadap kanker payudara tersebut, karena dapat meningkatkan motivasi seseorang. Keyakinan pada diri masing-masing responden, membuat keempat responden menjalani pengobatan sampai selesai dan menempatkan keempat responden pada posisi saat ini, dimana responden merasa santai dengan kondisi yang harus dijalani. Keyakinan akan kemampuan diri memengaruhi bagaimana kelangsungan proses pengobatan kanker yang dijalani. Temuan yang didapat adalah keempat responden menunjukkan adanya efikasi diri terhadap kondisi yang dialami, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap kesehatan responden secara keseluruhan. Keempat responden juga menunjukkan sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.
-
g) Reaching Out
Keempat responden mengungkapkan bagaimana kanker payudara yang dialami memberikan pengaruh terhadap peningkatan aspek positif pada kehidupan mereka. Lindberg, dkk., (2015) mengungkapkan bahwa individu dengan kanker payudara mengingat distress psikologis sebagai pengalaman terburuk mereka selama kanker payudara, diikuti dengan kemoterapi. Kondisi tersebut membuat responden merasakan adanya aspek positif dari penyakit dialami, seperti perubahan dalam prioritas hidup. Semangat juang merupakan hal yang paling penting dalam menjalani kondisi sakit yang dialami, hal tersebut menjadi pengingat bagi diri responden.
-
2. Aspek-Aspek yang Paling Berkontribusi Terhadap Pembentukan Resiliensi Responden
Berdasarkan pemaparan tujuh aspek pembentukan resiliensi menurut Reivich dan Shatte (2002), bahwa aspek-aspek yang paling berkontribusi dalam pembentukan resiliensi pada responden adalah aspek regulasi emosi, aspek optimisme, aspek identifikasi masalah, dan aspek positif dalam hidup (Reaching Out).
-
3. Pandangan Responden Terhadap Kehidupan dengan Kanker Payudara.
Rasjidi dan Hartanto (2009) mengungkapkan bahwa perempuan dengan kanker payudara pada usia muda memiliki kecenderungan lebih agresif terkait dengan perkembangan penyakit dibandingkan perempuan dengan usia tua. Sehingga membuat perempuan usia muda lebih senang memilih pengobatan komplementer alternatif karena banyak faktor yang menjadi pertimbangan bila harus melakukan operasi atau pengobatan secara medis. Pernyataan tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa dua dari empat responden berusia muda justru menghindari melakukan
pengobatan komplementer alternatif dalam menangani kondisi sakit yang dialami.
Menurut King, dkk., (2000) perempuan dengan kanker payudara mengevaluasi dukungan sosial yang diterima selama sakit sebagai aspek positif. Hal ini menjadi aspek penting dari mengatasi penyakit, dimana dukungan sosial adalah prediktor signifikan untuk kualitas hidup jangka panjang yang lebih baik pada perempuan dengan kanker payudara. Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan, orang-orang di sekitar responden memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi kelangsungan hidup responden dan juga memberikan pengaruh dalam pembentukan resiliensi pada responden.
Yoo, dkk. (2010) mengungkapkan bahwa perempuan dengan kanker payudara yang memiliki usia lebih tua merasa terdorong untuk mengatasi sendiri penyakit yang dialami dengan memilih untuk tidak bergantung pada orang lain, sedangkan pada perempuan dengan kanker payudara usia muda menunjukkan adanya ketergantungan pada orang lain untuk menjalankan tugas rumah tangga. Pernyataan tersebut tidak sejalan dengan hasil pada penelitian ini yang menunjukkan bahwa keempat responden dengan usia yang berbeda tidak menunjukkan adanya perbedaan terkait dengan ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas
Keempat responden mengutarakan bahwa merasa bersyukur atas kondisi yang dialami saat ini. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Cordova, dkk., (2001) yang mengungkapkan bahwa perempuan dengan kanker payudara yang memiliki tingkat yang lebih tinggi dari rasa syukur lebih mampu menemukan manfaat dan potensi pertumbuhan dibandingkan dengan rasa syukur yang lebih rendah. Rasa syukur dalam beberapa kondisi kritis, memiliki peran yang penting dalam pengembangan aspek transenden dari fungsi manusia seperti spiritualitas, arti dan penghargaan hidup yang berkontribusi terhadap penerimaan yang lebih besar dan lebih baik menghadapi peristiwa negatif. Rasa syukur yang diutarakan oleh keempat responden membantu responden dalam menerima kondisi sakit yang dialami dengan lapang dada.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
-
1. Kanker payudara memberikan dampak terhadap aspek fisik, dimana perempuan dengan kanker payudara mengalami perubahan fisik akibat prosedur medis yang dijalani. Kedua adalah aspek psikologis, dimana perempuan dengan kanker payudara mengalami perubahan secara emosional dan menampilkan respon emosional terkait dengan kondisi sakit yang dialami. Terakhir aspek sosial, dimana kanker payudara yang dialami memberikan pengaruh terhadap hubungan sosial perempuan
dengan kanker payudara yang melibatkan orangorang di sekitar.
