PIRAMIDA Vol. IX No. 1 : 24- 33

ISSN : 1907-3275

KAUM MUDA BALI : HARAPAN VS. KENYATAAN

Nyoman Dayuh Rimbawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Email: [email protected]

ABSTRACT

It cannot be denied that young people has played important role in Indonesian history since the colonial period until the independence era. Many argue that young people is the nation’s future. But on the other side they face numerous challenges. During the last decade there has been a serious concern of young people behavior, like personal or group fighting, students brawl, drunk, extortion, theft, drug abuse, and free sex. The most prominent issues in Bali are drug abuse and free sex.

The Bali community care drugs predicts that 1.3 percent of Balinese population is drug addicts, in which most of them are under 20 of age. Drug addicts would potentially be infected with HIV virus. The number of people with AIDS in Bali is increasing. During the last 27 years there are 7,291 people with HIV/AIDS (3,459 living with AIDS and 3,832 infected with HIV). About 40 percent of them are aged between 20 to 29.

Outside Java, free sex is mostly found in Makassar, Denpasar, Medan, and Palembang. Studies that have been conducted in several locations found that 39 percent of respondents aged 15 to 25 stated that they had sexual intercourse. Free sex potentially raises unwanted pregnancy (KTD), various sexual diseases (PMS), as well as infected with HIV virus. According to KPAD Bali (2011) as many as 95 teenagers in Bali are positively infected with HIV virus or living with AIDS. Most of them have the virus through free sex. KTD also potentially causes abortion, which could threat not only the reproduction system of the woman, but also the psychological impact to her.

The cases of young people infected with HIV/AIDS, drug abuses and free sex mentioned before might be only the tip of the iceberg. The reality could be even much more cases, because these matters are very sensitive, thus people involved would be relatively more closed.

Key words: young people, HIV/AIDS virus, drugs abuse, free sex.

PENDAHULUAN

Sejarah bangsa ini selalu diwarnai oleh pemuda sebagai komponen utama. Hal ini terlihat dari perjalanan sejarah sejak tahun 1900-an hingga 1990-an. Generasi tahun 1900-an mempelopori kebangkinan nasional dengan terbentuknya Boedi Oetomo sebagai organisasi yang boleh dikatakan sebagai titik awal terbentuknya organisasi pemuda yang bersifat nasional. Kemudian dilanjutkan dengan perjuangan generasi tahun 1928 yabg berhasil mempelopori persatuan nasional dengan mendeklarasikan Sumpah Pemuda. Setelah itu muncul generasi 1945 yang mempelopori perjuangan kemerdekaan, dan generasi 1966 yang berhasil menumbangkan Orde Lama. Terakhir muncul angkatan 1998 yang berhasil mengakhiri pemerintahan Orde Baru. Rangkaian sejarah ini membuktikan bahwa peran pemuda sangat menonjol dalam percepatan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Makhadi (2007) menyebutkan pemuda adalah harapan bangsa. Kedepan mereka yang akan menahkodai bangsa ini. Disisi lain pemuda mempunyai banyak tantangan. Kegagalan dalam menghadapi berbagai tantangan akan menjadikan pemuda tersebut terjerumus. Akibatnya banyak diantara mereka gagal berperan sebagai penerus bangsa. Oleh karena itu baik buruknya bangsa kedepan

tergantung bagaimana kiprah para generasi mudanya dalam proses pembangunan berbangsa dan bernegara.

Disamping peran penting yang diemban pemuda, dari segi kuantitatif baik angka nasional ataupun lingkup Bali jumlah kaum muda relatif banyak. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010, menunjukkan bahwa satu dari empat penduduk tergolong sebagai pemuda. Oleh karena demikian diperlukan sumber daya yang banyak untuk menjadikan para pemuda tersebut SDM yang berkualitas baik secara phisik ataupun moral sehingga kedepan mereka mampu menjadi penerus generasi yang handal.

Masalah yang penting sekarang adalah bagaimana memberikan perhatian kepada kelompok pemuda yang jumlahnya relatif banyak tersebut. Perhatian harus diarahkan agar mereka mampu berperan sebagai pemimpin bangsa dan generasi penerus yang handal baik secara phisik ataupun moral. Oleh karena itu pemahaman mengenai karakteristik pemuda secara emperis menjadi sangat penting.

KAJIAN PUSTAKA

Banyak pendapat mengenai siapa saja yang dapat digolongkan sebagai kaum muda (baca: pemuda). Masing-masing membuat batasan (definisi) sesuai dengan maksud

dan tujuannya. UNFPA misalnya memberikan batasan kaum muda adalah penduduk yang berumur antara 1019 tahun. Mereka menyebut kelompok umur ini sebagai remaja. Sedangkan WHO menggunakan batasan umur 15-19 tahun. Tetapi kedua organisasi diatas sepakat bahwa kaum muda adalah penduduk yang berumur antara 1024 tahun. Dalam tulisan berikut dengan pertimbangan ketersediaan data, juga menggunakan batasan umur 10-24 tahun untuk menggolongkan penduduk sebagai kelompok kaum muda (young people).

Tidak dapat dipungkiri bahwa terbentuknya NKRI tidak dapat dilepaskan dari peran besar kelompok pemudanya. Oleh karena demikian peran mereka tidak sebatas diperingati dalam upacara seremonial sambil mengenang jasa-jasa mereka, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana melanjutkan perjuangan mereka. Artinya bagaimana bangsa ini mengisi kemerdekaan yang sudah diraih dalam rangka mewujudkan masyarakat adil makmur baik lahir ataupun batin. Untuk mewujudkan cita-cita ini negara kita sudah melalui beberapa tahapan, mulai dari era Orde Lama, Orde Baru, bahkan sejak Mei 1998 memasuki Era Reformasi.

Tetapi Era Reformasi yang diharapkan membawa perubahan besar menuju Indonesia Baru tampaknya masih jauh dari harapan. Harapan dan tuntutan masyarakat terutama kalangan pemuda dan mahasiswa yang dikenal dengan agenda reformasi hingga saat ini boleh dikatakan berjalan ditempat. Perubahan hanya dirasakan pada bidang demokrasi, yang dalam prakteknya malah cendrung kebablasan (Julianto, ......). Dalam tataran/level bangsa

(nation) kita jauh dari ketentraman, malah jauh dari rasa aman. Penyakit masyarakat dan keidakpastian hukum cendrung meningkat, harga diri bangsa dimata dunia malah semakin terpuruk dan ada indikasi bangsa ini kehilangan kebanggaan dan identitas sebagai bangsa. Dalam kondisi seperti ini generasi muda yang mendominasi populasi penduduk Indonesia semestinya mampu berperan sentral untuk berbagai kemajuan yang mengarah pada makin membaiknya kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi kenyataannya banyak generasi muda yang mengalami disorientasi, dislokasi, dan terlibat kepentingan politik praktis.

