Jurnal Psikologi Udayana

2018, Vol.5 , No.1, 72-85


Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

PERAN KONTROL DIRI DAN ASERTIVITAS PADA SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA AKHIR PEREMPUAN DI BANGLI Ni Kadek Karniyanti dan Made Diah Lestari

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

karniyanti@gmail.com

Abstrak

Masa remaja merupakan periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan banyak perubahan seperti perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Salah satu perubahan biologis yang terjadi pada remaja yaitu produksi hormon seksual dari tubuh yang menyebabkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Beberapa penelitian menunjukkan tingginya masalah seksualitas pada remaja yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menandakan bahwa sikap positif (permisif) terhadap perilaku seksual pranikah sudah semakin meluas. Banyak faktor yang menyebabkan perilaku seksual pranikah di kalangan remaja, antara lain tingkat kontrol diri dan asertivitas yang dimiliki remaja. Santrock mengatakan bahwa kenakalan yang dilakukan oleh remaja merupakan akibat dari kegagalan remaja dalam mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Sementara itu, menurut Lazarus remaja yang asertif lebih mampu mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang bersifat negatif dan tidak diinginkan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kontrol diri dan asertivitas berperan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja perempuan di Bangli. Subjek dalam penelitian ini adalah 106 orang remaja perempuan di Kabupaten Bangli yang berusia 17-21 tahun dan belum menikah. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik cluster sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah, skala kontrol diri dan skala asertivitas. Hipotesis penelitian diuji dengan teknik analisis regresi berganda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti kontrol diri dan asertivitas secara bersama-sama berperan terhadap sikap terhadap perilaku seksual pranikah.

Kata kunci: sikap terhadap perilaku seksual pranikah, kontrol diri, asertivitas, remaja perempuan

Abstract

Adolescence was a transition period between childhood to adulthood, which involves many changes such as biological, cognitive and socio-emotional changes. One of the biological changes occurred in adolescence was the production of sexual hormones that cause emotional and sexual impulse. Some studies showed that high rates of the issue of sexuality in adolescents continue to increase from year to year. It indicates that the positive (permissive) attitude towards premarital sexual behavior has been increasingly widespread. Many factors lead to premarital sexual behavior among adolescents, such as the level of self-control and assertiveness. Santrock stated that the juveniles delinquency was a result of the failure of adolescence in developing self- controls in terms of behavior. Meanwhile, according to Lazarus assertive adolescents were more capable to say "no" to negative and undesirable things. Therefore, this study aimed at determining whether self-control and assertivenes take a role in attitudes toward premarital sexual behavior among female adolescents in Bangli. The ubjects on this study were 106 unmarried female adolescents in Bangli Regency with age ranging from 17-21 years old. The sampling technique used in this research was cluster sampling technique. The instruments in this study were the scale of attitudes toward premarital sexual behavior, self-control scale and assertiveness scale. The hypothesis was tested by the analysis of multiple regression techniques. The results of multiple regression analysis showed a significance value of 0.000 (p <0.05), which means self-control and assertiveness jointly contribute to attitudes toward premarital sexual behavior.

Keywords: attitudes toward premarital sexual behavior, self-control, assertiveness, female adolescents.

LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa perkembangan ini banyak perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja, mulai dari perubahan biologis, perubahan kognitif, dan perubahan sosio-emosional. Perubahan-perubahan yang terjadi ini akan berdampak pada kehidupan sehari-hari remaja. Salah satu perubahan biologis yang terjadi pada remaja yaitu produksi hormon seksual dari tubuh yang menyebabkan timbulnya dorongan emosi dan seksual (Santrock, 2007). Hal ini mendorong remaja untuk mencari informasi mengenai seksualitas.

Pesatnya kemajuan teknologi seperti internet sangat memudahkan remaja untuk memperoleh informasi dengan cepat dan dimana saja. Terlebih kurangnya informasi dari orangtua atau orang dewasa yang menganggap masalah seksualitas tabu untuk dibicarakan sehingga remaja lebih memilih mencari tahu informasi melalui media informasi lainnya seperti internet. Hal ini dapat berdampak buruk bagi remaja jika informasi yang didapat salah dipersepsikan. Penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang begitu cepat membuat kecenderungan pelanggaran oleh remaja menjadi tidak terbendung lagi (Sarwono, 2013).

Sampai saat ini masalah seksualitas merupakan masalah yang tidak dapat dilihat hanya dari satu sudut pandang. Terbukti dari beberapa penelitian yang menunjukkan tingginya masalah seksualitas pada remaja yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan bahwa remaja pertama kali melakukan hubungan seksual berkisar umur 13-18 tahun. Dari data tersebut 60% remaja tidak menggunakan kontrasepsi dalam melakukan hubungan seksual dan 85% melakukannya di rumah sendiri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada bulan Januari-Juni 2008 ditemukan: 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno; 93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks; 62,7% remaja SMP tidak perawan; dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Menurut survei lain yang dilakukan oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2009 para remaja yang menjadi responden penelitian secara terbuka menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak 51% di Jabotabek, 54% di Bandung, 47% di Surabaya dan 52% di Medan (Munir, 2010).

Data-data di atas dapat memperlihatkan betapa besarnya jumlah remaja di Indonesia yang melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan. Hal ini mengakibatkan banyaknya masalah lain yang timbul akibat perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja, seperti kehamilan di luar nikah, pernikahan dini, dikeluarkan dari sekolah hingga terjadinya infeksi menular seksual (IMS). Menurut data dari United

Nations Development and Social Affair (UNDESA) (2010), Indonesia termasuk Negara ke-37 dengan persentase pernikahan usia muda yang tinggi dan merupakan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja (Departemen Kesehatan [Depkes], 2015).

Hal yang sama juga terlihat di Bali, di mana Provinsi Bali merupakan provinsi dengan tujuan wisata internasional dan Bali memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lain di lndonesia yaitu keterbukaan. Akibat dari keterbukaan tersebut, maka berbagai pengaruh dari luar berperan terhadap perkembangan masyarakat di Bali. Salah satunya yaitu pola hubungan seksual. Sebuah survei yang dilakukan oleh Kisara (Kita Sayang Remaja) PKBI Daerah Bali terkait pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang kesehatan reproduksi dan seksual terhadap 1.200 siswa dari 24 sekolah di Kota Denpasar selama Juli-September 2016, mengatakan bahwa dari 880 (73,33%) siswa yang sudah berpacaran, 14,32% pernah melakukan petting, 9,77% (86 orang) pernah melakukan oral seks, 6,48% (57 orang) pernah melakukan vaginal seks, dan 2,61% (23 orang) pernah melakukan anal seks (Kita Sayang Remaja [Kisara], 2017). Di Indonesia, kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) semakin banyak ditemui di Provinsi Bali. Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2006, tingkat KTD di Bali dari tahun 2002-2006 mencapai 18.582 kasus (Kompas.com, 2009). Selain itu data dari KISARA (dalam Premaswari & Lestari, 2016) juga menunjukkan bahwa jumlah kasus KTD di Bali mencapai 500 kasus selama September 2008 hingga September 2009 atau rata-rata 41 kasus dalam satu bulannya.

Menurut data BKKBN pada tahun 2012 hasil SDKI dan Survei Sosial Ekonomi dan Nasional (SUSENAS) di Provinsi Bali, dari seluruh kabupaten di Bali angka fertilitas remaja usia 15-19 tahun tertinggi berada di Kabupaten Bangli yaitu sebesar 86/1000 kelahiran. Salah satu faktor yang memengaruhi fertilitas yaitu usia perkawinan. Berdasarkan Survei Mini 2013, Kabupaten Bangli merupakan kabupaten dengan median usia pertama kawin lebih cepat disbanding dengan kabupaten lainnya yaitu usia 20 tahun. Pernikahan usia muda sangat berisiko karena belum cukupnya kesiapan remaja dari aspek kesehatan, mental emosional, pendidikan, sosial ekonomi, dan reproduksi. Pendewasaan usia perkawinan juga berkaitan dengan pengendalian kelahiran karena lamanya masa subur perempuan terkait dengan banyaknya anak yang akan dilahirkan (Depkes, 2015). Selain itu, angka kematian ibu di kabupaten Bangli juga tergolong tinggi sebesar 144,1/1000 kelahiran, yang mana lebih tinggi dari target MDG’s (Millennium Development Goals) tahun 2015 yaitu kurang dari 102/1000 kelahiran (Dinas Kesehatan [Diskes], 2016).

