Jurnal Psikologi Udayana 2018, Vol.5, No.1, 63-71


Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

PADA REMAJA DI DENPASAR DAN BADUNG A.A.I Dina Kartika dan I.G.A Putu Wulan Budisetyani Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana aaid.kartika@yahoo.com

Abstrak

Dewasa ini perilaku seksual pranikah di kalangan para Remaja Bali semakin meningkat dan menimbulkan berbagai dampak buruk seperti kehamilan tidak diinginkan, HIV-AIDS, serta risiko terkena berbagai penyakit menular seksual yang dapat berujung pada kematian. Salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah adalah pola asuh orang tua yang terbagi dalam tiga tipe, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pranikah sehingga dapat menjadi salah satu alternatif dalam menekan berbagai dampak buruk perilaku seksual pranikah. Subjek yang digunakan adalah remaja Bali dengan rentang usia 15-23 tahun sebanyak 65 orang. Alat ukur yang digunakan adalah skala pola asuh demokratis dan skala perilaku seksual pranikah yang disusun sendiri oleh peneliti. Analisis dilakukan menggunakan uji statistik korelasi product moment dari Karl Pearson. Hasil analisis data menunjukkan nilai signifikansi p sebesar 0.029 (p<0.05), yang bermakna variabel perilaku seksual pranikah memiliki hubungan dengan pola asuh demokratis. Koefisien korelasi didapat sebesar -0.0270 sehingga bermakna bahwa hubungan yang terdapat pada kedua variabel bersifat rendah dan negatif.

Kata Kunci: pola asuh demokratis, perilaku seksual pranikah, remaja.

Abstract

There is an increase in premarital sexual behavior among Balinese Adolescent that cause various negative effects such as unwanted pregnancy, HIV-AIDS, and the risk of having various sexual transmitted disease that can lead to death. One of the premarital sexual behavior factors is parenting styles that are divided into three types: authoritarian parenting styles, permissive parenting styles, and democratic parenting styles. The aim of this study is to determine the correlation between democratic parenting styles with premarital sexual behavior so it can become an alternative to surpress the negative effects of premarital sexual behavior. Subject used in this study is 65 Balinese Adolescent with age range of 15-23 years old. The measuring instruments used are the democratic parenting styles scale the premarital sexual behavior scale which made by researcher.. The analysis used is product moment correlation statistic test by Karl Pearson. Based on analysis result, the significant value of p is equal to 0.029 (p<0.05), which means that there is correlation between democratic parenting styles with premarital sexual behavior. The correlation coefficient is -0.0270 which means that the correlation between the two variables is low and negative.

Keywords: democratic parenting styles, premarital sexual behavior, adolescent

LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia dimana individu meninggalkan masa kanak-kanak dan mulai memasuki masa dewasa. Pada masa ini individu akan mengalami perubahan baik dalam aspek fisik, kognitif, dan sosial. Suatu perubahan penting terkait aspek fisik disebut dengan pubertas, yaitu proses menuju kedewasaan seksual yang ditandai dengan mulai berfungsinya alat-alat reproduksi individu (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Pubertas terjadi dikarenakan mulai aktifnya hormon seksual individu yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap munculnya dorongan seksual. Secara sosial masa remaja ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan remaja dengan orangtua dan semakin lekatnya remaja dengan teman sebaya (Santrock, 2003). Pada masa remaja individu juga mulai mengenal jenis hubungan interpersonal yang lainnya, yaitu berpacaran yang dapat berujung pada perilaku seksual pranikah.

Perilaku seksual pranikah di kalangan para remaja Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat. Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dikumpulkan berdasarkan berbagai penelitian selama tahun 1993-2002 menyatakan bahwa sekitar 1 juta remaja laki-laki Indonesia (5%) dan 200 ribu remaja perempuan Indonesia (1%) secara terbuka meyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual pranikah (Khairunnisa, 2013). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (dalam INFODATIN, 2007) sebanyak 14.2% remaja laki-laki Indonesia dan 2.7% remaja perempuan Indonesia mengaku pernah melakukan hubungan seksual pranikah.

Survei yang dilakukan oleh berbagai institusi di berbagai wilayah Indonesia juga menunjukkan maraknya perilaku seksual pranikah pada remaja. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumatera Barat menyatakan bahwa sebanyak 21% remaja di Bukit Tinggi, 13% remaja di Payakumbuh, dan 10.5% remaja di Padang telah melakukan hubungan seksual pranikah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003). Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 51% remaja di Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan Bekasi telah melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini bermakna bahwa dari 100 remaja di Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan Bekasi, maka 51 remaja di wilayah tersebut sudah tidak perawan (Pitakari, 2010). Hasil penelitian Windiarti (2009) mengenai perilaku seksual pranikah di Semarang pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 20.4% dari 250 subjek pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Fenomena yang sama juga terjadi di daerah Bali dimana Faturochnian (dalam Rahyani, Utarini, Wilopo, dan Hakimi, 2012) menyatakan bahwa sebanyak 40.3% dari remaja laki-laki SMA dan 29.4% dari remaja laki-laki SMP di Bali telah melakukan hubungan

seksual pranikah. Angka yang lebih kecil didapatkan pada remaja perempuan yaitu 3.6% untuk remaja perempuan SMA dan 12.5% untuk remaja perempuan SMP di Bali. Data-data di atas menunjukkan bahwa perilaku seksual pranikah merupakan hal yang umum terjadi dalam kehidupan remaja di Indonesia tidak terkecuali remaja di Bali.

