PERBEDAAN TARAF EFIKASI DIRI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM LATIHAN YOGA PADA REMAJA AKHIR MAHASISWA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Positif, 29-39
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
PERBEDAAN TARAF EFIKASI DIRI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM LATIHAN YOGA PADA REMAJA AKHIR MAHASISWA INSTITUT HINDU DHARMA
NEGERI DENPASAR
Ni Made Witami dan I Made Rustika
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Efikasi diri merupakan kemampuan yang penting dimiliki remaja akhir sebagai penunjang keberhasilan dalam pemenuhan tugas perkembangan dan kesiapan menghadapi masa dewasa. Taraf efikasi diri dapat ditingkatkan maupun diturunkan, salah satu aspek yang memengaruhi efikasi diri adalah kondisi fisiologis dan suasana hati. Yoga merupakan salah satu aktivitas yang memiliki kaitan dengan kondisi fisiologis dan suasana hati. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan taraf efikasi diri antara remaja akhir yang mengikuti latihan yoga dengan yang tidak mengikuti latihan yoga. Subjek penelitian adalah remaja akhir berusia 18-22 tahun yang merupakan mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Metode pengambilan data menggunakan skala efikasi diri dengan koefisien Cronbach’s Alpha (α = 0,911). Analisis uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan koefisien T-test 4,454 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian dapat disebutkan bahwa terdapat perbedaan taraf efikasi diri yang signifikan antara remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang mengikuti latihan yoga dibandingkan dengan yang tidak mengikuti latihan yoga.
Kata kunci : Efikasi diri, remaja akhir, yoga
Self-efficacy is an important ability for late adolescent. It is a must-have ability that can aid them in successfully fulfilling the development task and readiness to face adulthood. The level of self-efficacy can be improved or reduced. One aspect that affects self-efficacy are physiological and affective states. Yoga is one of many activities that has been related to physiological and affective states. The aim of this research is to know the difference of self-efficacy level between late adolescent who do yoga and those who do not. Subjects were students from Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar aged between 18-22 years old. Self-efficacy scale with coefficient Cronbach's Alpha (α = 0.911) was used as data collection method. Independent Sample T-Test analysis showed T-test coefficient of 4.454 with significance of 0.000 (p < 0.05). Thus, it can be concluded there are significant differences of self-efficacy between the late adolescent students of Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar who do yoga compared to those who do not.
Keywords: Self-efficacy, late adolescent, yoga
LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan masa yang diawali dengan adanya pubertas, yang merupakan proses kematangan organ seksual atau kemampuan untuk bereproduksi. Masa pubertas ditandai dengan perubahan hormonal yang signifikan, sehingga fluktuasi emosi pada masa remaja berhubungan dengan perubahan hormonal yang terjadi (Santrock, 2007a). Selain faktor hormonal terdapat faktor-faktor lain seperti stres, pola makan, aktivitas seksual dan hubungan sosial juga berkaitan dengan fluktuasi emosi yang dialami remaja. Emosi yang berubah-ubah dapat memengaruhi perilaku yang ditampilkan remaja (Rosenblum & Lewis, dalam Santrock, 2007a).
Perubahan yang dialami selama masa remaja membawa individu pada suatu tantangan baru yaitu tugas perkembangan. Remaja akhir dituntut untuk mampu mencapai tugas-tugas perkembangan remaja agar siap menghadapi tahap selanjutnya dalam masa perkembangan yaitu masa dewasa awal. Menurut Bandura (2005) pada masa remaja akhir, individu mulai mempersiapkan diri memasuki masa dewasa awal. Remaja akhir mulai mempertimbangkan secara serius tentang hal yang ingin dilakukan dalam hidup. Remaja akhir juga dituntut untuk menguasai banyak keterampilan baru dan berperilaku layaknya orang dewasa di masyarakat.
Peneliti melakukan wawancara dengan dua orang mahasiswa yang kuliah di salah satu perguruan tinggi yang ada di Denpasar. Menurut DP dan AA, menjalani kehidupan sebagai remaja akhir dan menjadi mahasiswa terkadang membuat stres. AA mengatakan meskipun dirinya mengalami stres, selama dirinya yakin dapat mengatasi permasalahan maka pasti akan berhasil menghadapinya. Berbeda halnya dengan DP, perubahan lingkungan yang dialami selama masa perkuliahan menimbulkan tekanan yang berdampak pada prestasi akademik. Ketidakmampuan DP dalam menyusun serangkaian tindakan untuk menghadapi permasalahan menyebabkan DP melakukan tindakan menghindari stressor dengan cara bolos kuliah. Tindakan tersebut menyebabkan hasil belajar DP menurun drastis dan ingin berhenti kuliah (Witami, 2017). Hal ini sesuai dengan pendapat. Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) yang menyebutkan bahwa remaja umumnya mengalami stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan remaja melakukan peran dewasa sebelum siap secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan akademis, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri.
Stres berkepanjangan yang dialami individu dapat memicu depresi bahkan bunuh diri. Salah satu contoh nyata yang terjadi di Indonesia adalah seorang mahasiswa yang mengalami stres berkepanjangan akibat ketidakmampuan dalam menghadapi tugas akhir hingga memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya (Liputan6, 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja akhir yang menjadi mahasiswa memiliki tekanan yang besar dan membutuhkan sebuah kemampuan untuk menghadapi tantangan tersebut. Salah satu kemampuan yang berperan terhadap keberhasilan individu dalam menghadapi tantangan adalah efikasi diri.
Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan yang tepat dalam mencapai suatu tujuan (Bandura, 1997). Efikasi diri penting untuk dikembangkan karena berkaitan dengan kesuksesan remaja dalam menghadapi tantangan. Terutama pada masa remaja akhir yang merupakan masa pencarian identitas dan mempersiapkan diri menghadapi masa dewasa awal. Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang memiliki efikasi diri yang rendah umumnya memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, gejala gangguan kecemasan, dan gejala depresi (Muris, 2002).
Remaja akhir yang memiliki efikasi diri rendah sering kali melewatkan kesempatan berharga karena tidak yakin dengan kemampuannya menghadapi tantangan. Apabila remaja akhir tidak menampilkan usaha untuk menghadapi tantangan maka individu tidak akan mengetahui batas kemampuan yang dimiliki dan akan mengalami krisis identitas. Menurut Erikson (1968) remaja akhir yang tidak berhasil melewati krisis dan memperlihatkan kebingungan identitas akan mengalami gangguan psikososial yang tercermin dalam bentuk kenakalan, penyalahgunaan obat, anti sosial, cemas, depresi, dan gangguan tidur. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggai (2015) yang menemukan bahwa semakin tinggi taraf efikasi diri individu maka semakin rendah perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan remaja.
