Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Psikologi Positif, 40-52

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

HUBUNGAN ANTARA SOCIAL COMPARISON DAN HARGA DIRI TERHADAP CITRA TUBUH PADA REMAJA PEREMPUAN Ida Ayu Wika Permata Sari dan Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]


Abstrak

Citra tubuh merupakan hal yang sangat penting bagi seorang remaja. Remaja perempuan memiliki kekhawatiran yang lebih tinggi terhadap konsep citra tubuh yang dimiliki.Seseorang biasanya dalam menilai citra tubuh yang dimiliki melalui sebuah social comparison dan juga menilai harga diri yang dimiliki untuk menghasilkan penilaian citra tubuh yang negatif ataukah positif.Subjek pada peneitian ini berjumlah 100 orang remaja perempuan yang berusia 15-18 tahun. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini ialah cluster random sampling. Alat ukur penelitian yang digunakan ialah Skala Citra Tubuh, SkalaSocial Comparison, dan Skala Harga Diri. Hasil uji analisis regresi ganda menunjukan nilai R 0,729 dan R2 0,532 sehingga dapat dikatakan bahwa perbandingan sosial dan harga dirimenentukan 53,2% citra tubuh yang dimiliki oleh remaja perempuan. Koefisien beta terstandarisasi dari social comparison sebesar -0,411 dengan nilai t sebesar -5,063 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa social comparison berhubunganterhadap citra tubuh, nilai t yang negatif menunjukan bahwa variabel social comparison memiliki hubungan yang berlawanan terhadap variabel citra tubuh, dimana artinya hubungan antara perbandingan sosial dan citra tubuh berbanding terbalik yaitu semakin tinggi social comparison, maka akan semakin rendah citra tubuhnya begitupun sebaliknya. Variabel harga diri memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,427 dengan nilai t sebesar -5,258 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,00 (<0,05) yang menunjukkan bahwa harga diri berhubungan terhadap citra tubuh, nilai t yang negatif menunjukan bahwa variabel harga diri memiliki hubungan yang berlawanan terhadap variabel citra tubuh, dimana artinya hubungan antara harga diri dan citra tubuh berbanding terbalik yaitu semakin tinggi harga diri, maka akan semakin rendah citra tubuhnya begitupun sebaliknya.

Kata Kunci : Citra Tubuh, Social Comparison, Harga Diri, dan Remaja Perempuan

Abstract

Body image is very important for adolescent. Adolescent girls have concerns that higher against the concept of body image that is owned. Someone usually in assessing body image which is owned through a social comparison and also assess the self esteem for generating a negative or positive body image assessment. Subjects in this research amounted to 100 adolescent girls aged 15-18 years. The technique sampling used in this research is cluster random sampling. Measuring instrument used in this study is the Body Image Scale, Social Comparison Scale, and Self-Esteem Scale. The result of multiple regression analysis showed the value of R 0,729 and R2 0,532 so that it can be said that the ratio of social and self-esteem to body image determines the 53.2% owned by adolescent girls. Standardized beta coefficient of social comparison of -0.411 with value of t -5.063 and has a significance level of 0.000 (<0.05) indicating that social comparisons related to body image, the value of t negative of social comparison indicates that the variable has the opposite relationship to variable body image, which means the relationship between social comparison and body image that is inversely proportional to the higher social comparisons and the lower of the body image and vice versa. Variable self esteem has standardized beta coefficient of -0.427 with at value of t -5.258 and has a significance level of 0.00 (<0.05) showing that self esteem related to body image, the value of t negative that of self esteem indicates that the variable has the opposite relationship to variable body image, which means the relationship between self-esteem and body image that is inversely proportional to the higher self-esteem, the lower of the body image and vice versa.

Keywords: Body Image, Social Comparison, Self Esteem, and Adolescent girls


LATAR BELAKANG

Kehidupan remaja senantiasa menarik untuk dibicarakan dikarenakan kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada. Sejak dulu hingga saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan fisik bagi remaja perempuan merupakan salah satu hal yang seringkali mendapat perhatian khusus (Larson, dkk dalam Santrock, 2007).

Remaja merupakan individu yang sangat memperhatikan bagaimana konsep bentuk tubuh ideal yang diinginkan dan sangat mengkhawatirkan bentuk tubuh yang dimiliki. Citra tubuh merupakan salah satu aspek psikologis dari masa pubertas yang pasti muncul pada laki-laki dan perempuan. Terdapat perbedaan jenis kelamin sehubungan dengan persepsi remaja mengenai tubuhnya. Secara umum, jika dibandingkan dengan remaja laki-laki, remaja perempuan merasa kurang puas dengan tubuhnya dan memiliki citra tubuh yang yang lebih negatif selama pubertas (Brooks-Gunn & Paikoff, Henderson & Zivian, Phillips dalam Santrock, 2007).

Menurut hasil penelitian Husni dan Indrijati (2014) mendapatkan hasil sekitar 50-80% remaja perempuan memiliki perasaan negatif mengenai bentuk dan ukuran tubuh yang dimiliki, hal ini dikarenakan memiliki tubuh ideal, ramping, dan menarik adalah impian bagi setiap remaja, khususnya remaja perempuan. Kekhawatiran akan bentuk tubuh tampak lebih sering terjadi pada populasi perempuan.

Hasil penelitian Rief, dkk(2006) yang dilakukan di Jerman didapatkan hasil bahwa 27% laki-laki dan 41% perempuan telah disibukkan dengan penampilan, setidaknya satu bagian tubuh. Sekitar 10% laki-laki dibandingkan 15,6% perempuan melaporkan cukup tidak puas dengan penampilan yang dimiliki. Hasil ini menunjukkan terjadi ketidakpuasan pada bentuk tubuh lebih banyak pada populasi perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Sementara bagian tubuh perempuan yang paling sering mengalami ketidakpuasan adalah payudara, rambut, kulit, perut, dan hidung, sedangkan pada laki-laki ialah rambut dan telinga.

Perempuan dikatakan lebih sering memikirkan mengenai citra tubuh yang dimiliki, sikap bagaimana seorang perempuan dalam melihat citra tubuhyang dimiliki akan berpengaruh terhadap penilaian bentuk tubuh yang akan menyebabkan seseorang puas atau tidak dengan citra tubuhyang dimiliki (Monteath dan McCabe, 1997).

Citra tubuhyang dimiliki seseorang dapat bersifat negatif maupun positif. Seseorang yang memiliki citra tubuh yang positif akan memiliki kepuasan akan bentuk tubuhnya (body image satisfaction) yang tinggi. Orang yang puas akan merasa nyaman dan percaya diri di lingkungan sosial, sedangkan orang yang memiliki citra tubuhyang negatif akan mengalami hambatan sosial dan juga kecemasan yang tinggi (Cash dan Flamming dalam Cash dan Pruzinky, 2002). Hal ini karena penilaian akan citra tubuh merupakan hal yang bersifat

subjektif pada tiap-tiap orang dan cenderung tidak menunjukkan kondisi sebenarnya. Fenomena ini terjadi karena penilaian citra tubuh terbentuk dari berbagai macam faktor, seperti lingkungan, budaya masyarakat, maupun media masa (Yundarini, 2014).

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosephin (2012) didapatkan hasil sebanyak 43 % perempuan yang melakukan diet memiliki keinginan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang lebih menarik dan cantik sebagai alasan paling utama. Alasan ini diikuti dengan adanya stereotipe yang muncul pada perempuan mengenai memiliki bentuk tubuh yang kurus dapat membuat penampilan menjadi lebih menarik dan juga mempermudah dalam memiliki pakaian yang diinginkan. Sebagian besar perempuan juga tidak ingin terlihat berbeda terlalu jauh dari rekan-rekannya dan juga dengan tubuh yang lebih kurus dapat mendukung setiap kegiatan yang dilakukan.

