PERAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN EKSPRESI EMOSI TERHADAP KEPUASAN PERKAWINAN PADA PEREMPUAN DI USIA DEWASA MADYA
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Positif, 16-28
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
PERAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN EKSPRESI EMOSI TERHADAP KEPUASAN PERKAWINAN PADA PEREMPUAN DI USIA DEWASA MADYA
Ni Kadek Pradnya Paramita dan Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Kepuasan perkawinan merujuk pada suatu perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna lebih luas daripada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan. Terdapat beberapa faktor-faktor memengaruhi kepuasan dalam perkawinan antara lain adalah gender, tahapan usia, komunikasi yang terjalin antara pasangan, serta pengungkapan emosi terhadap pasangan. Perempuan cenderung lebih rendah merasakan kepuasan perkawinan dibandingkan laki-laki serta perempuan dewasa madya cenderung lebih merasakan kepuan perkawinan dibandingkan dewasa awal karena perempuan dewasa madya telah memasuki masa sarang kosong sehingga dapat menghabiskan waktu bersama dengan pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya. Subjek penelitian ini adalah perempuan yang berada pada usia dewasa madya yang telah memiliki anak yang beranjak dewasa dan telah melangsungkan perkawinan serta berdomisili di Kota Denpasar. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini menggunakan skala kepuasan perkawinan, skala komunikasi interpersonal, serta skala ekspresi emosi. Hasil dari uji regresi berganda menunjukkan nilai regresi R=0,424 dengan taraf sigifikansi 0,000 (p<0,05) serta R Square=0,180 sehingga dapat disimpulkan komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi sama-sama berperan sebesar 18% terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya. Koefisien beta terstandarisasi menunjukkan nilai 0,344 dengan taraf signifikansi 0,012 (p<0,05) yang
menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal berperan secara signifikan terhadap kepuasan perkawinan. Koefisien beta terstandarisasi menunjukkan nilai 0,100 dengan taraf signifikansi 0,454 (p<0,05) yang
menunjukkan bahwa ekspresi emosi tidak berperan secara signifikan terhadap kepuasan perkawinan.
Kata kunci: Komunikasi interpersonal, ekspresi emosi, kepuasan perkawinan, perempuan, dewasa madya
Abstract
Marital satisfaction refers to a positive feeling has couples in a marriage that has a broader meaning than enjoyment, pleasure and delight. There are several factors influencing satisfaction in marriage among others, gender, ages, couples communication, as well as expressing emotions against the couple. Women tend to be lower marital satisfaction than men and middle age women tend to feel more marital satisfaction than early adulthood for women entering middle age have empty nests so that they can spend time with your partner. This study aims to look at the role of interpersonal communication and emotional expression on marital satisfaction in women in middle adulthood. The subjects were women who are at the age of middle age who have had children who grow up and have to mate domiciled in Denpasar. Measuring instrument used in this study using a scale of marital satisfaction, interpersonal communication scale, and the scale of emotional expression. The results of multiple regression test showed regression value of R = 0.424 with a significance level of 0,000 (p <0.05) as well as R Square = 0.180 so that we can conclude interpersonal communication and emotional expression are an equally important by 18% of marital satisfaction in women in middle adulthood. Standardized beta coefficient indicates the value of 0.344 with a significance level of 0.012 (p<0.05), which indicates that interpersonal communication significantly contribute to marital satisfaction. Standardized beta coefficient indicates a value of 0.100 with a significance level of 0.454 (p<0.05), which indicates that these emotional expressions do not contribute significantly to marital satisfaction.
Keywords: interpersonal communication, emotional expression, marital satisfaction, Woman, middle adulthood
LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dengan adanya interaksi yang terjalin maka akan terbentuk suatu hubungan, seperti hubungan pertemanan, hubungan asmara yang berlanjut ke dalam tahap perkawinan. Olson dan DeFrain (2003) mengungkapkan bahwa perkawinan sebagai perasaan emosional dan komitmen yang diikat dengan hukum di antara dua orang untuk berbagi keintiman secara fisik dan emosional, berbagi tugas dan sumber daya ekonomi.
Setiap pasangan suami istri yang menjalani kehidupan rumah tangga akan mengharapkan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan memuaskan. Terdapat bermacam-macam alasan bagi seseorang untuk melangsungkan perkawinan, yaitu ingin berbagi, membutuhkan cinta dan kedekatan mendapatkan dukungan dari orang lain, memiliki pasangan untuk berhubungan seksual, dan untuk memiliki anak (Olson & DeFrain, 2003). Dengan kata lain, tujuan pasangan suami istri melangsungkan perkawinan untuk membentuk sebuah rumah tangga yang mencapai kebahagian dan kepuasan. Sesuai dengan UU No 1 Tahun 1974 pasal 1 menyebutkan bahwa tujuan dari sebuah perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Sudarsono, 2005).
Kepuasan dalam perkawinan bagi semua pasangan suami istri merupakan suatu hal yang penting dalam perjalanan suatu perkawinan. Menurut Olson dan DeFrain (2003) kepuasan perkawinan adalah perasaan subjektif dari pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas dan menyenangkan terhadap perkawinan secara menyeluruh. Kepuasan perkawinan merupakan kondisi seseorang mendapatkan manfaat dari pasangan dalam suatu hubungan perkawinan. Semakin besar manfaat yang didapatkan dalam sebuah perkawinan maka kepuasan perkawinan akan meningkat (Stone & Shackelford, 2007). Dengan adanya kepuasan dalam perkawinan, mengakibatkan pasangan suami istri akan menumbuhkan komitmen dalam kehidupan rumah tangga. Papalia, Old dan Felman (2008) menjelaskan komitmen merupakan faktor terpenting dalam kesuksesan perkawinan. Dengan adanya komitmen dan perasaan kewajiban terhadap pasangan membuat pasangan akan mempertahankan perkawinan. Dengan kata lain, tingkat kepuasan dalam perkawinan akan berdampak terhadap kualitas dari sebuah perkawinan.
Terdapat beberapa faktor-faktor memengaruhi kepuasan dalam perkawinan antara lain adalah gender (Ryne dalam Sadarjoen, 2005), tahapan usia (Ghorchof, John, & Helson, 2008), dan latar belakang pendidikan (Papalia,Old, & Felman, 2008). Salah satu faktor yang sering dikaitkan dengan kepuasan perkawinan adalah gender. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kepuasan perkawinan
pada perempuan dan laki-laki. Hasil survei di Amerika Serikat (Pujiastuti & Retnowati, 2004) ditemukan bahwa para istri cenderung memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang lebih rendah (56%) dibandingkan dengan para suami (60%). Hal ini dapat dilihat pada kasus perceraian di Indonesia, dalam lima tahun terakhir dari tahun 2010 sampai 2014, meningkat 52 %. Sebanyak 70 % perceraian diajukan oleh istri (Health.kompas.com, 2015). Hal ini menunjukkan perempuan cenderung merasakan ketidakpuasan terhadap perkawinan yang sedang dijalani sehingga memutuskan untuk menempuh jalan perceraian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Donnelly (dalam Litzinger & Gordon, 2005) bahwa rendahnya kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan oleh pasangan berdampak pada perceraian dan tidak adanya kegiatan sexual yang dilakukan oleh pasangan.
Perbedaan kepuasan dalam perkawinan antara laki-laki dan perempuan terletak pada aspek emosional (Helgeson, 2012). Dalam segi emosional, perempuan cenderung untuk fokus pada orang lain, yang menjelaskan mengapa perasaan dan perilaku orang lain memengaruhi perilaku dan perasaan perempuan. Laki-laki cenderung untuk fokus pada diri sendiri, yang menjelaskan mengapa hanya atribut dari diri sendiri yang menentukan perasaan dan perilaku laki-laki. Kepuasan perkawinan pada perempuan dikaitkan dengan bagaimana dalam suatu hubungan suami istri dapat saling mengekspresikan emosi yang sedang dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh Sprecher (dalam Helgeson, 2012) menunjukkan bahwa dalam suatu hubungan perempuan lebih terlibat emosional dibandingkan laki-laki. Istri akan lebih ekspresif baik emosi positif maupun negatif (Carstensen, Gottman, & Levenson, 1995).
Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar yang memiliki karakteristik penduduk seperti pekerjaan, pendidikan, serta adat dan budaya. Mayoritas perempuan yang berada di Kota Denpasar adalah perempuan Bali yang memiliki peran yang tidak sedikit dan wajib untuk dilaksanakan. Kewajiban seorang perempuan Bali meliputi tiga peran (triple roles) yaitu berperan sebagai pengurus dan pelindung rumah tangga, berperan sebagai pencari nafkah, berperan sebagai pelaksana adat baik dikeluarga, banjar, maupun di desa adat (Kusuma, 2015). Dengan adanya banyaknya peran yang dijalankan oleh perempuan serta keadaan emosional yang dirasakan perempuan maka penting untuk meneliti terkait kepuasan perkawinan pada perempuan.
Tingkat kepuasan dalam perkawinan juga dipengaruhi oleh tingkatan usia perkembangan perempuan. Kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh tingkatan usi perkembangan dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghorchof, John, dan Helson (2008) yang mengungkapkan tingkatan kepuasan pada tahapan usia dewasa madya mengalami peningkatan dibandingkan tahapan dewasa awal. Sebagian besar perempuan memutuskan untuk melangsungkan perkawinan di usia dewasa awal sehingga tingkat kepuasan
perkawinan pada tahapan dewasa madya lebih tinggi daripada dewasa awal. Hal ini dapat dilihat dari data BPS tahun 2010, menunjukkan rata-rata perempuan di daerah perkotaan melangsungkan perkawinan pada usia 20-22 tahun (BKKBN, 2011). Perempuan yang melangsungkan perkawinan di usia dewasa awal masih melakukan penyesuaian dalam perkawinan (Hurlock, 1980).
Perempuan pada usia dewasa madya, memasuki masa yang disebut sarang kosong (Hurlock, 1980). Peran dan tugas pada usia dewasa madya mulai berkurang karena anak-anak telah beranjak dewasa dan meninggalkan rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Ghorchof, John, dan Helson (2008) menunjukkan bahwa pasangan yang memiliki anak yang telah dewasa dan sudah meninggalkan rumah menunjukkan kepuasan perkawinan yang lebih tinggi daripada pasangan muda yang memiliki anak yang masih tinggal bersama. Sindrom sarang kosong (Empty Nest syndrome) menyatakan kepuasan perkawinan akan meningkat pada anak-anak yang telah pergi, sehingga pasangan yang menjalankan perkawinan mempunyai lebih banyak waktu untuk mengejar minat karir dan lebih banyak waktu untuk menghabiskan waktu bersama serta perempuan dewasa madya cenderung sedikit mengekpresikan emosi negatif dan menggunakan afeksi ketika terjadi permasalahan sehingga perempuan dewasa madya lebih merasakan kepuasan perkawinan dibandingkan dewasa awal (Santrock, 2002; Cartensen, Gottman, & Lavenson, 1995).
Pasangan di usia dewasa madya lebih merasakan kepuasan dalam perkawinan, namun perempuan yang memasuki usia dewasa madya akan menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Banyak hal yang akan dilalui dalam rentang usia dewasa madya, seperti datangnya masa menopause, menurunnya daya tarik seksual terhadap suami, tuntutan masyarakat yang mengharapkan perempuan untuk dapat berpikir dan berperilaku sesuai dengan usianya, serta masalah rumah tangga. Masalah rumah tangga yang dihadapi perempuan dewasa madya seperti masalah ekonomi, masalah pekerjaan, serta masalah pengambilan kepurusan untuk anak (Walgito, 1984a). Dengan adanya masa sarang kosong pada usia dewasa yang menyebabkan kepuasan perkawinan meningkat dibandingkan dewasa awal serta permasalahan yang terjadi pada perempuan di usia dewasa madya, maka penting untuk meneliti kepuasan perkawinan di usia dewasa madya.
Selain faktor-faktor gender, tingkatan usia perkembangan terdapat faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan seperti komunikasi (Sari, 2010), kepuasan seksual (Zulaikah, 2008), dan Resolusi konflik (Desmayanti, 2009). Hasil penelitian terkait faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan yang dilakukan oleh Srisusanti & Zulkaida (2013) ditemukan bahwa terdapat tiga faktor kepuasan perkawinan yang dominan pada istri yaitu
hubungan interpersonal dengan pasangan, partisipasi keagamaan dan kehidupan seksual.
Dalam sebuah kehidupan rumah tangga tidak pernah terlepas dari konflik. Bersatunya dua orang yang memiliki kehidupan dan cara pikir berbeda tentu bisa menimbulkan konflik. Setiap individu mempunyai perbedaan sifat, karakter, kebiasaan dan keunikan masing-masing, maka seorang yang sudah melakukan perkawinan perlu menerima segala perbedaan yang nanti akan muncul dalam perkawinan. Jika salah satu pasangan tidak memahami dan menerima perbedaan yang muncul, maka akan menimbulkan masalah dalam perkawinan. Setiap pasangan pada umumnya pasti akan berusaha untuk mengatasi hal-hal yang menggoyahkan perkawinan, namun apabila tidak menemukan solusi atau pemecahan masalah maka pasangan suami istri akan mengambil jalan perceraian untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama menyebutkan, angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Pada tahun 2010 hingga 2014, dari sekitar 2 juta pasangan menikah, 15 persen di antaranya bercerai. Angka perceraian yang diputus pengadilan tinggi agama seluruh Indonesia tahun 2014 mencapai 382.231, naik sekitar 100.000 kasus dibandingkan dengan pada 2010 sebanyak 251.208 kasus (Health.Kompas.com, 2015). Di Kota Denpasar bedasarkan data yang ada, kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Denpasar pada 2014 mencapai 500 perkara. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah sekitar 300 perkara. Mengenai penyebab perceraian di Denpasar, disebabkan oleh lemahnya komunikasi antara pasangan suami istri (Replubika.co.id, 2015). Menurut data dari Kementrian Agama Kota Denpasar, masalah komunikasi yang sering terjadi yang menyebabkan perceraian adalah kurangnya komunikasi dan tidak adanya saling pengertian serta dan terjadinya komunikasi yang pasif dalam rumah tangga (Kementrian Agama Kota Denpasar, 2016).
Pada kenyataan yang ada tidak semua pasangan suami istri dapat membangun keluarga yang harmonis. Tingginya angka perceraian menunjukkan bahwa terdapat berbagai macam masalah yang dapat menyebabkan pasangan suami istri memutuskan untuk bercerai. Terdapat berbagai masalah-masalah yang terjadi dalam perkawinan, salah satu masalah yang sering terjadi pada pasangan suami istri adalah masalah komunikasi. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat menimbulkan konflik, masalah yang sering terjadi dalam komunikasi terjadi karena menggunakan gaya komunikasi negatif (Lestari, 2014).
Salah satu solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah melakukan komunikasi yang efektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Hajizah (2012) yang mengungkapkan komunikasi yang efektif merupakan dasar
pemecahan semua masalah dalam perkawinan. Membangun komunikasi yang intim antara suami dan istri akan membantu pasangan dalam melakukan penyesuaian dan menghadapi masa kritis. Pasangan suami istri yang melakukan komunikasi secara efektif akan memengaruhi kepuasan dalam perkawinan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) yang mengungkapkan keberhasilan dalam melakukan komunikasi akan memengaruhi kepuasan dalam perkawinan. Kemampuan dalam komunikasi seperti adanya keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan dapat meningkatkan kepuasan dalam perkawinan.
Pasangan suami istri yang mampu bersikap positif dalam melakukan komunikasi interpersonal efektif dapat mendukung mewujudkan keharmonisan dalam perkawinan. Pasangan suami istri yang menunjukkan sikap negatif seperti saling curiga terhadap pasangannya maka hubungan interpersonal menjadi renggang dan mengakibatkan komunikasi interpersonal antara suami dan istri menjadi tidak efektif ( Rakhmat, 2015). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013) yang mengungkapkan apabila komunikasi interpersonal pasangan suami istri semakin efektif maka perkawinan semakin harmonis.