Memutuskan untuk melakukan perilaku seksual pranikah sebenarnya merupakan kebebasan masing-masing individu, namun semakin meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan remaja Indonesia cukup menimbulkan kekhawatiran mengingat dampak-dampak yang dapat ditimbulkan. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) atau kehamilan di luar pernikahan merupakan salah satu dampak buruk perilaku seksual pranikah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Australian National University dan Universitas Indonesia pada tahun 2010 ditemukan bahwa sebanyak 20.9% dari 3.600 remaja Indonesia pernah mengalami KTD (dalam Rachmawati, 2014). Menurut Putri (2012) dari 37.000 kasus kehamilan tidak diinginkan di Indonesia, sebanyak 27% terjadi pada pasangan yang belum menikah dan sebanyak 12.5% dari pasangan tersebut adalah remaja. Kasus kehamilan tidak diinginkan seringkali berujung pada aborsi yang tidak aman. Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Indonesia sejak tahun 2012 hingga 2014 kasus aborsi di Indonesia mencapai angka 2.5 juta orang dimana 30% (sekitar 800 ribu) pelakunya adalah remaja SMP dan SMA (Ardiantofani, 2014). Aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan infeksi alat reproduksi, kemandulan, pendarahan dan gangguan neurologis (syaraf), robek rahim, keguguran pada kehamilan berikutnya, risiko terkena penyakit kista dan kanker rahim, hingga kematian. Angka kematian aborsi mencapai sekitar 11% dari angka kematian ibu hamil di Indonesia yang mencapai 390 jiwa per 100.000 kelahiran hidup, dimana angka ini melebihi dari angka kematian akibat kecelakaan (Dories, 2012).

Kehamilan tidak diinginkan pada remaja bukan satu-satunya dampak buruk dari perilaku seksual pranikah. Remaja yang sudah pernah melakukan perilaku seksual pranikah berisiko lebih tinggi untuk terkena Human Immunodeficiency Virus - Aquired Immune Deficiency Syndrome (HIV-AIDS) dibandingkan remaja yang tidak pernah melakukannya. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (dalam INFODATIN, 2014) jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 hingga September 2014 adalah sebanyak 150.596 orang, dimana sebanyak 14.5% (21.715 orang) merupakan remaja berusia 15-20 tahun. Laporan yang sama menyatakan bahwa penyebab utama penyebaran HIV adalah hubungan seksual antara lawan jenis dimana hampir sebagian besar dilakukan sebelum menikah. Provinsi Bali menempati urutan ke lima (dari seluruh provinsi di Indonesia) dengan 4.261 kasus AIDS dari tahun 1978 hingga September 2014 dimana 36% dari jumlah tersebut merupakan remaja berusia 15-20

tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam INFODATIN, 2014).

Risiko terkena berbagai Infeksi Menular Seksual (IMS) juga meningkat pada remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah. Menurut WHO (dalam INFODATIN, 2014), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bateri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual dimana kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae (kencing bernanah), sifilis (penyakit raja singa), herpes genitalis, HIV, dan hepatitis B. Da Ros & Schmitt (2008) menyatakan bahwa remaja (berusia 15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS yang ada. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat IMS merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki-laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. IMS juga berbahaya karena meskipun menyerang sekitar alat kelamin, namun gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Beberapa jenis IMS (contoh HIV) bahkan dapat berujung pada penyakit lain yang dapat mengakibatkan kematian bagi pederitanya.

Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab perilaku seksual pranikah. Nursal (2007) menekankan bahwa faktor jenis kelamin, pengetahuan, jumlah pacar yang pernah dimiliki, dan pola asuh memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan faktor lainnya. Hasil penelitian Saputri (2015) pada siswa SMA terkait faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah juga menyatakan hal yang serupa dimana menurutnya dari tiga faktor, yaitu pengetahuan, pola asuh orangtua, dan sikap teman sebaya, faktor yang paling berpengaruh adalah pola asuh orangtua.

Djiwandono (2008) menjelaskan bahwa pola asuh memiliki kaitan erat dengan perilaku seksual pranikah dikarenakan pada dasarnya orangtua adalah sumber pertama pendidikan seksual bagi anak-anaknya. Tidak hanya mengenai pendidikan seksual, orangtua atau lingkungan keluarga sebenarnya merupakan lingkungan pendidikan yang pertama karena sebagian besar dari kehidupan anak ada di dalam keluarga. Barus (2003) mengemukakan bahwa fungsi keluarga yang utama adalah mengasuh, melindungi, dan mendidik dimana orangtua adalah pelaksana fungsi tersebut. Sikap yang diterapkan oleh orangtua pada anak akan memengaruhi perkembangan anak hingga menjadi dewasa nanti. Bila orangtua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seksual kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya akan cenderung dapat mengontrol perilaku tersebut.

