HUBUNGAN FANATISME DAN KONFORMITAS TERHADAP AGRESIVITAS VERBAL ANGGOTA KOMUNITAS SUPORTER SEPAK BOLA DI KOTA DENPASAR
on
Jurnal Psikologi Udayana
2018, Vol.5 , No.1, 132-144
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
HUBUNGAN FANATISME DAN KONFORMITAS TERHADAP AGRESIVITAS VERBAL ANGGOTA KOMUNITAS SUPORTER SEPAK BOLA DI KOTA DENPASAR
Hendra Choirul Anam dan Supriyadi
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana hendra.choirul16@gmail.com
Abstrak
Fanatisme merupakan perilaku individu yang identik dan mengutamakan tujuan tertentu tanpa melihat dan memperdulikan akibat yang akan timbulkan. Dalam mengekspresikan fanatisme dan kecintaan kepada tim kesayangan, suporter sepak bola melakukannya dengan cara bersama-sama hal ini terlihat dari sikap dan perilakunya termasuk melakukan perilaku agresivitas verbal di dalam stadion maupun di luar stadion untuk mendukung tim kesayangan saat bertanding. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fanatisme dan konformitas terhadap agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar. Subjek penelitian ini adalah anggota komunitas suporter sepak bola yang berada di kota Denpasar yang berjumlah 115 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster sampling dan wawancara untuk pengambilan datanya. Penelitian ini menggunakan metode kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan (R) sebesar 0.323 (F=6.511; p<0,05), yang memiliki arti bahwa fanatisme dan konformitas secara bersama-sama memengaruhi munculnya agresivitas verbal. Koefisien determinasi sebesar 0.104, memiliki arti bahwa sumbangan efektif fanatisme dan konformitas dalam menjelaskan varian agresivitas verbal sebanyak 10,4%, dan dari nilai beta terstandarisasi didapatkan bahwa fanatisme lebih berperan terhadap agresivitas verbal dengan nilai sebesar -2.546 daripada konformitas sebesar -1.040. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang negatif signifikan dari fanatisme dan konformitas terhadap agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar. Hasil dari kualitatif menunjukkan bahwa: Jenis-jenis nyanyian atau Chant yang dihasilkan dari peniruan suporter luar negeri dan Chant/nyanyian yang dibuat oleh komunitas dari kretivitas sendiri. Faktor-faktor munculnya agresivitas verbal diantaranya adalah rivalitas, tindakan komunitas lain, norma etika budaya timur, sedangkan yang dirasakan adalah dampak positif : mempunyai teman baru, saling bantu satu sama lain atau gotong royong, belajar mengenai bersosialisasi dan sebagai wadah pemersatu serta terciptanya perdamaian. Dampak negatifnya adalah banyaknya waktu yang terbuang. Harapan terkait hubungan dengan komunitas lain adalah sebagai wadah pemersatu dan terciptanya perdamaian.
Kata kunci: fanatisme, konformitas, agresivitas verbal komunitas suporter sepak bola.
Abstract
Fanaticism is an individual behavior that is identical and prioritizes a specific goal without seeing or considering the impacts it causes. Football supporters express their fanaticism and their love for their favorite team in groups. This can be seen in their attitude and behavior, including verbally-aggressive behavior which they display inside and outside the stadium to support their favorite team during their match. The objective of this research is to discover the relationship between fanaticism and conformity against verbal aggressiveness in football supporters’ community members in Denpasar city. The subjects of this research are members of football supporters’ community in Denpasar with the total of 115 people. The sampling technique used in this research is cluster sampling, and interview is the method used to gather data. This research uses mixed method, both quantitative and qualitative. The result of multiple regression analysis shows (R) value equals to 0.323 (F=5.11; p<0.05), which means fanaticism and conformity simultaneously affects the occurrence of verbal aggressiveness. The coefficient of determination is 0.104, meaning the effective contribution of fanaticism and conformity in explaining the variant of verbal aggressiveness is 10,4% and from the value of standardized beta it can be concluded that fanaticism plays a more significant role in verbal aggressiveness at -2.546 compared to conformity at -1.040. The conclusion of this research is that fanaticism and conformity has a negative significant role in verbal aggressiveness in members of football supporters’ community in Denpasar. Qualitative results show that the chants are created by imitating supporters abroad and also by the community’s own creativity. Factors that cause verbal aggressiveness are rivalry, the actions of the other community, eastern cultural ethics and norms. The positive impacts felt by the members are having new friends, helping out and being helped by fellow members, learning how to socialize, having a sense of unity and attaining peace. The negative impact is that a lot of time is wasted. From this study, we should aim to build inter-community relations as a way to attain peace and unity.
Keywords: fanaticism, conformity, verbal aggressiveness football supporters community.
LATAR BELAKANG
Olahraga adalah salah satu kegiatan fisik yang berguna untuk menjaga kesehatan dan memiliki peran penting dalam kehidupan karena dengan olahraga semua sistem dalam tubuh akan bekerja secara lebih baik. Olahraga sangatlah banyak jenisnya salah satunya adalah sepak bola. Sepak bola adalah olahraga yang dimainkan oleh sebelas orang pemain dalam satu tim yang bertanding dalam waktu 2 x 45 menit dengan (tambahan waktu selama 2 x 15 menit dan adu tendangan penalty) di pimpin oleh satu wasit lapangan, dua asisten wasit, dan satu pengawas pertandingan yang dilaksanakan di lapangan sepak bola berukuran panjang 120 meter dan lebar 90 meter (Syarief, 2013).
Dalam olahraga sepak bola dukungan dari suporter merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu tim dalam sebuah pertandingan sepak bola, di karenakan kehadiran suporter membuat setiap pemain lebih bersemangat dan termotivasi untuk memperlihatkan kemampuannya (Harian Rakyat, 2005). Adapun arti suporter dalam kamus bahasa Indonesia adalah orang yang mendukung pemain dan sebuah tim. Hal ini berarti suporter adalah orang yang mencintai satu orang atau suatu tim yang diidolakannya dan rela melakukan apapun untuk mendukung objek tersebut (Harian Supersoccer, 2011). Menurut Soekanto (dalam Prakoso, 2013) suporter merupakan suatu bentuk kelompok sosial yang secara relatif tidak teratur dan terjadi karena ingin melihat sesuatu (spectator crowds). Graham (dalam Handoko & Andrianto, 2006) mengartikan suporter adalah individu ataupun kelompok yang hadir dalam suatu pertandingan olahraga yang memiliki tujuan untuk mendukung salah satu tim yang bertanding dan memiliki rasa keterikatan dengan tim tersebut. Suporter ini biasanya memiliki rasa kecintaan yang lebih dibandingkan penonton biasa yang hadir di lapangan. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan kelompok suporter saat melihat pertandingan sepak bola, ada dua sisi di dalamnya yaitu sebagai hiburan dan sebagai biang kerusuhan. Hal ini seperti diungkapkan Handoko (2008) bahwa, Suporter sepak bola dapat dilihat dari dua sisi yaitu (1) Sisi negatif (Hooliganisme) dan (2) Sisi positif (sebagai hiburan dan solidaritas sosial). Untuk lebih jelasnya sisi suporter sepak bola dijelaskan secara singkat sebagai berikut: a). Sisi negatif (Hooliganisme) Secara umum hooligan diidentifikasi sebagai orang atau sekelompok orang yang sering membuat onar atau kerusuhan. Pada olahraga sepak bola, hooligan akan merasakan kenikmatan saat menghadapi situasi rusuh, baik dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat keamanan.
Tujuan utama hooligan adalah membuat onar atau kerusahan saat menyaksikan pertandingan sepak bola dengan melakukan kerusuhan atau keonaran untuk mendapatkan kepuasan. Sisi negatif ini dengan sengaja ingin membuat situasi penonton menjadi tidak nyaman. b) Sisi positif Sepak
bola (sebagai hiburan dan solidaritas) Sisi positif suporter sepak bola yaitu, suporter datang untuk menyaksikan pertandingan sepak bola untuk mendapatkan hiburan atau untuk mengalami event untuk ikut ambil bagian dalam suatu pertandingan yang dapat dijadikan pengalaman atau sejarah pada event-event penting. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sisi positif dari suporter sepak bola yaitu datang untuk menyaksikan pertandingan sepak bola untuk mendapatkan hiburan. Di samping itu juga, suporter tersebut datang untuk memberikan dukungan dan semangat bagi tim kesayangannya dengan melakukan atraksi dan nyanyian-nyanyian untuk mengobarkan semangat para pemain yang sedang bertanding (Anam, Studi Pendahuluan, 2016).