Hal tersebut sangat memprihatinkan, melihat banyaknya dampak negatif yang akan timbul dari perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja, khususnya bagi remaja

perempuan. Dampak negatif tersebut antara lain kehamilan di usia dini yang akan menimbulkan risiko kesehatan bagi bayi maupun ibu. Risiko yang ditimbulkan bagi kesehatan bayi antara lain berat tubuh bayi yang rendah, faktor utama penyebab kematian bayi, maupun masalah neurologis dan penyakit pada masa kanak-kanak (Dryfoos dalam Santrock, 2007).

Disisi lain hal tersebut menandakan bahwa sikap positif (permisif) terhadap perilaku seksual pranikah sudah semakin meluas. Sikap (attitude) merupakan evaluasi terhadap objek, isu atau orang yang didasarkan pada informasi afektif, behavioral dan kognitif (Taylor, Peplau, & Sears, 2012). Selain itu, Thurston (dalam Ahmadi, 2009) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Orang yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek akan mendekati objek tersebut, sedangkan orang yang memiliki sikap negatif terhadap suatu objek akan menghindari objek tersebut. Dalam hal ini orang yang memiliki sikap positif terhadap objek sikap dalam penelitian ini, yaitu perilaku seksual pranikah, akan memiliki kecenderungan mendekati perilaku seksual pranikah. Sebaliknya orang yang memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah akan menghindari hal tersebut.

Banyak faktor yang menyebabkan perilaku seksual pranikah pada remaja. Menurut Sarwono (2013) masalah seksual yang terjadi pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: meningkatnya libido seksualitas; penundaan usia perkawinan; adanya anggapan tabu mengenai seksualitas dan larangan dari norma-norma agama; kurangnya informasi tentang seksualitas; serta pergaulan yang semakin bebas. Menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 dan 2012, alasan para remaja melalukan hubungan seksual pranikah yaitu sebanyak 57,5% pria mengatakan karena penasaran atau ingin tahu, 38% perempuan mengatakan terjadi begitu saja dan 12,6% perempuan mengatakan karena dipaksa oleh pasangan (Depkes, 2015). Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman remaja mengenai keterampilan hidup sehat, risiko hubungan seksual dan kemampuan untuk menolak hubungan yang tidak diinginkan.

Salah satu faktor yang berkaitan dengan perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu tingkat kontrol diri yang dimiliki remaja. Santrock (2007) mengatakan bahwa kenakalan yang dilakukan oleh remaja merupakan akibat dari kegagalan remaja dalam mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Menurut Golfried dan Merbaum (dalam Ghufron & Risnawita, 2014) kontrol diri merupakan kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku individu ke arah yang positif .

Salah satu alasan kenapa remaja memerlukan kontrol diri adalah karena adanya perubahan dalam kehidupan seksual. Perubahan ini ditandai dengan semakin bebasnya media menyajikan topik berkaitan dengan masalah kehidupan

seksual, semakin meluasnya penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual, semakin diterimanya sikap positif (permisif) terhadap perilaku seksual pranikah, semakin banyaknya kasus-kasus kehamilan di luar nikah, serta semakin meningkatnya pengembangan alat-alat kontrasepsi (Suyasa dalam Arlyanti, 2012).

Individu dengan kontrol diri yang tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku sesuai dengan permintaan situasi sosial (Ghufron & Risnawita, 2014). Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2014), ada dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri secara berlanjut. Pertama, individu hidup bersama kelompok, sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak menganggu kenyamanan orang lain. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu perilaku asertif. Menurut Lazarus (1971), perilaku asertif merupakan kemampuan individu dalam mengekspresikan perasaan dan pikiran yang positif atau negatif secara tegas dan bebas dengan tetap memperhatikan perasaan orang lain. Individu lebih mungkin untuk bersikap asertif kepada orang-orang ketika individu merasa percaya diri dan memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Townend, 1993).

Perilaku asertif digunakan untuk mengarahkan individu agar tetap konsisten dan tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik mengingat banyaknya persoalan yang dihadapi oleh remaja. Seseorang yang asertif secara langsung dan jelas mengungkapkan perasaannya yang positif maupun yang negatif tanpa mengganggu atau melanggar perasaan dan kebebasan orang lain (Fauziah, 2009). Menurut Lazarus (dalam Rakos, 1991) remaja yang asertif lebih mampu mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang bersifat negatif dan tidak diinginkan, mampu untuk mengajukan permintaan, mampu untuk memulai, melanjutkan, dan mengakhiri percakapan umum. Individu lebih dapat mengekspresikan emosinya secara benar tanpa harus menjadi agresif atau permisif.

Remaja yang bersikap asertif mampu berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka, langsung, jujur, dan sebagaimana mestinya, memiliki pandangan yang aktif tentang kehidupan, mempunyai usaha-usaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, mampu mengungkapkan perasaan dan pikirannya, mampu memberi dan menerima pujian serta dapat menerima keterbatasan dirinya (Falah, 2009). Hal ini erat kaitannya dengan perilaku asertif remaja terhadap lawan jenis. Komunikasi yang berjalan kurang efektif sering terjadi dalam hubungan interpersonal karena individu kurang mampu dalam mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keinginan secara jujur dan terbuka. Individu menunjukkan ketidakberdayaan,

kepasifan, meskipun hak-hak pribadi dilanggar, ketidakmampuan berkata ”tidak” tentang sesuatu hal yang bertentangan dengan hati nurani. Hal tersebut membuat individu rentan dalam mengalami pelecehan seksual, yang pada umumnya disebabkan karena individu tidak berani dalam menolak ajakan untuk melakukan hubungan seksual oleh pasangannya. Individu seperti itu kurang memilki perilaku asertif dalam perilaku seksual. Menurut Lubis dan Oriza (dalam Falah, 2009) asertif terhadap perilaku seksual pranikah merupakan kemampuan seseorang bersikap tegas mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapat mengambil keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak orang lain dan tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya, serta mengekspresikan dirinya secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu sehingga mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan pasangannya.

Kenyataan yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa masih banyak individu yang tidak bersikap asertif dalam menolak ajakan untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Berdasarkan hasil dari Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) didapatkan data bahwa faktor yang paling memengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain: pengaruh teman sebaya atau mempunyai pacar; mempunyai teman yang setuju dengan hubungan seksual pranikah; dan mempunyai teman yang mendorong untuk melakukan hubungan seksual pranikah (Munir, 2010). Selain itu menurut survei yang dilakukan BPS pada tahun 2007 dan 2012, 12,6% perempuan mengatakan bahwa alasan melakukan hubungan seksual pranikah yaitu dipaksa oleh pasangan (Depkes, 2015).

Dari data di atas dapat dilihat bahwa remaja perempuan cenderung tidak asertif dalam menolak perilaku seksual yang tidak diinginkan. Bagi seorang perempuan aktivitas seksual dihubungkan dengan komitmen, intimasi dan hubungan percintaan. Hal yang sangat berlawanan dirasakan oleh laki-laki dimana mereka melihat seksualitas sebagai kepuasaan dari kebutuhan dan hasrat seksual, sebagai pengalaman dalam pembelajaran, dan sebagai penentuan diri bukan sebagai perwujudan cinta dan komitmen (Blechman & Brownell, 1998). Pernyataan tersebut menjelaskan kenapa laki-laki lebih suka terlibat dalam perilaku seksual pranikah daripada perempuan.

Perbedaan pola tersebut dapat menjadi sesuatu yang membahayakan bagi remaja perempuan yang mempercayai bahwa hubungan seksual dapat didasari oleh cinta, intimasi dan komitmen. Remaja laki-laki yang menyadari hal tersebut mungkin akan meyakinkan remaja perempuan untuk melakukan hubungan seksual sebagai bukti cinta atau sebagai jalan untuk mempertahankan hubungan (Blechman & Brownell, 1998). Oleh karena itu remaja perempuan dapat tersesat dalam hubungan seksual yang tidak diinginkan.