Banyak kasus yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan kenakalan dan penyalahgunaan obat terlarang sebagai manifestasi dari ketidakmampuan remaja dalam menghadapi permasalahan. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (2010) selama tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja. Jumlah tersebut pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing meningkat menjadi sekitar 3.300 remaja dan 4.200 remaja. Kasus penyalahgunaan obat di Indonesia juga mengalami peningkatan dan sudah dalam status darurat bahaya narkoba, jumlah pengguna narkoba hingga November 2015 sebanyak 5,9 juta orang (Kompas, 2016). Peneliti berasumsi peningkatan kasus kenakalan dan penyalahgunaan obat yang terjadi di Indonesia mengindikasikan rendahnya efikasi diri, atau dengan kata lain rendahnya efikasi diri akan berujung pada perilaku menyimpang.
Remaja akhir yang memiliki efikasi diri tinggi lebih cenderung berhasil dalam menghadapi tantangan. Salah satu contoh remaja yang mampu mengembangkan kemampuannya hingga meraih penghargaan pada tingkat nasional dan
internasional yakni remaja dari Indonesia menjadi pemenang dalam lomba karya ilmiah remaja mengikuti Grand Awards Intel International Science and Engineering Fair 2015 di Amerika. Hasil karya tersebut mendapat posisi 4th Place Grand pada kategori matematika dan material science (LIPI, 2015). Prestasi lainnya, dua orang remaja asal Indonesia mendapat penghargaan National Young Inventor Award Ke-6 atas karyanya menciptakan sebuah helm yang bertujuan meminimalkan angka kecelakaan berkendara (Kompas, 2013). Menurut Bandura (1997) remaja yang yakin terhadap kemampuan dirinya akan cenderung berprestasi dan sukses, sedangkan remaja yang tidak yakin akan kemampuan yang dimiliki cenderung mengalami frustrasi dan merasa tertekan yang membuat kesuksesan semakin sulit diraih. Timbul pertanyaan mengapa ada remaja akhir yang memiliki efikasi diri tinggi dan ada yang memiliki efikasi diri rendah.
Menurut Bandura (1997) efikasi diri yang ada dalam diri individu dapat ditingkatkan atau diturunkan. Salah satu aktivitas yang dapat meningkatkan efikasi diri adalah aktivitas yang berkaitan dengan kondisi fisiologis dan suasana hati. Individu yang memiliki kondisi fisiologis yang sehat dan suasana hati yang positif akan memiliki efikasi diri yang tinggi. Individu yang memiliki keyakinan pada kemampuan diri didasari oleh penilaian yang positif terhadap diri. Penilaian-penilaian ini dipengaruhi oleh kebiasaan individu dalam bepikir positif terhadap segala sesuatu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwitantyanov, Hidayati dan Sawitri (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara mahasiswa yang berpikir positif dengan tingkat efikasi diri yang dimiliki. Berpikir positif membantu mahasiswa mampu untuk memotivasi diri, meningkatkan kemampuan kognisi, mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dan mencapai tujuan.
Faktor lain yang dapat meningkatkan efikasi diri adalah dengan meningkatkan kesadaran diri. Penelitian yang dilakukan di Mesir terhadap perawat psikiatri, menunjukkan bahwa efikasi diri dapat ditingkatkan melalui program edukasi kesadaran diri. Hal ini disebabkan ketika individu mampu menyadari emosi, pikiran dan perilaku maka individu akan mampu mengatur serangkaian tindakan dengan baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Hanem, Ahmed, & Elmasari, 2011).
Latihan pernafasan, yoga, meditasi dan aktivitas lainnya yang menggunakan teknik penyatuan pikiran dengan tubuh dapat meningkatkan efikasi diri melalui kondisi fisiologis (Hawk & Evans, 2013). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan dua orang remaja akhir mahasiswa yang menekuni latihan yoga, terdapat perubahan dari segi fisik dan psikologis setelah melakukan latihan yoga. Menurut subjek VN setelah menekuni latihan yoga pikiran menjadi lebih tenang dalam menghadapi permasalahan, kondisi fisik menjadi lebih sehat, dan suasana hati menjadi
lebih baik. Subjek DP menyatakan setelah latihan yoga dirinya lebih mampu berpikir positif sehingga meningkatkan keyakinan dalam mencapai apa yang diinginkan (Witami, 2017). Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa latihan yoga memiliki keterkaitan dengan salah satu sumber efikasi diri yaitu kondisi fisiologis dan suasana hati.
Berbagai penelitian mengungkapkan manfaat positif latihan yoga terhadap berbagai aspek fisik dan mental khususnya pada kondisi fisiologis dan suasana hati. Menurut Mahajan (2014) melakukan aktivitas yoga dapat mengurangi stres, meningkatkan metabolisme tubuh, menjaga keseimbangan hormonal. Latihan yoga diketahui dapat menurunkan tingkat depresi dan kecemasan. Hal ini disebabkan oleh efek positif yoga pada saraf, organ pernapasan, dan pada kelenjar yang menghasilkan hormon anti depresi seperti serotonin, dan dopamin. Yoga juga memiliki efek menurunkan sekresi hormon adrenalin dan epinefrin sebagai salah satu hormon penyebab depresi dan kecemasan (Marefat, Peymanzad, & Alikhajeh, 2011). Pernapasan pranayama yang terdapat dalam yoga juga dapat menenangkan sistem saraf, mengurangi stres dan kecemasan, serta meningkatkan kesadaran diri (Holcombe, 2012).
Tidak semua aktivitas fisik dapat memengaruhi suasana hati. Penelitian Netz dan Lidor (2003) menguji peningkatan suasana hati dari aktivitas fisik seperti yoga, berenang, aerobic dance dan kelas komputer sebagai kelompok kontrol, hasilnya terdapat peningkatan suasana hati pada aktivitas fisik seperti yoga dan berenang namun tidak pada aerobic dance dan kelas komputer. Hal ini menunjukkan bahwa yoga merupakan salah satu aktivitas fisik yang dapat meningkatkan suasana hati positif. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dipaparkan, yoga memiliki manfaat menurunkan stres, depresi dan kecemasan, meningkatkan kesadaran diri, kesehatan, dan suasana hati positif yang diketahui dapat meningkatkan efikasi diri melalui kondisi fisiologis dan suasana hati. Hal ini mendasari pentingnya meninjau taraf efikasi diri dari keikutsertaan dalam latihan yoga.