-
2. Kanker payudara membuat perempuan memiliki pandangan tersendiri akan kehidupan dengan kondisi sakit yang dialami, dimana perempuan dengan kanker payudara memandang hidup saat ini sebagai pengalaman tidak menyenangkan namun membuat individu merasa bersyukur. Individu menerima kanker payudara sebagai bagian dari hidup yang harus diterima secara lapang dada dan terus mengupayakan kesembuhan atas kondisi yang dialami.
-
3. Berdasarkan ketujuh aspek tersebut, maka didapatkan gambaran resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara yang menyangkut kemampuan regulasi emosi, mampu mengendalikan tekanan, memiliki harapan masa depan, mampu mengidentifikasi masalah, memiliki hubungan sosial yang baik, keyakinan diri yang tinggi, dan aspek positif dalam hidup meningkat. Selanjutnya ditemukan juga meskipun secara garis besar responden menunjukkan gambaran resiliensi yang baik, seorang responden masih menunjukkan kurangnya pengendalian terhadap diri dan adanya perubahan emosi yang memengaruhi pembentukan karakteristik resiliensi.
-
4. Terdapat empat aspek yang paling berkontribusi dalam pembentukan resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara yaitu, aspek regulasi emosi yang menyangkut kemampuan perempuan dengan kanker payudara dalam mengekspresikan emosi dan mengendalikan diri. Kedua aspek optimisme yang terkait dengan harapan di masa depan dan bagaimana perempuan dengan kanker payudara mengontrol arah hidupnya untuk mewujudkan harapan tersebut. Ketiga aspek identifikasi masalah yang terkait dengan kemampuan individu dalam menganalisa permasalahan yang dihadapi untuk kemudian individu mampu menemukan makna dan tujuan dalam hidup dengan kondisi sakit. Terakhir adalah aspek reaching out yang terkait dengan bagaiamana perempuan dengan kanker payudara mampu meningkatkan aspek positif dalam kehidupan yang dijalani.
Responden penelitian dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi pribadi bagi responden untuk mengetahui sejauh mana pembentukan resiliensi yang dirasakan. Dukungan kepada perempuan dengan kanker payudara diharapkan dapat dilakukan oleh pasangan dan anggota keluarga. Perempuan dengan kanker payudara disarankan untuk belajar dari permasalahan-permasalahan dalam hidup yang pernah dialami, kesuksesan dalam
menghadapi permasalahan tersebut mampu menumbuhkan keyakinan akan kemampuan diri yang dapat berguna bagi perempuan dengan kanker payudara dalam membentuk karakteristik resiliensi. Masyarakat diharapkan mampu mengenali kondisi yang dialami oleh perempuan dengan kanker payudara. Masyarakat juga diharapkan untuk memahami dengan baik terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari kanker payudara pada perempuan. Pemerintah diharapkan dapat membantu untuk memberikan sosialisasi mengenai bahaya kanker payudara pada masyarakat sehingga masyarakat mampu mengenali dan mendeteksi secara dini gejala dari kanker payudara. Tenaga kesehatan diharapkan mampu meningkatkan resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara dengan mempromosikan karakteristik resiliensi pada setiap tahap dalam menjalankan serangkaian pengobatan dan perawatan. Peneliti selanjutnya disarankan dapat mencari variasi lain dari lamanya individu mengalami kanker payudara, kemudian dapat menggali lebih dalam terkait perbedaan antara lamanya mengalami kanker terhadap gambaran resiliensi pada perempuan dengan kanker payudara. Saran lain yang dapat diberikan adalah dalam proses penggalian data, dimana pemilihan lokasi wawancara menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan. Teknik pengambilan data khususnya wawancara harus diperhatikan untuk mendapatkan data yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2011). Breast Cancer Facts and Figures 2011-2012. GA: American Cancer Society, Inc.
Aspinwall, L. G. & MacNamara, A. (2005). Taking Positive Changes Seriously: Toward A Positive Psychology of Cancer
Survivorship and Resilience. Salt Lake City: Department of Psychology Utah University.
Bali Post. (2012 Juni). Kanker Payudara Di Bali 200 Kasus Baru per Tahun. Bali Post. Diunduh dari
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid =10&id=649025 Desember 2016.