Pola asuh orangtua yang diterapkan pada anak serta pola komunikasi diantara keduanya berbeda–beda pada setiap keluarga. Hurlock (1994) membagi pola asuh orangtua ke dalam tiga tipe, yaitu tipe otoriter, tipe permisif, dan tipe

demokratis. Pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh dimana orangtua menetapkan sebuah standar yang mutlak harus dituruti serta biasanya disertai dengan ancaman, paksaan, dan hukuman. Komunikasi pada pola asuh otoriter cenderung bersifat satu arah dimana orangtua biasanya tidak mendengarkan umpan balik dari pihak anak. Berkebalikan dengan pola asuh otoriter yang mengikat, orangtua dengan tipe pola asuh permisif biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, dimana terkadang orangtua tipe ini bahkan cenderung mengabaikan anaknya. Orangtua dengan tipe pola asuh permisif sangat sedikit dalam memberikan bimbingan kepada anak mereka, sehingga komunikasi juga jarang terjadi diantara keduanya. Tipe pola asuh demokratis merupakan tipe orangtua yang memberikan kebebasan kepada anaknya namun disaat yang bersamaan tidak ragu-ragu untuk mengendalikan mereka. Aturan-aturan yang terdapat dalam keluarga dengan tipe pola asuh demokratis dibuat dengan melibatkan orangtua dan anak-anak dimana komunikasi diantara keduanya bersifat dua arah dan hangat.

Ketiga tipe pola asuh ini akan memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada perkembangan remaja. Baumrind (dalam Damon & Learner, 2006) menyatakan bahwa orangtua dengan pola asuh otoriter akan menghasilkan anak-anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menantang, suka melanggar norma, dan penuh dengan kecemasan. Anak-anak yang dididik dengan pola asuh permisif akan memiliki karakter yang agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, dan kurang percaya diri. Anak-anak dengan pola asuh demokratis akan menjadi anak-anak yang mandiri, memiliki kontrol diri yang baik, mampu menghadapi stres, mampu mengekspresikan keinginan secara jelas, dan memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.

Pola Asuh juga akan berpengaruh pada perilaku seksual pranikah remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Setiyati (2006) mengenai hubungan pola asuh otoriter orangtua terhadap perilaku seksual remaja menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pola asuh otoriter dengan perilaku seksual remaja. Hal ini bermakna bahwa semakin otoriter pola asuh orangtua, maka akan semakin tinggi perilaku seksual remaja. Hasil yang sama didapatkan oleh Azmi (2015) dimana pola asuh otoriter cenderung meningkatkan perilaku seksual pranikah remaja. Menurut Sarwono (2013) remaja adalah individu dengan tingkat keingintahuan yang tinggi, dimana semakin sering remaja diberi larangan untuk melakukan sesuatu, maka semakin besar kemungkinan remaja akan melakukan hal tersebut. Sesuai dengan karakteristiknya, orangtua yang otoriter akan memiliki aturan-aturan terhadap anaknya termasuk mengenai perilaku seksual pra-nikah. Bahkan pada beberapa subjek dari penelitian Setiyati (2006) orangtua yang otoriter akan menganggap tabu pembicaraan mengenai seks. Hal ini

ternyata justru mendorong keinginan remaja untuk mencoba melakukan hubungan seksual pranikah dengan alasan ingin tahu dan cinta terhadap pasangan.

Herlambang & Martiarini (2010) yang melakukan penelitian mengenai hubungan pola asuh permisif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh permisif dengan perilaku seksual pranikah remaja. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi pola asuh permisif, maka semakin tinggi perilaku seksual pranikah dan juga sebaliknya. Niron, Marni, & Limbu (2012) juga menemukan bahwa pola asuh permisif erat hubungannya dengan perilaku seksual pranikah. Menurut Novanti, Anasari, & Khosidah (2013), remaja dengan perhatian yang kurang dari orangtua akan lebih leluasa untuk melakukan hal-hal negatif yang dapat membahayakan diri mereka, tidak terkecuali perilaku seksual pranikah. Remaja yang memiliki orangtua dengan pola asuh permisif memiliki kerentanan terhadap perilaku seksual pranikah dikarenakan orangtua tidak mengawasi kegiatan anak-anaknya sehingga anak merasa bebas untuk melakukan perbuatan apapun yang ingin mereka ketahui.

Terdapat perbedaan pendapat diantara para peneliti mengenai hubungan pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pranikah remaja. Hasil penelitian Nursal (2007) menyatakan bahwa 49.4% dari 350 subjek yang diteliti memiliki orangtua dengan pola asuh demokratis dimana mereka tidak pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hal yang berbeda dinyatakan oleh Niron, Marni, & Limbu (2012) dimana hasil penelitiannya terhadap 89 subjek menyatakan terdapat hubungan antara pola asuh permisif dan pola asuh otoriter terhadap perilaku seksual pranikah remaja, namun tidak terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pranikah remaja. Adanya perbedaan hasil pada penelitian-penelitian terdahulu menyebabkan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pola asuh demokratis.