Suporter sepak bola tidak hanya mendukung tim kesayangannya pada saat di lapangan saja tetapi juga di luar lapangan yang berbentuk menjadi organisasi atau komunitas suporter sepak bola. Indonesia memiliki banyak komunitas suporter sepak bola yang tersebar di seluruh daerah Indonesia termasuk di Bali. Komunitas suporter sepak bola yang terbentuk di Indonesia tidak hanya mendukung tim sepak bola lokal melainkan juga tim sepak bola luar negeri. Tujuan terbentuknya komunitas suporter sepak bola adalah sebagai wadah untuk mendukung tim kesayangan dan tempat berkumpul untuk para suporter pendukung tim sepak bola yang sama. Komunitas supporter sepak bola memiliki sebuah struktur organisasi seperti ketua sampai dengan anggota (Anam, Studi Pendahuluan, 2016).
Suporter sepak bola di luar lapangan membentuk sebuah komunitas atau organisasi dimana dalam komunitas suporter sepak bola ini menjadi wadah pemersatu suporter di luar lapangan, seperti komunitas suporter klub sepak bola dari Eropa misalnya: United Indonesia pada 2006 dan Juventus Club Indonesia pada tahun 2009, Milanisti Indonesia pada Maret 2003, Romanisti (Romanisti Indonesia), United Indonesia (Manchester United Fans Club Indonesia), BIGREDS (Liverpool Indonesia), JCI (Juventus Club Indonesia), AIS (Arsenal Indonesia Supporter). BIGREDS Indonesia awal tahun 2000 (Putri, 2014).
Komunitas-komunitas suporter klub sepak bola ini berkembang cepat dengan munculnya komunitas-komunitas suporter klub sepak bola di setiap kotanya termasuk di kota Denpasar. Perkembangan komunitas suporter klub sepak di kota Denpasar tergolong cepat pada awal tahun 2009 sampai tahun 2016 terhitung komunitas suporter sepak bola di setiap daerah kota Denpasar berjumlah lebih dari 15 komunitas yang terdiri dari komunitas suporter klub sepak bola tim lokal maupun tim dari Eropa. Ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh komunitas suporter klub sepak bola di kota Denpasar. Contoh kegiatan yang dilakukan oleh komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar adalah nonton bareng pertandingan, bernyanyi bersama, memakai atribut yang sama dan aktivitas fisik bersama seperti futsal dan sosial seperti
kunjungan kepanti asuhan dan donor darah. Kegiatan yang sering dilakukan oleh komunitas adalah nonton bareng (Anam, Studi Pendahuluan, 2016).
Fans klub selalu mengadakan acara wajib yaitu ‘nonton bareng’ (nobar). Kegiatan “nonton bareng” ini hampir setiap minggu diadakan oleh komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar. “nonton bareng” menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi para pecinta bola terutama pada anggota komunitas suporter sepak bola. Berbeda dengan suporter lapangan, dukungan para suporter klub sepak bola dalam “nonton bareng” ini tidak dapat terdengar oleh para pemain atau tim secara langsung. Suporter hanya bernyanyi, bersorak untuk mendukung tim favorit (Putri, 2014).
Semua suporter sepak bola mempunyai sebuah harapan yaitu agar tim kebanggaannya memenangkan pertandingan, sehingga suporter rela mengeluarkan harta ataupun dukungan untuk tim kebanggaanya seperti memberikan dukungan berupa nyanyian pada saat tim kesayangan bertanding. Rasa kebanggaan yang berlebihan terhadap sebuah klub atau tim sepak bola membuat para suporter sepak bola, rela melakukan apa saja yang berhubungan dan berlandaskan klub atau tim kesayangan. Rasa kebanggaan yang berlebihan itu yang disebut fanatisme (Anam, Studi Pendahuluan, 2016).
Fanatisme merupakan perilaku individu yang identik dan mengutamakan tujuan tertentu tanpa melihat dan memperdulikan akibat yang akan ditimbulkan (Praja, 2010). Dalam mengekspresikan fanatisme dan rasa cinta kepada tim kesayangan komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar terlihat dari sikap dan perilaku salah satunya dengan menggunakan atribut, pakaian yang digunakan pada saat tim kesayangan bertanding. Adapun peralatan yang digunakan untuk memeriahkan teriakkan dan dukungan penggemar sepak bola terhadap tim kesayangannya, mulai dari syal, bendera klub, memakai “jersey” resmi klub sepak bola turut dikenakan para suporter sebagai bentuk dukungan (Harian Bimbie, 2015). Kadangkala fanatisme yang ditunjukkan oleh komunitas suporter klub sepak bola dikota Denpasar dilakukan secara berlebihan dalam mendukung tim kesayangan saat bertanding sehingga berubah menjadi tindakan agresivitas terutama agresivitas verbal. Tindakan agresivitas verbal komunitas suporter klub sepak bola di kota Denpasar ini akan meningkat ketika terjadi interaksi antara dua kelompok suporter lain. Sebagai contoh di Indonesia tindakkan suporter yang bentrok dengan suporter yang lain yang disebabkan oleh saling ejek atau menghina satu sama lain (Anam, Studi Pendahuluan, 2016). Pemicu dari tindkan suporter ini cukup kompleks, mulai dari fanatisme berlebihan kepada klub, soal wasit, kinerja panitia pertandingan, hingga minimnya sarana ekspresi suporter (Syarief, 2013). Kefanatikan anggota komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar menyebabkan anggota komunitas berperilaku agresi terutama perilaku
agresivitas verbal. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Budi (dalam Suroso, 2010) bahwa kefanatikan suporter seringkali berbuah pertikaian dan perkelahian. Fanatisme juga dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok, tak jarang juga menimbulkan perilaku agresi.
Fanatisme terhadap klub sepak bola contohnya, suporter fanatik yang hanya mampu melihat kebaikan dari tim favoritnya saja dan hanya melihat kekurangan dari tim lain yang bukan menjadi tim favoritnya. Wujud ekspresi dari fanatime ini seringkali menjadi perilaku agresi (Anam, Studi Pendahuluan, 2016). Komunitas suporter sepak bola dalam mengekspresikan dukungan dan fanatismenya selalu dilakukan secara bersama-sama hal ini disebut dengan konformitas. Menurut Deaux (1993) mengatakan bahwa konformitas adalah sikap patuh dengan kelompok meskipun tidak ada arahan secara langsung untuk ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Adapun, contoh dari tindakan konformitas komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar seperti bernyanyi bersama, memakai atribut tertentu yang sama dan melakukan gerakan tertentu pada saat nonton bareng atau mendukung tim kesayangan yang bertanding. Dalam mendukung klub kesayangan secara bersama-sama kadang kala menimbulkan tindakan agresi.
Menurut Le Bon (dalam Sarwono, 1999), kelompok memang lebih agresi dari pada individu dikarenakan nilai kelompok lebih irasional dan impulsif daripada nilai individu-individu sebagai perorangan. Komunitas suporter klub sepak bola bertingkah laku dengan melakukan segala hal yang berkaitan dengan tim kesayangan termasuk didalamnya perilaku agresivitas verbal. Munculnya perilaku agresisivitas verbal komunitas suporter klub sepak bola diakibatkan oleh kelompok suporter lain yang menghina tim lain, kemudian adanya faktor individu lain dalam kelompok. Individu kehilangan keyakinan yang dimiliki disebabkan oleh nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok. Individu yang lebih mengedepankan identitas kelompoknya tersebut secara berlebihan hal ini disebut deindividuasi (Sarwono, 1999). Reicher, (dalam Taylor, Pepalu, & Sears 2012) juga menjelaskan bahwa deindividuasi adalah individu kehilangan dirinya sendiri di dalam kerumunan kemudian bertindak secara berbeda, dalam satu gerombolan atau kelompok emosi dari satu orang akan menyebar keseluruh anggota kelompok, ketika seseorang melakukan sesuatu, bahkan apabila tindakan itu dalam situasi normal tidak akan diterima, semua orang cenderung akan ikut-ikutan melakukanya. Tindakan biasanya dikontrol oleh nilai-nilai etika, dan aturan sosial yang kita pelajari (Le Bon dalam Taylor, Pepalu & Sears, 2012).
Perilaku agresivitas verbal yang dilakukan oleh komunitas suporter sepak bola ini juga diakibatkan adanya kehadiran banyak orang dalam suatu ruangan, dimana setiap orang akan sulit untuk mengontrol situasi dan sulit untuk meghindari kontak dengan kelompok yang tak diinginkan
(Baron & Rodin dalam Taylor, Pepalu & Sears, 2012). Hal ini juga disebut dengan crowding adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasa tidak nyaman atau stres karena merasa berada di tempat yang sangat sempit (Taylor, Pepalu & Sears, 2012). Faktor-faktor inilah yang berpengaruh terhadap perilaku agresivitas verbal komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar pada saat nonton bareng berlangsung dengan komunitas lain (Anam, Studi Pendahuluan, 2016).