Julianto mengidentifikasi beberapa peran sentral dari generasi muda dalam rangka kemajuan bangsa, antara lain (1) pemuda menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan, (2) pemuda harus bersatu dalam kepentingan yang sama untuk suatu kemajuan dan perubahan, (3) mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme dikalangan generasi muda dan pemuda, (4) menguatkan semangat nasionalisme tanpa meninggalkan jatidiri daerah, dan (5) pemuda menjadi aktor untuk terwujudnya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang sebenarnya. Harun Alrasyid (2013) meyoroti pentingnya peran mahasiswa sebagai bagian dari pemuda dalam rangka pembangunan daerah. Dia melihat

mahasiswa dari dua aspek yaitu potensi dan karakternya. Dari sisi potensi, mahasiswa mempunyai karakter idealis dan intelektualistis. Idealis artinya semua hal dilihat dan ingin dibentuk dalam tataran ideal, sehingga sangat tepat mahasiswa disebut sebagai social controll. Potensi intelektualtas yang dimiliki mahasiswa sangat membantu dalam pemecahan masalah yang ditemukan di masyarakat. Mahasiswa sudah mempunyai bekal metodologis dan sistematis tentang bagaimana memecahkan masalah yang ada di masyarakat. Potensi kedua aspek tersebut yang memungkinkan mahasiswa dapat menjalankan fungsi kontrol sosialnya terhadap hal-hal yang berjalan tidak sesuai dengan harapan. Kalau dilihat lebih mendalam, mahasiswa pada garis besarnya mempunyai peran sebagai agent of change, agent of development, dan agent of modernization. Sebagai agent of change, mahasiswa bertugas untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat kearah perubahan yang lebih baik. Sedangkan agent of development, mahasiswa bertugas untuk melancarkan pembangunan di segala bidang, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.Sebagai agent of modernization, mahasiswa bertugas dan bertindak sebagai pelopor dalam pembaharuan.

Dari segi karakter mahasiswa dapat digolongkan menjadi tiga yaitu mahasiswa tipe pemimpin, tipe aktivis, dan tipe mahasiswa biasa. Tipe pemimpin adalah individu mahasiswa yang memprakarsai suatu gerakan atau organisasi. Kelompok ini mempersepsikan mahasiswa sebagai kontrol sosial, moral force dan menganggap dirinya sebagai pemimpin masa depan yang intelek. Tipe aktivis, adalah mahasiswa yang aktif dalam gerakan atau aksi mahasiswa. Mereka menyenangi kegiatan tersebut sebagai wadah belajar diluar kegiatan studi formalnya. Kelompok ini tidak semuanya mempersepsikan dirinya sebagai pemimpin masa depan. Tipe ketiga adalah mahasiswa biasa. Kelompok ini jumlahnya mencapai 90,0 persen dari seluruh mahasiswa. Ciri dari tipe mahasiswa ini kebanyakan cendrung pada kegiatan hura-hura yaitu kegiatan yang dapat memberikan kepuasan pribadi, tidak mempunyai komitmen jangka panjang, dan dilakukan secara berkelompok. Malahan mereka tidak segan-segan nyontek atau membuat skripsi aspal (asli tapi palsu). Oleh karena itu mahasiswa yang biasanya mampu berperan dalam pembangunan daerah dan sekaligus menjadi cikal bakal pemimpin masa depan adalah dua tipe mahasiswa yang disebutkan pertama.

Uraian diatas jelas menunjukkan bahwa kaum muda mempunyai peran yang strategis dalam kehidupan masyarakat. Tetapi dalam kenyataan banyak diantara mereka terlibat hal-hal yang negatif. Banyak pemuda yang berprilaku tidak pantas seperti memakai narkoba, seks bebas, dan perokok (http:/rapendik.com/program/ wandira/konseling-remaja/1389...).

Indonesia merupakan ‘surga’ peredaran narkoba. Betapa tidak, jika ditilik dari peringkat peredaran narkoba

di dunia, negara kita menempati peringkat ketiga sebagai pasar narkoba terbesar di dunia (Metro TV, 28/1/2012, dari Kompasiana). Barang haram ini tanpa pandang bulu menggerogoti siapa saja. Para wakil rakyat, hakim, artis, pilot, mahasiswa, buruh, bahkan ibu rumah tangga tak luput dari jeratan narkoba. Dari sisi usia, narkoba juga tak pernah memilih korbannya, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa,bahkan sampai dengan lanjutusia. Menurut data Mabes Polri yang dimuat dalam buku Kependudukan Prespektif Islam karangan M Cholil Nafis, dari 2004 sampai Maret 2009 tercatat sebanyak 98.614 kasus (97% lebih) anak usia remaja adalah pengguna narkoba. Mudahnya generasi muda terjerat narkoba tentu saja disebabkan oleh banyak faktor, seperti depresi pekerjaan, masalah keluarga atau orang tua, lingkungan tempat tinggal, dan pengaruh teman sebaya. Khusus kalangan remaja, mereka terjerat narkoba karena faktor coba-coba, teman sebaya, lingkungan yang buruk, orang tua, serta pengaruh media film dan televisi.

Yuli Widyastuti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Intensitas Hubungan Keluarga dan Kecendrungan Memakai Obat Terlarang Pada Pemuda di Desa Sewaka Kecamatan Pemalang Kab. Pemalang, menyimpulkan bahwa kecendrungan memakai obat-obatan terlarang dipengaruhi oleh rendahnya intensitas hubungan dalam keluarga. Makin tinggi intensitas hubungan dalam keluarga, makin jauh dari kecendrungan memakai obat-obatan terlarang. Hasil penelitian Ayu Kristina (2011) di Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri Semarang, salah satu temuannya adalah praktek mengkonsumsi narkoba pertama, sebanyak 61,1 persen dilakukan oleh mereka pada saat remaja.

Idealnya ditangan kaum mudalah (baca: remaja) tergenggam arah masa depan bangsa ini. Tetapi melihat kondisi remaja masa ini sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Dalam rentang waktu satu dasa warsa terakhir, kenakalan remaja dengan berbagai bentuknya semakin menunjukkan trend yang memprihatinkan. Salah satu dari kenakalan remaja tersebut adalah prilaku seks bebas (seks pra nikah). Dewasa ini pergaulan bebas yang mengarah pada seks pra nikah (berkencan, berpegangan tangan, mencium bibir, memegang buah dada diatas baju/dibalik baju, memegang alat kelamin, dan melakukan senggama) sudah menjadi hal yang biasa (Sarwono, 2012). Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyebutkan 32 persen remaja (usia 14-18 tahun) di beberapa kota besar yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya pernah berhubungan seks (http://sugiartoagribisnis.wordpress. com/2010/07/14). Selanjutnya Sugiarto menyebutkan, hasil-hasil survei yang lain juga menunjukkan 1 dari 4 remaja Indonesia melakukan hubungan pranikah, dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan keperawanan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen diantaranya pernah melakukan aborsi. Temuan yang

kurang lebih sama juga diperoleh oleh BKKBN dalam penelitian yang dilakukan tahun 2008 di beberapa kota besar di Indonesia. Penelitian ini menemukan 63 persen remaja melakukan seks pranikah, dan mereka meyakini melakukan hubungan seksual hanya sekali tidak akan hamil. Roy Chronika (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Makna Seks Bebas Bagi Pelajar SMP di Kota Padang, menyebutkan alasan melakukan seks bebas karena rasa ingin tahu, ingin coba-coba, kurangnya pengetahuan tentang seks bebas, dan kurangnya perhatian dari orang tua. Mereka memaknai seks bebas sebagai sesuatu yang biasa dan untuk memuaskan nafsu serta menganggap bahwa melakukan seks bebas sebagai penunjuk kedewasaan diri dan rasa sayang kepada pasangan.