Sterotipe yang muncul didalam diri perempuan akan berdampak pada konsep citra tubuh yang dimiliki apakah nantinya akan puas atau tidak terhadap citra tubuh yang dimiliki. Apabila perempuan tidak puas akan bentuk tubuhnya maka akan melakukan berbagai cara untuk mencapai bentuk tubuh yang diinginkan, dimana salah satu fenomena yang sedang berkembang didalam masyarkat yaitu fenomena operasi plastik. Operasi palstik yang dilakukan individu merupakan cara guna memperoleh konsep cantik yang sesungguhnya diimpikan oleh individu sendiri. Dalam hasil penelitian Veale (2004) didapatkan hasil bahwa akhir-akhir ini sering sekali dilihat bahwa remaja di London sering melakukan sebuah operasi plastik guna mempercantik diri remaja. Fenomena operasi plastik salah satu akibat dari rasa tidak puasnya seseorang terhadap citra tubuh yang dimiliki. Dimana dalam hasil penelitian Veale (2004) didapatkan bahwa seorang perempuan bisa berkali-kali untuk melakukan sebuah operasi plastik guna mencapai bentuk tubuh yang diinginkan, selain itu dari adanya rasa tidak puas akan bentuk tubuhnya akan dapat menyebabkan perempuan mengalami gannguan, seperti gangguan pola makan maupun diet yang ekstrim.

Hasil penelitian Rahmawati (2013) dalam salah satu hasil kutipan wawancara dengan seorang remaja perempuan mengatakan bahwa remaja perempuan sangat memperhatikan bentuk tubuh yang dimiliki dan sangat takut apabila tidak menarik lagi, sehingga akan berusaha untuk menjaga agar citra tubuh yang dimiliki tetap terlihat menarik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yundarini (2014) diperoleh hasil mengenai citra tubuh. Citra tubuh dibagi menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif. Sebagian besar remaja perempuan kelas XI yang berusia 1516 tahun disalah satu SMA Denpasar memiliki citra tubuh positif, namun masih terdapat persentase remaja perempuan dengan citra tubuh negatif sebanyak 18,6%. Hasil tabulasi

silang yang dilakukan oleh Yundarini (2014) antara citra tubuh dan usia remaja perempuan didapatkan data bahwa remaja perempuan dengan citra tubuh negatif sebagian besar terjadi pada remaja kelompok usia 16 tahun, sedangkan hasil tabulasi silang antara citra tubuh dengan indeks massa tubuh menunjukkan bahwa citra tubuh negatif paling banyak terjadi pada remaja perempuan dengan indeks massa tubuh normal. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wiranatha dan Supriyadi (2015) yang menunjukan bahwa sebagian besar remaja perempuan di Denpasar memiliki citra tubuh yang negatif, yaitu remaja perempuan menilai dan memandang tubuhnya sendiri tidak sesuai dengan harapan.

Rudd dan Lennon (2000) melihat dua komponen yang membangun citra tubuhyaitu komponen persepsi dan komponen sikap. Kedua komponen ini saling memengaruhi dan mendukung pembentukan citra tubuh. Komponen persepsi melihat tubuh individu melalui ukuran, bentuk, berat badan dan penampilannya. Sementara komponen sikap merasakan tubuhnya sendiri dan memengaruhi pola tingkah laku individu dimunculkan dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan terhadap kondisi fisiknya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudd dan Lennon (2000) menyatakan beberapa remaja perempuan merasa cukup puas terhadap bentuk tubuh yang dimiliki, namun beberapa remaja perempuan lainnya merasa tidak puas akan bentuk tubuhnya. Perasaan tidak puas terhadap citra tubuhyang dimiliki oleh perempuan disebabkan karena remaja perempuan terlalu fokus akan bentuk tubuh ideal yang diinginkan dan juga berat badan ideal yang ingin dimiliki.

Hanya sedikit remaja yang puas dengan penampilan yang dimiliki dan banyak yang memikirkan suatu cara yang dapat memperbaiki penampilan. Dalam hasil penelitian Rudd dan Lennon (2000) mendapatkan hasil bahwa remaja perempuan merasa memiliki tubuh ideal merupakan hal yang penting dan daya tarik fisik seseorang sangat berpengaruh dalam hubungan sosial, sehingga seseorang akan melakukan berbagai cara untuk memperoleh konsep citra tubuhyang diinginkan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Monteath dan McCabe (1997) di Austalia didapatkan hasil bahwa 94% perempuan memiliki konsep citra tubuhyang negatif dan lebih menginginkan memiliki citra tubuhyang lebih kecil dari pada ukuran yang sebenarnya dimiliki, 5% memiliki penilaian yang positif dan merasa puas terhadap citra tubuhyang dimiliki, dan 1% ingin terlihat lebih gemuk dari ukuran tubuh yang dimilikinya.

Seorang remaja memiliki kecenderungan untuk melihat diri sendiri dan membandingkannya dengan orang lain di lingkungannya maupun media massa. Remaja memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan social comparison ketika mengevaluasi dirinya yang dapat

menimbulkan rasa tidak puas terhadap dirinya (Rubble dkk dalam Santrock, 2007).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jones (2001) didapatkan hasil bahwa remaja paling sering melakukan social comparison terhadap seorang model atau teman sebaya untuk menilai tinggi badan, berat badan, cara berpenampilan dan juga kepintaran. Baik remaja perempuan maupun laki-laki dikatakan sama-sama tinggi dalam melakukan social comparison dengan seorang model maupun teman sebayanya terkait dengan penampilan.

Remaja laki-laki maupun perempuan melakukan social comparison terhadap teman sebaya yang memiliki jenis kelamin yang sama dengan diri remaja sendiri, tetapi seorang perempuan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan social comparison. Teman sebaya merupakan target yang paling tinggi bagi remaja untuk melakukan social comparison guna mengevalusi diri, khususnya mengenai penampilan yang dimiliki (Jones, 2001).

Social comparison yang dilakukan membuat perempuan semakin merasa tidak puas dengan bentuk tubuh yang dimiliki. Social comparison yang dilakukan membuat perempuan semakin sering mengamati tubuhnya dan sekaligus menstimulasi untuk membandingkan tubuhnya dengan perempuan lain, maka disinilah proses social comparison terjadi (Jones, 2001).

Social comparison merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh remaja perempuan guna mengevaluasi diri secara keseluruhan, termasuk menilai dan mengevaluasi citra tubuh yang dimiliki, apakah citra tubuh yang dimiliki sudah sesuai dengan keinginan ataukah belum. Melalui social comparison seorang perempuan belajar untuk mengenali bagaimana konsep yang ideal didalam masyarakat, apakah penampilannya menarik atau tidak menarik, bagaimanakah standar ideal yang dimiliki masyarakat, kemudian seorang perempuan akan mengidentifikasinya melalui sebuah social comparison. Hal inisesuai dengan pernyataan Jones (2001) bahwa social comparison merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam pembentukan citra tubuhseseorang yang kemudian akan memengaruhi seseorang apakah puas atau tidaknya terhadap bentuk tubuhnya.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sunartio, Sukamto, dan Dianovinina (2012) didapatkan hasil bahwa individu paling sering membandingkan bentuk tubuhnya dengan bentuk tubuh perempuan lain seperti membandingkan dengan anggota keluarga (46.2%) dan teman (40.6%). Hasil selanjutnya diketahui bahwa bentuk tubuh perempuan lain yang lebih menarik (73.3%) adalah bentuk tubuh yang paling sering dijadikan pembanding saat membandingkan diri. Karena objek pembandingnya adalah bentuk tubuh yang lebih menarik, maka kecenderungan untuk melakukan social comparison akan meningkatkan ketidakpuasan bentuk tubuh pada remaja. Hasil selanjutnya adalah mengetahui faktor-

faktor apa saja yang berhubungan dengan besarnya perhatian perempuan terhadap bentuk tubuhnya, apakah faktor keluarga, teman, pacar atau lainnya. Diketahui bahwa teman (30.9%) dan keluarga (27.8%) merupakan faktor yang paling memengaruhi perhatian seorang perempuan terhadap bentuk tubuhnya. Hal ini terjadi karena teman dan keluarga adalah orang yang paling sering membandingkan-bandingkan bentuk tubuh seorang perempuan, sehingga tentu saja kedua faktor ini berperan besar dalam memengaruhi evaluasi bentuk tubuh. Seorang perempuan dengan tingkat social comparison yang cenderung tinggi merasa tidak puas terhadap bentuk tubuh yang dimiliki setelah membandingkan dengan bentuk tubuh perempuan lain yang lebih menarik. Seorang perempuan yang memiliki tingkat social comparison yang cenderung rendah memiliki perasaan puas terhadap bentuk tubuhnya (Sunartio, Sukamto, dan Dianovinina, 2012).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Husni dan Indriajti (2014) didapatkan hasil bahwa adanya pengaruh social comparison pada model dalam iklan kecantikan di televisi terhadap citra tubuh pada remaja perempuan yang obesitas. Hal tersebut membuktikan bahwa social comparison merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terbentuknya citra tubuh.