Mengingat maraknya perilaku seksual pranikah remaja di Bali, dampak-dampak buruk yang mungkin ditimbulkan dari perilaku tersebut, serta adanya perbedaan hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pranikah, membuat peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pranikah remaja di Denpasar dan Badung. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat diketahui apakah pola asuh demokratis memang memiliki hubungan dengan perilaku seksual pranikah atau tidak sehingga dapat menjadi alternatif baru dalam menekan dampak-dampak buruk dari perilaku seksual pranikah.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku seksual pranikah serta variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis. Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

  • 1.    Perilaku Seksual Pranikah

Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut hukum dan agama atau kepercayaan masing-masing dimana dapat berbentuk touching, kissing, necking, petting, dan intercourse.

  • 2.    Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah interaksi antara orangtua dengan anak yang merupakan cara orangtua mendidik anak dengan karakteristik memberikan kebebasan kepada anak namun tetap dengan pengawasan yang diperlukan.

Subjek

Populasi peneltian ini adalah remaja tengah dan remaja akhir (15-23 tahun) yang tinggal di Bali. Tidak terdapat data pasti mengenai jumlah remaja Bali tahun 2016 yang berusia 15-23 tahun sehingga dapat dikatakan populasi pada penelitian ini bersifat infiniti (tak terhingga). Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 65 remaja karena secara traditional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah memadai untuk melakukan analisis data (Azwar, 2012). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik teknik simple random sampling dimana teknik ini dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut (Sugiyono, 20124).

Pada awalnya peneliti ingin mencari subjek siswa SMA namun usaha ini ditolak oleh pihak sekolah sebanyak dua kali, sehingga peneliti kemudian memutuskan untuk tidak memakai siswa SMA. Peneliti kemudian bertemu dengan subjek pertama yaitu seorang remaja berusia 22 tahun yang menyukai clubbing. Subjek ini kemudian mengenalkan peneliti terhadap 44 orang kenalannya yang rata-rata juga menyukai clubbing. Dari ke 44 orang ini, peneliti kemudian memilih 22 orang secara acak (menggunakan undian) untuk diberikan alat ukur penelitian. Peneliti kemudian juga secara acak mencari subjek ke beberapa rumah makan dan kedai kopi yang biasa dijadikan tempat kumpul remaja berusia 15 hingga 23 tahun. Peneliti akhirnya mendapatkan total subjek sebanyak 65 subjek.

Alat Ukur

Alat ukur penelitian ini menggunakan skala perilaku seksual pranikah dan skala pola asuh demokratis. Skala perilaku seksual pranikah disusun oleh peneliti berdasarkan konsep Duvall & Miller (1985) serta Sarwono (2007) dan terdiri dari 33 aitem pernyataan, sedangkan skala pola asuh demokratis disusun oleh peneliti berdasarkan 4 dimensi pola asuh demokratis yang dikembangkan oleh Rustika (2014) dan terdiri dari 43 aitem pernyataan. Skala perilaku seksual pranikah terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) dengan empat pilihan jawaban yaitu selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), dan tidak pernah (TP), sedangkan skala pola asuh demokratis terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Menurut Azwar (2014), suatu alat tes dinyatakan memiliki validitas yang baik jika alat tersebut mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran. Pada penelitian ini, aitem dikakan valid apabila koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan 0.25 (Azwar, 2014). Teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah Alpha Cronbach dimana reliabilitas dinyatakan oleh koefisien realibilitas (rxx`) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 menandakan semakin rendah reliabilitas yang dimiliki (Azwar, 2010).

Uji coba alat ukur pada penelitian ini menggunakan uji coba terpakai dan dilakukan dari tanggal 3 Agustus 2016 sampai dengan 13 September 2016. Uji coba terpakai merupakan suatu teknik uji coba dengan cara pengambilan data hanya dilakukan sekali, sehingga hasil uji coba langsung digunakan untuk menguji hipotesis (Hadi, 2009). Peneliti menggunakan uji coba terpakai dengan pertimbangan peneliti kesulitan mencari subjek sehingga hanya mendapat sedikit subjek.

Hasil uji validitas skala perilaku seksual pranikah menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem total yang bergerak dari 0.461 - 0.803. Hasil uji reliabilitas skala perilaku seksual pranikah menunjukkan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,957 yang berarti bahwa skala ini mampu mencerminkan 95,70% variasi skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa skala perilaku seksual pranikah ini layak digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur taraf perilaku seksual pranikah subjek.

Hasil uji validitas skala pola asuh demokratis menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem total yang bergerak dari 0.351 pola asuh demokratis menunjukkan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,947 yang berarti bahwa

skala ini mampu mencerminkan 94,70% variasi skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa skala pola asuh demokratis dalam penelitian ini mempunyai daya keterandalan yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur taraf pola asuh demokratis orangtua subjek.