Menurut WHO Indonesia merupakan negara terbesar kelima dalam konsumsi rokok dunia (Syahroh Shaluhiyah, dkk; 2005). Sekitar 1,1 miliar jiwa penduduk dunia yang merokok atau 1/3 penduduk dunia usia 15 tahun keatas telah merokok. Hasil SUSENAS 1995, jumlah perokok usia 15 tahun keatas sebanyak 27,2 persen dan tahun 2001 meningkat menjadi 31,8 persen. Menurut The Global Youth Tobacco Survey, prevalensi perokok dikalangan pelajar SLTP di Jakarta mencapai 20,4 persen. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, sekitar 13,0 persen remaja Indonesia (usia 1519 tahun) saat ini sudah mulai merokok (dalam Syahrol Shaluhiyah, dkk; 2005). Hasil studi dari Dian Komalsari dan Avin Fadilla Helmi (.....) menyebutkan perilaku merokok adalah perilaku yang dipelajari. Proses belajar mulai dari masa anak-anak, sedangkan proses menjadi perokok terjadi pada masa remaja. Proses belajar atau sosialisasi dapat dilakukan melalui generasi sebelumnya (tranmisi vertikal) yaitu dari lingkungan keluarga. Lebih spesifik sikap permisif dari orang tua. Tranmisi lainnya bersifat horizontal yaitu melalui lingkungan teman sebaya. Namun demikian yang besar memberikan kontribusi adalah kepuasan yang diperoleh setelah merokok. Bagi perokok pertimbangan emosional lebih dominan dibandingkan pertimbangan rasional. Hasil studi dari Marsel V. Anto, dkk; .......) dalam penelitiannya yang

dilakukan terhadap perokok remaja di Pasar Bersehati di Kota Manado menemukan bahwa mayoritas responden (91,4 persen) mempunyai pengetahuan mengenai bahaya merokok yang baik, tetapi sebagian besar (65,7 persen) sikap dan tindakannya kurang baik. Ini berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang bahaya merokok dengan tindakan merokok. Yuni Lestari & Argyo Demartoto (....) menyebutkan faktor lingkungan keluarga, hubungan sosial dan keinginan mencoba hal baru membuat wanita merokok. Dalam sehari, responden mengkonsumsi rokok 3 batang hingga 1 atau 2 bungkus rokok. Pengetahuan perokok wanita tentang kesehatan reproduksi cukup luast namun sikap mereka dalam menjaga kesehatan reproduksi masih kurang karena mereka berhenti merokok hanya selama kehamilan dan menyusuL Setelah

itu, mereka akan merokok lagi.

Rokok merupakan jembatan ke penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba), dimana 90 persen pecandu narkoba bermula dari merokok (Zahroh Shaluhiyah, dkk; 2005). Pecandu narkoba dan atau perilaku seks bebas berpotensi tertular HIV/AIDS. Orang dengan HIV membutuhkan perawatan yang tepat agar tidak berkembang menjadi AIDS. Tapi jika pasien HIV ini tetap merokok, maka rokok tersebut akan membuatnya meninggal lebih cepat dibanding akibat virus itu sendiri (Vera Farah Bararah, 2012). Menurut Adhyatman P. & M. Salis Yuniardi (2011) dalam beberapa tahun terakhir, berbagai hasil survei nasional menunjukkan semakin maraknya mahasiswa yang mengadopsi life style budaya barat. Seperti hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menyatakan adanya peningkatan penggunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa di seluruh Indonesia sebesar 1.4% selama tahun 2006 – 2009 (Bataviase, 2010), 30% dari 2.5 juta kasus aborsi yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya dilakukan oleh mahasiswa, dan 52 % dari 19.000 penderita HIV/AIDS yang tercatat hingga tahun 2010 merupakan kalangan mahasiswa (Syarief, suara merdeka 2010).

METODE KAJIAN

Data utama yang dikumpulkan adalah data skunder, yaitu publikasi dari BPS (Badan Pusat Statistik) pusat atau daerah, hasil-hasil Sakernas dan Susenas serta survei lain yang berkaitan dengan kependudukan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada tabel frekuensi dan tabel silang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  • (a)    Jumlah dan sebaran kaum muda

Seperti disebutan sebelumnya yang dimaksud dengan kaum muda (baca: pemuda) adalah penduduk umur 1024 tahun. Selama kurun waktu 1980-2010 secara absolut jumlah kaum muda Bali cendrung meningkat atau tumbuh rata-rata 0,54 persen per tahun. Tetapi secara persentase terhadap jumlah penduduk angkanya cendrung menurun. Menurut hasil SP 2010 jumlahnya mencapai lebih dari 893.000 orang atau hampir 23,0 persen dari jumlah penduduk (Tabel 1). Ini berarti sekitar satu dari empat penduduk adalah kaum muda. Dari tabel yang sama terlihat tahun 2010 kaum muda jumlahnya makin menurun pada kelompok umur yang semakin tua. Dari seluruh kaum muda yang jumlahnya lebih dari 893.000 orang, 36,5 persen berumur antara 10-14 tahun, kemudian disusul berturut-turut umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun masing-masing 31,8 persen dan 31,6 persen.

Tabel 1 Perkembangan jumlah penduduk umur 10-24 tahun menurut kelompok umur, Provinsi Bali, 1980-2010

SP

Kelompok umur (tahun)

Jumlah

Pertumbuhan (%/ thn)

10-14

15-19

20-24

Orang

Persen*)

1980

294.240

258.966

207.174

760.380

30,79

1,61

1990

303.794

318.742

269.340

891.876

32,11

(-) 0,75

2000

247.919

280.127

299.276

827.322

26,29

0,78

2010

325.971

285.010

282.904

893.885

22,97

Sumber: SP 1980, 1990, 2000, dan SP 2010.

Catatan: *)Persen terhadap jumlah penduduk.