Dimasyarakat cenderung adanya stereotipe yang negatif mengenai orang yang memiliki berat badan berlebih itu tidaklah bagus, sehingga akan tertanam konsep pada perempuan secara stereotipe mengenai kecantikan dan berat badan yang ideal seperti apa dan akan berdampak pada diri seorang perempuan (Moonteath dan McCabe, 1997).

Stereotipe yang dimiliki mengenai kecantikan akan berdampak pada konsep penilaian individu mengenai diri yang akan memengaruhi harga diri individu, hal ini dikarenakan harga diri merupakan salah satu aspek yang memengaruhi citra tubuh (Santrock, 2007).

Harga diri juga merupakan salah satu faktor terjadinya masalah pada citra tubuh, baik laki-laki maupun perempuan.Hasil penelitan yang didapatkan oleh Rahmania dan Ika (2012) menunjukkan harga dirierat kaitannya sebagai penyebab body dismorphic disorder. Didalam hasil penelitian Rahmania dan Ika (2012) mengungkapkan bahwa seorang perempuan yang memiliki harga diriyang tinggi maka akan memiliki gambaran yang positif terhadap diri, dan sebaliknya jika seorang perempuan memiliki harga diri yang rendah, maka akan merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya dan selalu memikirkan kekurangan yang dimiliki sehingga ini menyebabkan adanya indikasi mengalami kecenderungan body dismorphic disorder.

Hal senada juga didapatkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Herabadi (2007) didapatkan hasil bahwa harga diri yang dimiliki seseorang berkorelasi secara negatif dengan ketidakpuasan terhadap tubuh dan kebiasaan memikirkan bentuk tubuh yang negatif. Salah satu faktor yang

memberikan kontribusi dalam memprediksi harga diri ialah banyaknya jumlah pikiran negatif mengenai tubuh yang pernah muncul dalam pikiran seseorang.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat dikatakan bahwa pada usia remaja konsep citra tubuh yang ideal menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena memiliki bentuk tubuh yang ideal merupakan salah satu hal yang diinginkan oleh seorang remaja, khususnya remaja perempuan. Seorang remaja juga cenderung akan melakukan evaluasi terhadap citra tubuh yang dimiliki, apakah sudah ideal ataukah tidak.

Menurut Flyn (2003) seseorang dalam melakukan sebuah evaluasi diri biasanya akan melakukan sebuah social comparison dan juga melakukan penilaian akan harga diri yang akan menyebabkan seseorang mengahasilkan evaluasi diri apakah negatif ataukah positif.

Social comparison yang dilakukan oleh remaja perempuan merupakan salah satu cara individu guna mengevaluasi diri secara keseluruhan, termasuk menilai dan mengevaluasi citra tubuh yang dimiliki, apakah citra tubuh yang dimiliki sudah sesuai dengan keinginan ataukah belum. Melalui social comparison seorang perempuan belajar untuk mengenali bagaimana konsep yang ideal didalam masyarakat, apakah penampilannya menarik atau tidak menarik, bagaimanakah standar ideal yang dimiliki masyarakat, kemudian seorang perempuan akan mengidentifikasinya melalui sebuah social comparison. Hal inisesuai dengan pernyataan Jones (2001) bahwa social comparison merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam pembentukan citra tubuhseseorang yang kemudian akan memengaruhi seseorang apakah puas atau tidaknya terhadap bentuk tubuhnya.

Remaja perempuan selain mengevaluasi diri melalui social comparison, remaja perempuan juga melakukan penilaian akan harga diri yang dimiliki remaja perempuan yang nanti akan memengaruhi citra tubuh yang dimiliki. Hal ini menunujukan bahwa harga dirimerupakan salah satu hal penting dalam menilai citra tubuhyang dimiliki remaja. Dengan demikian hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian terhadap hubungan social comparison dan harga diri terhadapcitra tubuh yang dimiliki pada remaja perempuan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dalam pengembangan ilmu bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, psikologi klinis dan psikologi sosial terkait hubungan antara social comparison dan harga diriterhadap citra tubuhseorang remaja perempuan. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat praktis bagi remaja perempuan dalam hal menilai citra tubuh yang dimiliki. Diharapkan dari adanya hasil penelitian ini dapat membantu remaja perempuan dalam menilai konsep citra tubuh yang dimiliki. Jika seorang remaja puas akan citra tubuhnya maka remaja perempuan akan menerima kondisi

dirinya sehingga akan mencintai diri dan bahagia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun jika seorang remaja memiliki rasa tidak puas akan bentuk tubuh, maka akan menimbulkan rasa kurang percaya diri akan penampilan dan dirinya sehingga remaja akan memikirkan berbagai cara untuk dapat memenuhi konsep bentuk tubuh yang ideal seperti gangguan makan, perilaku mengurung diri dan juga memiliki kecemasan yang tinggitentang tubuhserta penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk lingkungan sekitar seperti keluarga dan teman. Diharapkan lingkungan sekitar dapat menghilangkan stereotype mengenai konsep cantik itu ialah langsing dan memiliki bentuk tubuh yang ideal, yang akan memengaruhi penilaian citra tubuh seseorang.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah social comparison dan harga diri serta variabel tergantung dalam penelitian ini adalah citra tubuh

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini, adalah :

  • 1.    Social Comparison

Social comparison ialahpenilaian secara kognitif yang dilakukan individu guna mengevaluasi diri melalui penilaian yang dilakukan dengan orang lain guna memperoleh informasi mengenai evaluasi diri yang akurat, self enhancement, perbaikan diri dan juga pemahaman komuni. Social comparison diukur dengan Skala Social comparison yang mengacu pada aspek–aspek social comparison yang diungkapkan oleh Jones (2001) diantaranya ialah aspek perbandingan tinggi tubuh, perbandingan berat badan, perbandingan bentuk tubuh,     perbandingan wajah,

perbandingan gaya, perbandingan ketenaran, perbandingan kepintaran, dan perbandingan kepribadian.

  • 2.    Harga Diri

Harga dirimerupakan aspek evaluatif seorang individu yang menunjukkan sejauh mana individu tersebut percaya akan dirinya, yakin terhadap kemampuannya untuk mengatasi berbagai tantangan didalam diri, sehingga individu memiliki keberartian diri yang dinyatakan dalam sikap individu itu sendiri dan dapat menyebabkan individu memiliki penilaian harga diri yang tinggi maupun rendah. Harga diri diukur dengan Skala Harga Diri yang mengacu pada aspek-aspek harga diri yang diungkapkan oleh Heatherton dan Wyland(2003) diantaranya ialah aspek performance, aspek secara sosial, dan aspek secara penampilan.

  • 3.    Citra Tubuh

Citra tubuhialah evaluasi subjektif dari penampilan seseorang dan bagaimana cara seseorang mempersepsikan tubuhnya sehubungan dengan konsep ideal yang dimiliki yang dibentuk didalam pikiran individu sendiri yang dapat

melahirkan suatu penilaian yang positif maupun negatif mengenai citra tubuh yang dimiliki. Citra tubuh diukur dengan Skala Citra tubuh yang mengacu pada aspek-aspek yang diungkapkan oleh Cash (2000) diantaranya ialah aspek evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan persepsi terhadap ukuran tubuh.

Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja perempuan di Kota Denpasar hal ini karena menurut Dinas Pendidikan Provinsi Bali pada tahun 2015/2016 jumlah remaja perempuan yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) baik SMA Negeri maupun SMA Swasta yang berada di Kota Denpasar lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain yang berada di Provinsi Bali.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari remaja perempuan di Kota Denpasar yang memiliki karakteristik :

  • 1.    Merupakan seorang remaja perempuan

  • 2.    Remaja perempuan berusia pada rentang 15-18 tahun

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Teknik cluster random sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan daerah populasi yang telah ditentukan oleh peneliti (Sugiyono, 2009). Pengambilan cluster random sampling dilakukan dalam two satge cluster sampling, dimana dalam penelitian ini daerah populasinya ialah sekolah menengah atas (SMA) di kota Denpasar. Tahap pertama ialah sekolah menengah atas (SMA) di kota Denpasar terdiri atas SMA swasta dan SMA negeri, lalu dalam penelitian ini peneliti memilih SMA Negeri yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya ialah dari delapan SMA Negeri yang ada di kota Denpasar, peneliti menyebarkan surat ijin penelitian, dan terpilhlah SMA Negeri 6 Denpasar yang menjadi subjek dalam penelitian ini.

Pada proses pengambilan data jumlah skala penelitian yang disebar sebanyak 100 eksemplar dan 100 eksemplar skala penelitian memenuhi syarat untuk dapat dianalisis.

Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 15 November 2016. Penyebaran skala penelitian dilakukan di SMA Negeri 6 Denpasar.

Alat Ukur

Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tiga skala penelitian yaitu Skala Citra Tubuh, Skala Social Comparison, dan Skala Harga Diri. Skala Citra Tubuh yang digunakan pada penelitian dimodifikasi dari skala Wiranatha dan Supriyadi (2015) yang mengacu pada aspek-aspek citra tubuh yang dikemukakan oleh Cash (2000), Skala Social comparison

disusun sendiri oleh peneliti yang mengacu pada aspek-aspek social comparisonyang dungkapkan oleh Jones (2001). Skala Harga Diri disusun sendiri oleh peneliti yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Heatherton dan Wyland(2003).

Skala Citra Tubuh terdiri dari 30 aitem, Skala Social Comparison terdiri dari 38 aitem serta Skala Harga Diri terdiri dari 26 aitem. Skala Citra Tubuh, Skala Social Comparison dan Skala Harga Diri terdiri dari aitem favorable dan unfavorable. Penilaian skala dikategorikan dalam empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai.

Validitas alat ukur pada penelitian ini menggunakan validitas isi dan konstruk. Validitas isi diukur berdasarkan pendapat ahli (expert judgement) serta menguji validitas konstruk dengan cara mengeliminasi skor corrected item-total correlation sama denganataukurang dari 0,30 ( > 0,30 ). Uji reliabilitas alat ukur pada penelitian ini dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha.Alat ukur dikatakan reliabel apabila skor reliabilitasnya lebih dari 0,60 ( > 0,60 ).

Uji validitas Skala Citra Tubuh menghasilkan 22 aitem valid dan 8 aitem gugur. Aitem yang valid memiliki koefisien validitas yang yang bergerak dari 0,463 – 0,886.Hasil uji reliabilitas Skala Citra Tubuh menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah sebesar 0,983.

Uji validitas Skala Social Comparison menghasilkan 25 aitem valid dan 13 aitem gugur. Aitem yang valid memiliki koefisien validitas yang bergerak dari 0,561– 0,824. Hasil uji reliabilitas Skala Social Comparison menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah sebesar 0,964.

Uji validitas Skala Harga Diri yang telah dilakukan menghasilkan 19 aitem valid dan 7 aitem gugur. Aitem yang valid memiliki koefisien validitas yang bergerak dari 0,570 – 0,878.Hasil uji reliabilitas Skala Harga Diri menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah sebesar 0,964.

Teknik Analisis Data

Pengujian hipotesis dilakukan setelah data penelitian terlebih dahulu melewati syarat uji asumsi yaitu uji normalitas, uji liniearitas, dan uji multikolinearitas. Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, uji linearitas menggunakan uji Compare Mean, uji multikolinearitas melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Collinierity Tolerance. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis mayor dan hipotesis minor. Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 21.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Berdasarkan karakteristik subjek diperoleh bahwa total subjek berjumlah 100 orang. Berdasarkan usia mayoritas usia remaja perempuan berada pada usia 15 tahun d dengan persentase

sebesar 41%. Berdasarkan berat badan, mayoritas remaja perempuan memiiki berat badan pada rentang 51-60 kg dngan persentase sebesar 47%.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi data penelitian yaitu kepuasan perkawinan, komunikasi interpersonal, dan ekspresi emosi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabtl 1

Deskripsi data penelitian

Variabel

N

Mean Teoritis

Mean Empiris

Std

Deviasi

Teontis

Std Deviasi

Empiris

Sebaran

Teoritis

Sebaran Empiris

CT

IOO

55,00

44,99

11,00

17,778

22-88

22-80

PS

IOO

62,50

70,24

12,50

19,207

25-100

34-97

HD

IOO

47,50

50,74

9,50

12,008

19-76

25-76

Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa citra tubuh memiliki mean empiris lebih kecil dari mean teoritis dengan perbedaan sebesar -10,01 (mean empiris <mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki penilaian citra tubuh yang rendah. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara antara 22 sampai 80 yang berdasarkan penyebaran frekuensi 23% subjek berada di atas mean teoritis.Pada tebel 1, dapat dilihat bahwa social comparison memiliki mean empiris lebih besar dari mean teoritis dengan perbedaan sebesar 7,74 (mean empiris > mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki social comparison yang tinggi. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 34 sampai 97 yang berdasarkan penyebaran frekuensi 67% subjek berada di atas mean teoritis. Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa harga diri memiliki mean empiris lebih besar dari mean teoritis dengan perbedaan sebesar 3,24 (mean empiris > mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki penilaian harga diri yang tinggi. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 25 sampai 76 yang berdasarkan penyebaran frekuensi 61% subjek berada di atas mean teoritis.

Uji Asumsi

label 2

Uji noπnalitas data penelitian

Variabel

Kolmosorof-Smirnov Z

Asγmp∙ Sis. (2-tailed) (P)

Citra Tubuh

1.322

0.061

Social Comparison

1,079

0.195

Harsa Diri

0,082

0.418

Pada penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan melihat signifikansi. Data dikatakan normal apabila hasil probabilitas p>0,05 (Santoso, 2005). Pada tabel 2, dapat dilihat variabel citra tubuh berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorof-Smirnov sebesar 1,322 dengan signifikansi 0,061 (p>0,05). Variabel social comparison berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorof-

Smirnov sebesar 1,079 dengan signifikansi 0,195 (p>0,05). Variabel harga diri berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorof-Smirnov sebesar 0,082 dengan signifikansi 0,418 (p>0,05).

regresi (R) sebesar 0,729 dengan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,532. Koefisien determinasi sebesar 0,532 menunjukkan bahwa social comparisondan harga diri memberikan sumbangan efektif sebesar 53,2% terhadap citra tubuh, sedangkan 46,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Tabel 3

Uji Iinearitas data peneltian

F

Sis.

(Combined)

3,573

,000

Citra Tubuh *

Between

LinearitX'

82,571

,ooo

Social Comparison

Groups

Deviation from

Linearitxr

1,646

,041

(Combined)

2,831

,ooo

Linearitxr

66.661

.000

Cxtra Tubuh *

Between

Deviation from

Harga Diri

Groups

Linearitxr

0,955

,548

Tabel 6

Hasil uji regresi berganda signifikansi nilai F

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

⅛-

Regression

1665 0,06 7

2

8325,034

55,156

,000

Residual

14640.923

97

150.937

Total

31290.990

99

Pada penelitian ini, uji linearitas menggunakan uji Compare Mean dengan melihat nilai signifikansi pada Linierity dibawah 0,05 (p<0,05) (Priyatno, 2012). Pada tabel 3, dapat diketahui bahwa variabel citra tubuh dan social comparison memiliki nilai signifikansi Linearity sebesar 0,000 (p<0,05) serta variabel citra tubuhdan harga diri memiliki nilai signifikansi Linearity sebesar 0,000 (p<0,05). Pada uji linearitas dapat dikatakan terdapat hubungan yang linear antara citra tubuh dengan social comparisondan citra tubuh dengan harga diri.

