RELAKSASI MEDITASI DAN KECEMASAN BERTANDING PADA ATLET MENEMBAK DI DENPASAR
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Positif, 8-15
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
RELAKSASI MEDITASI DAN KECEMASAN BERTANDING PADA ATLET MENEMBAK DI DENPASAR
Gede Bagus Ananda Adiputra dan I.G.A. Putu Wulan Budisetyani
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Indonesia memiliki beragam cabang olahraga yang berpotensi untuk meraih prestasi di segala ajang kompetisi, baik kompetisi yang bersifat nasional maupun internasional. Salah satunya adalah menembak. Pengertian olahraga menembak adalah melepaskan peluru dari senapan api lalu mengarahkan kepada sesuatu atau target. Kedua hal tersebut akan memunculkan tiga arti penting dalam olahraga ini, yang pertama adalah kebendaan atau alat untuk menembak, kedua adalah manusia yang merupakan subjek dari pemakaian alat menembak, ketiga sasaran sebagai aktivitas objek dari menembak melalui senapan yang digunakan.
Dalam menembak diperlukan konsentrasi tinggi untuk membidik dan menembak target, namun saat bertanding atlet sering merasakan kecemasan. Kecemasan adalah perasaan efektif yang tidak menyenangkan, disertai dengan sensasi fisik yang mengikuti seseorang terhadap bahaya yang akan datang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menangani kecemasan adalah meditasi. Meditasi adalah teknik relaksasi dengan mengatur nafas, memusatkan pikiran dan memberikan sugesti untuk dimasukkan kedalam pikiran. Penelitian ini berfokus pada pengaruh meditasi terhadap kecemasan bertanding pada atlet menembak di Denpasar. Penelitian ini menggunakan 10 subjek, yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Analisis uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Mann-Whitney yang menunjukkan signifikansi 0,382 (p > 0.05) maka tidak terdapat pengaruh meditasi terhadap kecemasan bertanding atlet menembak di Denpasar.
Kata Kunci: Atlet, Menembak, Kecemasan, Relaksasi Meditasi.
Abstract
Indonesia has a variety of sports that has the potential for achievement in all competitions. One of them was shooting. There are three meanings in the sport of shooting. First is releasing bullets of rifle and the second meaning, is directed to something or targets. The two meanings will bring three important things in this sport, the first is material or tools for shooting, the second is a man who is the subject of using tools of shooting, the third is the target or object of activity of firing through rifles were used. In case of shooting sport required high concentrations on aiming and shooting target, but when competing athletes often feel anxiety. Anxiety is an unpleasant feeling that is effective, accompanied by physical sensations that follow someone to the impending danger. One effort that can be done to deal with anxiety is meditation. Meditation is a relaxation technique to regulate breathing, concentrate and give suggestions for inclusion in mind. This research focuses on the effects of meditation on the anxiety of athletes competing in shooting in region Denpasar. This research used 10 subjects, who were divided into two groups: the experimental group and the control group. The experimental group was the group receiving treatment, while the control group did not receive treatment. Sampling in this research is purposive sampling. Analysis of the hypothesis using the Mann-Whitney showed significance 0.382 (p > 0.05) witch mean there are no significance effect of the treatment for competing anxiety of the shooting athletes in Denpasar.
Keywords: Athletes, Shooting, Anxiety, Relaxation Meditation.
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu negara yang memiliki potensi untuk meraih beragam prestasi dalam cabang olahraga. Cabang olahraga tersebut adalah bulu tangkis, sepak bola, panahan dan menembak. Pada ajang Olimpiade yang dilaksanakan di Rio Jeneiro tahun 2016, cabang olahraga bulu tangkis berhasil meraih tiga medali emas (Nurjanah, 2016). Ajang piala AFF (ASEAN Football Federation) tahun 2016 lalu, Indonesia berhasil meraih predikat juara dua setelah dikalahkan oleh Thailand (Bondan, 2016). Pada ajang yang sama, yaitu Olimpiade yang dilaksanakan di Rio Jeneiro tahun 2016, Riau Ega Agatha pemanah asal Indonesia gagal meraih tempat untuk berlaga pada babak 16 besar, setelah dikalahkan oleh Nespoli pemanah asal Italia (Wilda, 2016).
Prestasi cabang olahraga menembak Indonesia, pada tahun 1960 sangat gemilang, Lely Koentratih merupakan salah satu atlet menembak dari Indonesia yang berprestasi dengan memenangkan beberapa kompetisi, diantaranya memenangkan 12 medali emas dan tujuh medali perak selama keikutsertaannya di ajang PON tahun 1961 sampai 1985, memenangkan 11 emas dan delapan perak pada ajang SEA Games 1977 – 1987, memenangkan 12 emas, sembilan perak, dan dua perunggu di ajang Asian Games 1977 – 1986, menjadi petembak putri terbaik pada kejuaraan Asian Games tahun 1983 yang sekaligus menduduki posisi ke-12 di dunia, dan mewakili Indonesia untuk berlaga dalam ajang Olimpiade pada tahun 1984 yang dilaksanakan di Los Angeles, sehingga Indonesia disegani oleh atlet-atlet luar negeri yang juga ikut dalam ajang kompetisi yang sama (Romdlon, 2015).