Berkowitz (2003) mendefinisikan perilaku agresi verbal sebagai suatu bentuk perilaku atau aksi agresi yang bertujuan untuk menyakiti individu lain, perilaku agresi verbal diungkapkan dalam bentuk umpatan, ejekan, fitnahan, dan ancaman melalui kata-kata. Agresi verbal adalah agresi yang dilakukan bertujuan untuk melukai orang lain secara verbal. Bila seorang mengumpat, membentak, berdebat, mengejek, dan sebagainya, individu itu dapat dikatakan sedang melakukan agresi verbal (Buss dan Perry, 1992). Atkinson (1999) Agresi verbal, adalah agresi yang dilakukan oleh individu berasal dari sumber agresi secara verbal. Agresi verbal ini dapat berupa kata-kata kasar atau kata-kata yang dianggap mampu menyakiti, melukai, menyinggung perasaan atau membuat orang lain menderita. Adapun bentuk agresivitas secara verbal di ungkapkan dengan mengucapkan kata-kata yang menghina, berteriak, mengejek, dan membantah (Turner & Helms, 1995).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar pada saat nonton bareng berlangsung selalu melakukan tindakan agresivitas verbal terhadap komunitas lain, hal ini diakibatkan adanya faktor nyanyian yang diungkapkan oleh salah komunitas yang mengakibatkan saling ejek, antar komunitas suporter sepak bola pada saat nonton bareng berlangsung. Misalnya komunitas suporter sepak bola United Indonesia Bali dan Big Reds Bali dalam setiap nontong bareng kedua komunitas tersebut selalu melakukan tindakan agresivitas verbal dalam mendukung tim kesayangan bertanding, hal ini dikarenakan persaingan dan sejarah kedua tim tersebut sangat buruk sehingga, hal ini juga berdampak pada hubungan antara suporter kedua tim tersebut. Agresivitas verbal tidak hanya berlangsung pada saat nonton bareng saja namun juga dilakukan di sosial media seperti menyidir dan menghina tim rival yang mengalami kekalahan (Anam, Studi Pendahuluan, 2016).
Berikut adalah beberapa contoh dari berbagai kasus agresivitas verbal yang dilakukan oleh komunitas suporter sepak bola yang terkait dengan fanatisme dengan konformitas suporter klub sepak bola. Kasus yang pertama adalah kasus yang terjadi pada tanggal 3 Maret 2013, tepatnya di kota Yogyakarta terjadi tawuran antara pendukung Real Madrid dan Barcelona setelah nonton bareng antara kedua suporter. Hal ini terjadi akibat saling ejek satu sama lain didalam tempat nonton bareng, kemudian berlanjut tawuran di luar tempat
nonton bareng dengan saling lempar batu satu sama lain (Harian Republika, 2013). Kasus kedua adalah pada tanggal 16 Mei 2105 pada leg kedua semifinal liga champions antara Real Madrid vs Juventus terjadi bentrok pada acara nonton bareng di Gelanggang Olahraga (GOR) Otista, Jakarta Timur, para fans Real Madrid dan Juventus hal ini diakibatkan karena perilaku kedua suporter yang saling ejek satu sama lain (Harian Supersoccer, 2015). Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa peningkatan pada fanatisme dan konformitas pada komunitas suporter sepak bola dapat memberikan kontribusi terhadap perilaku agresivitas verbal. Hal tersebut mendorong minat peneliti untuk mengetahui lebih jauh “ apakah ada hubungan antara fanatisme dan konformitas terhadap agresivitas verbal pada anggota komunitas suporter klub sepak bola di kota Denpasar?
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Berikut adalah definisi oprasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
-
1. Agresivitas Verbal adalah tindakan yang bertujuan untuk melukai perasaan orang lain atau kelompok secara verbal, yang dilakukan secara langsung maupun tidak yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain secara verbal.
-
2. Fanatisme adalah sebuah pola pikir individu yang sangat kuat dalam memegang, menganut suatu keyakinan dari pengalaman yang pernah dialami sehingga berpengaruh pada tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari di dalam kelompok dan
lingkunganya.
-
3. Konformitas adalah merupaka suatu perubahan perilaku yang disebabkan oleh tekanan dari orang lain (dalam kelompok), lingkungan untuk melakukan hal yang sama seperti orang lain lakukan dengan berlandaskan aspek sosial.
Responden penelitian
Dalam rancangan penelitian (terutama sekali pada penelitian kuantitatif), populasi adalah salah satu hal yang esensial dan perlu mendapatkan perhatian dengan tepat apabila peneliti akan menyimpulkan sebuah hasil yang dapat dipercaya dan berguna untuk daerah (area) atau objek penelitianya (Yusuf, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota komunitas suporter klub sepak bola dikota Denpasar. Sampel dalam penelitian ini diambil dari anggota komunitas suporter klub atau tim sepak bola di kota Denpasar yang tersebar di Denpasar timur, Denpasar selatan, Denpasar utara dan Denpasar Barat. Sampel dalam penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
-
a. Anggota komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar yang berusia 18-45 tahun.
-
b. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.
-
c. Aktif menjadi anggota suporter sepak bola sekurang-kurangnya 3 bulan. Hal ini dikarenakan menurut peneliti responden sudah cukup memahami, mengerti serta mengalami kegiatan-kegiatan komunitas suporter sepak bola termasuk kegiatan nonton bareng dan sudah pernah melakukan tindakan agresivitas verbal bersama komunitas.
-
d. Tinggal di Bali sekurang-kurangnya 6 bulan e. Sudah lulus sekolah menengah atas (SMA) f. Status pekerjaan (swasta, negeri atau pelajar/mahasiswa).
Responden dalam fase kedua (kualitatif) penelitian ini merupakan responden dalam fase pertama berdasarkan nilai tertinggi yang bersedia mengikuti wawancara mendalam dengan jumlah responden 3 orang dengan nilai tertinggi hal ini. Hal ini dikarenakan peneliti inggin mengetahui dinamika fanatisme, konformitas serta agresivitas verbal responden penelitian yang memepunyai nilai yang tinggi dan untuk mengali mengenai faktor-faktor yang menyababkan munculnya tindakan agresivitas verbal.
Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan data sampel cluster random sampling. Pada teknik sampling ini digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten (Sugiyono, 2013). Penelitian ini mengambil subjek diarea atau dikota Denpasar, dimana subjek yang meliputi daerah dimana kelompok suporter berada yaitu: Denpasar barat, Denpasar timur, Denpasar utara dan Denpasar selatan. Pertama peneliti mengkelompokkan nama-nama komunitas berdasarkan daerah, kemudian peneliti secara acak memilih satu nama komunitas untuk mewakili satu daerah yang dijadikan sampel penelitian dengan cara pengundian. Pengambilan data dilakukan disetiap daerah tersebut kemudian dijadikan satu menjadi sebagai data penelitian. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 115 orang, yang merupakan anggota komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar.
Alat Ukur
Terdapat tiga skala yang dibuat sendiri dan digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala fanatisme, konformitas dan skala agresivitas verbal. Skala fanatisme mengacu teori Goddad (2001) hasil uji coba skala fanatisme memilki koefisien korelasi antar aitem yang berkisar 0,275 hingga 0,684 dan reliabilitas 0,900. Skala konformitas mengacu pada teori Sears (2012) hasil uji coba skala konformitas memiliki koefisien korelasi 0,239 hingga 0,597 dan reliabilitas 0,866. Skala agresivitas verbal mengacu pada teori yang diungkapkan Buss dan Perry (1992) hasil uji coba skala agresivitas verbal
memilki koefisien korelasi antar aitem yang berkisar 0,242 hingga 0,684 dan reliabilitas 0,904.
Dalam fase kedua ini, data dikumpulkan dengan melakukan wawancara secara mendalam. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviwer) dan pemberi jawaban atau interviwee. Dalam setiap wawancara tatap muka mensyaratkan pengamatan yang dapat digunakan sebagai evaluasi data (Moleong, 2004).
Wawancara dilakukan untuk menggali pendapat atau persepsi responden mengenai hal yang menyebabkan adanya hubungan antara fanatisme dan konformitas terhadap agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola bagi responden dan meperluas data penelitian. Daftar pertanyaan dalam wawancara disusun berdasarkan hasil data kuantitatif pada fase pertama. Daftar pertanyaan kemudian didiskusikan kepada dosen pembimbing, untuk menangkap semua hasil wawancara yang dilakukan, proses diskusi direkam dengan bantuan record. Untuk mendukung rekaman, peneliti juga melakukan pencatatan lapangan atau fieldnote.
Teknik Analisis Data
Metode analisis untuk menguji hipotesis dalam fase pertama (kuantitatif) penelitian ini adalah regresi berganda. Uji hipotesis dilakukan setelah seluruh uji asumsi terpenuhi. Tujuan dilakukannya uji asumsi adalah memeriksa data-data yang telah terkumpul memenuhi syarat untuk melakukan pengkorelasian atau tidak dan untuk melihat apakah data dapat dilakukan analisis parametrik atau nonparametrik. Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas, linieritas dan multikolinieritas. Analisis tambahan menggunakan independent t-test untuk melihat perbedaan agresivitas verbal berdasarkan asal suku.