Komunikasi yang digunakan suami istri dalam berinteraksi adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal secara khusus terjadi antara dua orang terlibat dalam interaksi tatap muka yang menggunakan saluran-saluran verbal maupun nonverbal dan memiliki akses kepada umpan balik langsung (Budyatna, 2015). Dengan adanya komunikasi secara langsung, pasangan suami istri akan saling berbagi pikiran dan perasaan secara terbuka. Komunikasi yang baik terjadi ketika masing-masing pasangan mampu mengungkapkan isi hati dengan terbuka dan mengekspresikan emosi secara langsung dengan kontrol yang baik. Gaya pengungkapan dan pola ekspresi emosi yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda. Halberstadt, Stifer, & Parke (1995) mendefinisikan ekspresi emosi sebagai gaya individu yang menetap dalam mengekspresikan emosi verbal dan nonverbal yang sering muncul tetapi tidak selalu tampak sebagai sesuatu hal yang berhubungan dengan emosi.
Pengungkapan ekspresi emosi antara pasangan suami-istri berpengaruh terhadap kualitas kehidupan rumah tangga. Olson & Olson (2000) menemukan 79 % pasangan merasa senang apabila pasangan mampu memahami dirinya, 82 % pasangan akan merasa senang apabila dapat mengekspresikan perasaan. Pengungkapan ekspresi emosi dibagi menjadi dua dimensi yaiti emosi positif dan emosi negatif.
Pengungkapan ekspresi emosi antara laki-laki terdapat perbedaan. Perempuan akan cenderung lebih mengekspresikan perasaan yang sedang dialami dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cartensen,
Gottman, & Lavenson (1995) menunjukkan perempuan lebih agresif dan ekspresif secara emosional baik secara emosi positif maupun negatif. Perempuan akan mengekspresikan perasaan bahagia, senang mapun perasaan marah dan sedih daripada laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmiati (2010) yang mengungkapkan bahwa frekuensi pengungkapan emosi positif yang sering dilakukan oleh istri seperti mengungkapkan kasih sayang yang dalam dan menceritakan kepada anggota keluarga terkait perasaan bahagia yang dirasakan akan meningkatkan kepuasan perkawinan istri.
Kecenderungan pasangan suami istri dalam mengekspresikan emosi berdampak terhadap kepuasan dalam perkawinan. Pasangan yang dapat mengekspresikan emosi yang positif maupun negatif seperti mengungkapkan kasih sayang, rasa kesal dan marah terhadap pasangan akan merasakan kepuasan dalam perkawinan sedangkan pasangan yang tidak dapat mengekspresikan emosi yang positif maupun negatif tidak merasakan kepuasan dalam perkawinan.
Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar dengan pertimbangan yaitu Kota Denpasar memiliki karakteristik penduduk dalam segi agama, pekerjaan, pendidikan serta memiliki adat dan budaya yang kuat. Mayoritas perempuan yang berada di Kota Denpasar merupakan perempuan Bali yang memiliki peran sebagai pengurus dan pelindung rumah tangga, berperan sebagai pencari nafkah dan pelaksana adat baik dikeluarga, banjar, maupun di desa adat (Kusuma, 2015).
Berdasarkan latar belakang masalah, kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah gender dan tingkatan usia perkembangan. Perbedaan kepuasan perkawinan antara laki-laki dan perempuan terletak pada aspek emosional serta perempuan memiliki peran yang banyak dalam kehidupan perkawinan. Perempuan akan cenderung mengekspresikan emosi ketika merasakan kepuasan dalam perkawinan. Selain itu, perempuan pada dewasa madya cenderung merasakan kepuasan perkawinan lebih tinggi dibandingkan pada perempuan dewasa awal hal ini disebabkan karena pada di usia dewasa awal perempuan cenderung melakukan penyesuaian dalam perkawinan.
Selain faktor gender dan tingkatan usia pentingnya komunikasi interpersonal akan berdampak pula terhadap kepuasan perkawinan. Dengan adanya komunikasi interpersonal yang efektif akan membantu pasangan suami istri dalam memecahkan masalah sehingga terhindar dari konflik yang berkelanjutan yang dapat berdampak pada kepuasan dalam perkawinan. Pasangan suami istri yang melakukan komunikasi interpersonal yang efektif akan cenderung dapat mengungkapkan perasaan, pikiran, emosi secara langsung sehingga masalah akan cepat terselesaikan. Pengungkapan ekspresi emosi pada pasangan suami istri seperti mengungkapkan kasih terhadap pasangan juga berdampak pula terhadap kepuasan perkawinan. Dengan
demikian penting untuk meneliti peran komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan usia dewasa madya. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana peran komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dalam pengembangan ilmu Psikologi Perkembangan Keluarga, Psikologi Komunikasi, dan Psikologi Kesehatan Mental serta dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat praktis bagi perempuan dewasa madya, keluarga, serta masyarakat untuk dapat meningkatkan kepuasan perkawinan dengan melihat faktor-faktor dalam komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi serta dapat bermanfaat bagi praktisi konseling sehingga dapat memberikan konseling dan terapi bagi pasangan yang kurang mampu untuk melakukan komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi secara terbuka.
METODE PENELITIAN
Variabel dan definisi operasional
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi serta variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kepuasan perkawinan
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini, adalah :
-
1. Kepuasan Perkawinan
Kepuasan perkawinan merujuk pada suatu perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna lebih luas daripada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan dalam menilai aspek-aspek dalam suatu hubungan perkawinan. Kepuasan perkawinan diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Fower dan Olson (1993), yaitu mencakup isu kepribadian, komunikasi, resolusi konflik, pengaturan keuangan, aktivitas waktu luang, hubungan seksual, anak dan pengasuhan, keluarga dan teman, kesetaraan peran, agama.
-
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian pesan oleh satu orang dan orang lain sebagai penerima yang mempunyai hubungan yang jelas dan terlibat dalam interaksi tatap muka yang menggunakan saluran verbal maupun nonverbal dan memiliki akses untuk memberikan umpan balik segera yang terjadi dalam sebuah keluarga. Komunikasi Interpersonal diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bochner dan Kelly (dalam DeVito, 2010), yang terdiri dari keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.
-
3. Ekspresi Emosi
Ekspresi emosi merupakan gaya individu dalam memperlihatkan emosi baik secara verbal maupun nonverbal melalui wajah dan suara, kata-kata, tata bahasa yang secara khas menyertai emosi tersenyum, menangis, marah, perasaan cinta, simpati maupun malu yang terjadi dalam sebuah keluarga. Ekspresi emosi diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Gross dan John (1995), yang terdiri dari ekspresi emosi positif, ekspresi emosi negatif, dan kekuatan impuls.
Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan dewasa madya dan berdomisili di Kota Denpasar. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari perempuan dewasa madya yang berdomisili di Kota Denpasar yang memiliki karakteristik :
-
1. Perempuan yang sudah melangsungkan perkawinan
-
2. Berdomisili di Kota Denpasar
-
3. Berusia pada rentang 40-60 tahun
-
4. Telah memiliki anak yang telah beranjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk menjalankan perkawinan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple ramndom sampling. Dengan menggunakan teknik simple random sampling, maka tidak ada penentuan kriteria lokasi tertentu, semua anggota populasi mendapatkan peluang yang sama untuk menjadi subjek penelitian dan dipilih secara acak. Pada proses pengambilan data jumlah skala penelitian yang disebar sebanyak 110 eksemplar tetapi hanya 107eksemplar skala penelitian yang memenuhi syarat untuk dapat dianalisis.
Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2016. Penyebaran skala penelitian dilakukan di berbagai tempat di Kota Denpasar. Distribusi penyebaran skala penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel L Distribusi penvebaran skala penelitian | ||
No. |
Lokasi Penyebaran Skala Penelitian |
Jumlah Skala Peneliban |
1 |
Instansi Pemerintahan |
25 Eksemplar |
.l |
Lembaga Pendidikan |
25 Eksemplar |
3. |
Instansi Kesehatan Nlasyarakat |
50 Eksemplar |
4. |
Dititipkan pada teman yang selanjutnya diberikan kepada ibu teman |
10 Eksemplar |
Alat Ukur
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tiga skala penelitian yaitu skala kepuasan perkawinan, skala komunikasi interpersonal, dan skala ekspresi emosi. Skala kepuasan perkawinan dimodifikasi dari skala Rospita (2015) yang mengacu pada aspek-aspek kepuasan perkawinan yang dikemukakan oleh Fower dan Olson (1993), skala komunikasi interpersonal disusun sendiri oleh peneliti yang mengacu pada aspek komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Bochner dan Kelly (dalam DeVito, 2010), skala ekspresi
emosi disusun sendiri oleh peneliti yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Gross dan John (1995).