Pada saat ini prestasi cabang olahraga menembak di Indonesia cenderung menurun, pada ajang Olimpiade 2008 yang dilaksanakan di Beijing, Indonesia mengirimkan satu atlet menembak yaitu Yosheefin Shila, yang gugur dalam babak penyisihan (Indrayani, 2008). Tidak hanya itu, pada ajang Olimpiade London yang diselenggarakan pada tahun 2012, Indonesia menurunkan satu-satunya wakil dalam cabang olahraga menembak, yaitu Diaz Kusumawardani yang gagal maju kebabak final setelah berakhir di urutan 55 dari 56 peserta dengan mencatat skor 382 (Wahono, 2012). Selain itu pada ajang ke-40 South East Asia Shooting Championship (SEASC) 2016, Indonesia meraih posisi keempat pada kategori kelas atlet junior setelah Vietnam, Thailand, dan Malaysia (PERBAKIN, 2016).
Olahraga menembak dalam pengertiannya memiliki dua arti. Pertama adalah melepaskan peluru dari senapan api dan arti yang kedua adalah mengarahkan kepada sesuatu atau target. Kedua kata tersebut akan memunculkan tiga hal penting dalam olahraga ini, yang pertama adalah kebendaan atau alat untuk menembak, kedua adalah manusia yang merupakan subjek dari pemakaian alat menembak, ketiga adalah sasaran sebagai aktivitas objek dari menembak melalui senapan atau pistol yang digunakan (PERBAKIN, 2016).
Di Bali prestasi cabang olahraga menembak cenderung kurang memuaskan, khususnya pada atlet junior. Atlet junior pada cabang olahraga menembak memiliki usia rata-rata 15 – 20 tahun. Menurut Potter (2005) remaja adalah individu yang berusia 13 – 21 tahun, berada dalam periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan diri masa kanan-kanak menuju dewasa. Terdapat lima ciri khas remaja menurut Kartono (2006), yaitu muncul kegelisahan, muncul perasaan bimbang, kecewa, cemas, dan penolakan. Pada ajang PON ke XVII tahun 2008 yang diselenggarakan di Kalimantan Timur, penampilan tim petembak junior Bali terbilang kurang baik dibandingkan dengan penampilan tim petembak junior dari Jawa Timur yang meraih tiga medali emas dalam ajang ini (Kusbiantoro, 2012). Tidak hanya itu ajang Kejuaraan Nasional tahun 2016, petembak junior Bali tidak meraih perolehan medali (PERBAKIN, 2016). Selain itu perwakilan PERBAKIN Denpasar awalnya menargetkan dua emas dalam PON remaja cabang olahraga menembak melalui keempat atlet yang dikirim, yaitu Rico Vergian, Ramadhony, Anak Agung Trisya dan Luh Gede, namun hanya mampu meraih satu medali perunggu atas nama Rico Vergian (Supri, 2015).
Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan, atlet cabang olahraga menembak cenderung merasakan kecemasan, sehingga atlet menembak harus sepenuhnya mampu untuk berkonsentrasi, mengatur napas agar menghasilkan bidikan, serta hasil tembakan yang sempurna (Putra, 2016). Menurut Weinberg dan Gould (dalam Jarvis, 1999), kecemasan adalah keadaan emosional yang negatif dengan perasaan gugup, khawatir dan rasa takut terkait dengan aktivitas atau gairah pada tubuh. Kecemasan yang dirasakan oleh atlet menembak dapat menyebabkan turunnya konsentrasi dan tidak dapat mengatur napas pada saat membidik dan menembak sasaran. Baik atau tidaknya prestasi yang dimiliki seorang atlet akan dipengaruhi oleh beragam aspek, seperti aspek fisik, psikis, dan mental (Andayani, 2013).
Dalam berbagai macam cabang olahraga, kecenderungan yang umum terjadi pada atlet adalah perasaan cemas yang termasuk dalam aspek psikis dan mental.
Menurut Mark Anshel (dalam Cashmore, 2002) kecemasan dalam sebuah pertandingan, dapat merefleksikan apa yang dirasakan oleh atlet seperti pertandingan yang tidak akan berjalan secara lancar, hasil yang diperoleh dalam pertandingan tidak memuaskan, dan merasa akan gagal dalam menunjukkan penampilannya. Menurut Atwater (1982) gejala-gejala mendasar yang dirasakan pada saat mengalami kecemasan seperti detak jantung yang kencang, merasa kaku pada otot-otot tubuh, merasa gelisah, dan berkeringan berlebihan. Martens (dalam Jarvis, 1999) membagi aspek kecemasan menjadi dua, yaitu kecemasan somatik yang berkaitan dengan komponen fisik dan kecemasan kognitif yang berkaitan dengan komponen mental dari kecemasan. Menurut Herman (2011) kecemasan selama pertandingan akan
berpengaruh apabila atlet tidak memiliki keseimbangan antara situasi pertandingan dengan kesanggupan atlet merespon situasi tersebut.