Pada fase kedua (kualitatif), setelah keseluruhan data menjadi teks disebut dengan transkrip. Transkrip dibaca beberapa kali untuk menentukan tema-tema dan kategori. Secara khusus transkrip dibaca oleh peneliti dan satu sub sampel dibaca oleh pembimbing. Setelah itu dilakukan diskusi untuk mengembangkan kerangka koding agar dapat dilakukan pengkodean terhadap transkrip oleh peneliti. Jika kode baru muncul kerangka kode diubah dan transkrip-transkrip yang ada dibaca ulang sesuai dengan struktur baru.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Responden dalam penelitian ini sebanyak 115 orang, yang merupakan anggota komunitas suporter sepak bola di kota Denpasar. Berdasarkan usia didominasi oleh subjek pada rentang usia 23-26 tahun yaitu sebesar 42,6% dengan jumlah 49 orang. Dilanjutkan dengan rentang usia 19-22 yaitu sebesar 39,1% dengan jumlah 45 orang. Pada rentang usia 27-30 tahun memiliki persentase sebesar 9.6% dengan jumlah 11 orang.
Pada rentang usia 31-47 tahun memilik persentase 8,7% dengan jumlah 10 orang. Berdasarkan pendidikan terakhir subjek penelitian ini mayoritas berada pada tingkat pendidikan SMA memilki persentase sebesar 49,6%. Dilanjutkan dengan subjek yang bependidikan terakhir S1 memiliki persentase sebesar 20,9%. Pada subjek yang bependidikan terakhir D3 memiliki persentase sebesar 14,8%. Pada subjek yang bependidikan terakhir SMK memilik persentase sebesar 6,1%. Pada subjek yang bependidikan terakhir D1 memilki persentase sebesar 5,2%. Pada subjek subjek yang bependidikan terakhir D1 memilik persentase 5,2%.
Deskripsi dan Kategori Data Penelitian
Hasil deskripsi data dalam penelitian ini terdapat pada tabel 1 dengan penjelasan sebagai berikut:
Tabel 1. Tabel Mean Teoritis dan Mean Empirik
Variabel |
N |
Mean teoritis |
Mean empiris |
Std. Deviasi Teoritis |
Std. Deviasi Empiris |
Sebaran Teoritis |
Sebaran Empiris |
Fanatisme |
115 |
80 |
104,26 |
16 |
10.143 |
32-128 |
81-123 |
Konfonnitas |
115 |
75 |
87,82 |
18,33 |
4.955 |
30-120 |
75-99 |
Agresivitas Verbal |
115 |
90 |
85.18 |
18 |
9.901 |
36-144 |
58-106 |
Berdasarkan tabel 1, pada deskripsi data variabel Fanatisme, Konformitas dan Agresivitas Verbal terdapat 115 orang subjek. Pada tabel analisis data dari variabel fantisme didapatkan hasil mean teoritis sebesar 80. Jumlah ini lebih kecil dari mean empiris variabel tersebut sebesar 104,26. Artinya, rata-rata subjek memiliki tingkat fanatisme yang tinggi, subjek dengan fanatisme yang sangat tinggi berjumlah 51 orang dengan presentase 44%. Berdasarkan penyebaran frekuensi menghasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 81-123. Pada tabel analisis data konformitas didapatkan hasil mean teoritis sebesar 75. Jumlah ini lebih kecil dari mean empiris variabel tersebut sebesar 87,82. Artinya, rata-rata subjek memiliki tingkat konformitas yang tinggi, subjek dengan konformitas yang tinggi berjumlah 90 orang dengan presentase 78%.
Berdasarkan penyebaran frekuensi menghasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 75-99. Pada tabel analisis data dai variabel agresivitas verbal diperoleh mean teoritis sebesar 90 yang lebih besar dari mean empiris yaitu sebesar 85,18. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek memiliki tingkat agresivitas verbal yang sedang, berjumlah 65 orang dengan presentase 56%. Berdasarkan penyebaran frekuensi menghasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 58-106.
Uji Asumsi Penelitian
Uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan linearitas harus dilakukan untuk memenuhi syarat studi korelasi. Uji asumsi dilakukan untuk memastikan bahwa data memiliki sebaran normal dan linear untuk menentukan jenis uji statistik
yang akan dilakukan (Sireger, 2013). Pada skala fanatisme memiliki nilai signifikansi dengan probabilitas (p) 0,413, skala konformitas memiliki nilai signifikansi dengan probabilitas (p) 0,345 dan skala agresivitas verbal memiliki nilai signifikansi dengan probabilitas (p) 0,352. Berdasarkan uji normalitas, dapat dismpulkan bahwa seluruh skala dalam penelitian ini mempunyai data yang berdistribusi normal dikarenakan nilai probabilitas lebih besar dari 0.05.
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui adanya hubungan yang linear antara variabel yang bebas dengan variabel tergantung. Uji lineritas dalam penelitian ini menggunakan Uji Lagrange Multiple, uji ini bertujuan untuk mendapatkan nilai c2 hitung atau (nxR2), dengan melihat nilai signifikansi pada R Squere (c2 hitung) kemudian dibandingkan dengan c2 tabel dengan signifansi 0,05 jika nilai c2 hitung lebih kecil dari c2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa data linier (Ghozali, 2005). Jumlah c2 hitung dalam penelitian ini adalah 114,08 sedangakan jumlah c2 tabel adalah 151,948 hal ini berarti nilai c2 hitung lebih kecil daripada nilai c2 tabel. Berdasarkan hasil linieritas tersebut dapat disimpulkan data dalam penelitian ini adalah linier.
Yudiatmaja (2013) uji multikolinieritas digunakan untuk melihat kolerasi antar variabel-variabel bebas. Model regresi dianggap baik ketika antar variabel bebas tidak memiliki gejala multikolinieritas, hal tersebut dapat dinilai dari nilai VIF yang kurang dari 10 (VIF<10) dan nilai
tolerance ≥ 10. Hasil uji multikolinieritas menunjukan bahwa antara variabel bebas antara fanatisme dan konformitas memiliki nilai tolerance sebesar 0,774 dan nilai VIF 1,292 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas pada metode regresi dalam penelitian ini dianggap baik karena tidak terjadi multikolinieritas.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian menggunakan perangkat lunak IBM SPSS version 20.0. Hasil uji regresi ganda data penelitian dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2.
Hasil Uji Regresi Berganda Fanatisme dan Konfomiitas Terhadap Agresivitas Verbal
R RSquare AdjustedRSquare Std. Eιτor of the
__________________________ι________________________________ι_________________________________.__________Estimate___________ 0.323 0.104 O.OSS 9.454
Hasil uji regresi berganda pada tabel 2 menunjukkan bahwa koefisien regresi (R) sebesar 0.323 dan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.104, maka dapat disimpulkan bahwa fanatisme dan konformitas bersama-sama berkontribusi terhadap agresivitas verbal dan hipotesis mayor penelitian ini diterima.
Tabel 3.
Hasil Uji Regresi Berganda Signifikansi Nilai F
Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares______________________________________________________
Regression |
1163.948 |
2 |
581.974 |
6.511 |
.002b |
Residual |
10011.217 |
112 |
89.386 | ||
Total |
11175.165 |
114 |
Hasil uji regresi pada tabel 3 menunjukkan nilai F hitung sebesar 6.511 dan signifikansinya sebesar 0.002 (p<0.05), dengan demikian model regresi pada penelitian ini dapat dipakai untuk memprediksi agresivitas vebal. Kesimpulan yang didapat yaitu fanatisme dan konformitas secara bersama-sama dapat menjadi prediktor variabel agresivitas verbal.
Tabel 4.
Hasil Uji Regiesi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t Variabel Fanatisme dan Konfonnitas Terhadap Agresivitas Verbal.
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | |
B |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) |
129.381 |
15.799 |
8.189 |
.000 | |
Fanatisme |
-.246 |
.097 |
-.259 |
-2.546 |
.012 |
Konfoimitas |
-.211 |
.203 |
-.106 |
-1.040 |
.301 |
Hasil uji regresi berganda pada tabel 4 menunjukkan nilai koefisien beta terstandarisasi fanatisme lebih besar daripada nilai koefisien beta terstandarisasi konformitas, yang memiliki arti bahwa fanatisme memiliki peran yang lebih banyak dalam memengaruhi munculnya agresivitas verbal dibandingkan konformitas. Fanatisme memiliki nilai t sebesar -0.259 dan signifikansi 0.012 (p<0.05), sehingga fanatisme dapat berperan menjadi prediktor variabelagresivitas verbal. Konformitas memiliki nilai t sebesar -1.040 dan signifikansi sebesar 0.301 (p<0.05), sehingga konformitas tidak dapat berperan terhadap agresivitas verbal.
Analisis regresi berganda berfungsi untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel tergantung bila dua atau lebih variabel bebas dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya) (Sugiyono, 2012).
Berikut adalah persamaan regresi berganda:
Keterangan:
a. Y = Agreivitas Verbal
b. X1 = Fanatisme
-
c. X2 = Konformitas
Arti dari persamaan regresi di atas adalah:
-
a. Konstanta sebesar 129.381 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel fanatisme dan konformitas, maka variabel agresivitas verbal sebesar129.381.