Yoga menjadi aktivitas yang populer dengan lebih dari 1.700.000 anak dan remaja melakukan aktivitas yoga. Angka tersebut meningkat sebanyak 400.000 selama satu dekade terakhir. Peningkatan ini terjadi dikarenakan yoga diketahui memiliki manfaat yang baik bagi remaja, seperti membantu menurunkan stres dan kecemasan, meningkatkan konsentrasi dan performa di sekolah, dan mengembangkan regulasi diri (Wei, 2015). Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa remaja yang menekuni latihan yoga memiliki skor yang baik pada tes psikologi untuk beberapa masalah seperti kecemasan, suasana hati, ekspresi kemarahan dan daya tahan terhadap stres. Remaja yang menekuni latihan yoga memperoleh skor yang tinggi pada kecemasan dan suasana hati, sedangkan yang tidak melakukan
yoga memperoleh skor yang rendah. Remaja yang tidak melakukan latihan yoga lebih banyak menampilkan emosi negatif dibandingkan dengan remaja yang melakukan latihan yoga (Noggle, Steiner, Minami, & Khalsa, 2012).
Aktivitas yoga menjadi sebuah kegiatan kemahasiswaan yang dilaksanakan di Institut Hindu Dharma Negeri. Aktivitas yoga merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Yoga Institut Hindu Dharma Negeri. Seluruh mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri diperbolehkan mengikuti UKM Yoga. Jadwal melakukan latihan yoga setiap hari Sabtu pada sore hari pukul 17.00 hingga 18.00 WITA. Institut Hindu Dharma Negeri merupakan perguruan tinggi yang berpedoman pada nilai-nilai agama Hindu dan diharapkan dapat menjadi pusat kajian agama Hindu di Bali. Institut Hindu Dharma Negeri memiliki 11 jurusan yaitu jurusan Penerangan Hindu, Hukum Hindu, Industri Perjalanan, Komunikasi Hindu, Yoga dan Kesehatan, Teologi, Filsafat, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama, dan Pendidikan Agama Hindu. Dibandingkan dengan perguruan tinggi lain yang terdapat di Bali, Institut Hindu Dharma Negeri memiliki perhatian khusus terhadap bidang yoga dengan membuka jurusan Yoga dan Kesehatan. Institut Hindu Dharma Negeri diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan dan pelatihan yoga yang representatif (Antara Bali, 2013).
Berbagai permasalahan yang dialami remaja akhir sebagai mahasiswa memerlukan sebuah keterampilan dalam mengatasi permasalahan akademik salah satunya adalah efikasi diri. Hal ini bertujuan agar mahasiswa memperoleh hasil yang optimal pada prestasi akademik yang menjadi indikator keberhasilan belajar mahasiswa selama proses perkuliahan. Mahasiswa memerlukan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki atau yang disebut efikasi diri untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap suatu hal dengan baik. Salah satu aktivitas fisik yang diasumsikan mampu meningkatkan efikasi diri adalah latihan yoga. Efek yang diperoleh selama melakukan latihan yoga memiliki keterkaitan dengan salah satu sumber efikasi diri yaitu kondisi fisiologis dan suasana hati. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meninjau taraf efikasi diri melalui perbandingan antara mahasiswa yang mengikuti latihan yoga dengan yang tidak mengikuti latihan yoga di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dalam ilmu psikologi perkembangan dan psikologi klinis. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada orangtua dalam menentukan aktivitas yang dapat dilakukan remaja untuk meningkatkan efikasi diri remaja salah satunya adalah melalui latihan yoga. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi remaja akhir dalam memberikan informasi mengenai manfaat
yoga terhadap efikasi diri yang berperan dalam keberhasilan remaja. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi institusi pendidikan dapat menjadi pertimbangan dan masukan dalam membantu dunia pendidikan melalui penyusunan kurikulum dengan menerapkan yoga sebagai kegiatan yang dilakukan secara kontinu di sekolah atau perguruan tinggi yang nantinya dapat meningkatkan efikasi diri remaja.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah latihan yoga dan variabel tergantung dalam penelitian ini adalah efikasi diri. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
-
1. Yoga
Yoga merupakan merupakan ilmu yang mengajarkan metode untuk memperoleh penyatuan tubuh dengan pikiran, sehingga individu yang melakukan aktivitas yoga memperoleh peningkatan pada aspek fisik, psikologis dan spiritual. Latihan yoga dalam penelitian ini adalah jenis hatha yoga yang terdiri dari asanas, pranayama dan meditasi. Latihan yoga telah dilakukan minimal selama enam bulan dengan pertimbangan selama jangka waktu yang ditentukan terjadi perubahan pada aspek yang berkaitan dengan efikasi diri. Pengukuran terhadap variabel yoga dilakukan dengan mengelompokkan status keikutsertaan remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang dicantumkan pada lembar kuesioner. Pengelompokan yang dimaksud adalah berupa pertanyaan yang ditujukan kepada subjek, yaitu apakah remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri mengikuti latihan yoga atau tidak.
-
2. Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan keyakinan atas kemampuan yang dimiliki individu untuk mengorganisasikan serangkaian tindakan dengan menggunakan keterampilan yang dimiliki untuk mencapai hasil akhir yang diharapkan. Pengukuran efikasi diri diukur dengan skala efikasi diri yang disusun berdasarkan aspek-aspek efikasi diri yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yakni, tingkat kesulitan tugas, luas bidang perilaku dan kemantapan keyakinan. Skor total aitem yang diperoleh menunjukkan seberapa tinggi taraf efikasi diri subjek.
Responden
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang merupakan mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Subjek dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
-
a. Subjek merupakan remaja awal yang berusia 18 sampai 22 tahun.
-
b. Subjek merupakan mahasiswa aktif Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan salah satu probability sampling yaitu simple random sampling. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel menggunakan daftar hadir mahasiswa. Menurut Azwar (2014), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Jumlah minimal sampel dalam penelitian ini adalah 60 subjek pada masing-masing kelompok.
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 1-19 Oktober 2016 di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang terdiri dari 11 jurusan dan memiliki jumlah mahasiswa sebanyak 927 mahasiswa. Sampel yang berasal dari 11 jurusan yang terdapat di Institut Hindu Dharma Negeri.
Alat Ukur
Alat ukur pada penelitian ini menggunakan skala efikasi diri. Skala pengukuran efikasi diri menggunakan modifikasi skala yang disusun oleh Rustika (2014) berdasarkan dimensi efikasi diri menurut Bandura (1997) yaitu tingkat kesulitan tugas, luas bidang perilaku dan kemantapan keyakinan.