Secara umum remaja laki-laki lebih banyak menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini terlihat dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 dan 2012 yang dilakukan oleh BPS. Pada tahun 2007 3,7% laki-laki dan 1,5% perempuan usia 15-19 tahun mengatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan pada kelompok usia 20-24 tahun hal yang sama terjadi pada 10,5% laki-laki dan 1,4% perempuan. Sementara itu, persentase pada tahun 2012 cenderung meningkat kecuali pada perempuan usia 15-19 tahun (Depkes, 2015).

Menurut SDKI 2012 8% wanita usia 25-49 tahun mengatakan bahwa melakukan hubungan seksual yang pertama kali pada usia 15 tahun, sedangkan 45% mengatakan melakukan hubungan seksual pertama pada usia 20 tahun. Sementara itu, pada laki-laki kawin yang berusia 25-54 tahun mengatakan bahwa telah melakukan hubungan seksual pertama pada usia 15 sebesar 1%, sedangkan yang melakukannya pada usia 20 tahun sebesar 19%. Hal ini memperlihatkan fakta mengejutkan bahwa persentase hubungan seksual pertama kali pada usia remaja yang dilakukan oleh perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Dampak yang dihasilkan dari perilaku seksual di luar pernikahan ini juga lebih terlihat pada remaja perempuan, seperti pernikahan dini, kehamilan yang tidak diinginkan, sampai pada tindakan aborsi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat peran antara kontrol diri dan asertivitas pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli.

METODE PENELITIAN

Variable dan Definisi Operational

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah kontrol diri dan asertivitas. Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

  • 1.    Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Akhir Perempuan

Sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan mengacu kepada kecenderunga remaja akhir perempuan untuk menyetujui atau menolak segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis atau sesama jenis yang dilakukan oleh remaja akhir perempuan sebelum menikah. Skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan disusun berdasarkan komponen sikap yaitu: komponen kognisi; komponen afeksi; dan komponen konatif. Semakin tingginya skor yang diperoleh oleh remaja menandakan bahwa tingkat sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja akhir

perempuan semakin positif. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh oleh remaja menandakan bahwa tingkat sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja akhir perempuan semakin negatif.

  • 2.    Kontrol Diri

Kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku individu ke arah yang positif. Pengukuran yang dilakukan untuk mengukur tingkat kontrol diri yaitu berdasarkan aspek-aspek: kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional control). Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kontrol diri pada remaja.

  • 3.    Asertivitas

Asertivitas merupakan kemampuan individu dalam mengungkapkan secara langsung mengenai kebutuhan, keinginan, dan pendapatnya dengan tetap memperhatikan perasaan orang lain. Aspek-aspek yang diukur untuk menentukan tingkat asertivitas remaja yaitu: kemampuan untuk berkata “tidak”, kemampuan meminta pertolongan, kemampuan mengungkapkan perasaan positif maupun negatif secara wajar, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta mengakhiri suatu pembicaraan. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat asertivitas remaja.

Responden

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh remaja akhir perempuan di Bangli yang belum menikah. Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu remaja perempuan dengan rentang usia 17-21 tahun dan belum menikah yang ada di Kabupaten Bangli.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah area sampling (cluster sampling), yaitu teknik sampling yang digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, seperti penduduk dari suatu negara, provinsi atau kabupaten. Teknik sampling ini digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini, pertama-tama akan ditentukan secara random daerah yang akan dijadikan sampel, di mana dari empat kecamatan yang ada di Bangli akan dipilih secara acak salah satu kecamatan yang akan menjadi sampel daerah. Selanjutnya, menentukan remaja perempuan yang berusia 17-21 tahun yang belum menikah dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi yang berada di daerah kecamatan yang terpilih. Skala yang disebarkan pada proses pengambila data adalah sebanyak 115 skala, namun hanya 106 skala yang dan dapat dianalisis.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dan Perguruan Tinggi yang ada di Kecamatan Bangli. Pada tahap pertama Kecamatan Bangli terpilih sebagai area dalam penelitian. Pengambilan data dimulai pada tanggal 6 Februari di SMKN 1 Bangli dan SMK Praja Pandawa Bangli, pada tanggal 7 Februari di SMAS Gurukula dan SMKN 4 Bangli, pada tanggal 14 Februari di STKIP Suar Bangli dan pada tanggal 20 Februari di IHDN Bangli.

Alat Ukur

Alat ukur penelitian ini menggunakan skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah, skala kontrol diri dan skala asertivitas. Skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek sikap yang didasarkan pada teori Travers, Gagne, dan Cronbach (dalam Ahmadi, 2009) yang meliputi aspek kogntif, afektif dan konatif. Skala kontrol diri disusun oleh peneliti berdasarkan aspek dari kontrol diri yang didasarkan pada teori Averil (dalam Ghufron & Risnawita, 2014) yang meliputi kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional control). Skala asertivitas dimodifikasi dari skala asertivitas yang disusun oleh Desriyanti Susan Mauboy pada tahun 2011 berdasarkan aspek asertivitas yang didasari oleh teori Lazarus (dalam Rakos, 1991) yang menggolongkan aspek-aspek perilaku asertif ke dalam empat aspek, yaitu kemampuan untuk berkata “tidak”, kemampuan meminta pertolongan, kemampuan mengungkapkan perasaan positif maupun negatif secara wajar, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta mengakhiri suatu pembicaraan.

Skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah terdiri dari 17 aitem pernyataan, skala kontrol diri terdiri dari 16 aitem pernyataan, dan skala asertivitas terdiri dari 34 aitem pernyataan. Skala ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Pada penelitian ini dilakukan serangkaian uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan teknik expert judgement dan dengan pengujian daya diskriminasi aitem yang dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri yang akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix). Kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi aitem total dalam penelitian ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Aitem yang memiliki koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan, sementara aitem yang memiliki nilai rix kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah (Azwar, 2015). Sementara itu, pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha Croncbach.

Suatu instrumen dinyatakan reliabel apabila koefisien reliabilitas minimal 0,6 (Sugiyono, 2014).

Uji coba alat ukur dilakukan sebanyak dua kali karena pada uji coba pertama didapatkan hasil yang belum memuaskan, yaitu terdapat banyak aitem yang gugur (alat ukur tidak memenuhi kriteria reliabilitas dan validitas yang baik), sehingga dilakukan uji coba kedua. Uji coba pertama dilakukan pada tanggal 27-30 Desember 2016 serta pada taggal 4 dan 5 Januari 2017. Pada uji coba kedua dilakukan pada tanggal 3 Februari 2017 dengan memperhatikan pilihan jawaban dalam skala yaitu dari lima pilihan jawaban yang terdiri dari: SS (Sangat Setuju); S (Setuju); R (Ragu-Ragu); TS (Tidak Setuju); dan STS (Sangat Tidak Setuju), menjadi empat pilihan jawaban yaitu: SS (Sangat Setuju); S (Setuju); TS (Tidak Setuju); dan STS (Sangat Tidak Setuju).

Hasil uji validitas yang dilakukan pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem total yang bergerak dari 0,397 sampai 0,840. Sementara itu, hasil uji reliabilitas pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,930 yang berarti bahwa skala ini mampu mencerminkan 93% dari variasi pada skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan sudah memuaskan.

Hasil uji validitas yang dilakukan pada skala kontrol diri menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem total yang bergerak dari 0,321 sampai 0,769. Sementara itu, hasil uji reliabilitas pada skala kontrol diri menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,853 yang berarti bahwa skala ini mampu mencerminkan 85,3% dari variasi skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari skala kontrol diri dapat dikatakan sudah memuaskan.

Hasil uji validitas yang dilakukan pada skala asertivitas menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem total yang bergerak dari 0,334 sampai 0,790. Sementara itu, hasil uji reliabilitas pada skala asertivitas menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,914 yang berarti bahwa skala ini mampu mencerminkan 91,4% dari variasi pada skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari skala asertivitas dapat dikatakan sudah memuaskan.