Jarvis (1999) mengatakan bahwa terdapat dua faktor yang memengaruhi kecemasan atlet pada saat bertanding, yaitu faktor situasional dan faktor individual. Faktor situasional terdiri dari tiga bagian, yaitu pentingnya pertandingan, ekspektasi, dan ketidakpastian, sedangkan faktor individual terdiri dari dua bagian, yaitu trait anxiety dan self esteem dan self efficacy. Menurut Tanner (1988) atlet dituntut untuk mengendalikan ketegangan atau kecemasannya dengan baik agar dapat menampilkan performa yang maksimal. Agar atlet dapat sepenuhnya mengendalikan diri dan lingkungan sekitar pada saat menampilkan performa terbaiknya. Menurut Mylsidayu (2014), terdapat dua sumber kecemasan, yaitu sumber kecemasan dari dalam dan sumber kecemasan dari luar.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna menangani kecemasan bertanding untuk atlet adalah dengan relaksasi. Umumnya relaksasi berfungsi untuk menghilangkan serta mengurangi tensi kecemasan dan juga ketegangan, baik dalam hal fisik maupun mental atlet (Harsono, 2015). Menurut Maimunah (2011), intervensi yang telah terbukti efektif untuk menurunkan kecemasan adalah relaksasi. Dalam upaya untuk menurunkan kecemasan, relaksasi memiliki berbagai macam jenis seperti meditasi, autogenic training dan biofeedback training. Dalam pengertiannya, meditasi adalah teknik relaksasi dengan cara mengatur nafas, memusatkan pikiran dan memberikan sugesti untuk dimasukkan kedalam pikiran. Menurut Smith (1975) meditasi dalam literatur psikologi merupakan suatu latihan untuk membatasi pikiran, perhatian, dan kesadaran. Anand Krishna (2013) yang menyatakan meditasi adalah suatu proses untuk mencapai keseimbangan diri. Setelah mencapai keseimbangan diri individu dapat menurunkan kekhawatiran, ketakutan, dan kecemasan.
Meditasi memiliki langkah-langkah yang harus diterapkan dalam pelaksanaannya. Menurut Krishna (1998) terdapat tiga langkah yang mendasari pelaksanaan meditasi, yaitu pernapasan, pembudayaan suara, dan pembudayaan pikiran. Dalam meditasi, terdapat faktor- faktor yang memengaruhi jalannya meditasi tersebut, yaitu meditasi harus dilaksanakan di dalam ruangan tertutup, ruangan yang digunakan untuk meditasi haruslah nyaman dalam artian suhu ruangan tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, gerakan dan sikap tubuh yang benar, sangat memengaruhi individu untuk merasakan manfaat dari meditasi yang sebenarnya, dan waktu dalam pemberian meditasi sebaiknya satu jam sehari.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sudah dipaparkan, penelitian mengenai meditasi khususnya pada atlet menembak masih sangat terbatas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh meditasi terhadap kecemasan bertanding atlet menembak di Denpasar.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini adalah relaksasi meditasi dan kecemasan bertanding. Meditasi merupakan variabel bebas, sedangkan kecemasan bertanding merupakan variabel tergantung.
Definisi operasional dari kecemasan bertanding adalah suatu gejala psikologis yang sangat identik dengan perasaan-perasaan negatif dan timbul akibat adanya tegangan yang berlebihan dan berlangsung lama yang memiliki pengaruh besar terhadap bagaimana atlet menjalani sebuah pertandingan. Semakin tinggi skor kecemasan bertanding berarti atlet cemas saat bertanding dan semakin rendah skor kecemasan bertanding berarti atlet tidak cemas saat bertanding.
Meditasi adalah suatu proses untuk mencapai keseimbangan diri, agar individu dapat menurunkan kekhawatiran, ketakutan, dan kecemasan dengan cara mengatur napas, memusatkan pikiran, dan memberikan sugesti-sugesti positif untuk di masukkan ke dalam pikiran individu. Meditasi merupakan suatu aktivitas yang universal, sehingga tidak memandang individu dari berbagai macam golongan dan kepercayaan. Meditasi akan dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah meditasi menurut Anand Krishna (1998) yang membagi meditasi menjadi tiga langkah, yaitu pernapasan, pembudayaan suara, dan pembudayaan pikiran. Total durasi meditasi yang akan diberikan adalah sekitar 40 menit.
Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah atlet menembak di Denpasar yang berjumlah 45 atlet. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
a) Anggota PERBAKIN yang sudah mengikuti minimal satu kali pertandingan. Berdasarkan survei pendahulun yang didapatkan, anggota tersebut sudah pernah merasakan suatu kecemasan dalam sebuah pertandingan.
-
b) Atlet menembak yang berusia 15 – 20 tahun, karena usia 15 tahun adalah usia minimal individu untuk menjadi atlet, sedangkan 20 tahun adalah batas akhir individu untuk dibina secara intensif oleh pelatih.
-
c) Atlet yang berkompetisi dalam kategori individu.
-
d) Atlet yang tidak berkompetisi dalam kompetisi dalam kategori menembak berburu.
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang tidak
berdasarkan strata, random, atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2002). Penelitian ini mencari sampel secara langsung yang diperoleh berdasarkan rekomendasi dari pembina atlet PERBAKIN Denpasar.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada instansi pelatihan menembak di Denpasar, yaitu PERBAKIN. Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Oktober 2016 sampai dengan 10 November 2016.
Alat Ukur
Pengukuran kecemasan bertanding pada saat pre-test dan post-test dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada subyek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kecemasan bertanding yang bersumber dari Martens (dalam Jarvis, 1999). Semakin tinggi skor yang diperoleh melalui Kuesioner Kecemasan Bertanding maka, semakin tinggi pula tingkat kecemasan bertanding, sebaliknya semakin rendah total skor yang diperoleh melalui Kuesioner Kecemasan Bertanding, maka semakin rendah tingkat kecemasan bertanding. Aitem dapat dikatakan valid apabila memiliki nilai sama dengan atau lebih dari 0,25. Terdapat 21 aitem yang gugur dari 44 aitem yang diuji. Setelah aitem yang memiliki validitas di bawah 0,25 digugurkan, maka validitas aitem berkisar antara 0,271 sampai 0,833.