Tabel 4

Uji Uiultikolinearitas data penelitian

Model

Signifikansi

Collinearit∙ Statistics

Keteransan

Tolerance

VIF

Social Comparison

,000

,733

1.365

Tidak ada multikolinearitas

Harga Diri

,000

,733

1465

Tidak ada multikolinearitas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui kesalahan standar estimasi model dalam penelitian. Analisis dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Collinierity Tolerance. Metode regresi dianggap baik ketika variabel bebas tidak memiliki korelasi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari nilai VIF < 10 dan nilai Collinierity Tolerance > 0,1 (Gunawan, 2016). Pada tabel 4, menunjukkan bahwa nilai Tolerance sebesar 0,733 (> 0,1) dan nilai VIF sebesar 1,365 (<10), sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat multikolinearitas atau tidak ada hubungan yang linear antar variabel bebas yaitu social comparisondan harga diri.

Uji Hipotesis

Hasil uji regresi berganda variabel social comparisondan harga diri terhadap citra tubuh adalah sebagai berikut :

Tabel?

_______________________Hasil uji regresi berganda data pSiieltian________________________ R______________RSquare________Adjusted R Square Std. Error of the Estimate____________

0,729 0,532 0,522 122S6

Pada tabel 5, dapat dilihat bahwa hubungan yang terjadi antara variabel bebas dan variabel tergantung pada nilai koefisien

Pada tabel 6, diperoleh F hitung adalah 55,156dengan taraf signifikansi 0,000 (<0,05) sehingga model regresi dapat

digunakan untuk memprediksi citra tubuh. Berdasarkan hasil di atas dapat dikatakan bahwa social comparison dan harga diri secara bersama-sama berhubungan terhadap citra tubuh.

Tabel 7

Hasil uji regresi berganda nilai koefisien beta dan nilai t social comparison dan harga _____________________________diri terhadap citra tubuh____________________________

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

B

Std. Error

Beta

(Constant)

103,752

5.765

17,996

.ooo

Social Comparison

-.380

.075

-.411

-5,063

.ooo

Harga Diri

-.632

.120

-.427

-5,258

.ooo

Pada tabel 7, dapat dilihat bahwa social comparisonmemiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,411 dengan nilai t sebesar -5,063 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa social comparisonberhubungan terhadap citra tubuh, nilai t yang negatif menunjukan bahwa variabel social comparisonmemiliki hubungan yang berbanding terbalik terhadap variabel citra tubuh, dimana artinyasemakin tinggi social comparison, maka akan semakin rendah citra tubuhnya begitupun sebaliknya. Variabel harga diri memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,427 dengan nilai t sebesar -5,258 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,00 (<0,05) yang menunjukkan bahwa harga diri berhubungan terhadap citra tubuh, nilai t yang negatif menunjukan bahwa variabel harga diri memiliki hubungan yang berbanding terbalik terhadap variabel citra tubuh, dimana artinya semakin tinggi harga diri, maka akan semakin rendah citra tubuhnya begitupun sebaliknya.

Hasil uji regresi berganda pada tabel 7, juga dapat memprediksi taraf citra tubuh dari masing-masing subjek dengan melihat persamaan garis regresi sebagai berikut:

Y = 103,752 - 0,380 X1 - 0,632 X2

Keterangan :

Y = Citra Tubuh

  • X1 = Social Comparison

X2 = Harga Diri

  • a.    Konstanta sebesar 103,752 menyatakan bahwa jika tidak ada penambahan atau peningkatan skor pada social comparisonataupun harga diri maka taraf citra tubuh sebesar 103,752.

  • b.    Koefisien regresi X1 sebesar 0,380 dan bertanda negatif, ini menunjukan bahwa X1 mempunyai hubungan yang berlawanan arah. Hal ini mengandung arti setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel social comparison, maka akan terjadi penurunan taraf citra tubuh sebesar 0,380.

  • c.    Koefisien regresi X2 sebesar 0,632 dan bertanda negatif, ini menunjukan X2 mempunyai hubungan yang berlawanan arah. Hal ini mengandung arti setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel harga diri, maka akan terjadi penurunan taraf citra tubuh sebesar 0,632.

Ringkasan hasil uji terhadap hipotesis mayor dan hipotesis minor pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8.

Rangkuman hasil uji hipotesis penelitian

No Hipotesis

Hasil

1 Hipotesis Mayor:

Terdapat hubungan antara social comparison dan harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan

Diterima

  • 2 Hipotesis Minor:

  • a. Terdapat hubungan antara social comparison terhadap citra tubuh pada remaja perempuan

Diterima

b. Terdapat hubungan antara harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan

Diterima

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda, dapat diketahui bahwa pengujian hipotesis mengenai adanya hubungan dari social comparisondan harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan dapat diterima. Hipotesis dapat diterima dilihat pada nilai koefisien regresi (R) dalam hasil penelitian menunjukkan sebesar 0,729 dengan F hitung sebesar 55,156 dengan taraf signifikansi 0,000 (<0,05) menunjukkan bahwa social comparisondan harga diri secara bersama-sama berhubungan terhadap citra tubuh pada remaja perempuan.

Koefisien determinasi sebesar 0,532 yang menunjukkan bahwa kedua variabel bebas yaitu social comparisondan harga diri secara bersama-sama memberikan sumbangan efektif sebesar 53,2% terhadap citra tubuh. Maka dapat dikatakan bahwa social comparisondan harga diri menentukan 53,2%

citra tubuh yang dimiliki oleh remaja perempuan, sedangkan 46,8% dipengaruhi oleh variabel atau faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Pada koefisien beta terstandarisasi, diketahui bahwa social comparisonmemiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,411 dengan nilai t sebesar -5,063 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa social comparisonberhubungan terhadap citra tubuh, nilai t yang negatif menunjukan bahwa variabel social comparisonmemiliki hubungan yang berlawanan terhadap variabel citra tubuh, dimana artinya hubungan antara social comparisondan citra tubuh berbanding terbalik yaitu semakin tinggi social comparison, maka akan semakin rendah citra tubuhnya begitupun sebaliknya. Variabel harga diri memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,427 dengan nilai t sebesar -5,258 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,00 (<0,05) yang menunjukkan bahwa harga diri berhubungan terhadap citra tubuh, nilai t yang negatif menunjukan bahwa variabel harga diri memiliki hubungan yang berlawanan terhadap variabel citra tubuh, dimana artinya hubungan antara harga diri dan citra tubuh berbanding terbalik yaitu semakin tinggi harga diri, maka akan semakin rendah citra tubuhnya begitupun sebaliknya.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa social comparisondan harga diri secara bersama-sama berperan terhadap variabel citra tubuh atau dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara social comparisondan harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan. Adanya hubungan antara social comparisondan harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan dapat disebabkan karena citra tubuh merupakan evaluasi atau sikap yang dimiliki oleh seseorang terhadap tubuhnya. Evaluasi atau sikap tersebut bisa berupa perasaan suka, puas, atau positif yang ditunjukan dengan penerimaan terhadap bentuk tubuh yang dimiliki atau juga bisa berupa perasaan tidak suka, tidak puas, atau negatif terhadap terhadap bentuk fisik seperti ukuran tubuh, berat badan, dan betuk tubuh (Cash dan Pruzinky, 2002). Seseorang dalam melakukan sebuah evaluasi diri biasanya akan melakukan sebuah social comparisondan juga melakukan penilaian akan harga diri, yang akan menyebabkan seseorang mengahasilkan evaluasi diri apakah negatif ataukah positif (Flyn, 2003).

Social comparison merupakansalah satu cara yang dilakukan oleh remaja perempuan guna mengevaluasi diri secara keseluruhan, termasuk menilai dan mengevaluasi citra tubuh yang dimiliki, apakah citra tubuh yang dimiliki sudah sesuai dengan keinginan ataukah belum. Melalui social comparisonseorang perempuan belajar untuk mengenali bagaimana konsep yang ideal didalam masyarakat, apakah penampilannya menarik atau tidak menarik, bagaimanakah standar ideal yang dimiliki masyarakat, kemudian seorang perempuan akan mengidentifikasinya melalui sebuah social

comparison. Hal inisesuai dengan pernyataan Jones (2001) bahwa social comparisonmerupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam pembentukan citra tubuhseseorang yang kemudian akan memengaruhi seseorang apakah puas atau tidaknya terhadap bentuk tubuhnya.