Skala kepuasan perkawinan terdiri dari 56 aitem, skala komunikasi interpersonal terdiri dari 42 aitem serta skala ekspresi emosi terdiri dari 39 aitem. Pada skala kepuasan perkawinan terdiri dari aitem favorable. Penilaian skala dikategorikan dalam empat pilihan jawaban, yaitu sangat puas, puas, tidak puas, dan sangat tidak puas. Pada skala komunikasi interpersonal dan skala ekspresi emosi terdiri dari aitem favorable dan unfavorable. Penilaian skala dikategorikan dalam empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai.
Validitas alat ukur pada penelitian ini menggunakan validitas isi dan konstruk. Validitas isi diukur berdasarkan pendapat ahli (expert judgement) serta menguji validitas konstruk dengan cara mengeliminasi skor corrected item-total correlation sama dengan atau kurang dari 0,30 ( > 0,30 ). Uji reliabilitas alat ukur pada penelitian ini dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha. Alat ukur dikatakan reliabel apabila skor reliabilitasnya lebih dari 0,60 ( > 0,60 ).
Uji validitas skala kepuasan perkawinan menghasilkan 55 aitem valid dan satu aitem gugur. Aitem yang valid memiliki koefisien validitas yang bergerak dari 0,526 – 0,830. Hasil uji reliabilitas skala kepuasan perkawinan menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah sebesar 0,983.
Uji validitas skala komunikasi interpersonal menghasilkan 39 aitem valid dan tiga aitem gugur. Aitem yang valid memiliki koefisien validitas yang bergerak dari 0,582 – 0,855. Hasil uji reliabilitas skala komunikasi interpersonal menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah sebesar 0,979.
Uji validitas skala ekspresi emosi yang telah dilakukan menghasilkan 33 aitem valid dan lima aitem gugur. Aitem yang valid memiliki koefisien validitas yang bergerak dari 0,489 – 0,781. Hasil uji reliabilitas skala ekspresi emosi menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah sebesar 0,962.
Teknik Analisis Data
Pengujian hipotesis dilakukan setelah data penelitian terlebih dahulu melewati syarat uji asumsi yaitu uji normalitas, uji liniearitas, dan uji multikolinearitas. Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, uji linearitas menggunakan uji Compare Mean, uji multikolinearitas melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Collinierity Tolerance. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis mayor dan hipotesis minor. Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 20.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan karakteristik subjek diperoleh bahwa total subjek berjumlah 107 orang. Berdasarkan usia mayoritas usia perempuan berada pada rentang 46 sampai 50 tahun dan 51 sampai 55 tahun masing-masing dengan persentase sebesar 39,25%. Berdasarkan lama perkawinan mayoritas subjek memiliki lama perkawinan selama 26 tahun dengan persentase sebesar 14,02%. Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas subjek memiliki pendidikan terakhir pada tingkat SMA dengan persentase sebesar 43,93%. Berdasarkan pekerjaan mayoritas pekerjaan perempuan adalah sebagai pegawai negeri sipil dengan persentase sebesar 55,14%. Berdasarkan tempat tinggal mayoritas subjek tinggal pada rumah sendiri dengan persentase sebesar 77,57%. Berdasarkan jumlah pendapatan mayoritas subjek memiliki jumlah pendapatan pada kisaran Rp 2.500.000,00 - Rp 4.000.000,00 dengan persentase sebesar 46,73%.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi data penelitian yaitu kepuasan perkawinan, komunikasi interpersonal, dan ekspresi emosi dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Deskripsi data penelitian
Variabel |
N |
Mean Teoritis |
Mean Empiris |
Std : Deviasi Teontis |
Std Deviasi Empiris |
Sebaran Teoritis |
Sebaran Empiris |
KP |
107 |
137,30 |
17434 |
27^0 |
14,723 |
55-220 |
129-210 |
KI |
107 |
9730 |
115,10 |
16,50 |
10,444 |
39-156 |
93-150 |
EE |
107 |
8230 |
95,03 |
19.50 |
7.666 |
33-132 |
80-131 |
Pada |
tabel |
2, |
dapat |
dilihat |
bahwa |
kepuasan |
perkawinan memiliki mean empiris lebih besar dari mean teoritis dengan perbedaan sebesar 37,34 (mean empiris > mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki kepuasan perkawinan yang tinggi. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 129 sampai 210 yang berdasarkan penyebaran frekuensi 98,13% subjek berada diatas mean teoritis.
Pada tebel 2, dapat dilihat bahwa komunikasi interpersonal memiliki mean empiris lebih besar dari mean teoritis dengan perbedaan sebesar 17,60 (mean empiris > mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki komunikasi interpersonal yang tinggi. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 93 sampai 150 yang berdasarkan penyebaran frekuensi 91,59% subjek berada di atas mean teoritis.
Pada tabel 2, dapat dilihat bahwa ekspresi emosi memiliki mean empiris lebih besar dari mean teoritis dengan perbedaan sebesar 12,53 (mean empiris > mean teoritis) sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki ekspresi emosi yang tinggi. Rentang skor subjek penelitian berkisar antara 80 sampai 131 yang berdasarkan penyebaran frekuensi 96,26% subjek berada di atas mean teoritis.
Uji Asumsi
Tabel 3
Uji Dormalitas data penelitian
Variabel |
Kolmogorof-Smirnov Z |
Asvmp. Sig. (2-tailed) (P) |
Kepuasan Perkawinan |
0,900 |
0J92 |
Komunikasi Interpersonal |
1.300 |
0.068 |
Ekspresi Emosi |
1,098 |
0,178 |
Pada penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan melihat signifikansi. Data dikatakan normal apabila hasil probabilitas p>0,05 (Santoso, 2005). Pada tabel 3, dapat dilihat variabel kepuasan perkawinan berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorof-Smirnov sebesar 0,900 dengan signifikansi 0,392 (p>0,05). Variabel komunikasi interpersonal berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorof-Smirnov sebesar 1,300 dengan signifikansi 0,068 (p>0,05). Variabel ekspresi emosi berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorof-Smirnov sebesar 1,098 dengan signifikansi 0,178 (p>0,05).
Tabel 4
Uji Iinearitas data peneltian
F |
SiS | |||
Kepuasan |
(Combined) |
2.505 |
,001 | |
Perkawinan |
Between |
Linearity |
26,735 |
,OOO |
Kctnunikasi |
Groups |
Deviation from | ||
Interpersonal |
Linearity |
1,698 |
,034 | |
(Combined) |
1.564 |
,062 | ||
Kepuasan |
Between |
Linearity |
15,583 |
,000 |
Perkawinan |
Gr c√ιr i |
Deviation from | ||
Ekspresi emosi |
Linearitc |
1,063 |
,403 |
Pada penelitian ini, uji linearitas menggunakan uji Compare Mean dengan melihat nilai signifikansi pada Linierity dibawah 0,05 (p<0,05) (Priyatno, 2012). Pada tabel 4, dapat diketahui bahwa variabel komunikasi interpersonal dan ekspresi memiliki nilai signifikansi Linearity sebesar 0,000 (p<0,05). Pada uji linearitas dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang linear antara kepuasan perkawinan dengan komunikasi interpersonal dan kepuasan perkawinan dengan ekspresi emosi.