Reliabilitas skala kecemasan bertanding dengan melihat nilai cronbach alfa (α) adalah 0,921 dengan jumlah subjek 10 atlet dan jumlah aitem yang sahih sebanyak 23 aitem. Nilai alfa (α) sebesar 0,921 menunjukkan bahwa skala kecemasan bertanding mampu mencerminkan 92,1% variasi yang terjadi pada skor murni subjek, sehingga dapat digunakan untuk mengukur atibut kecemasan bertanding.
Prosedur Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang bersifat kuasi-eksperimen. Terdapat tiga syarat dalam penelitian eksperimen (true-experiment), syarat-syarat tersebut adalah manipulasi, kontrol, dan randominasi (Seniati, 2011). Penelitian ini memenuhi dua syarat dari penelitian eksperimen yaitu, manipulasi dan kontrol. Akan tetapi penelitian ini tidak melakukan randomisasi, maka penelitian ini tergolong dalam penelitian kuasi- eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-equivalen Control Group Design. Desain ini memerlukan penghitungan terhadap pre-test dan juga post-test, pre-test dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang dimiliki antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dilakukan manipulasi (Myers, 2006).
Teknik Analisis Data
Validitas digunakan untuk mengetahui apakah skala mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Diperlukan suatu proses pengujian validitas atau validasi (Azwar, 2010). Penelitian dikatakan valid jika terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya didapatkan pada fokus penelitian yang diteliti, serta instrumen yang digunakan memenuhi syarat, yaitu memiliki validitas internal (rasional) bila kriteria yang ada dalam instrument secara rasional (teoretis) telah mencerminkan apa yang akan diukur, sedangkan instrumen yang memiliki validitas eksternal bila kriteria di dalam instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang ada (Sugiyono, 2013). Kuesioner Kecemasan Bertanding yang digunakan dalam penelitian ini, nantinya akan diukur dengan SPSS 17.0 for Windows yang bertujuan untuk melihat kolerasi antara aitem dan total. Aitem- aitem alat ukur akan dikatakan memiliki validitas yang baik apabila memiliki kolerasi aitem dan total lebih dari atau sama dengan 0,25 (Azwar, 2012).
Reliabilitas adalah suatu metode penyajian tunggal atau single-trial administration yang akan menghasilkan estimasi reliabilitas konsistensi internal (Azwar, 2010). Formula konsistensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah formula alpha. Formula alpha digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh dari sekali penyajian skala pada kelompok subjek. Setelah itu hasil yang didapatkan dari metode single-trial administration akan dianalisa dengan alpha cronbach dengan menggunakan bantuan program komputer yaitu SPSS 17.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan karakteristik usia, subjek terbanyak dalam penelitian ini berusia dari rentang 15 – 16 tahun yaitu, sebanyak lima subjek atau 50% yang diikuti dengan subjek berusia dari rentang 17 – 18 tahun yaitu, sebanyak empat subjek atau 40%. Subjek yang memiliki rentang usia 19 – 20 tahun adalah sebanyak satu subjek atau 10%. Berdasarkan jumlah pertandingan yang pernah diikuti, diketahui bahwa subjek dengan jumlah pertandingan terbanyak adalah 6 – 10 pertandingan yaitu, lima subjek atau 50% dari total seluruh subjek, sedangkan subjek dengan jumlah pertandingan terbanyak kedua, adalah 11 – 15 pertandingan, sebanyak dua subjek atau 20% dan 16 – 20 pertandingan sebanyak dua subjek atau 20%.
Kategorisasi Data Penelitian
Hasil kategorisasi data penelitian skor pre-test dan post-test pada Kelompok Kontrol ditunjukkan pada Tabel 1 berikut:
Tibell
Kateyiriiasi SkorPre-Mit dan PmMatpaJa Kelompot Koiilral
Skor Kuesioner |
Ketemisau Kertandiug |
Pnfest |
Post-test | ||
Frekuensi |
Persentase |
Frekueusi |
Persentase | ||
Rendali |
Rendah |
1 |
20% |
1 |
20% |
Sedang |
Sedang |
20% |
1 |
20% | |
Tinggi |
Tinggi |
3 |
60% |
3 |
60% |
Total |
5 |
IOOS |
5 |
100% |
Tabel 1 menunjukkan saat pre-test, sebesar 60% subjek berada pada kategorisasi tinggi, dengan kata lain tiga subjek memiliki kecemasan bertanding yang tinggi. Setelah dilakukannya post-test, subjek tetap berada pada kategorisasi kecemasan bertanding yang tinggi yaitu, sebesar 60% atau tiga subjek memiliki kecemasan bertanding yang tinggi.