Harga diri juga merupakan salah satu faktor terjadinya masalah pada citra tubuh, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini dikarenakan harga diri merupakan salah satu aspek yang memengaruhi citra tubuh (Santrock, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herabadi (2007) menunjukan bahwasalah satu faktor yang memberikan kontribusi dalam memprediksi harga diri ialah banyaknya jumlah pikiran negatif mengenai tubuh yang pernah muncul dalam pikiran seseorang. Dengan demikian menunjukan bahwa harga dirimerupakan salah satu hal penting dalam menilai citra tubuhyang dimiliki remaja.

Pada hasil penelitian ini, variabel citra tubuh memiliki mean teoritis sebesar 55,00 dan mean empiris sebesar 44,99, perbedaan mean empiris dan mean teoritis pada variabel citra tubuh sebesar -10,01. Mean empiris lebih kecil dari mean teoritis (mean empiris < mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki penilaian citra tubuh yang rendah. Mayoritas subjek memiliki taraf penilaian citra tubuh yang sangat rendah sebanyak 42 orang (42%), subjek dengan taraf penilaian citra tubuh rendah berjumlah 21 orang (21%), subjek dengan taraf penilaian citra tubuh sedang berjumlah 15 orang (15%), subjek dengan taraf penilaian citra tubuh tinggi berjumlah 10 orang (10%) dan subjek dengan penilaian citra tubuh sangat tinggi berjumlah 12 orang (10%). Dari data yang dihasilkan bahwa mayoritas subjek memiliki penilaian citra tubuh yang sangat rendah dan rendah.

Citra tubuh adalah evaluasi atau sikap yang dimiliki oleh seseorang terhadap tubuhnya. Evaluasi atau sikap tersebut bisa berupa perasaan suka, puas, atau positif yang ditunjukan dengan penerimaan terhadap bentuk tubuh yang dimiliki atau juga bisa berupa perasaan tidak suka, tidak puas, atau negatif terhadap terhadap bentuk fisik seperti ukuran tubuh, berat badan, dan betuk tubuh (Cash dan Pruzinky, 2002).

Penilaian akan citra tubuh merupakan hal yang bersifat subjektif pada tiap-tiap orang dan tidak menunjukkan kondisi sebenarnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Yundarini (2014) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja perempuan memiliki penilaian citra tubuh yang negatif dengan mayoritas berat badan yang normal. Fenomena ini dapat terjadi karena penilaian citra tubuh yang dimiliki pada setiap orang adalah berbeda-beda.

Masa remaja disebut juga masa pubertas dimana pekembangan fisik berlangsung cepat yang menyebabkan remaja sangat memperhatikan citra tubuh yang dimiliki. Remaja merupakan individu yang sangat memperhatikan bagaimana konsep

bentuk tubuh ideal yang diinginkan dan sangat mengkhawatirkan bentuk tubuh yang dimiliki. Hal ini terjadi terutama saat masa dimana remajamengalami pubertas dan mengalami perubahan sosial dan perubahan fisik yang sangat drastis serta mengalami banyak tekanan dari relasi pertemanan pada remaja itu sendiri. Perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja cenderung membuat remaja semakin menyadari akan penampilan fisiknya dan mulai memperhatikan penampilan diri. Dengan memperhatikan penampilan fisik yangdimiliki tersebut, maka di dalam diri remaja dapat menumbuhkan konsep diri yang ideal bagi remaja itu sendiri(Santrock, 2007 ). Hanya sedikit remaja yang puas dengan penampilan yang dimiliki dan banyak yang memikirkan suatu cara yang dapat memperbaiki penampilan. Memiliki tubuh ideal, ramping dan menarik adalah impian bagi setiap remaja, khususnya remaja perempuan. Kekhawatiran akan bentuk tubuh tampak lebih sering terjadi pada populasi perempuan. Perempuan dikatakan lebih sering memikirkan mengenai citra tubuh yang dimiliki, sikap bagaimana seorang perempuan dalam melihat citra tubuhyang dimiliki akan berpengaruh terhadap penilaian bentuk tubuh yang akan menyebabkan seseorang puas atau tidak dengan citra tubuhyang dimiliki (Monteath dan McCabe, 1997).Citra tubuhnegatif biasanya disamakan dengan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh. Seseorang yang memiliki konsep citra tubuh yang negatif biasanya mengevaluasi beberapa dari aspek penampilannya secara negatif (Cash dan Pruzinsky, 2002).

Konsep citra tubuh negatif diartikan sebagai tidak puasnya seorang individu terhadap penampilan yang dimiliki. Citra tubuh yang negatif akan membuat seseorang mungkin tidak suka dengan bentuk tubuh yang dimiliki sehingga individu tersebut belum mempertahankan perasaan menerima secara keseluruhan mengenai bentuk tubuh yang dimiliki, atau individu merasa memiliki cacat penampilan secara keseluruhan (Cash dan Pruzinsky, 2002).Konsep citra tubuh yang negatifdapat berasal dari lingkungan, orang lain, atau pengalaman masa lalu yang telah menanamkan pemikiran negatif didalam diri seseorang. Ejekan yang terus menerus pada pada penampilan sejak masa kecil bisa memiliki dampak yang bertahan pada konsep citra tubuh. Banyak orang dewasa yang memiliki rasa tidak suka yang kuat terhadap penampilan akibat pengalaman masa kecil. Beberapa studi mengindikasikan bahwa ejekan berpengaruh secara langsung terhadap persepsi tubuh saat dewasa, gangguan pola makan, dan keseluruhan kesehatan psikologis (Thompson, 1996).

Penelitian lain juga menunjukan bahwa faktor-faktor sosial juga menyebabkan seseorang memiliki citra tubuh yang negatif atau tidak puasnya seseorang terhadap bentuk tubuhnya. Media, budaya, dankeluarga merupakan salah satu penyebabnya. Media merupakan salah satu faktor penyebab utama dari seseorang memiliki citra tubuh yang negatif yang diyakini oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya

tanggapan mengenai representasi perempuan kurus yang sering ditampilkan di media, seperti di majalah, koran, televisi, film-film, dan bahkan novel yang menggunakan gambar perempuan yang memiliki tubuh yang kurus dan ideal. Perempuan yang digunakan oleh media umumnya memiliki tubuh yang kurus, dan oleh karena itu seseorang dituntut untuk percaya bahwa kurus merupakan sesuatu yang ideal bagi dirinya (Ogden, 2002).

Hasil penelitian pada deskripsi data penelitian menunjukan social comparisonmemiliki mean teoritis sebesar 62,50 dan mean empiris sebesar 70,24 perbedaan mean empiris dan mean teoritis pada variabel social comparisonsebesar 7,74. Mean empiris lebih besar dari mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa remaja perempuan memiliki taraf social comparisonyang tinggi. Hal ini didukung denganhasil kategorisasi data dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki taraf social comparisonsangat tinggi sebanyak 34 orang (34%) dan subjek dengan taraf social comparisontinggi berjumlah 21 orang (21%). Subjek dengan taraf perabandingan sosial sedang berjumlah 18 orang (18%). Subjek dengan taraf social comparisonrendah berjumlah 14 orang (14%) dan subjek dengan taraf social comparisonsangat rendah berjumlah 13 orang (13%).

Dalam hasil penelitian ini mayoritas subjek memiliki taraf social comparisonyang sangat tinggi dan tinggi, sehingga dapat berkontribusi terhadap penilaian citra tubuh yang sangat rendah dan rendah. Hal ini dikarenakan social comparisonmerupakan sarana mengevaluasi diri bagi seorang individu untuk menjadikan dirinya agar diterima didalam lingkungan individu berada. Social comparisonterhadap citra tubuh yang dilakukan seseorang tidak terlepas dari respon dan standar yang ada didalam lingkungan individu berada (Bergdkk., 2007). Seseorang belajar mengenai standar tubuh ideal dan kecantikan berdasarkan social comparisonyang ada, sehingga semakin tinggi standar ideal yang dijadikan dasar perbandingan dan tidak dapat dicapai oleh individu maka akan semakin besar ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh yang dimiliki.