Teknik Analisis Data

Uji hipotesis dilakukan apabila data peneletian telah melewati syarat uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov dengan menggunakan taraf signifikansi 0.05, sedangkan uji linearitas dilakukan dengan menggunakan SPSS Version 20.0. for Windows dan data dinyatakan linier apabila nilai signifikansinya kurang dari 0.05. Setelah melakukan uji asumsi, data penelitian dianalisis dengan menggunakan uji statistik korelasi product momentproduct moment dari Karl Pearson. Pengujian dilakukan dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05 dan menggunakan program SPSS Version 20.0. for Windows. Jika diperoleh nilai p < 0,05 maka Ha diterima atau dapat diartikan bahwa variabel bebas berhubungan dengan variabel tergantung.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Berdasarkan data karakteristik subjek, diperoleh bahwa total subjek berjumlah 65 orang dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 29 orang dan laki-laki sebanyak 36 orang. Mayoritas subjek penelitian berusia 21-23 tahun yaitu sebanyak 33 orang, dan mayoritas merupakan mahasiswa yaitu sebanyak 34 orang dimana 29 orang diantaranya merupakan mahasiswa S1. Subjek penelitian berasal dari 2 daerah di Bali, dan mayoritas berasal dari Kabupaten Badung yaitu sebanyak 36 orang. Sebanyak 42 orang subjek penelitian sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi penelitian variabel perilaku seksual pranikah dan pola asuh demokratis dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Deskripsi Data Penelitian

Variabel

N

Mean Teoretis

Mean Empiris

Std.

Deviasi T eoretis

Std.

Deviasi Empiris

Sebaran

Teoretis

Sebaran

Empiris

Peiilaku Seksual Pranikah

65

82.5

95 05

16.5

20.97

33-132

40-130

Pola Asuli Demokratis

65

107.5

91.60

21.5

23.06

43-172

51-167

Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa terdapat perbedaan mean teoritis dengan mean empiris pada skala perilaku seksual pranikah dan skala pola asuh demokratis. Pada skala perilaku seksual pranikah nilai mean empiris lebih besar dibandingkan nilai mean teoritis (95.05 > 82.5), hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki

perilaku seksual pranikah yang lebih tinggi daripada populasi penelitian. Pada skala pola asuh demokratis nilai mean empiris lebih kecil dibandingkan nilai mean teoritis (91.60 <107.5), hal ini bermakna subjek dalam penelitian ini memiliki orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis lebih rendah daripada populasi penelitian.

Pada skala perilaku seksual pranikah nilai standar deviasi (SD) empiris lebih besar dibandingkan nilai SD teoritis, hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki variasi yang tinggi, sehingga ada subjek yang memiliki kecenderungan perilaku seksual tinggi, ada juga yang rendah. Nilai SD empiris skala pola asuh demokratis juga lebih besar dari SD teoritisnya, hal ini juga menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat subjek dengan pola asuh demokratis yang tinggi, dan ada juga yang rendah

Kategorisasi Data Penelitian

Hasil kategorisai penelitian variabel perilaku seksual pranikah dapat dilihat pada tabel 2 dan variabel pola asuh demokratis dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2.

Kategori Variabel Perilaku Seksixal Pranikali_______________________________________________________

Reutaug Nilai

Kategori

Subjek

Jumlah

Persentase

x ≤ 57.75

Sangat Rendah

6

9.2%

57.75 <x< 74.25

Rendah

3

4.6%

74.25 <x< 90.75

Sedang

12

18.5%

90.75 <x< 107.25

Tinggi

21

32.3%

107.25 < x

Sansat Tinsgi

23

35.4%

Jumlah

65

100%

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa mayoritas remaja Bali termasuk kedalam kategori skor sangat tinggi pada skala perilaku seksual pranikah. Hal ini bermakna bahwa perilaku seksual pranikah merupakan hal yang umum terjadi pada remaja Bali dimana sebanyak 23 remaja termasuk dalam kategori sanggat tinggi, 21 remaja termasuk dalam kategori tinggi, dan 12 remaja termasuk dalam kategori sedang. Pada kategori rendah hanya terdapat 3 remaja dan pada kategori sangat rendah hanya terdapat 6 remaja.

Tabel 3.

Kategori Variabel Pola Asuli Demokiatis

Reutang Nilai

Kategori

Subjek

Jumlah

Persentase

x<75.25

Sangat Rendah

14

21.5%

75.25<x≤ 96.75

Rendah

27

41.5%

96.75 <x< 118.25

Sedang

18

27.7%

118.25<x< 139.75

Tinggi

4

6.2%

139.75 < x

Sangat Tinssi

2

3.1%

Jumlah

65

100%

Berdasarkan tabel 14, dapat diketahui bahwa mayoritas remaja Bali termasuk kedalam kategori skor rendah pada skala pola asuh demokratis. Sebanyak 4 remaja termasuk dalam kategori tinggi, dan 2 remaja termasuk dalam kategori sanggat tinggi. Sebanyak 18 remaja termasuk dalam kategori sedang dan 14 remaja termasuk dalam kategori sangat rendah. Mayoritas remaja Bali termasuk dalam kategori rendah yaitu sebanyak 27 remaja. Hal ini bermakna bahwa hanya sedikit (8 dari 65) orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis dalam mendidik anaknya

Uji Asumsi

Tabel 4.

Uji Noriiialitas Data Penelitian

________Variabel_________Asymp. Sig (2-tailed)_______Keterangan______

Perilaku Seksual Pranikah          0.374          Distribusi Data Nomial

Pola Asuli Demokratis 0.692 Distiibusi Data Nomial

Sebaran data variabel perilaku seksual pranikah memiliki signifikansi dengan probabilitas (p) 0.374, karena nilai probabilitasnya diatas 0,05 (p>0,05) maka distribusi data dikatakan normal. Sebaran data variabel pola asuh demokratis memiliki signifikansi dengan probabilitas (p) 0.692, karena nilai probabilitasnya diatas 0,05 (p>0,05) maka distribusi data dikatakan normal.