Hasil kategorisasi data penelitian skor pre-test dan post-test pada Kelompok Eksperimen ditunjukkan pada Tabel 2 berikut:
Ta bel 2
Kategorisasi Skor Prtr-Iesf dan PosZ-Itrsrpada Kelompok Eksperinien Skor Kecemasan Pre-Iesf Post-test
Persentase Frekuensi Persentase
0% l 20%
100% 4 80%
0% O 0%
100% 5 100%
Uji Hipotesis
Uji beda Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan untuk dua sampel yang independen (kecemasan bertanding dan meditasi). Hasil tabel Mann-Whitney test menunjukkan angka signifikansi 0,382. Berdasarkan asumsi hipotesis bahwa apabila signifikansi (p ≥ 0.05) maka Ho diterima, sedangkan apabila signifikansi (p ≤ 0.05) maka Ho ditolak. Nilai signifikansi sebesar 0,382 (p ≥ 0,05), maka Ho diterima. Sesuai dengan hasil yang di dapatkan, diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh relaksasi meditasi terhadap kecemasan bertanding atlet menembak di Denpasar.
Uji Data Tambahan
Pada penelitian ini dilakukan juga analisis tambahan berdasarkan data karakteristik subjek. Tujuan adanya uji data tambahan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan bertanding pada atlet yang ditinjau dari usia dan jumlah pertandingan yang pernah diikuti. Uji beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan uji komparasi non-parametrik, yaitu uji Kruskal Wallis. Hasil uji beda variabel kecemasan bertanding ditunjukkan pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3
Analisis Data Tambahan
Karakteristik Nilai Signiftkansi
Tsia θil55
Jumlah Pertandingan yang pernah diikuti 0,740
menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan kecemasan bertanding yang ditinjau berdasarkan karakteristik subjek penelitian yaitu, usia dan jumlah pertandingan yang pernah diikuti.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa meditasi tidak memberikan pengaruh pada turunnya kecemasan bertanding bagi atlet menembak yang berlatih di pusat latihan menembak PERBAKIN Tohpati Denpasar. Tetapi sesuai data kategorisasi kecemasan bertanding, terdapat satu subjek dari kelompok eksperimen berada dalam kategorisasi kecemasan bertanding yang rendah. Menurut wawancara tambahan yang dilakukan oleh peneliti terhadap subjek tersebut, dapat disimpulkan bahwa subjek berada dalam kategorisasi kecemasan bertanding rendah karena seminggu terakhir mendapatkan skor yang tinggi, sehingga subjek merasa puas dan juga dipengaruhi oleh sesi meditasi yang diberikan. Menurut Kotler (2002) kepuasan adalah tingkat perasaan saat individu menyatakan hasil perbandingan atas kinerja yang diterima sesuai dengan apa yang diharapkan.
Selain itu sesuai dengan temuan yang didapat dalam
penelitian ini, tidak adanya pengaruh signifikan dari meditasi yang diberikan kepada atlet menembak, dapat ditinjau dari berbagai macam faktor. Faktor yang mendasar adalah kebisingan, suhu ruangan, sikap tubuh saat meditasi dan durasi meditasi. Keempat faktor tersebut sangatlah penting dalam jalannya proses meditasi, sehingga sangat menentukan manfaat dan hasil yang didapatkan oleh subjek yang tergabung dalam kelompok eksperimen. Pada proses pemberian perlakuan selama sebulan yang berdurasi 15 menit setiap pertemuan, sangat didominasi oleh suara tembakkan dari luar, karena latihan tembak reaksi bersamaan dengan pemberian meditasi yang mengakibatkan ruangan yang digunakan untuk meditasi bising. Tembak reaksi adalah salah satu kelas kategori dalam olahraga menembak yang menuntut atlet untuk menembak target aktif atau bergerak dan berpindah-pindah (PERBAKIN, 2016). Menurut Sarlito (1995), kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang sifatnya psikologis. Psikologis karena sangat menganggu kejiwaan dan dapat menimbulkan stres.
Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi, komunikasi dan kemampuan berpikir (Waldron, 1989). Pada pemberian meditasi, yang perlu diperhatikan tidak hanya harus di dalam ruangan, namun juga kondisi ruangan yang tenang. Berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan oleh Krishna (1998) Dalam pelaksanaannya meditasi harus dilaksanakan dalam ruangan tertutup, tenang dan nyaman, agar proses meditasi dapat bekerja secara maksimal.
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa nilai Menurut Waldron (1989) kebisingan dapat
signifikansi berada di atas 0,05 (p ≥ 0,05). Hal ini dapat dikendalikan dengan melakukan pengendalian terhadap
kebisingan, memperluas jarak antara sumber dan penerima kebisingan, membuat barikade antara sumber dengan penerima kebisingan dan menggunakan alat pelindung telinga. Pada pemberian meditasi, peneliti sudah melakukan usaha dan meminta bantuan kepada pelatih atlet untuk mereduksi sumber kebisingan yang dapat menganggu jalannya meditasi. Setelah atlet tembak reaksi berpindah tempat latihan ke area latihan yang agak jauh suara kebisingan tersebut masih terdengar, sehingga ruangan meditasi masih didominasi oleh suara bising karena suara tembakan.
Faktor selanjutnya yang memengaruhi jalannya meditasi adalah suhu ruangan, menurut Lippsmeir (1994) batas-batas suhu nyaman untuk kondisi katulistiwa adalah pada kisaran suhu 25 – 29 derajat celsius. Pada saat pemberian perlakuan rata-rata suhu ruangan tempat dilaksanakannya meditasi berkisar sekitar 30 derajat celsius. Walaupun terdapat suhu yang tergolong dingin pada pemberian meditasi minggu kedua yaitu 23 derajat celsius, namun pada minggu pertama, ketiga dan keempat suhu ruangan masih tetap di atas suhu nyaman, yaitu antara 25 – 29 derajat celcius.