Festfinger (1954) mengungkapkan bahwa seseorang dalam melakukan social comparisonakan mengevaluasi diri menjadi lebih baik setelah membandingkan dengan standar yang lebih rendah. Individu juga memiliki evaluasi diri yang negatif ketika dihadapkan dengan perbandingan ke standar yang lebih tinggi. Dalam melakukan sebuah social comparisonseseorang memiliki tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti evaluasi diri, meningkatkan diri (self enhacement), perbaikan diri, dan pemahaman komuni (Taylor, Peplau, Sears, 2009).Seseorang dalam melakukan sebuah social comparisontidak hanya membandingkan kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga umumnya seseorang cenderung

melakukan social comparisondalam penampilan fisik yang dimiliki terkait dengan citra tubuh yang dimiliki (Cash dan Smolak, 2001).

Seorang perempuan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan social comparison. Teman sebaya merupakan target yang paling tinggi bagi remaja untuk melakukan social comparisonguna mengevalusi diri, khususnya mengenai penampilan yang dimiliki. Social comparisonjuga menjadi parameter bagi perempuan untuk mengevaluasi penampilan fisiknya. Dengan social comparisonperempuan belajar untuk mengenali penampilan yang menarik ituseperti apa, bagaimana standar kecantikan ideal yang dimiliki oleh masyarakat, untuk kemudian diniliai apakah diri remaja sudah sesuai dengan standar ideal yang ada didalam masyarakat ataukah belum. Social comparison yang dilakukan terhadap citra tubuh akan membuat individu memahami makna dari sebuah penampilan yang mengharuskan seorang individu berpenampilan untuk menyamai diri individu sendiri terhadap lingkungannya (Jones, 2001 ; Bergdkk., 2007).

Social comparisonmerupakan proses membandingkan tubuhnya dengan tubuh orang lain. Seseorang yang terlalu sering melakukan social comparisonterhadap citra tubuh yang dimiliki akan berdampak kepada evaluasi diri yang negatif yang memiliki kecenderungan kearah ketidakpuasan pada bentuk tubuh yang dimiliki sehingga social comparison yang dilakukan membuat perempuan semakin merasa tidak puas dengan bentuk tubuh yang dimiliki. Social comparisonyang dilakukan membuat perempuan semakin sering mengamati tubuhnya dan sekaligus menstimulasi untuk membandingkan tubuhnya dengan perempuan lain, maka disinilah proses social comparison terjadi (Jones, 2001 ;Berg dkk., 2007).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sunartio, Sukamto, dan Dianovinina (2012) didapatkan hasil bahwa individu sering melakukan sebuah social comparisonseperti membandingkan bentuk tubuhnya dengan bentuk tubuh orang lain, ketika melakukan sebuah social comparison, objek pembanding yang sering digunakan ialah bentuk tubuh perempuan lain yang lebih menarik. Dalam sebuah social comparison, objek pembanding yang digunakan adalah bentuk tubuh yang menarik, maka kecenderungan untuk melakukan social comparison akan meningkatkan ketidakpuasan bentuk tubuh pada remaja.

Semakin sering seorang perempuan membandingkan tubuhnya dengan tubuh perempuan lain menyebabkan para perempuan semakin tidak puas dengan tubuhnya (Sunartio, Sukamto, & Dianovinina, 2012). Hal ini sesuai dengan pernyataan Jones (2001) bahwa social comparisonmerupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam pembentukan citra tubuh yang kemudian akan memengaruhi kepuasan tubuh seseorang.

Pada hasil penelitian ini dihasilkan juga bahwa harga diri berhubungan dengan citra tubuh yang dimiliki oleh remaja perempuan. Pada deskripsi data penelitian, menunjukkan harga diri memiliki mean teoritis sebesar 47,50 dan mean empiris sebesar 50,74, perbedaan mean empiris dan mean teoritis pada variabel harga diri sebesar 3,24. Mean empiris lebih besar dari mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki harga diri yang cenderung tinggi. Dimana subjek dengan taraf penilaian harga diri sangat tinggi berjumlah 21 (21%) sedangkan subjek dengan taraf penilaian harga diri tinggi berjumlah 16 orang (16%). Jumlah subjek yang memiliki penilaian harga diri sedang sebanyak 43 orang (43%), subjek dengan taraf penilaian harga diri rendah berjumlah 10 orang (10%) dan subjek dengan taraf penilaian harga diri sangat rendah berjumlah 10 orang (10%).

Pada hasil penelitian ini, mayoritas remaja perempuan dalam penelitian ini memiliki harga diri yang sedang sebanyak 43 orang (43%), subjek dengan taraf penilaian harga diri sangat tinggi berjumlah 21 (21%) sedangkan subjek dengan taraf penilaian harga diri tinggi berjumlah 16 orang (16%), namun menghasilkan penilaian citra tubuh yang rendah, dimana mayoritas subjek memiliki penilaian citra tubuh sangat rendah sebanyak 42 orang (42%) dan subjek dengan taraf penilaian citra tubuh rendah berjumlah 21 orang (21%),.

Konsep citra tubuh yang dimiliki individu, salah satunya terbentuk oleh harga diri. Ini menunjukan bahwa harga dirimerupakan salah satu aspek yang penting dalam menilai citra tubuhyang dimiliki remaja (Santrock, 2007). Harga diri merupakan komponen afektif, kognitif, dan evaluatif yang bukan hanya merupakan persoalan pribadi ataupun psikologis, tetapi juga interaksi sosial. Harga diri merupakan sikap positif maupun negatif terhadap diri individu (Mruk, 2006).

Pada penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas subjek dengan harga diri yang sangat tinggidan sedang, namun memiliki citra tubuh yang rendah dan sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan karena apa dirasakan oleh seorang perempuan mengenai tubuhnya itu tidak sama dengan bagaimana seorang perempuan dalam menilai dirinya yang berpengaruh terhadap harga diri yang dimiliki, perasaan perempuan mengenai bentuk tubuhnya merupakan hal utama yang sangat penting. Perasaan dan persepsi seseorang mengenai bentuk tubuhnya secara keseluruhan berbeda dengan bagaimana seseorang menilai harga diri yang dimiliki.Dengan demikian, bisa saja jika individu memiliki harga diri yang cenderung tinggi, namun menghasilkan penilaian citra tubuh yang rendah (Monteath dan McCabe, 1997).

Dalam hasil penelitian(Patriciadkk., 2010) mendapatkan hasil bahwa harga diri tidak selalu menjadi

penyebab seseorang mengalami body dissatisfaction. Dalam hasil penelitiannya ditemukan bahwa harga diri yang rendah tidak selalu menjadi penyebab terjadinya body dissatisfaction, seseorang yang memiliki harga diri yang cenderung tinggi juga bisa mengalami body dissatisfaction. Hal ini disebabkan bahwa penilaian yang dimiliki setiap orang adalah berbeda-beda, dan tekanan dari lingkungan mengenai konsep citra tubuh yang ideal menjadi penyebab utamanya. Selain itu, budaya, usia, dan berat badan juga memengaruhi penilaian citra tubuh yang dimiliki. Dengan demikian menunjukan bahwa harga dirimerupakan salah satu hal penting dalam menilai citra tubuhyang dimiliki remaja. Dalam hal ini harga diri berperan terhadap citra tubuh, namun sangat memungkinkan jika seseorang memiliki penilaian harga diri yang tinggi memiliki konsep citra tubuh yang negatif. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti tekanan dari lingkungan mengenai konsep citra tubuh, budaya, usia, dan berat badan juga memengaruhi penilaian citra tubuh yang dimiliki.

Penelitian ini telah mampumencapai tujuan setelah melalui prosedur analisis data, yaitu mengetahui hubungan antara social comparisondan harga diri terhadap citra tubuh pada remaja perempuan, serta mengetahui hubungan antara social comparisonterhadap citra tubuh pada remaja perempuan, dan juga mengetahui hubungan antara harga diri terhadap citratubuh pada remaja perempuan.

Berdasarkan hasil peneltian dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti dapat memberikan saran bagi remaja perempaun Remaja perempuan diharapkan mampu bersikap positif dan menghargai kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri dengan cara lebih percaya diri dan secara bijaksana dalam memilah informasi-informasi tentang tubuh ideal dan menyakini diri berdasarkan kemampuan diri yang dimiliki.