Dari segi jenis kelamin selama kurun waktu 1980-2010 proporsi kaum muda laki-laki cendrung makin banyak. Sebaliknya proporsi kaum muda perempuan cendrung menurun (Tabel 2). Pola ini terjadi baik di pedesaan ataupun perkotaan. Hal ini menunjukan bahwa kaum muda laki-laki bertambah lebih cepat dibandingkan kaum muda perempuan. Dari segi tempat tinggal (domisili) tahun 1980, kaum muda yang tinggal di perkotaan hanya 17,9 persen. Tahun 2010 meningkat menjadi 62,8 persen. Selama 1980-2010 penduduk perkotaan di Bali tumbuh rata-rata 4,90 persen per tahun. Hal ini menjadi indikasi tingginya tingkat urbanisasi di Bali. Seperti diketahui meningkatnya urbanisasi karena tiga hal. Pertama, karena bertambahnya penduduk perkotaan sebagai akibat kelahiran. Kedua, makin lengkapnya prasarana/sarana sehingga daerah pedesaaan berubah status menjadi daerah perkotaan. Ketiga, karena banyak penduduk di pedesaan pindah ke perkotaan baik karena alasan ekonomi atau sosial.

Tabel 2 Perkembangan persentase penduduk umur 10-24 tahun menurut tempat tinggal dan jenis kelamin, Provinsi Bali, 1980-2010

Tempat tinggal

Jenis kelamin

SP 1980

SP 1990

SP 2000

SP 2010

Pedesaan

Laki

49,1

50,5

48,8

52,0

Perempuan

50,9

49,5

51,2

48,0

Jumlah

100,0 (626.619 )

100,0 (624.634)

100,0 (417.598)

100,0 (332.851)

Perkotaan

Laki

49,4

50,7

52,4

50,7

Peremuan

50,6

49,3

47,6

49,3

Jumlah

100,0 (133.761)

100,0 (267.242)

100,0 (409.727)

100,0 (561.034)

Desa-Kota

Laki

49,5

50,6

50,6

51,2

Perempuan

50,5

49,4

49,4

48,8

Jumlah

100,0 (760.380)

100,0 (891.876)

100,0 (827.322)

100,0 (893.885)

Sumber: SP 1980, 1990, 2000, dan SP 2010.

Catatan: angka dalam kurung jumlah penduduk umur 10-24 tahun secara absolut (satuan orang).

  • (b)    Karakteristik kaum muda

Karakteristik kaum muda yang dimaksud berikut mencakup tiga hal yaitu tingkat pendidikan yang ditamatkan, status kegiatan, dan status perkawinan. Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas SDM. Kuliatas SDM menjadi sangat penting dalam era globalisasi sekarang ini. Negara-negara dengan kualitas SDM yang tinggi kendatipun miskin sumber daya alam seperti Jepang dan Singapura ekonominya maju pesat jauh diatas Indonesia yang kaya sumber daya alam.

Data pada Tabel 3 menunjukkan proporsi kaum muda menurut kelompok umur sesuai dengan jenjang

pendidikan. Kelompok umur 7-12 tahun adalah masa dimana seseorang seharusnya berada pada jenjang pendidikan SD/sederajat. Kelompok umur 13-15 tahun pada jenjang SLTP/sederajat. Kelompok umur 16-18 tahun pada jenjang pendidikan SLTA/sederajat, dan umur 19-24 tahun pada jenjang pendidikan perguruan tinggi. Pada tabel terlihat pada setiap kelompok umur ada sejumlah kaum muda yang tidak/belum pernah sekolah. Proporsinya bervariasi antara 1,2 s/d 2,2 persen. Pada kelompok umur 7-12 tahun sebanyak 2,2 persen (setara: 8.948 orang) tidak/belum pernah sekolah. Kelompok ini terutama yang berumur 7 tahun besar kemungkinan berstatus belum sekolah, sehingga tidak semua diantara kelompok umur ini akan berpotensi sebagai penduduk buta huruf. Beda halnya dengan kelompok umur yang lebih tinggi (13-24 tahun), dapat dipastikan semua diantara mereka yang berstatus tidak/belum sekolah statusnya tidak akan berubah. Artinya karena umur, mereka tidak mungkin melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Akibatnya mereka semua akan menjadi penduduk buta huruf jika pemerintah tidak melakukan intervensi melalui program kejar paketnya. Kedepan jumlah penduduk yang sekarang ini (2010) berumur 13-24 tahun yang berpotensi buta huruf mencapai 10.203 orang (1,47 persen dari seluruh kaum muda umur 13-24 tahun).

Tabel 3 Jumlah kaum muda menurut kelompok umur dan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Provinsi Bali, 2010 (dalam persen).

Tingkat pendidikan

Kelompok umur (tahun)

7-12

13-15

16-18

19-24

Tidak/belum pernah sekolah

2,2

1,2

1,3

1,7

Tidak/belum tamat SD

89,9

8,4

1,7

1,7

SD/MI/sederajat

7,9

71,5

15,0

15,1

SLTP/MTs/sederajat

-

18,9

62,9

20,3

SLTA/MA/sederajat

-

-

17,8

48,3

SM Kejuruan

-

-

1,2

4,0

Diploma I/II/III

-

-

-

5,4

Diploma IV/Universitas

-

-

-

3,4

S2/S3

-

-

-

0,02

Jumlah: %

100,0

100,0

100,0

100,0

orang

411.818

185.251

169.689

338.511

Sumber: SP 2010.

Secara keseluruhan tingkat pendidikan kaum muda umur 13-24 tahun relatif rendah. Sekitar 35,0 persen (243.739 orang) dari total kaum muda umur 13-24 tahun hanya berpendidikan tamat SD atau dibawahnya. Tetapi jumlah ini kedepan akan menurun karena diantara mereka pasti ada yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada kelompok umur 13-15 tahun yaitu masa berada pada jenjang pendidikan SLTP, sebanyak 71,5 persen berpendidikan tamat SD. Besar kemungkinan banyak diantara mereka sedang menjalani pendidikan tingkat SLTP, kemudian lanjut lagi sampai perguruan tinggi. Tetapi tidak tertutup kemungkinan diantara mereka yang tamat SD tidak melanjutan ke jenjang SLTP.

Dalam kaitan status kegiatan kaum muda, hanya dibatasi pada kelompok umur 15-24 tahun. Hal ini

disebabkan karena data yang tersedia dalam kaitan angkatan kerja dibatasi pada umur minimal 15 tahun. Status kegiatan kaum muda dilihat dari dua hal. Pertama, apakah mereka tergolong sebagai angkatan kerja atau bukan angkatan kerja. Kedua, jika mereka tergolong sebagai sebagai angkatan kerja akan dilihat berdasarkan status kegiatannya.

Menurut SP 2010 jumlah kaum muda umur 15-24 tahun hampir mencapai 568.000 orang atau 19,7 persen dari seluruh penduduk umur 15 tahun keatas. Dari jumlah tersebut sebanyak 53,7 persen tergolong sebagai angkatan kerja (mempunyai pekerjaan & sedang mencari pekerjaan) dan sisanya bukan sebagai angkatan kerja (mengurus rumah tangga, sedang sekolah/mahasiswa, atau kegiatan lain yang termasuk tidak aktif secara ekonomi).

Tabel 4 Jumlah kaum muda umur 15-24 tahun menurut kelompok umur dan klasifikasi, Provinsi Bali, 2010.