Tabel 5.

Uji Lineaiitas Data Penelitian______________________________________________________ ___________F_____________________Sig._________________Keterangan_______

2.633                    0.004               Hubuiiganlinier

Berdasarkan tabel no.5, dapat diketahui bahwa uji linearitas pada penelitian ini dari kedua variabel menghasilkan nilai F sebesar 2.633 dengan nilai signifikansi sebesar 0.004, karena nilai signifikansinya diatas 0,05 (p<0,05) maka hal ini berarti terdapat hubungan linier yang signifikan antara variabel perilaku seksual pranikah dan variabel pola asuh demokratis

Uji Hipotesis

Hasil uji korelasi product momentproduct moment variabel perilaku seksual pranikah dengan pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

Tabel 6

Hasil Uji Analisis Korelasi Product Moment_____________________________________

_____Koefisien Korelasi_________________Sig._____________________Keterangan________

-0.270 0.029 Ha diterima (ada Iiubimgaii)

Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh besarnya korelasi antara kedua variabel sebesar -0.270 dengan signifikansi 0,029. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (p<0.05) maka Ha diterima sehingga dapat diartikan bahwa variabel perilaku seksual pranikah memang memiliki hubungan dengan variabel pola asuh demokratis.

Sugiyono (2012) membagi tingkat kekuatan hubungan berdasarkan koefisien korelasi sebagai berikut: sangat rendah (0.00-0.199), rendah (0.20-0.399), sedang (0.400.599), kuat (0.60-0.799), sangat kuat (0.80-1.00). Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi sebesar -0.270 bermakna bahwa hubungan yang terdapat pada kedua variabel bersifat rendah dan negatif (apabila variabel pola asuh demokratis tinggi, maka variabel perilaku seksual pranikah akan rendah).

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dengan menggunakan uji statistik korelasi product momentproduct moment didapat bahwa nilai signifikansi p

adalah sebesar 0,029 (p<0.05), yang berarti variabel perilaku seksual pranikah memiliki hubungan dengan pola asuh demokratis. Hal ini sejalan dengan penelitian Nursal (2007) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah adalah pola asuh orangtua. Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua termasuk didalamnya cara merawat, mendidik, dan melatih anak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan baik fisik maupun mental anak. Cara pengajaran orangtua terkait pendidikan seksualitas serta perilaku orangtua mengenai hal tersebut secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap perilaku seksual pranikah anak.

Koefisien korelasi dalam penelitian ini adalah sebesar -0.270 bermakna bahwa hubungan yang terdapat pada kedua variabel bersifat negatif dan rendah (Sugiyono, 2012). Hubungan bersifat negatif bermakna apabila variabel pola asuh demokratis tinggi, maka variabel perilaku seksual pranikah akan rendah, demikian pula sebaliknya. Djiwandono (2008) juga menjelaskan bahwa perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dipengaruhi oleh orangtua. Tugas perkembangan remaja di sini mencakup bagaimana mereka bergaul dengan teman sebayanya, kepatutan seks, hubungan keluarga, dan penampilan diri mereka. Bila orangtua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orangtuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orangtua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orangtua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan.

Teori belajar sosial (Social Learning Theory) yang dikemukakan oleh Bandura (1986) menjelaskan bahwa perilaku individu merupakan hasil observasi tentang dunia sosial dan interpretasi kognitif individu akan dunia tersebut. Berdasarkan teori tersebut, maka orangtua yang mengaplikasikan pola asuh demokratis dalam keluarga akan menyebabkan anak cenderung meniru perilaku mereka. Menggunakan komunikasi dua arah adalah salah satu ciri utama dari pola asuh demokratis (Baumrind, 1966). Orangtua tidak akan menganggap seksualitas sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan, sebaliknya orangtua akan memberi pendidikan seksualitas sejak dini kepada anak dan membimbing mereka untuk berperilaku secara bertangung jawab mengenai perilaku seksual remaja. Hal ini akan ditiru oleh remaja dengan pola asuh demokratis sehingga remaja juga tidak akan segan-segan untuk bercerita mengenai pengalaman seksual mereka terhadap orangtua. Hasil penelitian Sarwono (2002) menunjukkan bahwa semakin mendalam perilaku seksual individu maka semakin buruk pula komunikasi antara orangtua dan anak. Berdasarkan teori Bandura (1986) dan hasil penelitian Sarwono (2002), maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh demokratis memiliki hubungan dengan perilaku seksual pranikah remaja dimana remaja dengan pola asuh demokratis akan meniru orangtuanya dalam hal komunikasi terbuka sehingga menurunkan perilaku seksual pranikah mereka.

Selain bersifat negatif, koefisien korelasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel bersifat rendah. Hubungan bersifat rendah bermakna hubungan diantara kedua variabel tidak cukup kuat. Hal ini dapat terjadi karena pola asuh demokratis bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah remaja. Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual menurut Hurlock (19991994) ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah stimulus yang berasal dari dalam individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dimana hal ini menuntut untuk segera dipuaskan, sedangkan faktor eksternal adalah stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual yang dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, pengaruh orang dewasa, serta pengaruh media masa seperti buku-buku bacaan dan tontonan porno.