Teknik Analisis Data

Sebelum melakukan uji hipotesis untuk memastikan data penelitian yang telah diperoleh dapat diolah, maka dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji Compare Means, uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance dan uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunaka uji Glejser. Setelah melakukan uji asumsi, data

penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis mayor dan hipotesis minor. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 23.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subyek

Berdasarkan data karakteristik subjek, diperoleh bahwa total subjek berjumlah 106 orang yang terdiri dari 53 orang siswi SMA/SMK dan 53 orang mahasiswi S1. Mayoritas subjek penelitian berusia 17 tahun yaitu sebanyak 37 orang, mayoritas subjek sedang dalam status berpacaran yaitu sebanyak 66 orang, mayoritas subjek pernah berpacaran yaitu sebanyak 93 orang, dan mayoritas subjek pernah mendapatkan informasi mengenai seksualitas yaitu sebanyak 103 orang.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi statistik data penelitian yaitu sikap terhadap perilaku seksual pranikah, kontrol diri, dan asertivitas dirangkum dalam tabel 1.

Tabell.

Deskripsi Statistik Data Penelitian

Variabel

N

Mean

Teoretis

Mean Empiris

Std.

Deviasi Teoretis

Std.

Deviasi Empiris

Sebaran

Teoretis

Sebaran

Empiris

Nilai t

Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah

106

42,5

27,57

8,5

5,086

17-68

17-40

55,803 (p = 0,000)

Kontrol

Diri

106

40

58,98

8

4,976

16-64

37-64

111,688 (p = 0,000)

Asertivitas

106

42,5

48,07

8,5

5,250

17-68

36-62

94,253

(P = OtOOO)

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah memiliki mean teoretis sebesar 42,5 dan mean empiris sebesar 27,57 dengan perbedaan sebesar 14,93. Hal ini menandakan bahwa subjek penelitian memiliki taraf sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang negatif karena nilai mean empiris lebih kecil daripada mean teoretis (27,57<42,5). Berdasarkan penyebaran frekuensi, subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang skor antara 17 sampai dengan 40.

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel kontrol diri memiliki mean teoretis sebesar 40 dan mean empiris sebesar 53,98 dengan perbedaan sebesar 13,98. Hal ini menandakan bahwa subjek penelitian memiliki taraf kontrol diri yang tinggi karena nilai mean empiris lebih besar daripada mean teoretis (53,98>40). Berdasarkan penyebaran frekuensi, subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang skor antara 37 sampai dengan 64.

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel asertivitas memiliki mean teoretis sebesar 42,5 dan mean empiris sebesar 48,07 dengan

perbedaan sebesar 5,57. Hal ini menandakan bahwa subjek penelitian memiliki taraf asertivitas yang tinggi karena nilai mean empiris lebih besar daripada mean teoretis (48,07>42,5). Berdasarkan penyebaran frekuensi, subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang skor antara 36 sampai dengan 62.

Uji Asumsi

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan membuat hipotesis, yaitu:

H0 : Data residual berdistribusi normal

HA : Data residual tidak berdistribusi normal

Data dinyatakan berdistribusi normal jika p > 0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas nilai signifikasi sebesar 0,200 (p>0,05). Hal ini berarti H0 diterima yang berarti data residual berdistribusi normal.

Tabel 2,

Hasil Uji Linicritas Variabcl Pcnclitian

F

Sig.

Sikap Terhadap

Perilaku Seksual

Pranikah+Kontrol Diri

Between Group

Linearity

Deviation

Linearity

from

25,918 0,654

0,000

0,859

Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah+Asertivitas

Between Group

Linearity

Deviation

Linearity

from

26,075

1,114

0,000

0,350

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen bersifat linier. Uji linieritas dilakukan dengan melihat compare mean lalu menggunakan test of linearity untuk melihat nilai signifikan linieritas. Data dapat dikatakan memiliki hubungan yang linier apabila nilai signifikansi (p) pada linearity < 0,05. Tabel 2 menunjukkan hubungan yang linear antara sikap terhadap perilaku seksual pranikah dan kontrol diri dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hubungan yang linear juga ditunjukkan antara sikap terhadap perilaku seksual pranikah dan asertivitas dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linear antara sikap terhadap perilaku seksual pranikah dan kontrol diri serta antara sikap terhadap perilaku seksual pranikah dan asertivitas.

label 3.

Hasil Uji Multikoloiiicritas Antar Variabel Bebas

Variabel           Tolerance Varianceinflation           Keterangan

____________________________________________Factor (VIF)__________________________________

Kontrol diri 0,820 1,220 Tidak terjadi multikolonieritas

n                              Tidakteriadimultikolonieritas

a                           0,820             1,220                j

Asertivitas_______________________________________________________________________________________

Keterangan : Dependent variable = sikap terhadap perilaku seksual pranikah

2005). Tabel 3 menunjukkan nilai VIF sebesar 1,220 (<10) dan nilai tolerance sebesar 0,820 (>0,1), jadi dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi multikolonieritas diantara kedua variabel bebas penelitian yaitu kontrol diri dan asertivitas.

Tabel 4.

Hasil Uji Hetcroskedastisitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized T

Coefficients

Sig-

B

Std. Error

Beta

Konstan

10.527

2.991

3.616

.000

Kontrol Diri

-.074

.054

-.146 -1.382

.170

Ascrtivitas

-.064

.051

-.132 -1.245

.216

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Pada model regresi yang baik, tidak akan terjadi heteroskedastisitas apabila nilai signifikansinya (p) > 0,05 (Ghozali, 2005). Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat nilai signifikansi pada variabel kontrol diri dan asertivitas secara berturut-turut adalah 0,170 dan 0,216 (p > 0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.

Berdasarkan uji normalitas, uji linearitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas yang telah dilakukan maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini uji asumsi telah dipenuhi sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu analisis regresi berganda.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk pembuktian hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hasil uji regresi berganda data penelitian dapat dilihat dalam tabel 5, 6, dan 7.

Tabel 5.

Hasil Uji Regresi Berganda Nilai R2____________________________________________________ R____ R Square______Adjusted R Square______Std. Error of the Estimate

0,535        0,286     0,272 4,339

Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat bahwa terdapat nilai R yang merupakan koefisien regresi sebesar 0,535 dan nilai adjusted R square (R2) yang merupakan nilai koefisien determinasi sebesar 0,272. Nilai adjusted R2 sebesar 0,272 menunjukkan bahwa kontrol diri dan asertivitas secara bersama-sama memberikan pengaruh kepada sikap terhadap perilaku seksual pranikah sebesar 27,2%, sedangkan sisanya 72,8% ditentukan oleh faktor-faktor lain diluar variabel kontrol diri dan asertivitas.

Uji multikolonieritas dilakukan untuk menguji adanya korelasi antar variabel bebas pada model regresi. Model regresi yang baik dapat dilihat dari tidak terjadinya korelasi di antara variabel bebas. Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance<0,10 atau sama dengan nilai VIF>10 (Gozhali,


Tabel 6.

Hasil Uji Regresi Berganda Signifikansi Nilai F

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

SiR.

Regression

776.907

2

388.453

20.633

.000b

Residual

1939.131

103

18.827

Total

2716.038

105

a. Dependent Variable: Sikap Tcrhadap Perilaku seksual Pranikah b. Predictors: (Constant), Kontrol Diri, Asertivitas

Nilai signifikansi F yang dihasilkan dari uji regresi pada tabel 6 adalah sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa model regresi dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi variabel tergantung yaitu sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri dan asertivitas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah.

Tabel 7.

Hasil Uji Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T

Sig.