Tabel 5 _______________________Uji Diultikolinearitas data penelitian_______________________
Model |
Signifikansi |
Collinearitv Statistics |
Keteranzan | |
Tolerance |
W | |||
Komunikasi |
,000 |
,442 |
2.261 |
Tidak ada |
Interpersonal |
multιko Iinearitas | |||
Ekspresi Emosi |
,000 |
,442 |
2.261 |
Tidak ada multikolinearitas |
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui kesalahan standar estimasi model dalam penelitian. Analisis dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Collinierity Tolerance. Metode regresi dianggap baik ketika variabel bebas tidak memiliki korelasi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari nilai VIF < 10 dan nilai Collinierity Tolerance > 0,1 (Gunawan, 2016). Pada tabel 5, menunjukkan bahwa nilai Tolerance sebesar 0,442 (> 0,1) dan nilai VIF sebesar 2,261 (<10), sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat multikolinearitas atau tidak ada hubungan yang linear antar variabel bebas yaitu komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi.
Uji Hipotesis
Hasil uji regresi berganda variabel komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi terhadap kepuasan perkawinan adalah sebagai berikut :
Tabel 6 ____________________Hasil uji regresi berganda data peneltian_____________________
______R___________R Square______Adjusted R Square________Std. Error of the Estimate______ 0,424 0,180 0,164 13,463
Pada tabel 6, dapat dilihat bahwa hubungan yang terjadi antara variabel bebas dan variabel tergantung pada nilai koefisien regresi (R) sebesar 0,424 dengan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,180. Koefisien determinasi sebesar 0,180 menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 18% terhadap kepuasan perkawinan, sedangkan 82% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
TabelT
Hasil uji regresi berganda signifikansi nilai F
Model |
Sum of Squares |
Df Mean Square |
F |
s⅛. | |
Regression |
4126.011 |
2 |
2063.006 11.382 |
.000 | |
Residual |
18850.288 |
104 |
181.253 | ||
Total |
22976.299 |
106 |
Pada tabel 7, diperoleh F hitung adalah 11.382 dengan taraf signifikansi 0,000 (<0,05) sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kepuasan perkawinan. Berdasarkan hasil di atas dapat dikatakan bahwa komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi secara bersama-sama berperan terhadap kepuasan perkawinan.
TabelS
Hasil uji regresi berganda nilai koefisien beta dan nilai t variabel komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi terhadap kepuasan perkawinan______
Model |
U Ustandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
≡'g∙ | |
B |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) Komunikasi |
100.787 |
16,628 |
6,061 |
.000 | |
.484 |
,188 |
,344 |
2,573 |
.012 | |
Interpersonal | |||||
Ekspresi Emoai |
,193 |
,257 |
,100 |
0,751 |
.454 |
Pada tabel 8, dapat dilihat bahwa komunikasi interpersonal memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,344 dengan nilai t sebesar 2,573 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,012 (<0,05) yang menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal berperan secara signifikan terhadap kepuasan perkawinan. Variabel ekspresi emosi memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,100 dengan nilai t sebesar 0,751 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,454 (>0,05) yang menunjukkan bahwa ekspresi emosi tidak berperan secara signifikan terhadap kepuasan perkawinan. Berdasarkan hasil uji regresi berganda dengan melihat nilai koefisien dan nilai T, dapat disebutkan bahwa hanya variabel komunikasi interpersonal yang memiliki peran secara signifikan terhadap kepuasan perkawinan, sedangkan variabel ekspresi emosi tidak memiliki peran yang signifikan terhadap kepuasan perkawinan.
Hasil uji regresi berganda pada tabel 8, juga dapat memprediksi taraf kepuasan perkawinan dari masing-
masing subjek dengan melihat persamaan garis regresi sebagai berikut:
Y = 100,787 + 0,484 X1 + 0,193 X2
Keterangan :
Y = Kepuasan Perkawinan
X1 = Komunikasi Interpersonal
X2 = Ekspresi Emosi
-
a. Konstanta sebesar 100,787 menyatakan bahwa jika tidak ada penambahan atau peningkatan skor pada komunikasi interpersonal ataupun ekspresi emosi maka taraf kepuasan perkawinan sebesar 100,787.
-
b. Koefisien regresi X1 sebesar 0,484 menyatakan bahwa pada setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel komunikasi interpersonal, maka akan terjadi kenaikan taraf kepuasan perkawinan sebesar 0,484.
-
c. Koefisien regresi X2 sebesar 0,193 menyatakan bahwa pada setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel ekspresi emosi, maka akan terjadi kenaikan taraf kepuasan perkawinan sebesar 0,193.
Ringkasan hasil uji terhadap hipotesis mayor dan hipotesis minor pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Rangkuman hasil uji hipotesis penelitian | ||
No |
Hipotesis |
HaaU |
1 |
Hipotesis Mayor: Komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi berperan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya |
Diteruna |
2 |
Hipotesis Minor: a. Komunikasi interpersonal berperan terhadap kepuasan perkauman pada perempuan di usia dewasa madya |
Diterima |
b. Ekspresi emosi berperan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madva |
Ditolak |
Uji Data Tambahan
Penelitian ini melakukan analisis data tambahan dari data demografi subjek penelitian. Uji data tambahan bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan ekspresi emosi ditinjau dari tingkat pendidikan terkahir.
-
1. Ekspresi Emosi Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Terakhir
Subjek penelitian dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu Sma, Diploma 3 (D3), Strata 1 (s1), Strata 2 (S2), dan Diploma 1 (D1). Pengujian hipotesis dalam uji data tambahan ini menggunakan uji komparasi parametrik yaitu One Way ANOVA pada program SPSS 20.0 for Windows. Hasil uji One Way ANOVA dirangkum pada tabel 34 dan dapat dilihat pada lampiran 14.
Tabel IC.
Hasil uji ekspresi emosi ditinjau dari tingkat pendidikan terakhir
One Π⅛.½iVOVA Sig. 2-tailed Keterangan
EkspresiEtnosi 0,671 Tidakadaperbedaan
Pada tabel 10, diperoleh skor probabilitas adalah 0,671 (>0,05). Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan pada ekspresi emosi ditinjau dari tingkat pendidikan terakhir.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adanya peran komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya dapat diterima. Komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 18% terhadap kepuasan perkawinan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi menentukan 18% kepuasan perkawinan yang dimiliki oleh perempuan di usia dewasa madya, sedangkan 82% dipengaruhi oleh variabel atau faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi secara bersama-sama berperan terhadap kepuasan perkawinan hal ini dikarenakan komunikasi berperan penting dalam segala aspek kehidupan perkawinan, bukan hanya dalam resolusi konflik tetapi hampir semua aspek dalam hubungan pasangan, seperti diskusi dan pengambilan keputusan dalam keluarga, yang mencakup keuangan, anak, karier, agama bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat, dan kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola, dan ketrampilan komunikasi (Olson & Olson, 2000). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Hajizah (2012) yang mengungkapkan komunikasi yang efektif merupakan dasar pemecahan semua masalah dalam perkawinan. Membangun komunikasi yang intim antara suami dan istri akan membantu pasangan dalam melakukan penyesuaian dan menghadapi masa kritis. Kemampuan dalam komunikasi seperti adanya keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan dapat meningkatkan kepuasan dalam perkawinan. Dengan adanya keterbukaan maka tidak akan ada prasangka atau curiga satu sama lain. Dengan adanya empati, maka tidak akan ada yang merasa susah sendirian. Dengan adanya sikap positif, maka segala cobaan yang datang akan dilalui bersama. Dengan adanya perasaan sama, maka tidak akan ada perasaan saya yang paling berkuasa atau saya yang berpenghasilan lebih besar yang terakhir, dengan adanya saling mendukung maka kesuksesan membina sebuah rumah tangga akan mudah tercapai.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Burleson dan Denton (1997), bahwa komunikasi yang terbuka dan penuh dengan sikap empatik
dapat merefleksikan pikiran serta perasaan orang yang terlibat di dalamnya. Adanya komunikasi dengan proses yang jelas dan terbuka merupakan salah satu ciri pasangan yang sehat dan bahagia. Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2012) istri lebih merasakan kepuasan perkawinan ketika merasa suami memiliki keterbukaan terhadap dirinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi interpersonal yang efektif terhadap pasangan dapat menimbulkan hubungan yang baik terhadap pasangan serta kepuasan dalam perkawinan. Pasangan suami istri yang mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan efektif ditandai dengan adanya hubungan interpersonal yang baik antara kedua belah pihak yaitu suami dan istri. Hal ini menandakan bahwa apabila komunikasi interpersonal pasangan suami istri semakin efektif maka hubungan interpersonal antara suami dan istri akan semakin baik sehingga mengakibatkan adanya keharmonisan dalam
perkawinan yang dijalankan (Dewi & Sudhana, 2013; Rakhmat, 2015).