Klasifikasi

Kelompok umur (tahun)

Jumlah

15-19

20-24

Angkatan kerja

93.680 (32,9)

211.098 (74,6)

304.778 (53,7)

Bukan angkatan kerja

190.727 (66,9)

70.834 (25,0)

261.561 (46,0)

Tak ditanyakan

603 (0,2)

972 (0,4)

1.575 (0,3)

Total

285.010 (100,0)

282.904 (100,0)

567.914 (100,0)

Sumber: SP 2010.

Catatan: angka dalam kurung adalah persentase terhadap total.

Dari tabel yang sama terlihat bahwa proporsi angkatan kerja semakin meningkat seiring dengan makin tingginya kelompok umur. Tetapi kelompok bukan angkatan kerja proporsinya menurun. Ini berarti makin tua kaum muda makin sedikit yang berstatus sekolah karena mereka masuk pasar kerja. Hampir 75,0 persen kaum muda umur 20-24 tahun tergolong sebagai angkatan kerja.

Data pada Tabel 5 membagi angkatan kerja menjadi tiga. Pertama, kaum muda yang berstatus bekerja. BPS (Badan Pusat Statistik) membuat batasan bekerja sebagai berikut. (a) mereka selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau membantu memperoleh penghasilan/keuntungan minimal satu jam tampa terputus. (b) mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam, tetapi mereka adalah: (i) pekerja tetap (pegawai pemerintah/swasta) yang sedang cuti, mogok, sakit, dllnya yang sejenis. (ii) petani yang sedang tidak bekerja karena menunggu panen atau menunggu hujan untuk menggarap sawahnya, dan (iii) orang-orang yang bekerja dibidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, tukang pijat, dalang, dsbnya.

Kedua, kaum muda yang sedang mencari pekerjaan yaitu mereka berusaha mendapatkan perkerjaan. Sedangkan yang ketiga adalah bersedia bekerja, artinya mereka ingin bekerja atau menerima pekerjaan tetapi tidak aktif mencari pekerjaan. Kaum muda yang termasuk kelompok kedua dan ketiga tergolong sebagai pengangguran terbuka. Pada Tabel 5 terlihat kaum muda yang berstatus sebagai pengangguran terbuka hampir mencapai 12,0 persen (lebih

dari 35.000 jiwa). Jika dilihat menurut kelompok umur proporsinya lebih rendah pada kelompok umur yang lebih tua, tetapi secara absolut jumlahnya lebih banyak pada kelompok umur ini. Pada kelompok umur 20-24 tahun jumlahnya hampir mencapai 21.000 jiwa, sedangkan pada umur 15-19 tahun kurang dari 15.000 jiwa. Melihat umur kaum muda berstatus menganggur yang berada pada umur 15-24 tahun, besar kemungkinan kebanyakan diantara mereka berpendidikan tamat SLTP dan SLTA.

Tabel 5 Jumlah kaum muda umur 15-24 tahun menurut kelompok umur dan status kegiatan, Provinsi Bali, 2010

Status kegiatan

Kelompok umur (tahun)

Jumlah

15-19

20-24

• Bekerja

84,2

90,2

88,3

• Mencari pekerjaan

5,6

3,3

4,0

• Bersedia bekerja bila ada

10,2

6,5

7,7

yang menyediakan

Total: %

100,0

100,0

100,0

jiwa

93.680

211.098

304.778

Sumber: SP 2010.

Dilihat dari status perkawinan sejumlah kaum muda umur kawinnya relatif muda yaitu kurang dari 20 tahun (Tabel 6). Jumlahnya mencapai 17.318 jiwa atau 2,83 persen dari seluruh kaum muda umur 10-19 tahun. Dampak negatif yang muncul dari perkawinan umur muda jauh lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya.

Tabel 6 Proporsi kaum muda (umur 10-24 tahun) menurut status perkawinan dan kelompok umur, Provinsi Bali, 2010.

Status perkawinan

Kelompok umur (tahun)

Jumlah

10-14

15-19

20-24

Belum kawin

99,99

93,76

61,85

85,89

Kawin

0,03

5,89

37,17

42,82

Cerai hidup

*)

0,12

0,55

0,21

Cerai mati

*)

0,02

0,09

0,04

Tak ditanyakan

0,07

0,21

0,34

0,21

Total: %

100,0

100,0

100,0

100,0

jiwa

325.971

285.010

282.904

893.885

Sumber: SP 2010

Catatan: *) kurang dari 0,01 persen.

Beberapa kasus kesehatan yang terjadi pada pernikahan terlalu muda adalah, kejadian perdarahan saat persalinan, anemia, komplikasi saat melahirkan dan secara psikologis kurang matang sehingga berpotensi memunculkan perceraian. Dari tabel terlihat jumlah cerai hidup pada kelompok umur 10-19 tahun sebanyak 348 kasus atau sekitar 2,0 persen dari status kawin kaum muda umur 10-19 tahun.

Dari uraian diatas dapat diidentifikasi beberap hal berkaitan dengan kaum muda yaitu:

  •    Jumlah kaum muda relatif banyak. Satu dari empat penduduk terdiri atas kaum muda umur 10-24 tahun. Kedepan jika angka kelahiran tidak dapat ditekan dan kesehatan makin baik, jumlah kaum

muda akan semakin banyak.

  •    Sebagian besar kaum muda (63,0 persen) berdomisili di perkotaan. Tampa adanya perbaikan yang signifikan terhadap prasarana sarana di pedesaan, kedepan jumlah kaum muda di perkotaan akan semakin bertambah.

  •    Sekitar 35,0 persen kaum muda hanya berpendidikan tamat SD atau dibawahnya. Kedepan jika aksesbilitas terhadap sarana pendidikan masih sama seperti sekarang, sulit diharapkan kualitas kaum muda akan meningkat secara signifikan.

  •    Dari seluruh kaum muda (15-24 tahun) yang jumlahnya hampir 568.000 jiwa, sebanyak 57,0 persen tergolong sebagai angkatan kerja. Sekitar 11,7 persen dari angkatan kerja tersebut berstatus sebagai pengangguran terbuka (open unemployment).

  •    Sebanyak 2,85 persen kaum muda umur 10-19 tahun yang jumlahnya hampir mencapai 611.000 jiwa, berstatus kawin. Dari jumlah yang berstatus kawin tersebut, sekitar 2,0 persen berstatus cerai hidup.