Rendahnya hubungan pola asuh demokratis dan perilaku seksual pranikah remaja tidak terlepas dari fase pubertas yang sedang dialami remaja. Berdasarkan usia subjek pada penelitian ini berkisar antara 15-23 tahun dimana secara biologis pada usia ini para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami haid. Mulai aktifnya hormon seksual remaja menyebabkan remaja memiliki kecenderungan mempergunakan setiap kesempatan yang ada untuk melakukan sentuhan fisik hingga hubungan seksual dengan pasangan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Soetjiningsih (2004) bahwa salah satu faktor yang memengaruhi hubungan seksual pranikah adalah kebutuhan biologis.

Secara sosial masa remaja ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan remaja dengan orangtua dan semakin lekatnya remaja dengan teman sebaya (Santrock, 2003). Perilaku teman sebaya juga menjadi salah satu faktor penentu apakah remaja akan melakukan perilaku seksual pranikah atau tidak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Saputri (2015) pada siswa SMA terkait faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah yang menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah, yaitu pengetahuan, pola asuh orangtua, dan sikap teman sebaya. Pada masa remaja individu juga mulai mengenal jenis hubungan interpersonal yang lainnya, yaitu berpacaran yang dapat berujung pada perilaku seksual pranikah.

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar subjek dalam penelitian ini (44.6%) sedang menempuh pendidikan S1. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah subjek berdasarkan usia, yaitu 50,8% berada dalam usia 21-23 tahun. Salah satu tugas perkembangan yang dihadapi individu pada usia tersebut adalah membangun hubungan intim. Remaja yang telah matang secara seksual disamping mempunyai keinginan untuk mengetahui masalah seksual juga mempunyai keinginan untuk berinteraksi dan memikat lawan jenisnya. Remaja akan mencapai suatu perasaan aman dengan pasangannya dan dapat menimbulkan suatu keintiman seksual pada diri mereka (Setiawan, 2008).

Dari perilaku seksualnya, dalam penelitian ini diketahui bahwa bahwa sebagian besar atau 64.6% subjek sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah hingga tahap intercourse (masuknya alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan). Hanya sebanyak 23 orang subjek (35.4%) yang menyatakan tidak pernah melakukan hubungan seksual pranikah dan tidak menyetujui hal tersebut. Hasil ini sejalan dengan survey PKBI (2013) yang menemukan bahwa sebanyak 62,7% remaja mengaku sudah pernah melakukan perilak seksual pranikah. Faturochnian (dalam Rahyani, Utarini, Wilopo, dan Hakimi, 2012) juga menyatakan bahwa sebanyak 40.3% dari remaja laki-laki SMA dan 29.4% dari remaja laki-laki SMP di Bali telah melakukan hubungan seksual pranikah. Fakta ini membuktikan bahwa perilaku seksual pranikah saat ini merupakan hal yang umum dilakukan oleh para remaja khususnya yang berada di Bali.

Keterbatasan penelitian ini adalah melibatkan subjek dalam jumlah yang sedikit, hanya 65 orang dikarenakan penelitian ini menggunakan variabel perilaku seksual pranikah yang merupakan isu sensitif bagi sebagian orang sehingga sulit menemukan subjek yang bersedia mengisi skala penelitian. Skala penelitian berisi pernyataan-pernyataan yang mungkin bagian beberapa orang dianggap tabu (terutama untuk dibahas dalam lingkungan sekolah) sehingga peneliti gagal ketika ingin mengambil data di sekolah (skala ditolak). Selain itu, keterbatasan lain dari penelitian ini adalah hanya meneliti satu tipe pola asuh saja, yaitu pola asuh demokratis, tanpa meneliti tipe pola asuh lainnya ataupun faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi perilaku seksual pranikah.

Setelah melakukan prosedur analisis data penelitian, karya ini telah mencapai tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di Denpasar dan Badung. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh demokratis memiliki hubungan dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di Denpasar dan Badung. Hubungan yang terdapat diantara pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pranikah bersifat rendah dan negatif. Hal ini bermakna hubungan diantaranya tidak kuat dan apabila variabel pola asuh demokratis tinggi, maka

variabel perilaku seksual pranikah akan rendah, demikian pula sebaliknya.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti memberikan saran kepada remaja untuk lebih memahami dampak buruk yang dapat terjadi dari perilaku seksual pranikah seperti kehamilan tidak diinginkan di usia muda, HIV-AIDS, dan resikorisiko terkena berbagai penyakit menular seksual yang dapat berujung pada kematian. Mengingat dampak-dampak buruk yang mungkin terjadi akibat perilaku seksual pranikah, remaja disarankan tidak melakukan hal tersebut atau menggunakan kondom dan rutin melakukan cek kesehatan (contohnya tes pap smear) apabila melakukannya. Saran bagi orangtua hendaknya meningkatkan intensitas dan kualitas pola asuh demokratis terhadap remaja sehingga remaja terhindar dari dampak buruk perilaku seksual pranikah.