Saran bagi orangtua, Orangtua diharapkann mampu menerapkan pola asuh kepada anak-anaknya sejak kecil agar anak-anaknya mulai belajar untuk mencintai dirinya sendiri, menerima segala kekurangan yang dimiliki, serta mengembangkan konsep citra tubuh yang positif, sehingga nantinya saat anak-anak sudah mulai beranjak remaja, remaja sudah mampu menerima keadaan bentuk tubuhnya dan tidak menyalahkan mengenai konsep citra tubuh yang dimiliki. Dan juga untuk teman sebaya Diharapkan teman sebaya saling memberikan dukungan bagi remaja. Hali ini karena masa remaja, seorang remaja akan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman dan lebih cenderung mendengarkan teman-temannya, sehingga jika teman sebaya sering memberikan ejekan ataupun kritikan bagi remaja, maka akan menumbuhkan konsep citra tuuh yang negatif. Jadi diharapakan agar teman sebaya saling mengembangkan konsep citra tubuh yang positif dan tidak saling mengejek satu

dengan lainnya.

Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan memiliki minat dengan penelitian sejenis atau ingin mengembangkan penelitian ini lebih jauh disarankan untuk melihat faktor budaya, faktor sosial dan faktor keluarga yang dapat memengaruhi penilaian citra tubuh seseorang. Bagi peneliti selanjutnya disarankan juga untuk melihat bagaimana citra tubuh yang dimiliki oleh remaja laki-laki yang yang memiliki usia 15-18 tahun atau dengan usia remaja yang lebih bervariasi, hal ini dikarenakan pada penelitian ini hanya menggunakan subjek remaja perempuan saja. Pada penelitian selanjutnya diharapakan untuk menambah sampel yang lebih besar agar dapat digunakan untuk generalisasi yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 2013. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Branden, N. (1993). The power of self esteem. Florida: Health Communications, Inc.

Cash, T.F., Pruzinky, T. (2002). Body image : ahandbook of theoy, research, and clinical practice. Newyork : Guilford Press.

Cash, T. F., Smolak, L. (2001). Body image : A handbook of science practice and prevention. Newyork : Guilford Press.

Cash‚ T.F. (2000). The multidimensional body self relations questionnaire. MBSRQ User’s Manual‚ Third Revision. Norfolk: Old Dominion Univesity.

Erol, Y.L., Orth, U. (2011). Self esteem development from age 14 to 30 years: alongitudinal study. Jurnal Of Personality and Sosial Psychology, 101(3), 607-608.

Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. New York: Sage Social Science Collection

Flynn, K.I. (2003) Self esteem theory and measurement: acritica riview. A Journal Of Feminist Theory And Culture, 3(1), 2

  • 3.

Gunawan, M.A. (2013). Statistik untuk penelitian pendidikan. Prama Publishing.

Ghozali, H.I. (2005). Analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Heatherton, T.F., & Wyland, L.C. (2003). Assesing self esteem. Dalam L.J. Shane, C.R. Snyder (Eds)., Positive psychology assesment : ahandbook of models and measures (hal. 212226). Washington DC: American Psychology Assosiation.

Herabadi, A.G. (2007). Hubungan antara kebiasaan berpikir negatif tentang tubuh dengan body esteem dan harga diri. Jurnal Makara Sosial Humaniora, IX(7), 19-23.

Hurlock, E. (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Husni, H., Indrijati, H. (2014). Pengaruh komparasi sosial pada model dalam iklan kecantikan di telivisi terhadap body

image remaja putri yang obesitas. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 3(3).

Imah, T., Rahardjo, P. (2008). Pengaruh komparasi sosial pada pubic figures di media massa terhadap body image remaja di kecamatan patikraja, kabupaten banyumas. Jurnal Penelitian Humaniora, 9(3), 175-176.

Indika, K. (2010). Gambaran citra tubuh pada remaja yang obesitas. Naskah TidakDipublikasikan, Fakultas Psikologi, Universitas Sumatra Utara.

Jones, D.C. (2001). Social comparison and body image: attractiveness comparison to models and peers among adolescent girls and boys. Sex Roles, 45(9/10), 646-661.

Mirza, N.M., Davis, D., Yanovski, J.A. (2005). Body dissatisfaction, self-esteem, and overweight among inner-city hispanic children and adolescents. Journal of Adolescent Health, 36, 2-5. doi:10.1016/j.jadohealth.2004.02.033

Moonteath, A,S. Mccabe, P, M. (1997). The influence of societal factors on female body image. The Journal of Social Psychology,                 137:6,                 721-

724.doi:10.1080/00224549709595493.

Mruk, C.J. (2006). Self-esteem research, theory, and practice: toward a positive psychology of self-esteem (3rd ed.). New York: Springer Publishing Company.

Ogden, J. (2002).Psychology of eating: from healthy to disordered behavior. USA: The Blackwell Publishing.

Patricia., Berg, D,V., Mond, J., Eisenberg, M., Ackard, D. (2010). The link between body dissatisfaction and self esteem in adolescents similarities across gender, age, weight status, race/ethbicity,  and sosioeconomis status. Journal of

adolescents         health,         47,         294-295.

doi:10.1016/j.jadohealth.2010.02.004.

Papalia, D., Old, S.W.,  & Feldman, R.D. 2008. Psikologi

perkembangan. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.

Phillips, A.K., Menard, W., Fay, C., & Weisberg, R. (2005).

Demographic characteristics, phenomenology, comorbidity, and family history in 200 individuals with body dysmorphic disorder.     Psychosomatics.     46(4).Diunduh     dari

http://psy.psychiatryonline.org/tanggal 2 February 2016.

Rahmania, R., Ika, C. (2012). Hubungan antara self esteem dengan kecendrungan body dismorphic disorder pada remaja putri. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental,1(2), 112115.

Rahmawati, D.A. (2013). Hubungan antara citra tubuh dan kontrol diri pada pola makan remaja putri di SMK Negeri 2 Godean. Naskah tidak dipublikasikan, Fakultas Ilmu Soial dan Humaniora, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Rief, W., Buhlmann, U., Wilhelm. S., Borkenhagen, A., & Brahler, E (2006). The prevalence of body dysmorphic disorder: a population based survey. Psychological Medicine, 36, 877– 884. doi:10.1017/S0033291706007264.

Rudd, N.A., Lennon, S.J. (2000). Body image and apperance management behaviours in collages women. Clothing and Textilles Research Journal, 18, 153-160.

Santrock, J.W. (2007). Psikologi perkemabangan remaja. edisi 11. Jakarta: Erlangga.

Santoso, S. 2005. Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta: Gramedia.

Sarwono., Sarlito, W. (2013). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Sari, P,N,D. (2012). Hubungan antara body image dan self esteem pada dewasa awal tuna daksa . Jurnal ilmiah mahasiswa Universitas Surabaya¸1(1), 5-7.

Sugiyono. 2009. Metode penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Sunartio, L., Sukamto, M., & Dianovinina, K. (2012). Sosial

comparison dan body dissatisfaction pada wanita dewasa awal. Humanitas, IX(2), 161-166.

Taylor, S., Peplau, L., Sears, D. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tiggemen, M. (1996). “Thinking” versus “feeling fat”: correlates of two indicies of body image dissatisfaction. Australian Journal of Psychology, 48(1), 21-25.

Thompson, J,K., Smolak, L. (2009). Body image, eating disorders, and obesity in youth assesment, prevention, and treatement. Washington DC: American Psychology Assosiation.

Thompson, J,K.(1996). Body image, eating disorders, and obesity an integrative guide for assesment and treatment. Washington DC: American Psychology Assosiation.

Umar, H. (2003). Metode penelitian untuk skrispsi dan tesis bisnis.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Veale, D. (2004). Body dysmorphic disorder. Postgraduate Medical Journal, 80, 67-71. doi:10.1136/pmj.2003.015289

Wiranatha, D.F., Supriyadi. (2015). Hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri ada remaja pelajar puteri di Kota Denpasar. Naskah tidak dipublikasikan, Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi, Universitas Udayana, Bali.

Yundarini, N.M.C. (2014). Hubungan antara citra tubuh dengan perilaku makan pada remaja putri di SMA Dwijendra Denpasar. Naskah tidak dipublikasikan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali.

Yosephin. (2012). Hubungan citra tubuh terhadap perilaku diet mahasiswi di salah satu      fakultas dan program vokasi

rumpun sosial humaniora Universitas Indonesia. Naskah tidak    dipublikasikan, Fakultas Ilmu Keperawatan,

Universitas Indonesia,       Jakarta.

52