Menurut Guyton (1991) akibat suhu ruangan yang tinggi, suhu tubuh akan meningkat. Suhu tubuh yang tinggi akan menyebabkan terangsangnya kelenjar keringat, sehingga tubuh mengeluarkan keringat. Salah satu respon tubuh terhadap suhu yang tinggi adalah dengan mengeluarkan keringat, banyak atau tidaknya keringat yang dikeluarkan oleh tubuh tergantung pada tinggi suhu yang dirasakan oleh tubuh. Pada pemberian meditasi selama sebulan, suhu rata-rata ruangan adalah 32 – 34 celsius, sehingga subjek yang mengikuti meditasi banyak mengeluarkan keringat, dan menyebabkan subjek merasa tidak nyaman.
Sikap tubuh adalah hal yang penting untuk diperhatikan dalam jalannya sesi meditasi agar berpengaruh baik bagi manfaat dan hasil meditasi. Sikap tubuh yang diinstruksikan oleh instruktur meditasi sama dengan sikap tubuh yang dijelaskan oleh Krishna (1998) sikap tubuh pada setiap langkah meditasi adalah mata tertutup, badan tegak dan tangan kanan dan kiri diletakkan menghadap ke lutut. Berdasarkan hasil observasi subjek yang dilakukan setiap pertemuan, rata-rata subjek yang mengikuti meditasi masih melakukan gerakan-gerakan tambahan seperti membuka mata, menggaruk kepala, menguap, dan menoleh subjek lainnya.
Menurut Iswantoro (2013) sikap tubuh dalam meditasi sangat menentukan kesungguhan individu dalam mengenal apakah arti dari meditasi sebenarnya. Bertolak belakang dengan data observasi subjek yang didapatkan dalam jalannya meditasi selama sebulan, subjek dapat dikatakan tidak sepenuhnya bisa mengikuti atau mematuhi gerakan-gerakan yang diisntruksikan oleh instruktur meditasi, sehingga pengaruh meditasi yang didapatkan dalam penelitian ini menjadi kurang maksimal.
Durasi dalam setiap sesi meditasi sangat berpengaruh peting bagi manfaat dan juga hasil yang akan diperoleh individu. Menurut Powell (1990) meditasi dapat dilakukan dalam satu bulan dengan durasi 30 menit per sesi, sedangkan menurut Corey (1996) durasi terbaik meditasi dapat dijalankan adalah sekitar 20 atau 25 menit, lalu menurut Krishna (1998) durasi meditasi seharunya berjalan selama satu jam yang diikuti oleh langkah-langkah meditasi yaitu pernapasan, pembudayaan suara dan pembudayaan pikiran.
Sesuai dengan paparan teori di atas, diketahui bahwa durasi minimal untuk satu sesi meditasi adalah 20 menit sampai satu jam. Tetapi dalam penelitian ini, pemberian meditasi hanya berdurasi 15 menit saja, karena dalam pemberian meditasi di minggu pertama pelatih dari subjek yang mengikuti meditasi memberikan evaluasi bahwa durasi jalannya meditasi terbilang sangat lama karena memotong waktu untuk atlet melanjutkan latihan menembak. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan ketiga tokoh yang membahas terkait dengan durasi ideal untuk jalannya sesi meditasi, sehingga hasil yang didapatkan dalam penelitian ini kurang maksimal.
Berdasarkan hasil kategorisasi kecemasan bertanding, hasil pre-test menunjukkan bahwa dari lima subjek yang tergabung dalam kelompok kontrol terdapat tiga subjek yang berada dalam kategori tinggi dan dua subjek lainnya masing-masing berada dalam rentang rendah dan sedang, sedangkan hasil post-test kelompok kontrol, terdapat tiga subjek berada dalam rentang kecemasan bertanding tinggi, dan dua subjek lainnya masing-masing berada dalam rentang rendah dan sedang. Hasil pre-test pada kelompok eksperimen menunjukkan semua subjek berada pada kategori kecemasan bertanding yang sedang, sedangkan hasil post-test menunjukkan bahwa empat subjek masih berada dalam kategori kecemasan bertanding sedang, tetapi satu subjek berada dalam rentang kecemasan bertanding yang rendah. Hal ini membuktikan bahwa meskipun meditasi tidak dapat menurunkan kecemasan bertanding, namun dapat membuat subjek yang diberikan perlakuan berada pada kategori rendah sampai sedang, sedangkan pada kelompok yang tidak diberikan perlakuan, subjek berada pada kategori kecemasan bertanding yang tinggi. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gunarsa (2008) terdapat tiga komponen yang memengaruhi penampilan atlet salah satunya adalah komponen psikis. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok kontrol masih berada pada komponen psikis yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ekperimen.
Berdasarkan uji data tambahan yang dilakukan, menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan kecemasan bertanding berdasarkan usia. Menurut Potter (2005) remaja adalah individu yang berusia 13 – 21 tahun berada dalam periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan diri masa kanan-kanak menuju dewasa. Menurut Geldart
(2011) Pada masa remaja banyak terjadi berbagai macam perubahan seperti perubahan biologis, psikologis, dan sosial. Pada saat individu menginjak remaja sering muncul kegelisahan, kekecewaan, kebimbangan, kecemasan dan penolakan (Kartono, 2006). Salah satu yang dirasakan individu saat menginjak remaja adalah kecemasan. Kecemasan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia, status kesehatan, jenis kelamin dan pengalaman (Hurlock, 1994). Masa remaja sangat berhubungan erat dengan penyimpangan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri (Soetjiningsih, 2007).