Skala efikasi diri terdiri dari 27 item pernyataan. Pernyataan dalam penelitian ini terdiri dari item-item favorable dan unfavorable. Skala dalam penelitian ini menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Alat ukur yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mampu menghasilkan data dan memberikan informasi yang akurat (Azwar, 2015). Pengukuran terhadap validitas isi dilakukan melalui professional judgment dan penyesuaian item-item dalam alat ukur dengan indikator perilaku. Pengukuran terhadap validitas konstruk dengan melihat koefisien korelasi item-total sama dengan atau lebih besar daripada 0,30 (Azwar, 2014). Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode Croncbach Alpha dan dikatakan reliabel jika memberikan nilai Croncbach Alpha lebih dari 0,60 (Azwar, 2014).
Hasil uji validitas skala efikasi diri memiliki koefisien korelasi item-total berkisar antara 0,328 sampai 0,673. Hasil uji reliabilitas menunjukkan Koefisien Alpha (α) sebesar 0,911, yang memiliki arti bahwa skala efikasi diri mampu mencerminkan 91% variasi skor murni subjek.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala sikap
merupakan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yang berisikan pernyataan-pernyataan sikap (Azwar, 2013). Skala disusun dengan menyediakan pilihan jawaban, sehingga subjek hanya memberikan tanda pada jawaban yang dipilih. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang terdiri dari empat kategori pilihan. Selain itu, pernyataaan sikap disusun berdasarkan dua pernyataan, yakni pernyataan favorable (mendukung objek sikap) dan pernyataan unfavorable (tidak mendukung objek sikap). Penilaian jawaban subjek akan disesuaikan dengan pernyataan favorable dan unfavorabel.
Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data penelitian, peneliti melakukan uji asumsi berupa uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dan uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene Statistic dengan melihat angka pada tabel Test of Homogeneity of Variance. Setelah melakukan uji asumsi, data penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Independent Sample T-Test untuk menguji hipotesis penelitian. Analisis data dilakukan menggunakan bantuan SPSS for windows versi 21.0.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 152 orang, yang terbagi dalam kelompok yoga dan non-yoga. Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini pada kelompok yoga berusia 19 tahun dengan persentase sebesar 35,5%, sedangkan pada kelompok non-yoga mayoritas subjek berusia 19 dan 20 tahun dengan persentase masing-masing sebesar 32,9%. Mayoritas subjek pada kedua kelompok berasal dari jurusan Pendidikan Agama Hindu dengan persentase pada kelompok yoga sebesar 39,5% dan pada kelompok non-yoga sebesar 25%.
Deskripsi dan Kategorisasi Data Penelitian
Hasil deskripsi data penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tubei 1
Deskripsi data penelitian
Kelompok |
N |
Mean Teoritis |
Mean Empiris |
SD Teoritis |
SD Empiris |
Sebaran Teoritis |
Sebaran Empiris |
t |
Yoga |
76 |
67,5 |
83,78 |
13,5 |
7,648 |
27-108 |
67-102 |
18,552 (p=0,000) |
Non-yoga |
76 |
67,5 |
78,07 |
13,5 |
8,151 |
27-108 |
53-98 |
11,301 (p=0,000) |
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan mean empiris dan mean teoritis variabel efikasi diri pada kelompok yoga menghasilkan perbedaan sebesar 16,28. Mean empiris lebih besar dari mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf efikasi diri yang tinggi. Rentang skor subjek
penelitian berkisar antara 67 sampai 102. Jumlah subjek yang memiliki taraf efikasi diri dengan kategori tinggi pada kelompok yoga sebesar 68,4%.
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan mean empiris dan mean teoritis variabel efikasi diri pada kelompok non-yoga menghasilkan perbedaan sebesar 10,57. Mean empiris lebih besar dari mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf efikasi diri yang tinggi. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 53 sampai 98. Jumlah subjek yang memiliki taraf efikasi diri dengan kategori tinggi pada kelompok yoga sebesar 57,9%.
Uji Asumsi
Tabel 2
Uji normalitas data penelitian
Kelompok |
Koimogorov-Smirnov |
Asymp. Sig (2-tailed) (p) | |
Total Efikasi Diri |
Yoga Non-yoga |
0,953 0,804 |
0,324 0,538 |
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 21.0. Data dikatakan berdistribusi normal jika memiliki nilai p>0,05 (Santoso, 2005). Tabel 2 menunjukkan menunjukkan data pada kelompok yoga berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 0,953 dan signifikansi 0,324 (p>0,05). Data pada kelompok non-yoga berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 0,804 dan signifikansi 0,538 (p>0,05).
Tabel 3
Uji homogenitas data penelitian
Levene Statistic |
d∩ |
df2 |
Sig. | |
. _. . Based on Eiikasi Din ., Mean |
0,080 |
1 |
150 |
0,778 |
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah data sampel yang diambil memiliki varian yang sama. Pada tabel Test of Homogeneity of Variance, uji yang digunakan yaitu Levene Statistic. Berdasarkan tabel, angka Levene Statistic menunjukkan angka 0,080 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,778 (p>0,05). Dapat ditarik kesimpulan bahwa data berasal dari populasi dengan varian yang sama atau homogen.
Berdasarkan hasil uji asumsi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal dan homogen sehingga telah memenuhi syarat untuk dilakukan uji beda menggunakan Independent Sample T-Test.
Uji Hipotesis
Tabel 4
Hasil uji independent samples t-test data penelitian
95% Confidence Interval of the Difference
F Sig.