B

Std. Error

Beta

(Constant)

59,909

5,080

11,793

0,000

Kontrol Diri

-0,338

0,094

-0,330

-3,594

0,001

Asertivitas

-0,294

0,089

-0,303

-3,296

0,001

a. Dependent Variabel: Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah

Berdasarkan tabel 7, didapatkan beberapa hasil yaitu sebagai berikut:

  • 1.    Nilai koefisien beta terstandarisasi (standardized coefficients beta) pada variabel kontrol diri menunjukkan tanda negatif yaitu -0,330. Hal ini berarti setiap kenaikan satuan skor pada variabel kontrol diri akan menurunkan nilai sikap terhadap perilaku seksual pranikah sebesar 0,330. Jadi, semakin tinggi nilai kontrol diri maka semakin negatif sikap terhadap perilaku seksual pranikah.

  • 2.    Nilai koefisien beta terstandarisasi (standardized coefficients beta) pada variabel asertivitas menunjukkan tanda negatif yaitu -0,303. Hal ini berarti setiap kenaikan satuan skor pada variabel asertivitas akan menurunkan nilai sikap terhadap perilaku seksual pranikah sebesar 0,303. Jadi, semakin tinggi nilai asertivitas maka semakin negatif sikap terhadap perilaku seksual pranikah.

  • 3.    Nilai t sebesar -3,594 dan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p <  0,05) pada variabel kontrol diri

menunjukkan bahwa kontrol diri berpengaruh secara signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah.

  • 4.    Nilai t sebesar -3,296 dan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p <  0,05) pada variabel asertivitas

menunjukkan bahwa asertivitas berpengaru secara signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah.

  • 5.    Nilai sikap terhadap perilaku seksual pranikah dari masing-masing subjek penelitian dapat diprediksi

melalui persamaan garis regresi dengan memasukkan nilai Unstandardized Coefficients B seperti berikut ini:

Y = 59,909 - 0,338X1 - 0,294X2

Keterangan :

Y    = Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah

  • X1   = Kontrol Diri

X2   = Asertivitas

Rumus diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • a.    Konstanta sebesar 59,909 menyatakan bahwa jika tidak ada penambahan atau peningkatan skor pada kontrol diri maupun asertivitas, maka nilai sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang dihasilkan adalah sebesar 59,909.

  • b.    Koefisien regresi X1 sebesar -0,338 berarti setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel kontrol diri, maka akan terjadi penurunan nilai sikap terhadap perilaku seksual pranikah sebesar 0,338. Hal ini berarti semakin tinggi skor kontrol diri maka sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada subjek akan semakin negatif.

  • c.    Koefisien regresi X2 sebesar -0,294 berarti setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel  asertivitas,  maka  akan  terjadi

penurunan nilai sikap terhadap perilaku seksual pranikah sebesar 0,294. Hal ini berarti semakin tinggi skor asertivitas maka sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada subjek akan semakin negatif.

Berdasarkan hasil uji regresi berganda yang telah didapatkan, maka rangkuman hipotesis mayor dan minor penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8.

Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian_____________________________________________

No_________________________Hipotesis______________________________Hasil________

  • 1    Hipotesis Mayor:

Kontrol diri dan asertivitas berpengaruh secara ^ Diterima signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah

_________pada remaja akhir perempuan di Bangli______________________________________

  • 2    Hipotesis Minor:

  • a.    Kontrol diri berpengaruh secara signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli                       Ha d jtcrjma

  • b.    Asertivitas berpengaruh secara signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli

Analisis Tambahan

Analisis tambahan dilakukan peneliti untuk memperkaya hasil dari penelitian ini. Terdapat dua analisis tambahan yang akan dilakukan yaitu uji komparasi dengan independent sample t-test yang dilakukan untuk mengetahui: pertama, apakah terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku

seksual pranikah pada remaja perempuan yang sedang menempuh pendidikan SMA dan S1; serta apakah terdapat perbedaan antara remaja perempuan yang sedang berpacaran dan tidak.

Analisis tambahan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan karakteristik subjek selain pendidikan saat ini dan status berpacaran, karena karakteristik lain dari subjek seperti usia, urutan kelahiran, agama, pekerjaan orangtua, pendidikan terakhir ayah dan ibu, pernah berpacaran atau tidak, serta paparan informasi mengenai seksualitas tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji komparasi dengan menggunakan independent sample t-test maupun dengan uji anova. Menurut Sudijono (2012), jika jumlah sampel yang akan dibandingkan pada masing-masing karakteristik subjek tidak berada dalam satu kategori yang sama, maka uji komparasi hanya dapat dilakukan apabila dua atau lebih sampel yang akan dibandingkan sama-sama dikategorikan sebagai sampel yang berukuran kecil (N<30) atau sama-sama merupakan sampel yang berukuran besar (N>30).

Berdasarkan uji independent sample t-test, sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswi SMA dan mahasiswi S1, serta pada remaja perempuan yang sedang dalam status berpacaran dan tidak dinyatakan memiliki perbedaaan apabila nilai signifikansi (p) pada tabel t < 0,05. Rangkuman hasil uji independent sample t-test pada masing-masing variabel dapat dilihat pada lampiran 16 dan telah dirangkum dalam tabel 9.

Tabel 9.

Hasil Uji Independent Sample t-Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig.

T

Df

Sig. (2-tailed)

Sikap Terhadap Perilaku Seksual PranikahtPcndidikan saat ini

2.715

.102

-1.459

104

.148

Sikap Terhadap Perilaku Seksual PranikahtStatus berpacaran

.298

.586

1.170

104

.245

Berdasarkan tabel 9 pada baris hasil uji independent sample t-test variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan pendidikan saat ini, dapat dilihat nilai signifikansi pada tabel Levene's test for equality of variances variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah 0,102 (p > 0,05) yang berarti data sikap terhadap perilaku seksual pranikah subjek penelitian bersifat homogen, sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan uji t-test independen. Nilai signifikansi variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada kolom t-test for equality of means adalah 0,148 (p > 0,05), yang berarti tidak terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswi SMA/SMK dan mahasiswi S1.

Berdasarkan tabel 9 pada baris hasil uji independent sample t-test variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan status berpacaran, dapat dilihat nilai signifikansi pada

tabel Levene's test for equality of variances variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah 0,298 (p > 0,05) yang berarti data sikap terhadap perilaku seksual pranikah subjek penelitian bersifat homogen, sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan uji t-test independen. Nilai signifikansi variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada kolom t-test for equality of means adalah 0,245 (p > 0,05), yang berarti tidak terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja perempuan yang sedang berstatus pacaran dan tidak.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji regresi berganda yang dilakukan dapat diketahui bahwa hipotesis mayor penelitian yaitu kontrol diri dan asertivitas berpengaruh secara signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari koefisien R pada hasil uji regresi adalah sebesar 0,535 (tabel 5), dan nilai signifikansi uji F adalah 0,000 (tabel 6) yang menunjukkan bahwa kontrol diri dan asertivitas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Koefisien determinasi sebesar 0,272 menunjukkan bahwa kedua variabel bebas yaitu kontrol diri dan asertivitas memiliki pengaruh yang signifikan sebesar 27,2% (tabel 5) terhadap variabel tergantung yaitu sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli dipengaruhi sebesar 27,2% oleh tingkat kontrol diri dan asertivitas. Sementara itu 72,8% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain selain kontrol diri dan asertivitas. Faktor tersebut di antaranya adalah jenis kelamin, sikap seksualitas teman, paparan seksual (Widyastuti, 2009), dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi (Iriani dkk., 2006).

Adanya sikap positif (permisif) pada perilaku seksual pranikah pada remaja menandakan bahwa terdapat kecenderungan remaja untuk mendekati perilaku seksual pranikah. Menurut survei nasional yang dilakukan oleh Kaiser Family Foundation (dalam Santrock, 2007) disebutkan bahwa sejumlah alasan yang sering menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual yaitu 38% remaja perempuan mengatakan tidak ingin diolok-olok karena masih perawan dan 61% remaja perempuan mengatakan bahwa alasan melakukan hubungan seksual karena dipaksa oleh pasangannya. Menurut Hurlock (1973) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remajanya tidak meledak emosinya di hadapan orang lain. Sementara itu ketidakmampuan remaja dalam menolak ajakan pasangan untuk melakukan hubungan seksual menandakan bahwa remaja memiliki tingkat

asertivitas yang rendah. Menurut Lazarus (dalam Rakos, 1991) remaja yang asertif lebih mampu mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang bersifat negatif dan tidak diinginkan.