Berdasarkan uji data tambahan yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan kecemasan bertanding berdasarkan jumlah pertandingan yang pernah diikuti atlet. Sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Gunarsa (1996) sebelum pertandingan dimulai kecemasan biasanya akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh bayangan beratnya tugas atau pertandingan yang akan dihadapi. Kecemasan tersebut nantinya akan menurun seiring dengan berlangsungnya pertandingan, sehingga hal tersebut merupakan proses dari awal hingga akhir bagi atlet dalam bertanding.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan terkait perlakuan yang diberikan terhadap penurunan kecemasan pada atlet menembak yang tergabung dalam organisasi PERBAKIN Denpasar. Tetapi berdasarkan hasil kategorisasi kecemasan bertanding, terdapat satu subjek yang tergabung dalam kelompok eksperimen berada pada kecemasan bertanding rendah. Selain itu tidak adanya pengaruh meditasi yang diberikan kepada kelompok eksperimen, dapat disebabkan dari berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut adalah kebisingan, suhu ruangan, sikap tubuh, dan durasi meditasi.
Berdasarkan hasil uji kategorisasi kecemasan bertanding, menunjukkan bahwa subjek yang tergabung dalam kelompok kontrol pada tahap pre-test, terdapat satu subjek berada dalam kecemasan bertanding rendah, satu subjek berada dalam kategori kecemasan bertanding sedang, dan tiga subjek berada pada kategori kecemasan bertanding tinggi, sedangkan dalam tahap post-test, hasil yang di dapatkan tidak berbeda dengan hasil yang di dapatkan pada saat pre-test. Berdasarkan hasil uji kategorisasi kecemasan bertanding, menunjukkan bahwa subjek yang tergabung dalam kelompok eksperimen pada tahap pre-test, semua subjek berada pada kategori kecemasan bertanding sedang, sedangkan pada tahap post-test, terdapat empat subjek berada pada kategori sedang, pada kategorisasi kecemasan bertanding rendah terdapat satu subjek.
Kesimpulan lainnya adalah Berdasarkan uji analisis data tambahan berdasarkan usia dan jumlah pertandingan yang
pernah diikuti, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi keduannya berada di atas 0,05 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan kecemasan bertanding yang ditinjau berdasarkan karakteristik subjek penelitian, yaitu usia dan jumlah pertandingan yang pernah diikuti
Berdasarkan kesimpulan yang sudah dipaparkan, maka dapat diberikan saran untuk PERBAKIN diharapkan dapat memperhatikan gangguan-gangguan yang muncul dalam memberikan meditasi, seperti kebisingan, suhu ruangan, sikap tubuh pada saat melakukan meditasi, dan durasi meditasi. PERBAKIN juga diharapkan lebih spesifik untuk menentukan kriteria atlet dengan mengukur tingkat kecemasan bertanding terlebih dahulu dengan menggunakan skala kecemasan bertanding serta dapat meningkatkan performa dari atlet dengan cara memberikan sesi meditasi yang sesuai dengan persyaratan meditasi.
Saran lain yang dapat diberikan adalah untuk peneliti selanjutnya, yaitu peneliti selanjutnya disarankan untuk mengontrol variabel-variabel penganggu (extraneous variable) sebelum pemberian meditasi dilakukan. Variabel yang menganggu pada penelitian ini antara lain adalah kebisingan, suhu ruangan, sikap tubuh dan durasi meditasi. Selain itu, peneliti selanjutnya disarankan untuk memberikan waktu cadangan untuk kehadiran atlet ke dalam ruangan meditasi dan memperpanjang durasi meditasi agar pemberian meditasi dapat dirasakan maksimal oleh atlet yang mengikuti meditasi, serta menerapkan metode meditasi kepada subjek lain selain subjek penelitian untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu perhatikan sebelum memberikan meditasi kepada subjek penelitian. Terakhir, peneliti selanjutnya disarankan untuk memberikan perlakuan berbeda kepada kelompok kontrol, contohnya memberikan seminar terkait dengan kecemasan bertanding, dan melakukan diskusi kelompok mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau mengatasi kecemasan bertanding yang dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani. (2013). Hubungan antara persepsi atlet taekwondo junior pada program latihan dengan motivasi berprestasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa 1 (2). Diakses pada
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=26067 5&val=7041&title=Hubungan%20antara%20Persepsi%20 Atlet%20Taekwondo%20Junior%20pada%20Program%20 Latihan%20dengan%20Motivasi%20Berprestasi
Arikunto. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta. Atwater, E. 1982. Psychology of adjustment. Los Angeles: Los Angeles Time Syndicate. Azwar, S. 2010. Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bondan, A. (2016, Desember). Jadi runner-up piala AFF, timnas Indonesia melesat di rangking FIFA. Diakses dari http://www.jawapos.com/read/2016/12/22/72556/jadi-runn er-up-piala-aff-2016-timnas-indonesia-melesat-di-ranking-fifa.
Corey, G.1996. Theory and practice of counseling and psychotherapy. California: Brooks & Cole Publishing Company.
Cashmore, E. 2002. Sport psychology. Canada: Routledge.