Sjg Mean Std. Error 1 τ 1
Difference Difference ppcr er tailed)
Efikasi e^w1 ,080 ,778 4,454 ISO ,000 . variance
Din ,
assumed
5,711
1,282 3,177 8,244
Uji hipotesis dilakukan dengan metode analisis Independent Samples T-test dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 21.0. Tujuan dari uji hipotesis tersebut adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata antara dua kelompok penelitian. Hasil analisis data menunjukkan nilai F-test untuk efikasi diri adalah 0,080 dengan signifikansi 0,778 yang berada diatas 0,05 (p>0,05), maka data dikatakan memiliki varian yang sama (Equal varian assumed). Nilai signifikansi menunjukkan angka 0,000 yang berada di bawah 0,05 (p<0,05) dengan nilai t sebesar 4,454. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif dalam penelitian ini dinyatakan diterima, yaitu terdapat perbedaan taraf efikasi diri antara remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang mengikuti latihan yoga dengan yang tidak mengikuti latihan yoga. Rangkuman hasil uji hipotesis dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Rangkuman hasil uji hipotesis penelitian
No.__________________Hipotesis Penelitian_____________________________Hasil
Hipotesis Nihil:
Tidak terdapat perbedaan taraf efikasi diri antara
-
1 remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma DitoIak
Negeri yang mengikuti latihan yoga dengan yang
tidak mengikuti latihan yoga
Hipotesis Alternatif:
Terdapat perbedaan taraf efikasi diri antara remaja
-
2 akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang Diterima
mengikuti latihan yoga dengan yang tidak mengikuti
Iatihanyoga
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Hasil uji hipotesis dengan Independent Sample T-Test menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 sehingga dapat disebutkan bahwa terdapat perbedaan taraf efikasi diri antara remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang mengikuti latihan yoga dengan yang tidak mengikuti latihan yoga. Perbedaan mean antara kedua kelompok sebanyak 5,711 menunjukkan mean taraf efikasi diri kelompok yoga lebih tinggi dibandingkan kelompok nonyoga. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gupta dan Kolasinski (2008) yang menyebutkan bahwa efikasi diri dapat ditingkatkan salah satunya melalui relaksasi. Individu yang melakukan relaksasi memperoleh perasaan yang tenang dan lebih memiliki pandangan yang positif terhadap diri. Hal tersebut yang kemudian meningkatkan efikasi diri individu. Relaksasi merupakan bagian dari aktivitas yoga yang terdapat pada akhir
sesi latihan. Taraf efikasi diri pada kelompok yoga lebih tinggi dibanding kelompok non-yoga dikarenakan latihan yoga memiliki pengaruh terhadap salah satu sumber efikasi diri yaitu kondisi fisiologis dan suasana hati. Berkaitan dengan kondisi fisiologis dan suasana hati terdapat empat aspek yaitu meningkatkan kondisi kesehatan tubuh, menurunkan stres, mengubah emosi negatif, mengoreksi kesalahan interpretasi kondisi tubuh.
Kondisi kesehatan tubuh yang sehat memiliki keterkaitan dengan sistem kekebalan tubuh manusia yang berfungsi mencegah individu terserang penyakit. Kelenjar timus merupakan salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Kinerja kelenjar timus dapat ditingkatkan melalui gerakan kurmasana yang terdapat dalam yoga (Arora & Bhattacharjee, 2008). Meningkatnya sistem kekebalan tubuh akan membawa individu pada kondisi sehat, tidak mudah terserang penyakit dan lebih aktif. Individu dapat melakukan aktivitas tanpa hambatan secara fisik dan lebih percaya diri. Hal inilah yang membawa individu pada efikasi diri yang lebih tinggi. Sesuai dengan pendapat Bandura (1997) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kondisi tubuh yang sehat akan memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki kondisi tubuh yang lemah. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Armbrust, dkk (2016) menemukan bahwa efikasi diri yang rendah memiliki hubungan yang kuat dengan kelelahan yang dirasakan individu. Kelelahan yang dirasakan akan membentuk penilaian terhadap ketidakmampuan tubuh dalam melakukan aktivitas yang membutuhkan stamina sehingga efikasi diri menurun.
Teknik pernafasan tertentu diketahui dapat menurunkan tingkat stres seseorang. Remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang menekuni latihan yoga telah dilatih untuk mengatur pernafasan melalui teknik pranayama. Pranayama merupakan serangkaian teknik pernafasan yang bermanfaat untuk kesehatan organ di dalam tubuh (Sarasvati, 2002). Pengaturan pernafasan yang baik akan mengarahkan pada penurunan kecepatan denyut jantung sehingga individu merasa lebih tenang. Peningkatan denyut jantung dipicu oleh peningkatan kinerja saraf simpatik sebagai saraf yang berfungsi mempercepat kinerja organ tubuh, sedangkan saraf parasimpatik memiliki fungsi berkebalikan dengan saraf simpatik yaitu memperlambat kinerja organ tubuh (Kee & Hayes, 1994). Vinay, Venkatesh dan Ambarish (2016) menemukan bahwa latihan yoga dapat menghambat peningkatan kinerja saraf simpatik, sehingga saraf parasimpatik akan memperlambat kerja organ tubuh menjadi lebih rileks. Akibatnya, terjadi penurunan detak jantung, irama nafas, tekanan darah, ketegangan otot, dan produksi hormon penyebab stres. Individu yang merasa rileks akan mengarah pada perasaan tenang dan fokus. Pikiran menjadi lebih terarah
dalam menilai situasi yang dianggap sebagai ancaman. Situasi tersebut akan terproses di dalam pikiran untuk kemudian dinilai sebagai aktivitas yang mampu atau tidak mampu dilakukan. Individu yang tidak mengalami stres akan melihat diri secara lebih positif sehingga lebih mampu menghadapi tantangan yang sulit. Sedangkan individu yang mengalami stres cenderung akan berfikir negatif terhadap diri sehingga kemampuan dalam menghadapi tantangan lebih rendah (Bandura, 1997).
Stres yang dialami individu dapat meningkatkan emosi negatif seseorang. Menurut Het dan Wolf (2007) Emosi-emosi negatif umumnya muncul saat individu mengalami stres, hal ini dikarenakan produksi hormon stres dapat memengaruhi suasana hati seseorang. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Smyth, dkk (1998) yang menemukan bahwa individu yang sedang stres mengalami peningkatan produksi hormon kortisol sehingga merasakan emosi negatif dalam dirinya. Sebaliknya, individu yang mengalami penurunan produksi hormon kortisol merasakan emosi positif. Latihan yoga diketahui dapat meningkatkan emosi positif. Penelitian yang dilakukan oleh Thirthalli, dkk (2013) menemukan bahwa berlatih yoga mampu menurunkan produksi hormon kortisol yang merupakan salah satu hormon stres. Selain itu, latihan yoga juga dapat mengurangi produksi hormon pemicu depresi seperti hormon adrenalin dan epinefrin (Marefat, dkk, 2011). Menurunnya hormon kortisol, adrenalin dan epinefrin yang memicu stres dan depresi akan menurunkan emosi negatif dan meningkatkan emosi positif. Bandura (1997) menyatakan bahwa emosi positif akan memengaruhi individu dalam menilai dirinya sebagai seorang yang berharga dan mengarah pada evaluasi diri yang positif. Sedangkan saat merasakan emosi negatif, individu akan melihat dirinya tidak berarti sehingga cenderung memiliki efikasi diri yang rendah.
Remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri melakukan hatha yoga dengan meditasi sebagai tahap tertinggi. Meditasi memberikan kesempatan bagi individu untuk lebih fokus dan menyadari diri dengan mengamati detak jantung, kembang kempisnya perut, dan memusatkan pikiran hanya pada nafas. Melalui proses meditasi tersebut terjadi proses di dalam otak yang dapat meningkatkan emosi-emosi positif sehingga menciptakan perasaan lebih tenang dalam diri individu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Davidson (dalam Bijlani, 2004) yang menunjukkan bahwa pada orang-orang yang menekuni meditasi terdapat aktivitas yang tinggi pada korteks prefrontal kiri. Penemuan tersebut dihubungkan dengan meningkatnya emosi positif yang lebih tinggi dan sistem imun yang lebih baik. Meningkatnya aktivitas pada korteks prefrontal kiri mencerminkan bahwa terjadi peningkatan emosi positif pada individu yang melakukan latihan yoga. Hasil penelitian tersebut sejalan
dengan pendapat McCall (2007) yang menyatakan bahwa yoga dapat berpengaruh terhadap perubahan suasana hati seseorang menjadi lebih positif.
Suasana hati yang dirasakan individu tidak akan terlepas dari sistem hormon manusia. Salah satunya adalah pada aktivitas Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yaitu sistem neurotransmitter yang membantu menghambat reaksi-reaksi neurologis yang tidak menguntungkan. Rendahnya level GABA akan memicu peningkatan produksi kortisol yaitu hormon yang menyebabkan munculnya emosi kecewa, perasaan tertekan, sedih dan ketakutan yang berlebihan (Kinasih, 2010). Penelitian menunjukkan individu yang menjalani latihan yoga mengalami peningkatan level GABA yang signifikan. Hal ini menjadi pertimbangan bahwa yoga dapat digunakan sebagai treatmen untuk mengatasi gangguan psikologis yang berkaitan dengan rendahnya level GABA seperti depresi dan gangguan kecemasan (Streeter, dkk, 2010). Meningkatnya level GABA pada individu dapat meningkatkan suasana hati menjadi lebih positif. Suasana hati yang positif dapat memengaruhi individu dalam menilai situasi maupun melakukan evaluasi pada diri sendiri. Individu dengan suasana hati yang positif umumnya akan lebih mudah mengatur serangkaian tindakan dengan positif untuk mencapai hasil yang diharapkan. Sedangkan individu dengan suasana hati negatif akan lebih mudah menyerah (Bandura, 1997). Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Medrano, Flores-Kanter, Moretti, dan Pereno (2016) yang menemukan bahwa suasana hati dapat memengaruhi efikasi diri. Suasana hati positif akan meningkatkan efikasi diri, sedangkan suasana hati negatif menurunkan efikasi diri.
Remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang menekuni latihan yoga telah dilatih untuk memusatkan perhatian penuh terhadap tubuh. Pemusatan perhatian terhadap tubuh akan membawa inidividu pada kesadaran terhadap tubuh dan kesadaran terhadap batas kemampuan tubuh. Hal tersebut akan membuat individu lebih peka terhadap irama tubuh dan meningkatkan fungsi kelima indra sehingga meningkatkan kesadaran diri (Feuerstein & Payne, 2010). Individu yang memiliki kesadaran diri tinggi terhadap tubuhnya akan mengurangi kemungkinan salah dalam menginterpretasikan kondisi tubuh (Bandura, 1997). Kemampuan individu dalam menilai kondisi fisik akan meningkatkan ketepatan individu dalam menilai kondisi tubuh. Menurut Bandura (1997) mengoreksi kesalahan interpretasi kondisi tubuh dapat meningkatkan efikasi diri yang dimiliki individu.
Latihan yoga memiliki pengaruh terhadap variabel yang berkaitan dengan efikasi diri. Variabel pertama yaitu kecerdasan emosional. Penelitian Dehganfar, dkk (2014) menemukan bahwa terdapat peningkatan taraf kecerdasan
emosional yang siginifikan pada individu yang melakukan aktivitas yoga. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Kurniawan dan Atamimi (2015) yang menemukan bahwa individu yang mengikuti latihan yoga memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak mengikuti latihan yoga. Kecerdasan emosional diketahui memiliki pengaruh terhadap efikasi diri seseorang (Gharetepeh, Safari, Pashaei, Razaei, & Kajbaf, 2015). Hasil penelitian tersebut didukung oleh penemuan Rastegar dan Memarpour (2009) yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan efikasi diri. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang maka efikasi diri yang dimiliki akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura (1997) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi efikasi diri seseorang adalah kondisi emosional.
Variabel kedua yang memiliki kaitan dengan efikasi diri adalah regulasi emosi. Daly, dkk (2015) menemukan bahwa berlatih yoga dapat meningkatkan regulasi emosi pada remaja. Kemampuan dalam meregulasi emosi dapat membuat individu mampu mengendalikan diri dari emosi negatif yang muncul pada saat menemui hambatan atau permasalahan dalam proses penyelesaian tugas (Triyono, 2014). Tingkat regulasi emosi yang tinggi membuat individu mampu melakukan pengendalian terhadap emosi negatif sehingga berpengaruh terhadap efikasi diri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviarahmah (2016) yang menemukan terdapat hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dan efikasi diri. Semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki individu maka semakin tinggi pula efikasi diri yang dimiliki dalam menghadapi permasalahan.
Berdasarkan pemaparan diatas, remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang menekuni latihan yoga memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dikarenakan yoga dapat memengaruhi kondisi fisiologis individu menjadi lebih baik, mengurangi stres, meningkatkan emosi positif, meningkatkan kesadaran diri, kecerdasan emosi, dan regulasi emosi yang berperan terhadap efikasi diri.
Keterbatasan yang dimiliki penelitian ini adalah tidak dapat dilakukannya proses random pada kelompok yoga dikarenakan keterbatasan jumlah mahasiswa yang telah mengikuti UKM yoga selama lebih dari enam. Keterbatasan yang dimiliki peneliti selanjutnya adalah kurang memperdalam identitas subjek terkait dengan kegiatan kemahasiswaan yang diikuti, minat dan hobi yang dapat digunakan untuk mempertajam faktor pembeda dari hasil penelitian. Keterbatasan peneliti selanjutnya adalah tidak dapat melakukan uji beda pada kategorisasi pendidikan dan
pekerjaan orangtua dikarenakan banyak subjek penelitian yang tidak mengisi pada kolom tersebut.