Tantangan kaum muda

Masa remaja (kaum muda) adalah masa-masa yang paling indah. Pencarian jati diri seseorang terjadi pada masa remaja.Tidak sedikit orang mengatakan bahwa remaja adalah tulang punggung dari suatu negara. Mereka diharapkan sebagai penerus generasi dengan kualitas kerja dan mental yang lebih baik. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua remaja dapat berperan seperti yang diharapkan. Sugiarto (2010) menyebutkan dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir perilaku nakal dan menyimpang remaja menunjukkan trend yang sangat memprihatinkan. Perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk mabukan, pemerasan, pencurian, penyalahgunaan narkoba, dan seks pranikah/ seks bebas, sebagai bentuk kenakalan remaja kasusnya semakin menjamur. Tetapi untuk level Bali isu yang menonjol dari kenakalan remaja adalah penyalahgunaan narkoba dan perilaku seks pranikah/seks bebas. Kedua bentuk kenakalan ini membawa dampak ikutan yang sangat membahayakan kehidupan kaum muda. Pengguna narkoba berpotensi tertular virus HIV, sedangkan seks pranikah/seks bebas mendorong terjadinya perkawinan dini dan juga tertular virus HIV.

  • (a)    Narkoba

Perkembangan pesat pariwisata di Bali dinilai merupakan salah satu faktor yang memberi dampak terhadap meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba. Bali tidak hanya menjadi tujuan wisata namun menjadi tujuan perdagangan narkoba sekaligus sebagai transit perdagangan narkotika ke Indonesia. Komunitas peduli narkoba di Provinsi Bali, memperkirakan 1,3 persen dari jumlah penduduk di provinsi itu merupakan pecandu

barang haram tersebut. Sebagian besar dari para pengguna narkoba berusia di bawah 20 tahun atau usia produktif (REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR, 14 Juni 2012).

BNN mencatat prevalensi (pengguna) narkoba di Bali sebanyak 55.500 orang. Dari jumlah itu yang mampu direhab hanya sebanyak 500 orang (KORANJURI.COM, tanggal 20 Mei 2013). Jumlah pengguna narkoba tersebut diatas besar kemungkinan hanya merupakan fenomena puncak gunung es. Melihat Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang sangat terkenal di mancanegara, besar kemungkinan jumlah pengguna narkoba yang sesungguhnya jauh lebih banyak dibandingkan yang terungkap.

BKKBN (2013) menyebutkan ada banyak faktor yang menyebabkan kau muda terlibat penyalahgunaan narkoba. Faktor-faktor tersebut antara lain, untuk bergembira ria, pengaruh teman, ingin tahu atau coba-coba untuk mencari sensasi pengalaman baru, solidaritas kelompok, takut “tekanan” dari kelompoknya, ingin menonjolkan keberaniannya, sikap pemberontakan kepada keluarga/ lingkungan, menghilangkan stress/bosan, dan mudahnya mendapatkan narkoba.

Menurut Suryani (2008), secara umum diakui bahwa permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia sangatlah kompleks, baik dilihat dari penyebabnya maupun penanganannya. Bila dilihat dari penyebab terjadinya, penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor – faktor tersebut antara lain faktor letak geografi Indonesia, faktor ekonomi, faktor kemudahan memperoleh obat, faktor keluarga dan masyarakat, faktor kepribadian serta faktor fisik dari individu yang menyalahgunakannya. Dilihat dari letak geografi, Indonesia memang sangat beresiko menjadi sasaran empuk pengedar narkoba karena posisi Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudra. Disamping itu juga karena negara Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyak pelabuhan yang memudahkan jaringan gelap dalam mengedarkan narkoba.

Dari faktor ekonomi, keuntungan yang berlipat dari bisnis narkoba menyebabkan semakin maraknya bisnis ini di negeri kita. Dalam satu hari seorang pengedar bisa mendapatkan uang yang sangat banyak karena harga narkoba itu mahal. Satu pil ekstasi saja harganya 40.000 rupiah. Disamping faktor keuntungan, faktor sulitnya mendapatkan pekerjaan dan gaya hidup yang serba konsumtif juga merupakan faktor penyebab yang mendorong seseorang menjadi pengedar narkoba. Untuk faktor kemudahan memperoleh obat, saat ini di Indonesia narkoba bisa dengan mudah diperoleh baik ditempat umum seperti warung maupun di tempat – tempat tertentu seperti diskotik. Banyak yang menawarkan dan menipu si korban agar mau mencoba.

Maraknya narkotika dan obat-obatan terlarang telah banyak mempengaruhi mental dan sekaligus pendidikan bagi para pelajar saat ini. Masa depan bangsa yang besar

ini bergantung sepenuhnya pada upaya pembebasan kaum muda dari bahaya narkoba. Narkoba telah menyentuh lingkaran yang semakin dekat dengan kita semua. Teman dan saudara kita mulai terjerat oleh narkoba yang sering kali dapat mematikan. Seharusnya kita senantiasa berfikir jernih untuk menghadapi globalisasi teknologi dan globalisasi yang berdampak langsung pada keluarga dan remaja penerus bangsa khususnya. Kita harus memerangi kesia-siaan yang di akibatkan oleh narkoba.

Dampak penggunaan narkoba sangat banyak, menyangkut aspek fisik, psikis, dan sosial seseorang. Yang menyangkut aspek fisik antara lain, (i) kesehatan reproduksi yaitu gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual, (ii) kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid), dan (iii) bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.

  • (b)    HIV dan AIDS

Sering kali HIV/AIDS tertulis dan disebut sebagai satu istilah. Akan tetapi HIV dan AIDS mempunyai artinya yang berbeda. HIV merupakan singkatan dari “Human Immunodeficiency Virus”. Virus ini merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS. Jika seseorang terinfeksi HIV, maka ybs dikatakan sebagai HIV positif. Ini berarti virus HIV telah masuk ke dalam aliran darahnya. Sampai saat ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan HIV/ AIDS dan virus itu akan tetap berada dalam tubuhnya. Bagaimanapun, hal itu sangat penting untuk diingat bahwa banyak orang yang HIV positif masih kelihatan dan merasa sehat.

AIDS merupakan singkatan dari “Acquired Immune Deficiency Syndrome”. AIDS jarang sekali terdiri dari satu penyakit saja tetapi terdiri dari sebuah kumpulan atau kombinasi berbagai macam penyakit yang muncul karena tubuhnya tidak dapat melawan penyakit lagi seperti dulu. Pada saat darah terinfeksi virus HIV maka sistem kekebalan tubuh diserang dan dirusak dengan perlahan-lahan sehingga sistem kekebalan tubuh tidak dapat melawan infeksi dan penyakit biasa lagi. Setelah melewati waktu tertentu (biasanya bertahun-tahun), sistem kekebalan tubuh akan melemah. Hanya seorang HIV positif yang di diagnosa dengan satu atau lebih penyakit dapat dikatakan menderita AIDS (http://www. mhahs.org.au/index.php?option=com_content&view=arti cle&id=243&Itemid=1091&lang=en&limitstart=2).

Penyalahgunaan pemakaian narkoba dan HIV/AIDS bagaikan dua sisi mata uang. Penggunaan narkoba dengan cara suntik (IDU = injection drug user) merupakan cara penularan terbesar dari kasus HIV/AIDS belakangan ini (BKKBN, 2013). Pada mulanya HIV/AIDS banyak

tertular dikalangan kaum homo seksual, tapi sekarang para pengguna narkoba dengan jarum suntik merupakan kelompok yang paling banyak tertular penyakit tersebut.