Geldart, K. 2011. Konseling remaja (pendekatan proaktif untuk anak muda). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gunarsa, S. 1996. Psikologi olahraga : teori dan praktik. Jakarta: Gunung Mulia. Gunarsa, S. 2008. Psikologi olahraga prestasi. Jakarta: Gunung Mulia.
Guyton. A. 1991. Textbook of medical physiology. Tokyo: WB Saunders Company. Harsono. 2015. Kepelatihan olahraga. Bandung: Rosda Karya.
Herman. (2011). Psikologi olahraga. Jurnal ILARA (11)
2.Diakses pada http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/7/univer-sitas%20negeri%20makassar-digilib-unm- herman-343-1-1.herma-c.pdf
Hurlock, E. 1994. Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Indrayani. (2008, Juli). Berita-berita seputar
olimpiadebeijing. Diakses dari http://www.bluefame. com/topic/119063-berita-berita-seputar-olimpiade-beijing-2008- 1/.
Iskandar. 2008. Mediate and growrich, sehat, kaya, dan bahagia duniawi spiritual. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Iswantoro, G. 2013. Relaksasi meditasi hipnosis. Jakarta: Tugu Yogyakarta. Jarvis, M. 1999. Sport psychology. London: Routledge.
Kartono. 1995. Psikologi anak (psikologi perkembangan). Bandung : Mandar Maju. Kartono. 2006. Psikologi wanita. Bandung: Mandar Maju.
Kotler. 2002. Manajemen pemasaran. Jakarta: PT. Prenhalindo Indonesia.
Kusbiantoro. (2012, September). Menembak – Jatim puas perolehan tiga medali emas. Diakses dari http://
www.antarajatim.com/berita/95067/menembak--jatim-puas- perolehan-tiga-medali-emas.
Krishna, A. 1998. Seni memberdaya diri meditasi & reiki. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Krishna, A. 2013. Meditasi untuk manajemen stres & neo zen reiki untuk kesehatan jasmani dan rohani. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lippsmeier, G. 1994. Building in the tropics. Jakarta: Erlangga.
Maimunah. (2011). Pengaruh pelatihan relaksasi dengan dzikir untuk mengatasi kecemasan ibu hamil pertama.
Psikoislamika 8 (1). Diakses pada
http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/-2014/03/Pengaruh-Pelatihan-Relaksasi-Dengan- Dzikir-Untuk-Mengatasi-Kecemasan-Ibu-Hamil-Pertama.pdf
Myers, A. 2006. Experimental psychology. USA: Thomson Higher Education. Mylsidayu, A. 2014. Psikologi olahraga. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurjanah, R. (2016, Agustus). Prestasi Indonesia di olimpiade Rio 2016. Diakses dari http://news.liputan6.com-
/read/2582775/prestasi-indonesia-di-olimpiade-rio-2016.
PB. PERBAKIN Official Site. (2016, Juni).
Sejarah PERBAKIN. Diakses dari
http://perbakin.or.id/v2/sejarah-perbakin.
PB. PERBAKIN. Official Site. (2016, November). Buku hasil 40th SEASA, Vietnam 2016.
Diakses dari http://perbakin.or.id/v2/buku-hasil-40th-seasa-vietnam-2016.html.
Potter, P. 2005. Fundamental nursing: concept, process, and practice. St. Lois: Mosby Year Book.
Powell, T.1990. Anxiety and management. London: Routledge.
Purwaningsih. (2013). Pengaruh meditasi terhadap kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi di unit rehabilitasi sosial wening wardoyo ungaran kabupaten semarang.
Jurnal Keperawatan Medikal Bedah 1 (2).
Diakses pada http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JK-MB /article/view/1102
Putra, A. (2016, Januari). Studi pendahuluan (tidak diterbitkan).
Romdlon. (2015, Oktober). Lely Sampuerno, guru SD yang jadi atlet menembak kaliber dunia. Diakses dari
https://www.brilio.net/news/lely-sampoerno-guru-sd-yang-jadi-atlet- menembak-kaliber-dunia-1510128.html.
Sarlito, W. 1995. Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo. Seniati. 2011. Psikologi eksperimen. Jakarta: Indeks.
Smith, J. 1975. Meditation and psychotherapy. London: Routledge.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Supri. (2015, Januari). PON remaja, menembak gagal memenuhi target. Diakses dari http://www.rri.co.id/denpasar/post /berita/130221/olahraga/pon_remaja_menembak_gagal_pen uhi_target.html.
Sugiyono. 2013. Metode penelitian kombinasi (mixed method). Bandung: Alfabeta. Tanner, G. 1988. Ketegangan.
(terjemahan: Hermayana, T.S) Jakarta: Tirta Pustaka.
Wahono, T. (2012, Juli). Satu-satunya petembak indonesia kecewa berat. Diakses pada http://olimpiade.ko-mpas.com/read/xml/2012/07/30/1208351/Satusatunya.Pete mbak.In donesia.Kecewa.Berat
Waldron. 1989. Occupational health practice. London: Butterworths.
Wilda, F. (2016, Agustus). Riau Ega tersingkir, wakil Indonesia di cabang panahan olimpiade habis. Diakses dari http://sports.okezone.com/read/2016/08/12/43/1462418/riau -ega- tersingkir-wakil-indonesia-di-cabang-panahan-
olimpiade-rio-2016-habis.
15
Discussion and feedback