Konstruk dari komunikasi bertujuan agar adanya komunikasi dengan orang lain, dengan adanya komunikasi individu mampu mengekspresikan emosi-emosi dan pikiran-pikiran. Dengan adanya komunikasi secara langsung, pasangan suami istri akan saling berbagi pikiran dan perasaan secara terbuka. Komunikasi yang baik terjadi ketika masing-masing pasangan mampu mengungkapkan isi hati dengan terbuka dan mengekspresikan emosi secara langsung dengan kontrol yang baik. Dengan adanya ekspresi emosi individu dapat mengungkapkan secara langsung apa yang dirasakan dan apa yang sedang dipikirkan terhadap pasangan sehingga tidak menjadi konflik yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pada penelitian ini komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi secara bersama-sama berperan terhadap kepuasan perkawinan.
Dalam hubungan interpersonal kecenderungan untuk berekspresi secara emosional berdampak terhadap kepuasan atau ketidakpuasan terhadap perkawinan. Pengungkapan ekspresi emosi antara pasangan suami istri berpengaruh terhadap kualitas kehidupan rumah tangga. Olson & Olson (2000) menemukan 79% pasangan merasa senang apabila pasangan mampu memahami dirinya, 82% pasangan akan merasa senang apabila dapat mengekspresikan perasaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmiati (2010) mengungkapkan adanya frekuensi yang sering dalam pengungkapan ekspresi emosi positif istri seperti mengungkapkan kasih sayang yang dalam, menceritakan kepada anggota keluarga betapa kebahagiaan yang dirasakan, dapat memprediksikan tingginya kepuasan perkawinan terhadap istri.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa komunikasi interpersonal secara mandiri memiliki peran terhadap kepuasan perkawinan. Komunikasi interpersonal lebih
berperan terhadap kepuasan perkawinan karena individu yang memiliki komunikasi interpersonal yang tinggi dapat mengakibatkan seorang individu untuk saling terbuka satu sama lain terhadap pasangan, memiliki empati terhadap pasangan, memiliki sikap yang positif terhadap pasangan, memiliki sikap mendukung terhadap pasangan dan memiliki sikap yang adil terhadap pasangan. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Fitzpatrick dan Ritchie (1994) menemukan bahwa pasangan yang berbahagia mengaku bahwa memiliki suatu komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik mencakup keterbukaan diri tentang pikiran dan perasaan kepada pasangan, penerimaan komunikasi non verbal yang tepat dan tingginya frekuensi pertukaran informasi.
Dengan adanya keterbukaan, memiliki sikap empati, memiliki sikap positif, bersikap mendukung serta bersikap adil terhadap pasangan akan membangun keintiman dan kedekatan terhadap pasangan. Tanpa adanya keterbukaan akan memunculkan jarak yang membuat masing-masing pasangan tidak tidak dapat dekat secara emosional atau afektif, apabila kedekatan dan keintiman suatu pasangan dapat senantiasa terjaga, maka hal itu menandakan bahwa proses penyesuaian yang terjadi pasangan telah berlangsung dengan baik (Litzinger & Gordon, 2005; Lestari, 2014).
Bochner & Kelly (dalam Devito, 2010) menekankan pada keterbukaan,empati, sikap mendukung akan menciptakan interaksi yang bermakna, jujur dan memuaskan. Individu yang saling terbuka satu sama lain dengan pasangan dan memiliki empati terhadap pasangan akan membantu pasangan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan baik dan jernih dan terhindar dari konflik-konflik yang bekelanjutan serta mampu memahami apa yang individu dengar dari pasangan baik informasi secara verbal maupun nonverbal.
Dengan adanya hubungan yang baik satu sama lain serta dapat menyelesaikan suatu masalah yang baik dengan pasangan maka individu akan berdampak pada kepuasan dalam perkawinan. Adanya komunikasi dengan proses yang jelas dan terbuka merupakan salah satu ciri pasangan yang sehat dan bahagia. Komunikasi interpersonal yang efektif tidak hanya digunakan pada masa awal perkawinan tetapi hingga selama perkawinan itu berlangsung. Komunikasi interpersonal yang efektif juga penting digunakan ketika anak-anak sudah beranjak dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ndaumanu (2015) yang menunjukkan aspek komunikasi pada dewasa madya lebih berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan dibandingkan pada dewasa awal. Kepuasan perkawinan merupakan hal yang penting dalam sebuah perkawinan, hal ini disebabkan karena kepuasan perkawinan mempengaruhi kesehatan mental dan fisik, sehingga pasangan yang puas terhadap perkawinan memiliki tingkat kesehatan mental dan fisik
yang lebih baik dari pasangan yang tidak puas terhadap perkawinan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan variabel ekspresi emosi tidak memiliki peran yang signifikan terhadap kepuasan perkawinan. Salah satu penyebab ekspresi emosi tidak berperan terhadap kepuasan perkawinan dapat disebabkan oleh kematangan emosi pada individu. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Difa (2015) kematangan emosi tinggi terletak pada usia 56-60 tahun, kematangan emosi tinggi dikarenakan masa usia 56-60 masa dimana mulai mempersiapkan untuk lebih melanjutkan menerima keadaan usia lanjut. Usia 56-60 tahun ini sudah mampu berfikir dengan baik secara objektif dan realita, dan mampu mengotrol emosinya dengan sangat baik. Individu masa usia ini mampu menghadapi konflik dan kecemasan dalam hidupnya.
Perempuan pada dewasa madya mengalami pematangan dari segi emosi, lebih toleran terhadap pasangan, dan lebih bisa menyesuaikan diri terhadap perkawinan. Sebuah studi observasional sampel representatif pasangan pada umur 40 dan 60 menemukan bahwa pasangan yang lebih tua menunjukkan emosi tidak terlalu negatif dalam memecahkan masalah dibandingkan yang lebih muda. Pada penyelesaian dalam masalah dalam rumah tangga, pasangan dewasa madya akan lebih sedikit menunjukkan ekspresi negatif dan menunjukkan afeksi daripada pasangan dewasa awal. Ketika pasangan dewasa madya mengalami konflik maka pasangan dewasa madya akan mendiskusikan permasalahan yang ada dibandingkan menggunakan emosi dalam menyelesaikan masalah (Cartensen, Gottman, & Lavenson, 1995).
Menurut Santrock (2002) perempuan pada usia dewasa madya lebih mementingkan rasa aman, kesetiaan dan daya tarik emosional ketika menjalankan sebuah perkawinan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ndaumanu (2015) terdapat faktor-faktor lain yang berperan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan dewasa madya diantaranya adalah faktor komunikasi, afeksi, kepuasan seksual serta manajemen konflik merupakan faktor yang berperan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan dewasa madya. Faktor komunikasi merupakan faktor yang mempengaruhi kepusan perkawinan pada perempuan dewasa madya, dibuktikan dengan hasil pada penelitian ini yang menunjukkan komunikasi interpersonal berperan secara signifikan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya. Dengan adanya kematangan emosi serta faktor lain seperti komunikasi inilah yang dapat menjelaskan bahwa ekspresi emosi tidak berperan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan dewasa madya.
Pada hasil kategorisasi data komunikasi interpersonal menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf komunikasi interpersonal tinggi sebanyak 71 orang (66,35%). Tingginya kemampuan komunikasi interpersonal
pada perempuan dewasa madya dapat dikaji hubungan interpersonal yang terjalin antara suami istri. Pasangan suami istri yang mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan efektif ditandai dengan adanya hubungan interpersonal yang baik pula antara kedua belah pihak yaitu suami dan istri. Faktor-faktor hubungan interpersonal yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah kepercayaan, sikap suportif, dan sikap terbuka (Rakhmat, 2015). Adanya kepercayaan, sikap suportif, dan sikap mendukung akan mengakibatkan komunikasi interpersonal yang terjalin pada perempuan dewasa madya tinggi. Rasa saling percaya terhadap pasangan pada perempuan dewasa madya akan mengakibatkan kualitas komunikasi interpersonal yang tinggi, hal ini dikarenakan dengan adanya rasa saling percaya akan terbina saling pengertian sehingga akan terbentuk sikap saling terbuka, saling mengisi, saling mengerti dan terhindar dari kesalahpahaman. Sadarjoen (2005) menyatakan bahwa kepercayaan antar pasangan merupakan hal utama dalam keintiman dan kepekaan sangat mendasar pada sejauh mana kejujuran yang mendasari relasi antar kedua pasangan. Kepercayaan pasangan merupakan perasaan saling percaya tanpa menaruh kecurigaan akan membantu memperlancar tercapainya komunikasi.