Jumlah penderita HIV/AIDS di Bali terus meningkat. Dalam kurun waktu 27 tahun terakhir jumlahnya tercatat sebanyak 7.291 jiwa penderita HIV/AIDS. Dari jumlah tersebut 3.459 orang adalah penderita AIDS dan 3.832 orang HIV. Kasus HIV/AIDS di Bali ditularkan melalui: (i) hubungan heteroseksual (76,6 %), (ii) penggunaan narkoba jarum suntik (11,1 %), (iii) homoseksual (4,2 %), perinatal (3,0 %), biseksual (0,2 %), dan (iv) tato sebanyak 0,03% (http://nusantara.rml.co/read/2013/04/29108357/ jumlah-pen...). Lebih lanjut koordinator KPA Bali menyebutkan dari segi kelompok umur, penderita HIV/ AIDS paling banyak (40,2 %) berumur 20-29 tahun, 36,3 persen umur 30-39 tahun, 3,73 persen masing-masing umur 40-49 tahun dan 50-59 tahun, 1,0 persen umur 60-74 tahun. Sisanya umur kurang dari 15 tahun/tidak diketahui umurnya. Paling banyaknya kaum muda tertular HIV/AIDS, karena mereka secara psikologis sangat labil sehingga mudah terpengaruh hal-hal yang berbau negatif seperti narkoba dan perilaku seks bebas.

Sampai akhir tahun 2011, proses penularan HIV di Bali melalui pemakaian narkoba suntik sudah berhasil ditekan Sebaliknya proses penularannya melalui heteroseksual nampak semakin terbuka, meluas, dan semakin intens sampai ke wilayah pedesaan. Prevalensi penularan melalui heteroseksual meningkat pesat dari 3,0 persen (2003) menjadi 25,0 persen (2011). Saat ini pola penularan HIV di Bali masihh terkonsentrasi pada populasi kunci yaitu pekerja seks dan pelanggannya serta pemakai narkoba suntik (http://balebengong.net/opini/2012/01/19/ mendesak-ger...).

Salah satu efek jangka panjang endemi HIV dan AIDS adalah dampaknya pada indikator demografi. Karena tingginya proporsi kelompok umur yang lebih muda terkena penyakit yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan hidup. Karena semakin banyak orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek, kontribusi yang diharapkan dari mereka terhadap ekonomi nasional dan perkembangan sosial menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan. Hal ini menjadi masalah yang penting karena hilangnya individu yang terlatih dalam jumlah besar tidak akan mudah dapat digantikan. Pada tingkat makro, biaya yang berhubungan dengan kehilangan seperti itu, seumpama meningkatnya pekerja yang tidak hadir, meningkatnya biaya pelatihan, pendapatan yang berkurang, dan sumber daya yang seharusnya dipakai untuk aktivitas produktif terpaksa dialihkan pada perawatan kesehatan, waktu yang terbuang untuk merawat anggota keluarga yang sakit, dan lainnya, juga akan meningkat (http://saveyousaveme.wordpress. com/2009/05/12/dampak-hivaids-terhadap-kehidupan/). Singkatnya jika banyak kaum muda yang tertular HIV/

AIDS dapat berpotensi hilangnya satu generasi, karena disisi lain kaum muda berperan penting sebagai penerus generasi bangsa.

  • (c)    Seks bebas

Salah satu faktor yang meyebabkan permasalahan perilaku seksual remaja adalah media massa yang kerap kali menampilkan erotika dalam produk atau acara mereka. Tidak hanya media elektronik yang semakin gencar menayangkan acara-acara yang berbau erotis, media cetakpun semakin berlomba-lomba membuat berita/informasi erotis (http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/31938).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat merilis 64juta remaja Indonesia rentan memiliki perilaku seks bebas dan pengguna zat tropika berbahaya. Salah satu indikasinya ditunjukkan oleh tingkat kelahiran pada usia remaja terjadi 48/1000 kelahiran. Situasi itu muncul karena pada usia remaja, biasanya prilaku individu masih labil sementara itu dilain pihak harus diakui semakin gampang remaja mendapatkan informasi yang menyesatkan. Mereka ini sangat rentan terkena pengaruh budaya barat yang tanpa sensor sehingga tidak jarang akan menjadi pemicu kawin usia remaja dan perilaku seks bebas.

Saat ini BKKBN melihat beberapa kota besar di Pulau Jawa sebagai daerah dengan tingkat kerentanan yang tinggi. Selain jumlah penduduknya relatif banyak, umumnya remaja di Pulau Jawa lebih mudah mendapatkan informasi yang bersumber dari internet dan media lainnya. Kota-kota tersebut mulai dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang. Di luar pulau Jawa, tingkat perilaku seks bebas rentan terjadi di kota Makasar, Denpasar, Medan dan Palembang (http://www.tempo.co/read/ news/2013/05/11/173479516/64-Juta-Remaja-Galau-Rentan melalui hubungan seksual-Seks-Bebas). DKT Indonesia juga melansir sebuah survei pada Mei 2010 terhadap remaja berusia 15-25 tahun dengan melakukan wawancara terhadap 663 responden dilima kota besar di Indonesia yaitu, Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Hasilnya 39 persen responden pernah melakukan hubungan seksual (http://digilib.unimed.ac.id/ public/UNIMED-Undergraduate-23756-4.BAB%20I.pdf). Pergaulan bebas di kalangan remaja menyebabkan kasus perempuan yang hamil pada usia muda, penyakit kelamin, tertular virus HIV, dan lain-lain.Menurut KPAD Prov. Bali (2011) sebanyak 95 remaja di Bali positif terjangkit virus HIV/AIDS. Sebagian besar tertular melalui hubungan seksual.

Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Survei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar (http://regional.kompas.com/re

ad/2009/02/16/11310897/2.3.Juta.Kasus.Aborsi.per. Tahun..30.Persen.Oleh.Remaja). KTD di Bali terhitung sangat tinggi. Data yang tercatat di Klinik Catur Warga PKBI Bali, selama empat tahun terakhir (2008-1012) sekitar 1.895 remaja pernah datang untuk konsultasi atau rata-rata 40 kasus KTD setiap bulan.

Terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang berakhir pada aborsi terutama yang dialami remaja, merupakan bukti bahwa perilaku masyarakat Indonesia terhadap seks sudah mulai berubah. Kasus aborsi di Indonesia terjadi sekitar 2,5 juta setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 30 persennya dilakukan remaja. Jumlah diatas bukanlah angka yang benar-benar tepat menggambarkan kasus aborsi. Sebab, bisa jadi kasus aborsi lebih banyak lagi terjadi, hanya tidak terungkap ke permukaan. (http://regional.kompas.com/read/2 009/02/16/11310897/2.3.Juta). Periode September-Desember 2008, klinik kesehatan remaja Kisara (Bali) telah menangani konseling 177 kasus KTD. Dari jumlah tersebut, 156 kasus atau 88 persen terjadi pada usia 1024 tahun, sisanya sejumlah 21 kasus (11,9 persen) terjadi pada remaja putri berusia di atas 21 tahun. Dari konseling terhadap 177 remaja tersebut, 144 di antaranya telah mengupayakan aborsi, 47 orang melakukan aborsi secara medis, 72 nonmedis, dan 24 cara kombinasi. Sedang yang tidak melakukan upaya aborsi hanya 33 orang saja (http:// www.tempo.co/read/news/2009/02/16/058160273/ Kasus-Kehamilan-Tak-Diinginkan-Ancam-Remaja-Bali).