Berdasarkan prosedur analisis data penelitian yang telah dilakukan, karya tulis ini telah mencapai tujuan penelitian yaitu mengetahui perbedaan taraf efikasi diri antara remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang mengikuti latihan yoga dengan yang tidak mengikuti latihan yoga.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan taraf efikasi diri antara remaja akhir mahasiswa Institut Hindu Dharma Negeri yang mengikuti latihan yoga dengan yang tidak mengikuti latihan yoga. Taraf efikasi diri kelompok yoga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non-yoga. Dengan mengikuti yoga, remaja akhir memperoleh manfaat positif terhadap kondisi fisiologis dan suasana hati yang merupakan salah satu sumber efikasi diri. Remaja akhir akan lebih mampu menghadapi tantangan dan memenuhi tugas perkembangan remaja. Dengan demikian, latihan yoga dapat menjadi salah satu wadah yang efektif untuk meningkatkan efikasi diri remaja akhir.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti dapat memberikan saran bagi remaja akhir, yaitu bagi yang belum mengikuti latihan yoga diharapkan menekuni aktivitas yoga yang memiliki manfaat bagi kondisi fisiologis dan suasana hati yang merupakan salah satu sumber efikasi diri. Bagi remaja akhir yang telah mengikuti latihan yoga diharapkan tekun dalam mengikuti latihan yoga untuk memperoleh manfaat yang optimal dari aktivitas yoga.
Saran bagi orangtua, yaitu orangtua diharapkan dapat memberikan dukungan dan motivasi sebagai upaya meningkatkan minat remaja untuk tekun melakukan aktivitas yoga, karena yoga merupakan kegiatan yang positif dan dapat meningkatkan taraf efikasi diri remaja.
Saran bagi institusi pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi institusi pendidikan untuk menerapkan yoga sebagai sebuah kurikulum wajib yang dilaksanakan di sekolah atau perguruan tinggi. Hal ini penting karena umumnya peserta didik mengalami stres sebagai akibat dari rasa jenuh terhadap rutinitas perkuliahan. Kegiatan yoga dapat dihadirkan sebagai upaya untuk menurunkan stres dan selanjutnya akan mengarah pada peningkatan taraf efikasi diri. Institusi pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan terhadap yoga melalui kegiatan seperti seminar, sosialisasi, atau workshop untuk meningkatkan minat remaja terhadap aktivitas yoga.
Saran bagi peneliti selanjutnya, yaitu dapat memperluas sampel yang digunakan, agar data yang diperoleh dapat lebih representatif dan bervariasi. Pada penelitian ini
tidak dapat dilakukan random sampling pada kelompok nonyoga akibat dari keterbatasan subjek, peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan random sampling pada kedua kelompok subjek. Peneliti selanjutnya dapat melakukan pendataan terhadap minat, hobi atau kegiatan kemahasiswaan yang diikuti untuk mempertajam faktor pembeda dari hasil penelitian. Pada penelitian ini belum dilakukan uji beda terhadap data pendidikan orangtua dan data pekerjaan orangtua, sehingga belum diperoleh data empiris yang pasti mengenai taraf efikasi diri berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan orangtua. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu melakukan analisis data mengenai keterkaitan antara pendidikan dan pekerjaan orangtua dengan efikasi diri. Peneliti selanjutnya juga dapat mengembangkan variabel-variabel lain yang berkaitan dengan efikasi diri seperti konsep diri, kesejahteraan psikologis, kesejahteraan subjektif dan locus of control.
DAFTAR PUSTAKA
Armbrust, W., Lelieveld, O. H., Tuinstra, J., Wulffraat, N. M., Bos, G. J., Cappon, J., dkk. (2016). Fatigue in patients with Juvenile Idiopathic Arthritis: Relationship to perceived health, physical health, self-efficacy, and participation. Pediatric Rheumatology, 1-9. Doi:10.1186/s12969-016-
0125-1
Anggai, A. I. (2015). Hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. (Skripsi). Jawa Tengah: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arora, S., & Bhattacharjee, J. (2008). Modulation of immune
responses in stress by yoga. International Journal of Yoga, 1(2), 45-55. Doi:10.4103/0973-6131.43541
Azwar, S. (2013). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2014). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik. (2010). Profil kriminalitas remaja 2010. Diunduh dari: https://www.bps.go.id/website/pdf_publi-kasi/profil-kriminalitas-remaja-2010.pdf
Bandura, A. (1997). Self Efficacy the exercise of control. New York: W.H Freeman and Company.
Bandura, A. (2005). Adolescent development from an agentic perspective. Dalam F. Pajares, & T. Urdan (Eds.), Selfefficacy and adolescents (hal. 1-43). United States of America: Information Age Publishing.
Bijlani, R. L. (2004). Understanding medical physiology a textbook for medical students third edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical PublisherButzer, B., Ahmed, K., &
Khalsa, S. B. (2016). Yoga enhances positive psychological states in young adult musicians. Applied Psychophysiology and Biofeedback, 41(2), 191-202. Doi:10.1007/s10484-
015-9321-x
Daly, L., Haden, S., Hagins, M., Papouchis, N., & Ramirez, P. (2015). Yoga and emotion regulation in high school
students: A randomized controlled trial. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 8 pages. Doi:10.1155/2015/794928
Dehganfar, H., Alicheshmealaee, M., & Noorbakhs, M. (2014). The effect of yoga training on stress and self-esteem and its relation to emotional intelligence. Journal of Research in Applied Sciences, 1(5), 109-112.
Dwitantyanov, A., Hidayati, F., & Sawitri, D. (2010). Pengaruh pelatihan berpikir positif pada efikasi diri akademik mahasiswa (Studi eksperimen pada mahasiswa fakultas psikologi undip semarang). Jurnal Psikologi Undip, Vol. 8, No.2, 135-141.
Erikson, E.H. 1968. Identity: Youth and crisis. New York: Norton & CompanyFeuerstein, G., & Payne, L. (2010). Yoga for Dummies 2nd Edition. Indiana: Wiley Publishing, Inc.
Feuerstein, G., & Payne, L. (2010). Yoga for dummies 2nd edition. Indiana: Wiley Publishing, Inc.
Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Gharetepeh, A., Safari, Y., Pashaei, T., Razaei, M., & Kajbaf, M. B. (2015). Emotional intelligence as a predictor of selfefficacy among students with different levels of academic achievement at Kermanshah University of medical sciences. Journal of Advances in Medical Education and Professionalism, 3(2), 50-55.
Gupta, S. R., & Kolasinski, S. L. (2008). Mind-Body therapies in the management of rheumatoid arthritis. Dalam B. N. De Luca, Mind-Body and relaxation research focus (hal. 72-79). New York: Nova Science Publishers, Inc.
Hanem, A., Ahmed, & Elmasari, Y. (2011). Effect of self awareness education on the self efficacy and sociotropy autonomy characteristics of nurses in a psychiatry clinic. Life Science Journal, 8(2), 853-855.