Baqutayan, S. M. S. (2012). The Effect of Anxiety on Breast Cancer Patients. Indian J Psychol Med, 34(2), 119–123. Doi:
10.4103/0253-7176.101774.
Breast Cancer. (2013, Oktober). Breast Cancer Risk and Risk Factors. Breastcancer.org. Diunduh dari
http://www.breastcancer.org/symptoms&diagnosis/understa ndingbreastcancer/breastcancerriskandfactors/. 18 Maret 2015.
Cahyono, J. B. S. B. (2011). Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri Yang Tak Terbatas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
CancerHelps. (2014). Bebas Kanker Itu Mudah. Jakarta: FMedia.
Carver, C. S. (2005). Enhancing Adaptation During Treatment and The Role of Individual Differences.
Cordova, M. J., Cunningham, L. L., Carlson, C. R., & Andrykowski, M. A. (2001). Posttraumatic Growth Following Breast Cancer: A Controlled Comparison Study. Health
Psychology, 20(3), 176–185.
Creswell, J.W. (1988). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Tradition. London: Sage
Publication.
Deimling, T.G., Wagner J. L., Bowman F. K., Sterns S., Kercher K., & Kahana B. (2006). Coping Among Older-Adult, LongTerm Cancer Survivors. Psycho-Oncology, 15, 143–145.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014, Februari). Pers Rilis Hari Kanker Sedunia Tahun 2014 “Hilangkan Mitos Tentang Kanker”. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dari http://pppl.depkes.go.id/berita?id=1295. 30 Maret 2016.
Epping-Jordan, J. E., Compas, B. E., Osowiecki, D. M., Oppedisano, G., Gerhardt, C., Primo, K., & Krag, D. N. (1999).
Psychological Adjustment in Breast Cancer: Process of Emotional Distress. Health Psychology,18(4), 315-326.
Fauziah, J. P. & Endang, S. (2012). Hubungan antara Efikasi Diri dengan Perilaku Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 1(2).
Francis, R. & Diamond, H. (2011). Never Fear Cancer Again: How To Prevent and Reverse Cancer. Florida: Health
Communications, Inc.
Gale, D. & Charette, J. (1995). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lindberg, P., Koller, M., Steinger, B., Lorenz, W., Wyatt, J. C., Inwald, E. C., & Klinkhammer-Schalke, M. (2015). Breast Cancer Survivor’s Recollection of Their Illness and Therapy Seven YearsAfter Enrolment Into A Randomised Controlled Clinical Trial. BMC Caner, 15, 554.
Luecken, L. J., & Compas, B. E. (2002). Stress, Coping, and Immune Function in Breast Cancer. The Society of Behavioral Medicine, 24(2).
Manuel, J. C., Burwell, S. R., Crawford, S. L., et al. (2007). Younger Women’s Perceptions of Coping with Breast Cancer. Cancer Nursing, 30, 85–94.
Mardiana, L. (2007). Kanker pada Wanita. Depok: Penebar Swadaya.
Meyerowitz, B. E. (1980). Psychosocial Correlates of Breast Cancer and Its Treatments. Psychol Bull.
Rasjidi, I. & Hartanto, A. (2009). Kanker Payudara Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto.
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential Skills For Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. New York: Broadway Book.
Ruddon, R. W. (2007). Cancer Biology Fourth Edition. New York: Oxford University Press, Inc.
Rumah Sakit Kanker Darmais. (2002). Penatalaksanaan Kanker Payudara Terkini. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Rutter, M. (2012). Resilience As A Dynamic Concept. Development and Psychopathology, 24(2), 335-344.
Rybarczyk, B., Emery, E. E., Guequierre, L. L., Shamaskin, A., & Behel, J. (2012). The Role of Resilience in Chronic Illness and Disability in Older Adults. Springer Publishing Company.
Siebert. A. (2005). The Resiliency Advantage: Master Change, Thrive Under Pressure, Bounce Back From Setbacks. San Fransisco: Berret-Koehler Publishers.
Tapan, E. (2005). Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Taylor, S. E. (2012). Health Psychology (Eighth Edition). New York: McGraw-Hill Companies.
Tugade, M. M. & Fredrickson, B. L. (2007). Regulation of Positive Emotions: Emotion Regulation Strategies That Promote Resilience. Journal of Happiness Studies, 8, 311-333.
WHO. (2014). Non Communicable Disease. WHO International. Diunduh dari www.who.int/topics/non-communicable_ diseases/en/. 18 Maret 2015.
Yoo, G. J., Ellen, G. L., Aviv, C., Ewing, C., & Au, A. (2010). Older Women, Breast Cancer, and Social Support. Support Care Cancer, 18, 1521-1530.
71
Discussion and feedback