Bagi peneliti selanjutnya, disarankan agar menggunakan jumlah subjek yang lebih banyak sehingga hasil penelitian dapat lebih representatif. Sebaiknya peneliti selanjutnya mencari subjek ke komunitas-komunitas remaja untuk menghindari penolakan dari pihak sekolah. Peneliti selanjutnya juga diharapkan melakukan penggalian data lebih dalam mengenai data diri orangtua subjek (apakah orangtua kandung, orangtua angkat, atau yatim piatu) sehingga dapat memperkaya data penelitian. Peneliti selanjutnya juga dapat mengkaji lebih jauh tentang faktor-faktor lain yang memengaruhi perilaku seksual pranikah seperti pubertas, pengaruh teman sebaya, pengetahuan mengenai seksualitas, dan paparan media elektronik dan cetak.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiantofani, C. (2014). 30 Persen Kasus Aborsi Di Jawa Timur Pelakunya                                    Remaja.

http://surabayanews.co.id/2014/08/18/3745/30-persen-kasus-aborsi-di-jatim pelakunya-remaja.html Diunduh pada 15 Mei 2016.

Azmi, F. (2015). Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMAN 1 Sanden Bantul. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta.

Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action. Englewood Cliffs, NJ:Prentice Hall.

Barus, G. (2003). Memaknai Pola Pengasuhan Orangtua Pada Remaja. Jurnal Intelektual, 1 (2): 151-154.

Baumrind, D. (1966). Prototypical Descriptions of 3 Parenting Styles.http://www.devpsy.org/teaching/parent/baumrind_pa renting_styles.pdf Diunduh pada 30 Juni 2016.

Baumrind, D. (1991). The Influence of Parenting Styles on Adolescent Competence and Substance Use. Journal of Early Adolescent, 11(1): 56-95.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja: Materi Pelatihan Bagi Petugas

Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan UNFPA.

Dories, D. (2012). Fakta Aborsi Serta Dampak Dari Tindakan Aborsi. https://forumpedulibandung.wordpress.com/2012/12/11/fak ta-aborsi-serta-dampak-dari-tindakan-aborsi-2/ Diunduh pada 15 Mei 2016.

Duvall, E. M. & Miller, B. C. (1985). Marriage and Family Development (sixth edition). NewYork: Harper & Row Publisher.

Hadi, S. (2009). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Herlambang, B. B., Martiarini, N. (2010). Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa. Jurnal Psikohumanika, 3(2): 13-23.

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

INFODATIN. (2007). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan RI.

INFODATIN. (2014). Situasi Dan Analisis HIV-AIDS. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan RI.

Khairunnisa, Ayu. (2013). Hubungan Antara Religiusitas Dan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja di SMAN 1 Samarida. http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/?p=651 Diunduh pada 13 Mei 2016.

Niron, Y. M., Marni, Limbu, R. (2012). Hubungan Antara Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Negeri 3 Kota Kupang Tahun 2012. MKM, 7(1): 60-71.

Novanti, N. Anasari, T. Khosidah, A. (2013). Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Kejadian Kehamilan di Luar Nikah Pada Remaja di Kalangan Randudongkol Tahun 2013. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_bid/article/view/10 20/1068 Diunduh pada 1 Juni 2016.

Nursal, D. (2007). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri di Kota Padang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2 (2): 175-180.

Papalia, E. D., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2009). Human Development (eleventh edition). New York: McGraw-Hill.

Pitakari, Ajeng. (2010). BKKBN Catat 51% Remaja Jabodetabek Tidak Perawan. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/10/11/28/149328-duh-bkkbn-catat-51-remaja-jabodetabek-tidak-perawan Diunduh pada 13 Mei 2016.

Putri, V.S. (2012). Kehamilan Dini Dan Tidak Diinginkan Pada Remaja.

http://putrivirgin.blogspot.co.id/2013/03/kehamilan-dini-dan-tidak-diinginkan.html Diunduh pada 15 Mei 2016.

Rachmawati, J. K. (2014). Penerimaan Diri Remaja Hamil Pra Nikah. Skripsi (tidak diterbitkan). Bandung:   Universitas

Pendidikan Indonesia

Rahyani, K. Y., Utarini, A., Wilopo, S.A., Hakimi, M. (2012). Perilaku Seks Pranikah Remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7 (4): 180-185.

Rustika, I. M. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik pada Remaja. Disertasi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence. Jakarta: Erlangga.

Saputri, N. D. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 2 Bantul Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta.

Sarwono, S.W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Sarwono, S.W. (2007). Psikologi Remaja. Bandung: PT. Bumi Siliwangi.

Sarwono, S.W. (2013). Psikologi Remaja (edisi revisi). Jakarta: Rajawali Pers.

Setiawan, H. (2008). 56% Remaja Melakukan Hubungan Sex di Luar Nikah. http://awansx.wordpress.com Diunduh 30 September 2016.

Setiyati, E. S. (2006) Hubungan Pola Asuh Otoriter Dengan Perilaku Seksual Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: PT. Rhineka Cipta.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Windiarti, S.E. (2009). Perilaku Seksual Pranikah Mahasiswa Politeknik Kesehatan di Kota Semarang. Tesis (tidak diterbitkan). Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

71