-
b. Koefisien X1 sebesar -0,246 menyatakan bahwa setiap penurunan 1% dari nilai fanatisme akan mengurangi agresivitas verbal sebesar -0.246%
-
c. Koefisien X2 sebesar -0,211 menyatakan bahwa setiap penurunan 1% dari nilai konformitas akan mengurangiagresivitas verbal sebesar-0.211%.
-
d. Rangkuman hasil uji hipotesis mayor dan hipotesis minor dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5.
Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian
No ____________________Hipotesis_________________________________Hasil
Hipotesis Minor (Ha) :
Terdapat hubungan antara fanatisme dengan Diterima
-
1 agresivitas verbal anggota komunitas suporter klub sepak bola di kota Denpasar.
Terdapat Iiubinigan antara konformitas dengan
agresivitas verbal anggota komunitas suporter klub Tidak Diterima
sepak bola di kota Denpasar.
Hipotesis Mayor (Ho):
-
2 Terdapathubunganfanatismedankonformitas _. .
, , 1 , , . Ditenma
terhadap agresivitas verbal anggota komumtas suporter klub sepak bola di kota Denpasar.
Analisis Tambahan
Analisis tambahan pada penelitian ini bertujuan untuk memperkaya atau memperjelas hasil penelitian yang telah diperoleh. Analisis yang digunakan pada uji tambahan ini adalah analisis independent t-test, karena peneliti ingin mengetahui perbedaan agresivitas verbal dilihat dari asal pada subjek penelitian yaitu suku Bali dan suku Jawa.
Tabel 6.
Hasil Uji Independent Sample t-test
Levene's Test for t-test for Equality of Means
Equality of Variance
_____________________________ F Sig T Df Sιg(2-taιled>
Equal 4.431 0.03 8 2,3 54 92 0,021
Agresivitas Vaiience
Verbal Assumed
Equal 2,274 72,024 0,026
Varience Not Assumed
Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat nilai F pada kolom leneve’s test untuk variabel agresivitas verbal adalah 2,354 dengan signifikansi sebesar 0,038 memiliki arti bahwa probabilitas 0,038 lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua varians tidak identik. Setelah mengetahui bahwa kedua kelompok memiliki varians yang berbeda maka selanjutnya adalah melihat kolom yang sejajar dengan kolom equal variances not assumed karena suku Bali dan Jawa diasumsikan memiliki varians yang berbeda. Nilai t hitung untuk pada baris equal variances assumed sebesar 2,274 dengan signifikansi sebesar 0,026 (p<0,05) memiliki arti bahwa rata-rata agresivitas verbal suku Bali dan Jawa adalah berbeda secara siginifikan.
Fase kedua, hasil kualitatif
Berdasarkan pengambilan data melalui wawancara, penelitian menemukan hasil sebagai berikut 1) jenis-jenis nyanyian/chant yang ada di komunitas suporter sepak bola, 2) faktor-faktor munculnya agresivitas verbal, 3) manfaat mengikuti komunitas dan 4) harapan dengan komunitas lain: 1). Jenis-jenis nyanyian atau chant yang ada dalam komunitas dianataranya adalah:
-
a. Chant/nyanyian yang dihasilkan dari peniruan suporter luar negeri (imitation).
Jenis chant yang ada didalam komunitas banyak yang meniru chant suporter luar negeri yang kemudian diadaptasi dan diterpakan pada saat nonton bareng berlangsung, dalam menirukan chant dari luar negeri komunitas juga membagi lagi
menjadi dua jenis yaitu yang pertama adalah chant untuk mendukung atau memotivasi pemain atau pelatih tim kesayangan kemudian, yang kedua adalah chant yang bertujuan untuk menjatuhkan atau mengintimidasi lawan.
-
b. Chant/nyanyian yang dibuat oleh komunitas dari kretivitas sendiri
Jenis chant yang kedua adalah chant yang diciptkan oleh komunitas itu sendiri untuk mendukung tim kesayangan saat bertanding, chant ini diciptakan denganmengobseravasi suporter lokal yang menggunakan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah seperti bahasa Jawa dan Bali.
-
2. Faktor-faktor munculnya agresivitas verbal diantaranya adalah:
-
a. Rivalitas
Munculnya agresivitas verbaldisebabkan karena bertemu dengan rival (tim) pada saat nonton bareng berlangsung dengan komunitas lain tujuanya adalah agar menekan tim dari komunitas lain dan dalam melakukan agresivitas verbaltersebut selalu diawali dan pengaruhi oleh satu orang terlebih dahulu kemudian diikuti oleh anggota lain (deindividuasi). Tidak hanya untuk menekan tim komunitas lain namun, agresivitas verbal juga dilakukan untuk lebih bersemangat lagi dalam mendukung tim kesayangan bertanding pada saat nonton bareng berlangsung.
-
b. Tindakan komunitas lain
Agresivitas verbal timbul akibat adanya tindakan yang dilakukukan dari komunitas lain dengan cara memprovokasi terlebih dahulu dengan kata-kata yang kasar pada saat nonton bareng berlangsung. Provokasi ini timbul akibat kondisi stuasional pada saat nonton bareng berlangsung pada saat kondisi tim tertinggal dan adanya kepututusan-keputusan wasit yang dinilai merugikan tim. Tidak hanya kondisi situasional yang memengaruhi timbulnya provokasi namun kondisi emosional juga memengaruhi, hal ini timbul karena kondisi dan perasaan tekanan yang diberikan oleh komunitas lain pada saat nonoton bareng berlangsung yaitu berupa agresivitas verbal yang provokatif.
-
c. Norma dan Etika Budaya Timur
Agresivitas verbal juga disebabkan oleh faktor norma, etika budaya timur. chant yang ditiru dari budaya barat tidak diterpakan seutuhnya pada saat nonton bareng berlangsung tetapi agresivitas verbaldipilih lagi sesuai dengan budaya dan etika budaya timur dan chant kasar tersebut hanya dipergunakan untuk memenuhi perasaan ingin menang terhadap tim kesayangan pada saat nonton bareng berlangsung setelah nontong bareng selesai maka emosi akan turun seperti biasa kembali.
-
3. Dampak mengikuti komunitas, anatara lain adalah:
-
a. Dampak Positif
Dampak positif mengikuti komunitas diantaranya adalah yang pertama menimbulkan rasa senang saat mengikuti kegiatan komunitas hal ini dikarenakan adanya teman yang
mempunyai kesukaan yang sama dan mempunyai pemikiran yang sama, kemudian yang kedua adalah selama mengikuti komunitas akan banyak mendapatkan teman yang baru. Tidak hanya itu saja mengikuti komunitas juga bermanfaat sebagai media saling bantu satu sama lain atau gotong royong serta belajar mengenai bersosialisasi meyatukan pemikiran banyak orang.
-
b. Dampak Negatif
Dampak negatif mengikuti komunitas juga ditemukan oleh peneliti yaitu adalah banyaknya waktu yang terbuang untuk mengikuti kegiatan komunitas sehingga banyak mengabaikan kepentingan pridadi misalnya lupa terhadap pekerjaan.
-
4. Harapan terkait hubungan dengan komunitas lain juga didapatkan oleh peneliti, diantaranya adalah :
-
a. Sebagai Wadah Pemersatu
Komunitas suporter sepak bola menjadi sebuah wadah untuk berkumpul bagi orang yang menyukai sepak bola untuk saling berinteraksi satu sama lain dalam mendukung tim kesayangan dalam bertanding. Dalam fungsinya sebagai wadah komunitas suporter sepak bola juga dapat menjadai sarana sillahturrahmi (membina hubungan baik) baik sesama anggota komunitas yang sama maupun dengan anggota kelompok komunitas sepakbla yang berbeda.
-
b. Terciptanya Perdamaian
Dalam menyelesaiakan masalah antar komunitas suporter sepkbola lain, kelompok komunitas memilih penyelesaian masalah dengan secara baik dengan cara membicarakan masalah dengan komunitas lain secara internal antar komunitas, kemudian adanya event bersama dengan komunitas lainya agar hubungan semakin baik dan damai.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Peran yang signifikan dari fanatisme dan konformitas terhadap Agresivitas Verbal dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05). Koefisien determinasi pada penelitian ini memiliki nilai sebesar 0.104, maka dapat disimpulkan bahwa fanatisme dan konformitas bersama-sama berkontribusi terhadap agresivitas verbal sebanyak 10,4%. Demikian variabel lain yang tidak diteliti menentukan 89,6% perkembangan agresivitas verbal. Le Bon (dalam Sarwono, 1999), kelompok memang lebih agresif dari pada individu dikarenakan nilai kelompok lebih irasional dan impulsif daripada nilai individu-individu sebagai perorangan saat terjadi dikerumunan masa. Dimana terjadi deindividuasi yaitu individu kehilangan keyakinan yang dimiliki disebabkan oleh nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok. Individu lebih mengedepankan identitas kelompoknya tersebut secara berlebihan (Sarwono, 1999). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Arif Hidayat, E.R. Rustiana, Harry Pramono mengenai agresivitas suporter klub Sriwijaya di
stadion Jakabaring Palembang hasilnya adalah Agresivitas masing-masing suporter dilakukan secara kolektif dan berupa agresi fisik dan agresi verbal dan Penyebab sering terjadinya perilaku agresif dipengaruhi oleh faktor internal (tingkat emosional, fanatisme, dan insting) dan faktor eksternal (situasional, provokasi, kolektivitas kelompok).