Sikap suportif pada perempuan dewasa madya akan mengakibatkan komunikasi interpersonal yang terjalin pada pasangan tinggi, hal ini dikarenakan dengan adanya sikap suportif akan mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap defensif dalam komunikasi merupakan sikap yang tidak mau menerima, tidak jujur, dan tidak empati. Selain kepercayaan dan sikap suportif, sikap terbuka satu sama lain dengan pasangan dapat mengakibatkan kualitas komunikasi interpersonal menjadi tinggi. Sikap terbuka dengan pasangan berpengaruh besar dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Laurenceau dan Barrett (2005) menemukan bahwa keterbukaan diri dan keterbukaan pasangan merupakan dua hal yang dapat mempengaruhi kedekatan antara suami dan istri. Respon yang diberikan istri atau suami terhadap apapun yang disampaikan oleh pasangan akan memberikan dampak terhadap kesediaan pasangan tersebut untuk lebih terbuka terhadap pasangannya. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting dapat mengembangkan kualitas komunikasi interpersonal.
Pada hasil kategorisasi data ekspresi emosi menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf ekspresi emosi yang tinggi sebanyak 80 orang (74,77%). Tingginya ekspresi emosi pada perempuan di usia dewasa madya dapat dipengaruhi oleh pengungkapan emosi positif yang dilakukan oleh pasangan. Perbedaan gender juga diperoleh
di ekspresi emosi sebagai fungsi keterlibatan hubungan. Perempuan dalam berpacaran dan tahap lanjutan dari hubungan pacaran cenderung melaporkan mengungkapkan emosi yang lebih positif daripada laki-laki, sedangkan laki-laki yang sudah menjalankan perkawinan menyatakan emosi yang lebih positif daripada perempuan yang sudah menjalankan perkawinan (Sprecher dan Sedikides, 1993). Menurut Cordova (dalam Helgeson, 2012) bagi perempuan kemampuan suami dalam mengkomunikasikan emosi sangatlah penting sehingga laki-laki yang dapat mengungkapkan emosi positif terhadap istri yang akan mengakibatkan istri dapat mengungkapkan emosi lebih tinggi. Pengungkapan emosi positif yang dilakukan oleh suami mengakibatkan istri merasa suami lebih terbuka terhadap istri dan merasa dihargai serta dapat mengerti pasangan satu sama lain dengan mengungkapkan apa yang dirasakan. Dengan demikian tidak terjadi kesalahpahaman dan permasalahan dapat terselesaikan dengan baik. Hal ini akan menimbulkan rasa nyaman terhadap pasangan dan kesetiaan pada pasangan.
Pada hasil kategorisasi data kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf kepuasan perkawinan tinggi sebanyak 54 orang (50,47%). Tingginya kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya dapat ditinjau dari hasil kategorisasi komunikasi interpersonal yang menunjukkan bahwa mayoritas taraf komunikasi interpersonal adalah tinggi. Tingginya komunikasi interpersonal membuat kepuasan perkawinan pada perempuan dewasa madya mayoritas berada di taraf yang tinggi. Selain faktor komunikasi interpersonal yang tinggi, tingginya kepuasan perkawinan dapat disebabkan oleh faktor demografi penelitian. Salah satu faktor yang menyebabkan kepuasan perkawinan yang tinggi adalah status ekonomi. Menurut Miller (dalam Hurlock, 1980) keluarga dengan status sosial keatas cenderung lebih positif dalam menilai perkawinan. status sosial ekonomi dapat dilihat dari besarnya pendapatan keluarga. Berdasarkan data karakteristik subjek berdasarkan jumlah pendapatan keluarga mayoritas subjek dengan memiliki pendapatan sebesar Rp 2.500.000,00 - Rp 4.000.000,00 sebanyak 50 orang (46,73%). Kriteria penentuan jumlah penghasilan dilihat dari upah minimum kabupaten (UMK) Kota Denpasar. Rata-rata UMK Kota Denpasar adalah Rp 2.007.000/Bulan (Agus, 2016), sehingga jumlah penghasilan Rp 2.500.000,00 - Rp 4.000.000,00 termasuk ekonomi menengah keatas.
Berdasarkan hasil uji data tambahan, menunjukkan tidak ada perbedaan antara ekspresi emosi apabila ditinjau dari tingkat pendidikan terakhir. Tidak adanya perbedaan antara pendidikan terakhir dengan ekspresi emosi dikarenakan ekspresi emosi dipengaruhi beberapa faktor yaitu gender. Perempuan akan cenderung lebih mengekspresikan perasaan
yang sedang dialami dibandingkan laki-laki. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cartensen, Gottman, & Lavenson (1995) menunjukkan perempuan lebih agresif dan ekspresif secara emosional baik secara emosi positif maupun negatif. Selain itu, perempuan lebih ekspresif dibandingkan laki-laki didudukung dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini berdasarkan hasil kategorisasi data ekspresi emosi menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki ekspresi emosi yang tinggi. Dengan demikian, hal inilah yang menyebabkan tidak adanya perbedaan antara pendidikan terakhir dengan ekspresi emosi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Komunikasi interpersonal dan ekspresi emosi secara bersama-sama berperan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya, komunikasi interpersonal memiliki peran yang signifikan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya, ekspresi emosi tidak memiliki peran yang signifikan terhadap kepuasan perkawinan pada perempuan di usia dewasa madya, mayoritas perempuan di usia dewasa madya memiliki kepuasan perkawinan yang tinggi dengan persentase sebesar 50,4%, mayoritas perempuan di usia dewasa madya memiliki komunikasi interpersonal yang tinggi dengan persentase sebesar 66,35%, mayoritas perempuan di usia dewasa madya memiliki ekspresi emosi yang tinggi dengan persentase sebesar 74,77%, tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap ekspresi emosi pada perempuan di usia madya ditinjau dari tingkat pendidikan terakhir.
Berdasarkan hasil peneltian dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti dapat memberikan saran bagi perempuan dewasa madya untuk sering meluangkan waktu untuk saling berkomunikasi secara intim dan terbuka serta mengekspresikan apa yang sedang dirasakan dan diinginkan secara langsung pada pasangan baik secara verbal maupun nonverbal serta menumbuhkan rasa saling percaya, empati, saling terbuka serta sikap suportif untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dengan pasangan sehingga pasangan lebih mudah untuk memahami dan lebih mudah dalam menemukan solusi dalam permasalahan.
Saran bagi lembaga atau konselor perkawinan yang terkait dengan penelitian ini diharapkan dapat mengadakan pelatihan dengan tema yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal secara terbuka dan efektif sehingga kemampuan dalam komunikasi interpersonal pada usia dewasa madya semakin baik dan berdampak pada kualitas perkawinan. Khususnya pada peremuan di usia dewasa madya yang cenderung kurang mampu untuk berkomunikasi secara terbuka.
Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan bertatap muka langsung dengan subjek serta lebih teliti dalam mengawasi subjek selama pengisian skala agar tidak terjadi kesalahan
pada data penelitian yang dapat memengaruhi hasil penelitian dan memperhatikan alat ukur penelitian khususnya skala penelitian agar jumlah aitem pada skala penelitian tidak terlalu banyak yang dapat mengakibatkan kejenuhan dan kelelahan pada subjek penelitiaan serta dapat melibatkan laki-laki sebagai subjek penelitian untuk dapat melihat komunikasi interpersonal yang terjalin maupun ekspresi emosi yang terjadi pada konteks keluarga dan menggunakan faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini yang mungkin berperan terhadap kepuasan perkawinan seperti kepercayaan, keintiman, komitmen, resolusi konflik, kecerdasan emosional dan kepuasan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Altaira, N. (2008). Hubungan antara kualitas komunikasi dengan kepuasan dalam perkawinan pada istri. Skrips (tidak
diterbitkan). Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta
Azwar, S. (2013). Reliabilitas dan validitas (Edisi 4). Yogyakarta: Pustaka Belajar
BKKBN. (2011). Perkawinan muda di kalangan perempuan: Mengapa ?. Pusdu BKKBN. Seri I No.6
Burleson, B. R., & Denton, W. H. (1997). The relationship
between communication skill and marital satisfaction : Some Moderating effects. Journal of Marriage and The Family, 59, 884-902.
Carstensen, L. L., Gottman, J. M., & Levenson, R.W. (1995).
Emotional behavior in long term marriage. Psychology And Aging, 10, 140-14
Desmayanti, S. (2009). Hubungan antara resolusi konflik dan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri bekerja pada masa awal pernikahan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok
Dewi, N & Sudhana, H. (2013). Hubungan antara komunikasi interpersonal pasutri dengan keharmonisan dalam pernikahan. Jurnal Psikologi Udayana. Vol. 1, No. 1, 22-31
Diva, N. (2015). Pengaruh kematangan emosi terhadap kepuasan perkawinan pada pasangan dewasa tengah di Dusun Sumbersuko-Kesilir-Silirangung-Banyuwangi. Skripsi (tidak dipublikasikan). Universitas Islam Negeri: Malang
Duvall, E.M., Miller, B.C. (1985). Marriage and family development (6th Edition). New York: Harper & Row Publishers.
Field, Andy. (2009). Discovering statistics using SPSS (3th Edition). London:SAGE
Fitzpatrick, M. A., & Ritchie, L. D. (1994). Communication
schemata within the family: multiple perspectives on family interaction. Human Communication Research, 20, 275-301.
Fowers, B. J & Olson, D. J. (1993). ENRICH marital satisfaction scale: a brief research and clinical tool. Journal of Family Psychology. Vol. 7 No. 2. 176-185
Gajiumr.com (2016). Gaji umr Bali 2016, daftar lengkap gaji umr 9 kota dan kabupaten di provinsi Bali tahun 2016. http://www.gajiumr.com/gaji-umr-bali/ (diunduh pada tanggal 08 November 2016)
Gorchoff, Sara M., John, Oliver P., Helson, Ravena. (2008). Contextualizing change in marital satisfaction during middle age : an 18- year longitudinal study. Journal Of Psychology Science. 19 (11) 1194-1200
Gross, J.J & John, O.P. (1998). Mapping the domain of expressivity: multhimethod evidence for a hierarchical model. Journal Of Personality And Social Psychology, 74, 170-191
Gunawan, I. (2016). Pengantar Statistika Inferensial. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Halberstadt, A. G., Cassidy, J., Stifer, C. A., Parke, R. D., Fox, N.A. (1995). Self expressiveness within the family context: psychometric support for a new measure. Psychological Assesmen, 7, 93-103
Hajizah, Y .(2012). Hubungan antara komunikasi intim dengan kepuasan pernikahan pada masa pernikahan 2 tahun pertama. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Jakarta
Health.Kompas.com (2015). Kasus perceraian meningkat 70 % diajukan oleh istri. http://health.kompas.com/read/2015/06/ 30/151500123/Kasus.Perceraian.Meningkat.70.Persen.Diajuk an.Istri. (diunduh pada tanggal 2 Februari 2016)
Helgeson, Vicky. (2012). The psychology of gender. New Jersey: Pearson
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta : Erlangga
Kementrian Agama Kota Denpasar. (2016). Mohon informasi hak asuh. http://agama.denpasarkota.go.id/index.php/lihat-
saran/13486/Mohon-Informasi-Hak-Asuh-anak (diunduh
pada tanggal 2 Januari 2017)
Kusuma, A. (2015). Penggambaran perempuan bali dalam film (analisis wacana perempuan bali dalam film “under the tree”karya garin nugroho). Commonline Departemen Komunikasi. Vol 2 No.2
Laksono, W. (2011). Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kematangan emosi pada wnita dewasa madya. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana: Salatiga
Laurenceau, J. P., & Barrett. (2005). The interpersonal process model of intimacy in marriage: a daily-diary and multilevel
modeling approach. Journal of Family Psychology, 19 (2), 314–323.
Litzinger, S., & Gordon, K. C. (2005). Exploring relationships among communication, sexual satisfaction, and marital satisfaction. Journal of Sex and Marital Therapy, 31, 409-424
Ndaumanu, C. (2015). Perbedaan Tingkat Kepuasan Perkawinan Pada Wanita Dewasa awal Dan Wanita Dewasa Madya. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Sanatha Dharma. Yogyakarta
Olson, D. H. L., DeFrain, J. D. (2003). Marriages and families : intimacy, diversity, and strengths (4th edition). USA : McGraw Hill Company
Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human development (psikologi perkembangan) (9th edition). USA : McGraw Hill Company
Priyatno, D. E. (2012). Belajar praktis analisis parametrik dan non parametrik dengan spss. Yogyakarta: Gava Media
Pujiastuti, E & Retnowati, S. (2004). Kepuasan pernikahan dengan depresi padakelompok wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Humanitas : Indonesian Psychological Journal. Vol.1, No.2, hal.1-9
Purwanto. (2010). Metodelogi penelitian kuantitatif untuk psikologi dan pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Rahmiati, A. (2010). Pengaruh emotional expressivity pasangan suami-istri terhadap kepuasan pernikahan. Skripsi (tidak dipublikasiskan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta
Rakhmat, J. (2015). Psikologi komunikasi bandung : Remaja Rosadakarya
Replubika.co.id. (2015). Angka perceraian di denpasar meningkat. http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/04/30/n nls9q-angka-perceraian-di-denpasar-meningkat (diunduh
pada tanggal 2 Februari 2016)
Sadarjoen, S. S. (2005). Konflik marital: pemahaman konseptual, aktual dan alternatif solusinya. Bandung: Refika Aditama
Santoso, S. (2005). Mengatasi berbagai masalah statistik dengan spss versi 11.5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Gramedia
Santrock, J. W. (2002). Life-spam development: perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga
Sari, A .(2011). Pengaruh kemampuan berkomunikasi dan kemampuan pemecahan masalah terhadap kepuasan wanita yang melakukan pernikahan dini. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta
Saudia, A. (2012). Komunkasi interpersonal yang efektif pada kelompok kerja x. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma: Jawa Barat
Silalahi, O. (2011). Peranan komunikasi antarpribadi dalam membentuk konsep diri. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara: Medan
Siregar, S. (2013). Metode penelitian kuantitatif: perhitungan manual & spss (Edisi 1). Jakarta: Prenadamedia Group
Sprecher, S., & Sedikides, C. (1993). Gender differences in
perceptions of emotionality: The case of close heterosexual relationships. Sex Roles, 28,511–530
Stone, E. A., Shackelford, T. D. (2007). Marital satisfaction.
Encyclopedia of Social Psychology. 541-54
Sugiyono (2013a). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono (2014b). Metode penelitian kombinasi (mixed method).
Bandung: Alfabeta
Srisusanti, S & Zulkaida, A. (2013). Studi deskriptif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan pada istri. Universitas Gunadharma Jurnal. Vol. 7 No. 06
Sudarsono. (2005). Hukum perkawinan indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Surya, T. (2013). Kepuasan Perkawinan Pada Istri Ditinjau Dari Tempat Tinggal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2 No.1
Walgito, B. (1984a). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi Offset
Walgito, B. (2004b). Bimbingan dan konseling perkawinan. Yogyakarta: Andi Offset
Wardhani, N., A. (2012). Self disclosure dan kepuasan perkawinan pada istri di usiaawal perkawinan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 1 No. 1
Zulaikah, N. (2008). Hubungan antara kepuasan seksual dengan kepuasan pernikahan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikolosi Universitas Muhammdiyah: Surakarta
28
Discussion and feedback