Dampak dari aborsi mengancam ibu baik sistem reproduksinya maupun psikologisnya. Salah satu dampak aborsi adalah perdarahan. Perdarahan ini terjadi karena terkoyaknya pembuluh darah yang pecah akibat di pijat atau terluka saat melakukan aborsi menggunakan alat atau obat, dan perdarahan ini dapat menyababkan kematian ibu jika tidak di tangani secara tepat dan cepat oleh tenaga medis. Selain itu dampak aborsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker ovarium ataupun kanker servic, yang terjadi akibat infeksi saat abortus, karena alat yang tidak steril atau pun karena proses yang tidak steril. Hal yang paling sulit di sembuhkan adalah dampak psikologinya, yaitu rasa bersalah, takut, malu, dikejar-kejar dosa, kehilangan harga diri, histeris, tidak dapat menikmati hubungan seksual, sering mimpi buruk dan sering mencoba bunuh diri. Gejala ini dalam dunia psikologi dikenal dengan “post abortion syndrome” atau PAS (http://vinaalvina58.blogspot.com/2012/12/aborsi-dan-dampaknya.html).

Melakukan seks bebas selain bisa mengakibatkan kehamilan diluar nikah, beresiko juga tertular penyakit kelamin yang sangat mengerikan. Penyakit-penyakit yang sering muncul tersebut bisa mengakibatkan penderitaan seumur hidup hingga kematian yang mengenaskan. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention di Atlanta (dalam http://www.anehdidunia. com∕2θi2∕o8∕ιo-penyakit-akibat-seks-bebas.html)

menyebutkan, ada 10 jenis penyakit menular lewat seks bebas dan berganti pasangan. Kesepuluh jenis penyakit tersebut adalah: Herpes Genital, Sifilis (Penyakit Raja Singa), Gonore (Kencing Nanah), Klamidia, Jengger Ayam atau Kutil di kelamin (Genital wart), Hepatitis B, Kanker prostat, Kanker Serviks (leher rahim), HIV/AIDS, dan Trichomoniasis.

SIMPULAN DAN SARAN

Saat ini kaum muda merupakan harta yang sangat berharga, dan kedepan merupakan kebanggaan bangsa. Menurut SP 2010 satu dari empat penduduk Provinsi Bali terdiri dari kaum muda. Kedepan kaum muda akan menjadi bonus demografi yang bertindak sebagai subyek pembangunan. Dibalik peran strategis tersebut, kaum muda juga sangat rentan terhadap berbagai gangguan seperti bahaya narkoba, tertular virus HIV/AIDS, dan seks bebas yang belakangan ini semakin marak. Jika sisi negatif ini yang menonjol, dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara dimasa yang akan datang. Oleh karena itu menurut BKKBN (2013) kebijakan yang perlu dikembangkan antara lain adalah sebagai berikut:

  •    Kaum muda memperoleh universal akses untuk pendidikan dasar dan menengah

  •    Peningkatan kualitas pendidikan terutama terkait dengan life skill education, education lifehood, dan character building

  •    Kaum muda agar lebih mudah mengakses pelatihan (diklat)

  •    Meningkatkan equaty terhadap kesehatan dan pendidikan

  •    Kaum muda memperoleh universal akses untuk informasi dan konseling kesehatan termasuk kesehatan reproduksi yang ramah remaja, dan

  •    Membatasi kaum muda untuk mengakses perilaku berisiko.

DAFTAR PUSTAKA

----------------. 2013. Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi Dan Konseling Remaja Dan Mahasiswa (PIK R/M). Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, Direktorat Bina Ketahanan Remaja. Jakarta.

-----------------. 2013. Kejasama Pendidikan Kependudu-kan Jalur Non Formal, Materi Presentasi dan Paper. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta.

------------------. 1983. Penduduk Propinsi Bali, Hasil Sensus Penduduk 1980, Seri: S

Nomor 16. Biro Pusat Statistik. Jakarta-Indonesia. ------------------. 1992. Penduduk Propinsi Bali, Hasil Sensus Penduduk 1990, Seri: S2.14. Biro Pusat Statistik. Jakarta-Indonesia.

------------------. 2002. Penduduk Propinsi Bali, Hasil Sensus Pendudu 2000, Seri: ... Biro Pusat Statistik. Jakarta-Indonesia.

Zahroh Shaluhiyah, Karyono & Farid Noor. 2005. Jurnal Pro-

mosi Kesehatan Indonesia. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktek Merokok Pada Remaja Sekolah Menengah Pertama Di Kabupaten Kudus Tahun 2005. Vol. 1/No.1/Januari 2006.

Roy Chronika. 2011. Makna Seks Bebas Bagi Pelajar SMP Di Kota Padang. Skripsi, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Andalas. Padang.

http://sp2010.bps.go.id/index.php/sitetabel?tid=269&w id=5100000000

http:/rapendik.com/program/wandira/konseling-rema-ja/1389...

Metro TV, 28/1/2012, dari Kompasiana

http://sugiartoagribisnis.wordpress.com/2010/07/14 http://nusantara.rmol.co/read/2013/04/29/108357/jumlahhttp://www.antarasumbar.com/berita/gaya-hidup/29 Juni

2013)

http://www.artikelbagus.com/2012/04/artikel-kesehatan reproduksi.html#ixzz2asAQamOL

http://duniapemuda.com/peran-serta-generasi-muda-dalam-p....

http://publikasiilmiah...... id:8080/handle/123456789/3146.

http://www.anehdidunia.com/2012/08/10-penyakit-akibat-seks-bebas.html

http://vinaalvina58.blogspot.com/2012/12/aborsi-dan-dam-paknya.html

http://www.tempo.co/read/news/2009/02/16/058160273/ Kasus-Kehamilan-Tak-Diinginkan-Ancam-Remaja-Bali

http://regional.kompas.com/read/2009/02/16/11310897/2.3. Juta

http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergradua-te-23756-4.BAB%20I.pdf

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/11/173479516/64-Juta-Remaja-Galau-Rentan melalui hubungan seksual-Seks-Bebas

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31938

http://saveyousaveme.wordpress.com/2009/05/12/dampak-hivaids-terhadap-kehidupan

http://balebengong.net/opini/2012/01/19/mendesak-ger...

http://www.mhahs.org.au/index.php?option=com_content&v iew=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&limitstart=2

Volume IX No. 1 Juli 2013