Hasil analisis regresi berganda dari fanatisme menunjukkan nilai t sebesar -2.546 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05), memiliki arti bahwa fanatisme secara mandiri memiliki peran yang signifikan terhadap agresivitas verbal anggota komunitas supporter sepak bola dikota Denpasar. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Eysenck (dalam Yuana, 2001), ciri fanatisme ialah sikap dan pandangan tertentu yang sempit, sangat ketat dan bersifat menyerang. Wolman (dalam Prakoso, 2013), fanatisme sebagai suatu antusiasme pada suatu pandangan tertentu yang diwujudkan dalam intensitas emosi dan sifatnya ekstrim. Fanatisme juga menyebabkan antusiasme berlebihan maksudnya adalah seseorang yang mempunyai semangat yang berlebihan yang tidak berdasar pada akal sehat tetapi berdasar pada emosi yang tidak terkendali. Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat orang yang fanatik melakukan hal-hal yang tidak proporsional. Hal tersebut berimbas pada tindakanya pada saat itu, yang lebih mengedepankan emosi sesaat saja tanpa melihat norma-norma yang berlaku (Ismail dalam Prakoso, 2013).
Hasil analisis regresi berganda pada konformitas menunjukkan nilai t sebesar -1.040 dengan signifikansi 0,301 memiliki arti bahwa konformitas tidak berperan secara signifikan terhadap agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Sarwono (1999) Tidak semua perilaku yang sesuai dengan norma kelompok terjadi karena anggota kelompok tersebut merasa sesuai dengan kelompoknya, kemungkinan sebagian terjadi karena orang memang sekedar ingin berperilaku sama dengan orang lain. Berdasarkan tipe konformitas dalam penelitian ini tipe konformitas yaitu bertipe Compliance, yaitu bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara mengubah perilakunya dihadapan umum/publik untuk sesuai dengan kelompok, namun individu tidak mengubah pendapat pribadinya. Artinya adalah kelompok hanya mempenggaruhi tindakan individu pada saat kegiatan berlangsung, namun tidak mempenggaruhi sikap, pandangan terhadap objek tertentu (Hoog dan Cooper, 2003).
Pada deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa fanatisme memiliki mean teoritis sebesar 80 dan mean empiris sebesar 104,26. Mean empiris yang didapat lebih besar dari mean teoritis (mean empiris>mean teoritis) sehingga membuktikan bahwa anggota komunitas supoter sepak bola memiliki fanatisme yang tinggi. Berdasarkan hasil kategorisasi data menunjukkan subjek dengan taraf fanatisme sangat tinggi memiliki persentase sebesar 44%. Sangat
tingginya agresivitas verbal di pengaruhi oleh fanatisme hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Brigham (1991) juga menjelaskan faktor yang memengaruhi agresi, antara lain: fanatisme, deindividuasi, frustrasi, dan faktor lingkungan. Kefanatikan menyebabkan suporter bertindak anarkis dan seringkali berperilaku agresif. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Budi (dalam Suroso, 2010) bahwa kefanatikan suporter seringkali berbuah pertikaian dan perkelahian. Fanatisme juga dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok tak jarang juga menimmbulkan perilaku agresif. Hal ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Pritasari (dalam Deviana Putri, 2014) adanya antusiasme yang berlebihan yang tidak berdasarkan pada akal sehat melainkan pada emosi tidak terkendali. Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat orang yang fanatik melakukan hal yang tidak proporsional, sehingga akhirnya melakukan hal yang kurang rasional.
Pada deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa konformitas memiliki mean teoritis sebesar 75 dan mean empiris sebesar 87,82. Mean empiris yang didapat lebih besar dari mean teoritis (mean empiris>mean teoritis) sehingga membuktikan bahwa anggota komunitas suporter sepak bola memiliki konformitas yang tinggi. Berdasarkan hasil kategorisasi data menunjukkan subjek dengan taraf konformitas sedang memiliki persentase sebesar 22% sedangkan subjek dengan taraf konformitas yang tinggi memiliki persentase sebesar 78%. Sangat tingginya taraf persentase konformitas dipengaruhi oleh adanya deidividuasi. Deindividuasi adalah suatu kondisi dimana individu kehilangan dirinya sendiri di dalam kerumunan kemudian bertindak secara berbeda Reicher dalam (Taylor, Pepalu, & Sears 2012). Dalam satu gerombolan atau kelompok emosi dari satu orang akan menyebar keseluruh anggota kelompok, ketika seseorang melakukan sesuatu, bahkan apabila tindakan itu dalam situasi normal tidak akan diterima, semua orang cenderung akan ikut-ikutan melakukannya. Tindakan biasanya dikontrol oleh nilai-nilai, etika, dan aturan sosial yang di pelajari saat tumbuh kembang (Le Bon dalam Taylor, Pepalu dan Sears, 2012). Menurut Deaux (1993) mengatakan bahwa konformitas adalah sikap patuh dengan kelompok meskipun tidak ada arahan secara langsung untuk ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Contoh dari tindakan konformitas kelompok suporter sepak bola seperti bernyanyi bersama, memakai atribut tertentu yang sama dan melakukan gerakan tertentu di dalam stadion maupun di luar stadion saat mendukung tim kesayangan yang bertanding. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridyawanti (2011) mengemukakan bahwa adanya hubungan antara konformitas kelompok terhadap kelompok suporter sepak bola semakin konformitas kelompok tinggi maka agresivitas kelompok juga meningkat. Hanya saja dalam penelitian ini konformitasnya adalah bertipe compliance, yaitu bentuk
konformitas yang dilakukan individu dengan cara mengubah perilakunya dihadapan umum/publik untuk sesuai dengan kelompok, namun individu tidak mengubah pendapat pribadinya (Hoog dan Cooper, 2003), sehingga kurang berdampak langsung.
Pada deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa agresivitas verbal memiliki mean teoritis sebesar 90 dan mean empiris sebesar 85,18. Mean empiris yang didapat lebih besar dari mean teoritis (mean empiris>mean teoritis) sehingga membuktikan anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar memiliki agresivitas verbal yang sedang. Berdasarkan hasil kategorisasi data menunjukkan subjek dengan taraf agresivitas verbal yang sangat rendah memiliki persentase sebesar 2%, subjek dengan taraf agresivitas verbal yang rendah sebesar 37%, taraf agresivitas verbal sedang 56% dan taraf agresivitas verbal sangat tinggi sebesar 5%. Taraf agresivitas verbal yang dimiliki anggota komunitas suporter sepak bola dipengaruhi oleh adanya fanatisme menurut Orever (dalam Prakoso, 2013) fanatik adalah antusiasme yang berlebihan dan tidak rasional terhadap sesuatu halyang ada, atau pengabdian terhadapsuatu teori, keyakinan, ataupun garis tindakan yang menentukan sikap yang sangat emosional dan misinya praktis tak mengenal batas-batas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indria Hapsari dan Istiqomah Wibowo (2015) mengungkapkan bahwa suporter suatu klub sepak bola yang tinggi fanatismenya memiliki kecenderungan yang semakin tinggi pula untuk berperilaku agresif kemudian hal ini sama dengan hasil penelitian dari Deviana Putri (2014) yang menunjukkan bahwa fanatisme merupakan faktor yang memengaruhi timbulnya tindakan agresif pada anggota suporter klub sepak bola. Tidak hanya fanatisme namun konformitas juga memengaruhi terhadap tingginya agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola. Menurut Le Bon (dalam Sarwono, 1999), kelompok memang lebih agresif dari pada individu dikarenakan nilai kelompok lebih irasional dan impulsif daripada nilai individu-individu sebagai perorangan.
Berdasarkan hasil uji independent sample t-test dapat dilihat nilai signifikansi sebesar 0,038 lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) memiliki arti bahwa rata-rata agresivitas verbal suku Jawa dan Bali terdapat perbedaan. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Krahe (2005) semua perilaku agesif dapat terjadi di semua masyarakat, tetapi akan beragam tingkat agresifnya. Biasanya para suporter melakukan tindakan agresi dalam tingkatan yang berbeda, dalam cara yang berbeda, dan untuk alasan yang berbeda. Bali dan Jawa mempunyai budaya yang berbeda dalam menyanpaikan agresivitas verbalnya sehingga dapat disimpulkan bahwa agresivitas suku Bali dan Jawa adalah berbeda. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Podungge (2013) menemunkan bahwa adanya perbedaan agresivitas mahasiswa suku Jawa dengan agresivitas mahasiswa dari suku lain.