Hipotesis Minor I : Kontrol Diri Berpengaruh Secara Signifikan pada Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Akhir Perempuan di Bangli

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kontrol diri memiliki pengaruh yang signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,001 (tabel 33) (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa kontrol diri memiliki pengaruh yang signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Golfried dan Merbaum (dalam Ghufron & Risnawita, 2014) mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku individu ke arah yang positif. Kontrol diri juga berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1973).

Jika remaja, khususnya remaja perempuan tidak memiliki kontrol diri yang tinggi maka remaja akan dengan mudah terjerumus ke arah yang negatif dalam hal ini yaitu perilaku seksual pranikah, sehingga individu akan cenderung menunjukkan sikap positif (permisif) terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Arlyanti (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dan sikap terhadap perilaku seksual pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi kontrol diri maka semakin negatif sikap terhadap perilaku seksual pada remaja.

Santrock (2007) juga mengatakan bahwa kenakalan yang dilakukan oleh remaja merupakan akibat dari kegagalan remaja dalam mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Salah satu alasan kenapa remaja memerlukan kontrol diri adalah karena adanya perubahan dalam kehidupan seksual. Perubahan ini ditandai dengan semakin bebasnya media menyajikan topik berkaitan dengan masalah kehidupan seksual, semakin meluasnya penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual, semakin diterimanya sikap positif (permisif) terhadap perilaku seksual pranikah, semakin banyaknya kasus-kasus kehamilan di luar nikah, serta semakin meningkatnya pengembangan alat-alat kontrasepsi (Suyasa dalam Arlyanti, 2012).

Hipotesis Minor II : Asertivitas Berpengaruh Secara Signifikan pada Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Akhir Perempuan di Bangli

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa asertivitas memiliki pengaruh yang signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,001 (tabel 33) (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa asertivitas memiliki pengaruh yang

signifikan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Menurut Lazarus (1971), perilaku asertif merupakan kemampuan individu dalam mengekspresikan perasaan dan pikiran yang positif atau negatif secara tegas dan bebas dengan tetap memerhatikan perasaan orang lain.

Perilaku asertif digunakan untuk mengarahkan individu agar tetap konsisten dan tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik mengingat banyaknya persoalan yang dihadapi oleh remaja, seperti perilaku seksual pranikah. Remaja yang asertif lebih mampu mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang bersifat negatif dan tidak diinginkan, sehingga perilaku asertif dapat menghindari remaja dari perilaku seksual pranikah yang tidak diinginkan, sehingga sikap yang ditunjukkan oleh remaja akan cenderung negatif terhadap perilaku seksual pranikah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Falah (2009) yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja perempuan. Semakin tinggi perilaku asertif remaja perempuan maka semakin rendah perilaku seksual pranikahnya.

Komunikasi yang berjalan kurang efektif sering terjadi dalam hubungan interpersonal karena individu kurang mampu dalam mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keinginan secara jujur dan terbuka. Individu menunjukkan ketidakberdayaan, kepasifan, meskipun hak-hak pribadi dilanggar, ketidakmampuan berkata ”tidak” tentang sesuatu hal yang bertentangan dengan hati nurani. Hal tersebut membuat individu rentan dalam mengalami pelecehan seksual, yang pada umumnya disebabkan karena individu tidak berani dalam menolak ajakan untuk melakukan hubungan seksual oleh pasangannya. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan BPS pada tahun 2007 dan 2012 yang mengatakan bahwa 12,6% perempuan mengatakan alasan melakukan hubungan seksual pranikah yaitu dipaksa oleh pasangan (Depkes, 2015). Individu seperti itu dapat dikatakan kurang memilki perilaku asertif dalam perilaku seksual. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tholense dan Rahardjo (2013) juga mengatakan bahwa terdapat hubungan megatif yang sangat signifikan antara asertivitas seksual dengan perilaku seksual pranikah. Hal ini berarti tinggi atau rendahnya asertivitas seksual berhubungan dengan tinggi atau rendahnya perilaku seksual pranikah.

Pembahasan Deskripsi Statistik dan Kategorisasi Data Variabel Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan kategorisasi pada data variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat diketahui bahwa mayoritas remaja akhir perempuan di Bangli memiliki sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang sangat negatif yaitu sebanyak 71 orang atau 67% dari keseluruhan subjek. Hal ini menandakan bahwa mayoritas remaja akhir perempuan di Bangli memiliki kecenderungan untuk menghindari perilaku seksual pranikah. Thurston (dalam

Ahmadi, 2009) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Orang yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek akan mendekati objek tersebut, sedangkan orang yang memiliki sikap negatif terhadap suatu objek akan menghindari objek tersebut. Remaja perempuan yang memiliki sikap sangat negatif terhadap perilaku seksual pranikah akan sangat menghindari perilaku seksual pranikah tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Iriani dkk. (2006) juga mengatakan bahwa perempuan cenderung mempunyai sikap yang tidak setuju mengenai perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan laki-laki.

Sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli yang sangat negatif juga dipengaruhi oleh paparan informasi mengenai seksualitas yang didapatkan oleh remaja. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada variabel paparan informasi mengenai seksualitas pada remaja akhir perempuan di Bangli didapatkan hasil bahwa 97,2% subjek pernah mendapatkan informasi mengenai seksualitas. Hal ini menandakan bahwa mayoritas subjek pernah mendapatkan informasi mengenai seksualitas, di antaranya bersumber dari: majalah/koran (43,4%); televisi (61,3%); radio (12,3%); petugas kesehatan (68,9%); internet (65,1%), poster (16%); teman sebaya (34,9%); guru (43,4%); dan orangtua (35,8%). Menurut Papalia dkk. (2008) remaja sekarang cenderung mengetahui lebih banyak informasi mengenai seksualitas dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Remaja yang memiliki pengetahuan tentang seksualitas memiliki kecenderungan untuk menunda keintiman seksual (Conger dalam Papalia dkk., 2008). Nasution (2012) juga mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual pranikah.

Pembahasan Deskripsi Statistik dan Kategorisasi Data Variabel Kontrol Diri

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan kategorisasi pada data variabel kontrol diri dapat diketahui bahwa tingkat kontrol diri pada mayoritas remaja akhir perempuan di Bangli tergolong sangat tinggi yaitu sebanyak 65 orang atau 61,3% dari keseluruhan subjek dalam penelitian. Hal ini menandakan bahwa remaja akhir perempuan di Bangli memiliki kemampuan yang sangat tinggi untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku ke arah yang positif. Menurut Hurlock (1973) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan emosi. Subjek dalam penelitian ini merupakan remaja perempuan dengan rentang usia 17 hingga 21 tahun yang merupakan periode remaja akhir. Hurlock (1973) juga mengatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan kontrol diri yaitu usia dan kematangan. Seiring

berjalannya waktu tentunya kemampuan kontrol diri remaja semakin meningkat sejalan dengan kematangan usia.

Individu dengan kontrol diri yang tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku sesuai dengan permintaan situasi sosial (Ghufron & Risnawita, 2014). Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2014), ada dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri secara berlanjut. Pertama, individu hidup bersama kelompok, sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak menganggu kenyamanan orang lain. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya. Individu dalam penelitian ini berada di tengah-tengah masyarakat yang masih menganggap bahwa masalah seksualitas merupakan hal yang masih tabu untuk dibicarakan. Menurut Feldman (dalam Santrock, 2007) semua masyarakat memberikan perhatian pada seksualitas remaja. Jadi, dapat dikatakan bahwa remaja akhir perempuan di Bangli memiliki tingkat kontrol diri yang tinggi dan memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku sesuai dengan permintaan situasi sosial di mana masyarakat masih menganggap bahwa masalah seksualitas merupakan hal yang tabu dan mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya.