Hawk, C., & Evans, W. (2013). Health promotion and wellness : An evidece-based guide to clinical preventive services. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Het, S., & Wolf, O. T. (2007). Mood changes in response to
psychosocial stress in healthy young women: Effects of pretreatment with cortisol. Behavioral Neuroscience, 121(1), 11-20. doi:10.1037/0735-7044.121.1.11
Holcombe, K. (2012, June 15). Breathe easy: Relax with pranayama. Dipetik February 25, 2016, dari Yoga Journal:
http://www.yogajournal.com/article/practice-section/heal-ing-breath/
Kee, J. C., & Hayes, E. R. (1994). Farmakologi pendekatan proses keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kinasih, A. S. (2010). Pengaruh latihan yoga terhadap peningkatan kualitas hidup. Buletin Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 18(1), 1-12.
Kompas. (2013, November 18). Inovasi remaja yang membuat decak kagum.Diunduh
dari:sains.kompas.com:http://sains.kompas.com/read/2013/ 11/18/1010241/Inovasi.Remaja.yang.Membuat.Decak.Kag um
Kompas. (2016). Buwas: Pengguna narkoba di Indonesia meningkat hingga 5,9 juta orang. Diunduh dari:
http://regional.kompas.com/read/2016/01/11/14313191/
Buwas.Pengguna.Narkoba.di.Indonesia.Meningkat.hingga. 5.9.Juta.Orang
Kurniawati, S., & Atamimi, N. (2015). Perbedaan kecerdasan
emosional pada remaja yang mengikuti dan tidak mengikuti kelas yoga. (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Unversitas Gadjah Mada.
LIPI. (2015, Mei 18). Remaja indonesia berjaya di ajang intel international science and engineering fair (IISEF) 2015. Diunduh dari: infokompetisi.lipi.go.id: http://infokompe-tisi.lipi.go.id/remaja-indonesia-berjaya-di-ajang-intel-inter-national-science-and-engineering-fair-iisef-2015/
Liputan6. (2016). Skripsi ditolak dan diputus pacar, mahasiswa Jaksel gantung diri. Diunduh dari:
http://news.liputan6.com/read/2563051/skripsi-ditolak-dan-diputus-pacar-mahasiswa-jaksel-gantung-diri
Mahajan, A. (2014). Role of yoga in hormonal homeostasis. International Journal of Clinical and Experimental Physiology, 1(3), 173-178. Doi:10.4103/2348-8093.143474
Marefat, M., Peymanzad, H., & Alikhajeh, Y. (2011). The study of the effect of yoga exercises on addicts depression and anxiety in rehabilitation period. Procedia - Social and Behavioral Science 30, 1496-1497.
Doi:10.1016/j.sbspro.2011.10.289
McCall, T. B. (2007). Yoga as medicine : the yogic prescription for health and healig : A yoga journal book. United States of America: Bantam Dell.
Medrano, L. A., Flores-Kanter, E., Moretti, L., & Pereno, G. L. (2016). Effects of induction of positive and negative emotional states on academic self-efficacy beliefs in college students. Psicologia Educative, 22(2), 135-141.
Muris, P. (2002). Relationships between self-efficacy and symptoms of anxiety disorders and depression in a normal adolescent sample. Personality and Individual Differences, 19 (2), 337.
Netz, Y., & Lidor, R. (2003). Mood alterations in mindful versus aerobic exercise modes. Journal of Psychology, 137, 405419. Doi:10.1080/00223980309600624
Noggle, J. J., Steiner, N. J., Minami, T., & Khalsa, S. B. (2012). Benefits of yoga for psychosocial well-being in a US high school curriculum: A preliminary randomized controlled trial. Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics, 193-201.
Noviarahmah, J. H. (2016). Hubungan antara regulasi emosi dan efikasi diri pada atlet panjat tebing saat menghadapi pertandingan. (Skripsi). Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Gunadharma. Rastegar, M., & Memarpour, S. (2009). The relationship between emotional intelligence and self-efficacy among Iranian EFL teachers. System, 37(4), 700-707.
doi:dx.doi.org/10.1016/j.system.2009.09.013
Rastegar, M., & Memarpour, S. (2009). The relationship between emotional intelligence and self-efficacy among Iranian EFL teachers. System, 37(4), 700-707.
Doi:dx.Doi.org/10.1016/j.system.2009.09.013
Rustika, I.M. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada remaja. (Disertasi tidak dipublikasikan). Program Doktor Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Santoso, S. (2005). Menguasai statistik di era informasi dengan SPSS
14. Jakarta: PT Elexmedia Komputindo.
Santrock. (2007a). Perkembangan anak. Edisi ketujuh. Jilid dua.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santrock. (2007b). Remaja. Edisi 11 (Widyasinta B., penerjemah/pen.). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarasvati, S. (2002). Asana, pranayama, mudra, bandha (Hartini, penerjemah/pen.). Surabaya: Paramita.
Smyth, J., Ockenfels, M. C., Porter, L., Kischbaum, C., Hellhammer,
D. H., & Stone, A. A. (1998). Stressors and mood measured on a momentary basis are associated with salivary cortisol secretion. Psychoneuroendocrinology, 23(4), 353-370.
Streeter, C. C., Whitfield, T. H., Owen, L., Rein, T., Karri, S. K.,
Yakhkind, A., dkk. (2010). Effects of yoga versus walking on mood, anxiety, and brain gaba levels: A randomized controlled MRS study. Journal of Alternative and Complementary Medicine, 16(11), 1145-1152.
Doi:10.1089/acm.2010.0007
Thirthalli, J., Naveen, G. H., Rao, M. G., Varambally, S., Christoper,
R., & Gangadhar, B. N. (2013). Cortisol and antidepressant effects of yoga. Indian Journal of Psychiatry, 55, 405-408. Doi:10.4103/0019-5545.116315
Triyono. (2014). Hubungan antara efikasi diri dan regulasi emosi dengan prokrastinasi akademik siswa SMA. (Skripsi). Surakarta: Program Studi Magister Sains Psikologi
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Vinay, A., Venkatesh, D., & Ambarish, V. (2016). Impact of shortterm practice of yoga on heart rate variability. International Journal of Yoga, 9(1), 62-66. Doi:10.4103/0973-
6131.171714
Wei, M. (2015, May 22). 7 Ways yoga helps children and teens.
Diambil kembali dari PsychologyToday :
https://www.psychologytoday.com/blog/urbansurvival/201 505/ 7-ways-yoga-helps-children-and-teens
Witami, N.M. (2017) Studi Pendahuluan terkait permasalahan yang dialami remaja akhir mahasiswa di Denpasar. (Naskah tidak dipublikasikan). Denpasar: Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
39
Discussion and feedback