Studi kualitatif
-
1. Penelitian ini juga menemukan faktor-faktor munculnya agresivitas verbal diantaranya adalah:
-
a) . Rivalitas
Munculnya agresivitas verbal disebabkan karena bertemu dengan rival (tim) pada saat nonton bareng berlangsung dengan komunitas lain tujuanya adalah agar menekan tim dari komunitas lain dan dalam melakukan agresivitas verbal tersebut selalu diawali dan pengaruhi oleh satu orang terlebih dahulu kemudian diikuti oleh anggota lain (deindividuasi) . Tidak hanya untuk menekan tim komunitas lain namun, agresivitas verbal juga dilakukan untuk lebih bersemangat lagi dalam mendukung tim kesayangan bertanding pada saat nonton bareng berlangsung. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Koeswara (1988) menggungkapkan bahwa deindividuasi bisa mengarahkan individu pada kekuasaan, dan perilaku agresif yang dilakukan menjadi lebih intens. Deindividuasi memiliki efek memperbesar keleluasaan individu untuk melakukan agresi, karena deindividuasi menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yakni identitas diri atau personalitas individu.
-
b) . Tindakan provokasi komunitas lain
Agresivitas verbal timbul akibat adanya tindakan yang dilakukukan dari komunitas lain dengan cara memprovokasi terlebih dahulu dengan kata-kata yang kasar pada saat nonton bareng berlangsung. Provokasi ini timbul akibat kondisi situasional pada saat nonton bareng berlangsung, pada saat kondisi tim tertinggal dan adanya kepututusan-keputusan wasit yang dinilai merugikan tim. Hal ini sesuai dengan teori yang di ungkapkan oleh Mayer (1971) mengenai timbulnya agresi disebabkan adanya provokasi bisa mencetuskan agresi karena provokasi itu oleh pelaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu.
Tidak hanya kondisi situasional yang memengaruhi timbulnya provokasi namun kondisi emosional juga memengaruhi, hal ini timbul karena kondisi dan perasaan tekanan atau stress yang diberikan oleh komunitas lain pada saat nonoton bareng berlangsung yaitu berupa agresivitas verbal yang provokatif. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Roediger dkk (dalam Muttaqin, 2011) menyatakan bahwa stres muncul karena adanya ancaman terhadap kesejahteraan fisik dan psikis dan adanya perasaan bahwa individu tidak mampu mengatasinya, munculnya stres tergantung pada kondisi eksternalnya. Jadi sangat dimungkinkan adanya reaksi yang berbeda antara seseorang dengan yang lain meskipun mengalami kondisi stres yang sama. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eda Yanuar Sinatrya dan Eko Darminto (2012) Faktor yang cenderung muncul dan menjadi salah satu pemicu
agresifitas adalah faktor dari kepemimpinan wasit. Wasit turut serta dalam munculnya tindakan agresif yang dilakukan oleh suporter, mungkin wasit mendukung suporter lain saat pertandingan berlangsung atau dalam kata lain tidak adil.
-
c) . Norma dan Etika Budaya Timur
Agresivitas verbal juga disebabkan oleh faktor norma, etika budaya timur. Agresivitas verbal yang ditiru dari budaya barat tidak diterapkan seutuhnya pada saat nonton bareng berlangsung tetapi agresivitas verbal dipilih lagi sesuai dengan budaya dan etika budaya timur dan agresivitas verbal tersebut hanya dipergunakan untuk memenuhi perasaan ingin menang terhadap tim kesayangan pada saat nonton bareng berlangsung, setelah nontong bareng selesai maka emosi akan turun seperti biasa kembali. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Landau (dalam Manurung, 2010) yang meneliti tentang agresivitas atau kekerasan Negara timur dan barat yaitu menunjukkan ada tingkat agresivitas yang relatif tinggi dan konsisten (Finlandia, Israel, USA, dan Jerman), sementara yang lain menunjukkan angka agresivitas yang relatif rendah dan stabil (Austria, Swiss, Inggris, Nederland, Swedia, Norwegia, ddan Denmark) sedangkan Jepang memiliki tingkat agresivitas yang rendah dan semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat yang berasal dari budaya timur memiliki agresivitas yang cenderung menurun. Hal serupa juga ditemukan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lucky (dalam Prakoso, 2013) tentang studi terhadap kelompok supporter Bonek Surabaya tentang fanatisme supporter sepak bola, berdasarkan temuanya bahwa perilaku fanatisme supporter Bonek ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain konteks sosial, usia, tingkat pendidikan, karakteristik budaya, konteks ekonomi, media massa dan lingkungan.
-
2. Jenis-jenis nyanyian atau chant yang ada dalam komunitas diantaranya adalah:
-
a) . Chant/nyanyian yang dihasilkan dari peniruan suporter luar negeri (imitation).Jenis chant yang ada didalam komunitas banyak yang meniru chant suporter luar negeri yang kemudian diadapsi dan diterpakan pada saat nonton bareng berlangsung dalam menirukan chant dari luar negeri komunitas juga membagi lagi menjadi dua jenias yaitu yang pertama adalah chant untuk mendukung atau memotivasi pemain atau pelatih tim kesayangan kemudian yang kedua adalah chant yang bertujuan untuk menjatuhkan atau mengintimidasi lawan. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Bandura (dalam Taylor, Pepalu dan Sears, 2012) mengenai belajar sosial yaitu modelling (meniru), perilaku terjadi karena seseorang atau kelompok meniru perilaku seseorang atau seseorang yang dikagumi. Contohnya dalam penelitian ini adalah anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar menirukan nyanyian dari suporter luar negeri yang suporter tonton sebelumnya.
-
b) . Chant/nyanyian yang dibuat oleh komunitas dari kretivitas sendiri. Jenis chant yang kedua adalah chant yang diciptkan oleh komunitas itu sendiri untuk mendukung tim kesayangan saat bertanding, chant ini diciptakan dengan mengobseravasi suporter lokal yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah seperti bahasa Jawa dan Bali. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Bandura (dalam Taylor, Pepalu dan Sears, 2012) yaitu observational learning adalah perilaku muncul dan terjadi karena seseorang mengobservasi individu lain melakukannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
-
3. Dampak mengikuti komunitas, anatara lain adalah:
-
a) . Dampak Positif, mengikuti komunitas diantaranya adalah yang pertama menimbulkan rasa senang saat mengikuti kegiatan komunitas hal ini dikarenakan adanya teman yang mempunyai kesukaan yang sama dan mempunyai pemikiran yang sama, kemudian yang kedua adalah selama mengikuti komunitas akan banyak mendapatkan teman yang baru. Tidak hanya itu saja mengikuti komunitas juga bermanfaat sebagai media saling bantu satu sama lain atau gotong royong serta belajar mengenai bersosialisasi meyatukan pemikiran banyak orang. Hal ini sesuai dengan penelitain yang dilakukan oleh Kusumastuti (2014) yaitu dampak mengikuti komunitas adalah sebagai tempat tukar informasi, tempat menunjukkan eksistensi, dan tempat untuk saling menguatkan yaitu apabila ada anggota yang mengalami masalah maka anggota yang lain membantu dengan memberi dukungan dan saling menguatkan.
-
b) . Dampak Negatif mengikuti komunitas juga ditemukan oleh peneliti yaitu adalah banyaknya waktu yang terbuang untuk mengikuti kegiatan komunitas sehingga banyak mengabaikan kepentingan pridadi misalnya pekerjaan. Hal ini sesuai dengan salah satu faktor yang memengaruhi minat dari Crow & Crow dalam (Pertiwi, Sulistiyawan, Rahmawati & Kaltsum) yaitu faktor dari dalam dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. Contohnya adalah individu yang membutuhkan olahraga setiap harinya dan kebutuhan untuk berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain atau mengikuti kegiatan komunitas jika individu tidak dapat mengatur waktu dengan baik akan berakibat negatif misalnya adalah mengesampingkan kepentingan pribadi dan meninggalkan pekerjaan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pelaksanaan penelitian, peneliti mengalami kesulitan dalam identifikasi lokasi dan prosedur administrasi, sehingga memakan waktu yang cukup lama hingga akhirnya dapat melakukan pengambilan data. Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan serta melalui prosedur analisis data penelitian yang telah dilakukan, karya tulis ini telah mampu menjawab pertanyaan dari rumusan masalah dan mencapai tujuan penelitian yaitu mengenai hubungan antara fanatisme dan
konformitas terhadap agresivitas anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar, teryata dapat dibuktikan secara signifikan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil analisis data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Terdapat hubungan yang negatif signifikan antara fanatisme dan konformitas dengan agresivitas verbal, dimana semakin tinggi fanatisme dan konformitas maka agresivitas verbal akan rendah.
-
2. Fanatisme dan konformitas secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 10,4%. terhadap agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar.
-
3. Fanatisme secara mandiri memiliki peran yang signifikan dalam menjelaskan agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar.
-
4. Konformitas secara mandiri tidak memiliki peran yang signifikan dalam menjelaskan agresivitas verbal anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar.