Pembahasan Deskripsi Statistik dan Kategorisasi Data Variabel Asertivitas

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan kategorisasi pada data variabel asertivitas dapat diketahui bahwa tingkat asertivitas pada mayoritas remaja akhir perempuan di Bangli tergolong tinggi yaitu sebanyak 56 orang atau 52,8% dari keseluruhan subjek dalam penelitian. Hal ini berarti subjek mampu mengekspresikan perasaan dan pikiran yang positif atau negatif secara tegas dan bebas dengan tetap memerhatikan perasaan orang lain. Salah satu faktor pembentuk perilaku asertif seseorang yaitu pendidikan. Menurut Hadjan (dalam Mauboy, 2011) lingkungan pendidikan mempunyai andil yang cukup besar terhadap pembentukan perilaku, khususnya perilaku asertif. Subjek dalam penelitian ini berada dalam jenjang pendidikan SMA/SMK dan perguruan tinggi, yang mana jenjang pendidikan ini dapat dikatakan merupakan jenjang pendidikan yang tinggi. Selain itu Rathus dan Nevid (dalam Mauboy, 2011) juga mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka wawasan berpikirnya juga akan semakin luas, sehingga dapat memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka. Menurut Zukir (dalam Lloyd, 1991) salah satu ciri-ciri dari perilaku asertif yaitu bersifat terbuka, apa adanya dan mampu bertindak demi kepentingannya.

Pembahasan Analisis Tambahan

Pada analisis tambahan yang yang dilakukan dengan menggunakan uji independent sample t-test pada variabel

sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan variabel pendidikan saat ini diperoleh hasil yaitu tidak terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku seksual pranikah antara remaja yang sedang menempuh pendidikan SMA/SMK dengan remaja yang sedang menempuh pendidikan S1. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2009) yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Di sisi lain hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh IYARHS pada tahun 20022003 yang mengatakan bahwa perempuan yang tidak berpendidikan cenderung empat kali lebih besar menerima hubungan seksual pranikah daripada yang berpendidikan (Widyastuti, 2009). Kategori pendidikan pada subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu SMA/SMK dan S1. Jadi dalam penelitian ini tidak terdapat kategori subjek yang tidak berpendidikan sehingga hasil analisis uji beda terhadap perilaku seksual pranikah pada siswi SMA/SMK dan mahasiswi S1 ditemukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Hasil analisis tambahan yang kedua yaitu uji independent sample t-test pada variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan variabel status berpacaran diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang signifikan antara remaja akhir perempuan yang sedang dalam status berpacaran dengan remaja akhir perempuan yang tidak berstatus berpacaran. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan Nurhidayah (2008) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pacaran dengan perilaku seksual pranikah. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar subjek mengatakan bahwa sudah pernah berpacaran yaitu sebanyak 87,7%. Menurut Prawiratirta (dalam Setiawan & Nurhidayah, 2008), pada masa pacaran remaja akan mencapai suatu perasaan yang aman (feelings of security) dengan pasangannya, dan hal tersebut menimbulkan suatu keintiman seksual pada diri remaja. Selain itu, sejumlah pengalaman yang terjadi pada masa pacaran dapat merangsang remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah (Setiawan & Nurhidayah, 2008). Jadi dapat dikatakan bahwa sebagian besar subjek pernah memiliki pengalaman dalam berpacaran dan memiliki kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

Keterbatasan pada penelitian ini antara lain yaitu waktu pengambilan data yang memakan waktu cukup lama dikarenakan waktu pengambilan data yang bertepatan dengan waktu liburan subjek, khususnya pada subjek yang merupakan mahasiswi di perguruan tinggi. Jumlah sampel dalam penelitian ini juga dapat dikatakan tidak terlalu banyak karena terdapat beberapa sekolah yang hanya memiliki murid dalam jumlah yang sedikit. Tidak hanya itu, setelah melakukan randomisasi terhadap sekolah-sekolah yang akan dijadikan

sampel, peneliti menemukan bahwa terdapat sekolah yang sudah tidak memiliki murid. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah analisis tambahan yang dilakukan oleh peneliti hanya dua analisis tambahan yaitu melihat perbedaan sikap terhadap perilaku seksual pranikah berdasarkan pendidikan saat ini dan status berpacaran.

Setelah melakukan prosedur analisis data penelitian, karya ini telah mencapai tujuan penelitian yaitu mengetahui peran kontrol diri dan asertivitas pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu: kontrol diri dan asertivitas secara bersama-sama berperan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli; kontrol diri berperan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli; asertivitas berperan pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli; sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja akhir perempuan di Bangli mayoritas tergolong sangat negatif; tingkat kontrol diri pada remaja akhir perempuan di Bangli mayoritas tergolong sangat tinggi; tingkat asertivitas pada remaja akhir perempuan di Bangli mayoritas tergolong tinggi; serta tidak ada perbedaan sikap terhadap perilaku seksual pranikah antara remaja akhir perempuan di Bangli yang sedang menempuh pendidikan SMA/SMK dan S1 serta antara remaja akhir perempuan di Bangli yang berstatus berpacaran dan tidak berstatus berpacaran.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka beberapa saran yang dapat diberikan kepada remaja perempuan yaitu: remaja dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai perilaku seksual pranikah dengan mencari informasi yang baik dan akurat, serta mengembangkan kontrol diri dan asertivitas dalam perilaku seksual pranikah, sehingga remaja dapat mempertahankan sikap terhadap perilaku seksual pranikah tetap negatif dan dapat terhindar dari perilaku seksual pranikah yang berisiko. Selain itu, remaja diharapkan dapat mempertahankan kontrol diri agar tetap tinggi dengan cara terus berlatih dalam mengatur perilaku, mengatur stimulus yang tidak dikehendaki, mengantisipasi suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan, dan berlatih untuk mengembangkan kemampuan membuat keputusan yang tepat, khususnya mengenai hal yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah, sehingga remaja dapat menghindari dampak negatif dari perilaku seksual pranikah tersebut. Remaja juga diharapkan dapat mempetahankan perilaku asertif yang sudah tinggi dengan berani mengatakan “tidak” terhadap hal-hal yang negatif, khususnya yang berkaitan dengan ajakan untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah, sehingga remaja dapat menghindari dampak negatif dari perilaku seksual pranikah. Selain itu remaja perempuan yang memiliki tingkat asertivitas yang

tinggi dapat menjadi contoh bagi teman-temannya yang memiliki tingkat asertivitas yang masih rendah.

Saran bagi orangtua yaitu orangtua diharapkan dapat mengajarkan remaja, khususnya remaja perempuan mengenai kontrol diri sejak dini. Orangtua dapat mengajarkan remaja untuk dapat menerapkan sikap disiplin secara intens sejak dini. Orangtua juga harus tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya. Orangtua juga diharapkan dapat mengajarkan remaja, khususnya remaja perempuan mengenai asertivitas sejak dini. Orangtua dapat menjadi contoh bagi anaknya bagaimana berperilaku asertif. Jika orangtua menggunakan gaya komunikasi yang asertif secara konsisten di dalam berkomunikasi dengan anak, maka anak terbiasa untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya sehingga proses komunikasi berjalan lancar dan tetap terjalin hubungan yang saling menghormati.

Saran bagi pemerintah yaitu bagi institusi pemerintah seperti Dinas Kesehatan diharapkan dapat memberikan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual panikah kepada remaja melalui penyuluhan atau sosialisasi. Selain memaparkan bahaya atau risiko dari perilaku seksual pranikah itu sendiri, pemerintah juga dapat memberikan pelatihan mengenai bagaimana mengembangkan kontrol diri (mampu mengatur perilaku, mengatur stimulus yang tidak dikehendaki, mengantisispasi peristiwa yang tidak diinginkan, serta mampu membuat keputusan yang tepat terkait dengan perilaku seksual pranikah) dan asertivitas (berani mengatakan “tidak” terhadap hal-hal yang negatif, khususnya yang berkaitan dengan ajakan untuk terlinat dalam perilaku seksual pranikah), sehingga remaja dapat menghindari dampak negatif dari perilaku seksual pranikah.

Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu ketika melakukan pengambilan data yang melibatkan siswa maupun mahasiswa, sebaiknya peneliti mencari tahu jadwal siswa maupun mahasiswa yang akan dijadikan subjek penelitian, apakah waktu penelitian bertepatan dengan jadwal liburan siswa maupun mahasiswa atau tidak, sehingga waktu pengambilan data menjadi lebih singkat dan efektif. Ketika melakukan pemilihan tempat penelitian, dalam hal ini sekolah maupun perguruan tinggi, peneliti sebaiknya memastikan terlebih dahulu apakah sekolah maupun perguruan tinggi tersebut masih aktif dan dapat memenuhi jumlah subjek yang diinginkan dalam penelitian. Sumbangan efektif pada penelitian ini sebesar 27,2%, sedangkan sisanya sebesar 72,8% dijelaskan oleh faktor lain. Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja perempuan di Bangli diharapkan untuk menggunakan faktor lain yang mungkin memengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan cara

menambah jumlah variabel bebas penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih luas dan mendalam. Dalam penelitian ini hanya memungkinkan analisa deskriptif pada karakteristik subjek seperti usia, agama, pekerjaan orangtua, pendidikan terakhir ayah dan ibu, pernah berpacaran atau tidak, serta paparan informasi mengenai seksualitas. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan uji lanjutan dari penelitian ini yang bertujuan untuk melihat kontribusi faktor usia, urutan kelahiran, agama, pekerjaan orangtua, pendidikan terakhir ayah dan ibu, pernah berpacaran atau tidak, serta paparan informasi mengenai seksualitas pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Subjek dalam penelitian ini merupakan remaja perempuan yang memiliki pendidikan tinggi yaitu tingkat SMA/SMK dan Perguruan Tinggi, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas subjek penelitian, yaitu pada remaja yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Masalah seksualitas merupakan masalah pribadi seseorang yang sulit untuk diungkapkan secara terus terang. Oleh karena itu bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk menggunakan metode pengambilan data yang lebih mendalam untuk meningkatkan validitas informasi yang diperoleh dari laporan diri mengenai seksualitas pada remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Ali, M., & Asrori, M. (2014). Psikologi remaja: Perkembangan peserta didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arlyanti, R. (2012). Hubungan antara kontrol diri dengan sikap terhadap perilaku seksual pada remaja karang taruna. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Azwar, S. (2012). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2014). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Azwar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik. (2013). Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik

Blechman, E. A., & Brownell, K. D. (1998). Behavioral medicine and women: A comprehensive handbook. New York: The Guilford Press.

Darmasih, R. (2009). Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja SMA di Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Departemen Kesehatan. (2015). Situasi kesehatan remaja. Diunduh dari     http://www.depkes.go.id.folder/view/01/structure-

publikasi-pusdatin-info-datin.html.html

Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Bali. (2013). Profil kesehatan kabupaten Bangli tahun 2012. Diunduh dari http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PROFIL-KESEHATAN-PROVINSI-BALI2

Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Bali. (2016). Profil kesehatan provinsi Bali tahun 2015.    Diunduh dari

http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PROFIL-KESEHATAN-PROVINSI-BALI2

Falah, P. N. (2009). Hubungan antara perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri. Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Fauziah, F. (2009). Perbedaan tingkat asertivitas siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas regular di SMA Negeri 2 Malang. Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang

Fensterheim, H., & Baer, J. (2005). Jangan bilang ya bila anda akan mengatakan tidak (Budithjya, G. U., Trans). Jakarta: Gunung Jati.

Galassi, M. D., & Galassi, J. P. (1977). Asert yourself: How to be your own person. New York: Human Sciences Press.

Gozhali, I. (2005). Aplikasi analisis multivariate dengan program spss. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghufron, M. N., & Risnawita, R. (2014). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hadi, S. (1991). Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Hurlock, E. B. (1973). Adolescent developmen (4th ed). Japan: Macrgrow-Hill.Inc.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang hidup (5th ed) (I. Soedjarwo, Trans.). Jakarta: Erlangga.

Iriani, F., Nisfiannoor, & Tendi, N. Y. (2006). Perbedaan sikap tehadap hubungan seks pranikah antara remaja yang diberi penyuluhan dan yang tidak diberi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja. Jurnal Psikologi, 4(1), 14-37.

Jempormasse, E. A. (2015). Hubungan antara harga diri dan asertivitas dengan perilaku seksual pada remaja putri SMA Negeri 9 Lempake Samarinda. eJournal Psikologi, 3(3), 643-647.

Khairunnisa, A. (2013). Hubungan religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah remaja di MAN 1 Samarinda. eJournal Psikologi, 1(2), 220-229.

Kisara. (April, 2017). Penelitian Kisara “gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang kesehatan reproduksi dan seksual pada remaja di Kota Denpasar”. Diunduh dari http://www.kisara.or.id/artikel/penelitian-kisara-gambaran-pengetahuan-sikap-dan-perilaku-tentang-kesehatan-reproduksi-dan-seksual-pada-remaja-di-kota-denpasar.html.

Kompas.com. (Februari, 2009). Kasus kehamilan tak diinginkan di Bali           tinggi.           Diunduh           dari

http://travel.kompas.com/read/2009/02/17/1621399/kasus.k ehamilan.tak.diinginkan.di.bali.tinggi.

Lazaruz. (1971). Behaviour therapy and beyond. New York: Mc. Garw-Hill.

Lloyd. (1991). Mengembangkan perilaku asertif yang positif. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Maimunah, S. (2015). Pengaruh faktor keluarga terhadap perilaku seksual remaja. Seminar Psikologi & Kemanusiaan. 359362.

Mauboy, D. S. (2011). Perbedaan asertivitas antara remaja putri suku Belu dan suku Jawa. Skripsi. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono. (1999). Psikologi perkembangan:  Pengantar dalam berbagai bagiannya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Munir, M. (2010 December). Tiap tahun remaja seks pra nikah meningkat.                Diunduh                dari

http://news.okezone.com/read/2010/12/04/338/400182/tiap-tahun-remaja-seks-pra-nikah-meningkat.

Nasution, S. L. (2012). Pengaruh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap perilaku seksual pranikah remaja di Indonesia. Widyariset, 15(1), 75-84.

Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan statistik modern untuk ilmu sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2011). Human development (Psikologi perkembangan). Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Penada Media Group.

Pawestri, Wardani, R. S., & Sonna. (2013). Pengetahuan, sikap dan perilaku remaja tentang seks pra nikah. Jurnal Keperawatan Maternit, 1(1), 46-54.

Purnamasari, S. E. (2010). Hubungan antara harga diri dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja dari keluarga broken home. Psycho Idea, 8(2), 41-53.

Premaswari, C. D., & Lestari, M. D. (2016). Peran komponen cinta pada sikap terhadap hubungan seksual pranikah remaja akhir yang berpacaran di kabupaten Bangli. Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar.

Rahyani, K. Y., Utarini, A., Wilopo, S. A., & Hakimi, M. (2012). Perilaku seks pranikah remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(4), 180-185.

Rakos, R. F. (1991). Assertive behavior: Theory, research & training. New York: Routledge, Chapman & Hall Inc.

Riduwan. (2012). Pengantar statistika sosial. Jakarta: Alfabeta.

Rina, N., Dewi, Y. I., & Hasneli, Y. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap seks pranikah. Jurnal Online Mahasiswa, 1(1), 397-407.

Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, S. W. (2013). Psikologi remaja (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers.

Setiawan, R. & Nurhidayah, S. (2008). Pengaruh pacaran terhadap perilaku seks pranikah. Jurnal Soul, 1(2), 59-72.

Sudijono, A. (2012). Pengantar statistik pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian kombinasi (Mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2012). Psikologi sosial. Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tholense, N., & Rahardjo, W. (2013). Asertivitas seksual dan

perilaku seks pranikah pada mahasiswa. Jurnal Psikologi Ulayat, 1(2), 201-206.

Townend, A. (1993). Developing assertiveness. London: Routledge.

Townend, A. (2007). Assertiveness and diversity. New York: Palgrave Macmillan.

Widyastuti, E.S.A. (2009). Personal dan sosial yang mempengaruhi sikap remaja terhadap hubungan seks pranikah. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 4(2), 75-85.

85