-
5. Fanatisme pada anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar sebagian besar tergolong sangat tinggi. Hal ini memiliki arti bahwa anggota komunitas suporter sepak bola memiliki tingkat fanatisme yang tinggi pada club atau tim kesayangan dan itu akan tercermin dari perilaku yang akan ditampilkannya.
-
6. Konformitas pada anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar sebagian besar tergolong tinggi. Hal ini memiliki arti anggota komunitas suporter sepak bola dalam bertindak selalu mengutamakan kepentingan kelompok dan dalam berperilaku selalu mengambil keputusan kelompok/komunitas.
-
7. Agresivitas Verbal pada anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar tergolong sedang. Hal ini memiliki arti bahwa anggota komunitas suporter sepak bola dalam mendukung club atau tim kesayangan selalu menggunkan tindakan atau perilaku agresivitas verbal.
-
8. Terdapat perbedaan agresivitas verbal pada anggota komunitas suporter sepak bola dikota Denpasar dari suku Bali dan Jawa.
-
9. Jenis-jenis nyanyian atau chant yang ada dalam komunitas diantaranya adalah Chant/nyanyian yang dihasilkan dari peniruan suporter luar negeri (imitation), Chant/nyanyian yang dibuat oleh komunitas dari kretivitas sendiri.
-
10. Faktor-faktor munculnya agresivitas verbal diantaranya adalah Rivalitas, Tindakan provokasi komunitas lain, Norama etika budaya timur.
-
11. Dampak mengikuti komunitas, antara lain adalah (1) Dampak positif, mempunyai teman baru yang mempunyai kesukaan yang sama dan mempunyai pemikiran yang sama, saling bantu satu sama lain atau gotong royong, belajar
mengenai bersosialisasi (2) Dampak negatif, banyaknya waktu yang terbuang untuk mengikuti kegiatan komunitas sehingga banyak mengabaikan kepentingan pribadi misalnya meninggalkan pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, A. (2003). Pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi. Yogyakrta: Pustaka Pelajar.
Anam, H.C (2016). Studi pendahuluan (tidak diterbitkan). Bali : Universitas Udayana.
Arikunto, S.(2010). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Atkinson. (1999). Pengantar psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azwar, S. (1999). Validitas dan realibilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2003). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Berkowitz, L. (2003). Agresi: Sebab & akibatnya. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Brigham, J.L. (1991). Social psychology. New York: Harper Collins Publisher, Inc.
Brown, A. (1998). Fanatics! power, identity & freedom in football. New York: Routledge, Inc.
Buss, A. H., & Perry, M. P. (1992). The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology.
Darmadi, H. (2011). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Deaux, S. (1993). Social psychology. California: Wadsworth Publishing Company, Inc.
Ghozali, H.I. (2005). Aplikasi analisis multivariate dengan SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Goddard, H. (2001). Civil religion. New York: Cambridge University Press.
Handoko A.T, Andriyanto S. (2006). Hubungan antara fanatisme positif terhadap klub sepak bola dengan motivasi menjadi suporter. Jurnal Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia 1-30.
Hapsari, I . Wibowo, I. (2015). Fanatisme dan agresivitas suporter sepak bola. Jakarta: Faklutas Psikologi Universitas Gundarma. Vol. 8 (1), 1-7.
Harian Biembie (2015, Maret 5). Klub – klub sepak bola. Dipetik dari http://www.Harian-bimbie.com/klub-sepak-bola-indonesia.htm.
Harian Rakyat (2015, September 7), Makna suporter dalam dunia sepak bola Dipetik dari http://www.harian-
rakyat.com/cetak/2005 /09/07/makna suporter dalam dunia sepak bola.
Harian Super Soccer (2011, Juli 7). Arti suporter sebagai pemain ke duabelas. Dikutip dari
http://www.supersoccer.co.id/2011/06/07 arti suporter sebagai pemain ke duabelas.
Harian Super Soccer (2015, Mei 16). Nobar Real Madrid dan Juventus Rusuh. Dikutip dari
http://www.supersoccer.co.id/sepak bola-
internasional/nobar-real-madrid-dan-juventus-rusuh.
Hatch, E & Farhady, H. (1981). Research design & statistic for applied linguistic. Teheran: Rahnama Publications.
Hermawan, F. (2012). Psikologi sosial suatu pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Hidayat, A. Rustiana E,R. Pramono, H. (2014). Agresivitas suporter klub sriwijaya di stadion jakabaring palembang. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Volume 3, (2), 1-15.
Hidayatullah. (1995). Sikap fanatik dalam beragama. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Koeswara , E. (1998). Agresi manusia. Bandung: PT. ErescoKrahe.
Kountur, R. (2007). Metode penelitian untuk penulisan skripsi dan thesis. Edisi Revisi. Jakarta: PPM.
Krahe, B.(2005). Perilaku agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kusumastuti, A. (2014). Peran komunitas dalam interaksi sosial remaja di komunitas angklung yogyakarta. Jurnal Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta vol 2 (02) 1-35.
Moleong,L.J. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Murung, H.L. (2011). Gambaran perilaku agresif pada suporter sepak bola di kota medan. (Skripsi). Jurnal Psikologi, Universitas Sumatra Utara vol. 3 (02), 1-20.
Muttaqin, Z. (2011). Pengaruh shalawat fatih terhadap agresivitas siswa madrasah aliyah negeri lasem. (Skripsi). Jurnal Psikologi Intitut Agama Islam Negeri Walisongo, vol 1 (01) 1-95.
Podungge, F. (2013). Perbedaan agresivitas mahasiswa suku madura, minang dan jawa di malang. Jurnal Psikologi Maulana Malik Ibrahim, vol 01 (01), 1-10.
Poerwandari,E.K.(1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana
Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi.
Praja. Juhaya, S. (2010). Aliran-aliran filsafat dan etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Prakoso, S.A. (2013). Fanatisme supporter sepak bola ditinjau dari tingkat pendidikan. (Skripsi). Jurnal Psikologi, Universitas Gunadarma, Vol. 8 (01) , 1-7.
Putri, D.A. (2014). Hubungan antara fanatisme terhadap klub dengan kecenderungan berperilaku pada suporter klub sepak bola nonton bareng di Yogyakarta. Jurnal Psikologi, Universitas Gadjah Mada, vol 4 (2), 1-18.
Rahman, A.A. (2013). Psikologi sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Riduwan. & Sunarto. (2009). Pengantar statistik untuk penelitian pendidikan, sosial, komunikasi, ekonomi, dan bisnis. Bandung: Alfabeta.
Ridyawanti. (2010). Hubungan identitas sosial dan konformitas kelompok dengan agresivitas pada suporter sepak bola persija. Jurnal Psikologi Universitas Gunadarma, vol 2 (03) 1-13.
Sarwono , S.W. (2010). Teori - teori psikologi sosial. Jakarta: PT Grafindo.
Satori, D., Komariah, A. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sears, D.O.(2012). Psikologi sosial jilid 2 edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Seregina, A., Koivisto, E., & Mattila, P. (2011). Fanaticism-its developmentand meanings in consumers lives. Journalof Aalto University School of Economics. 1 (1), pp 1-106.
Sinatria, Y.D., Darminto, E. (2012). Agresifitas supporter sepak bola persebaya surabaya pada saat pertandingan berlangsung. Jurnal Psikologi Universitas Negeri Surabaya, vol 1 (02) 156.
Siregar,S. (2013). Statistik parametrik untuk penelitian kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Soekanto, S. (1990). Sosiologi, usatu pengantar . Jakarta: Rajawali Press.
Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2007). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2013) Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Stastistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suroso, S.D.E., Aditya, P. (2010). Ikatan emosional terhadap tim sepak bola dan fanatisme suporter sepak bola. Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 01 (01), hal. 1-45.
Suryabrata, S. (1983). Psikologi kepribadian. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Suryabrata, S. (2000). Metodologi penelitian. Jakarta: PT. Raja
Gafindo Persada.
Syarif , R. (2013). Perilaku suporter sepak bola. Jurnal Psikologi Universitas Gunadarma, vol 3 (01), 1-57 .
Taylor S.E, Pepalu L.A, Sears D.O. (2012). Psikologi sosial. Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group.
Thorne, S., dan Bruner, G. C. (2006). An exploratory investigation of thecharacteristics of consumer fanaticism. Qualitative Market Research:an International Journal.
Turner, J.S & Helms, D.B.(1995). Human development. New York: McGraw-Hill.
W. Hogg, J. Cooper. (2003). The sage handbook of social psychology. London: Sage.
Yuana, P. (2001). Hubungan antara fanatisme berpolitik dengan agresifitas pada mahasiswa universitas 17 Agustus 1945 surabaya. Jurnal Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Vol. 03 (01), hal. 21-55 .
Yudiatmaja, F. (2013). Analisis regresi dengan menggunakan aplikasi komputer statistik SPSS. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.
Yusuf, M.(2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & penelitian gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.
144
Discussion and feedback