TREN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU (PSP) REMAJA TERHADAP ISU KEPENDUDUKAN
on
PIRAMIDA Vol. XIV No. 1 : 16 - 22
ISSN : 1907-3275
TREN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU (PSP) REMAJA TERHADAP ISU KEPENDUDUKAN
Anastasia Septya Titisari
Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Bali, Jl. Raya Puputan No.15, Denpasar 80234, email: [email protected]
ABSTRAK
Remaja merupakan kelompok penduduk yang dapat memberikan bonus demografi karena berada dalam rentang usia produktif. Bonus demografi dapat terjadi apabila jumlah usia produktif lebih besar daripada usia non produktif. Jika dikelola dengan baik, bonus demografi akan memberi manfaat, namun jika sebaliknya akan menimbulkan bencana. Oleh karena itu, remaja sebaiknya dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat. Pengetahuan tersebut salah satunya mengenai kependudukan yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka terkait dengan isu kependudukan. Pengetahuan mengenai kependudukan ini tidak hanya untuk memberikan pemahaman mengenai pengaturan jumlah penduduk, tetapi juga memberikan pemahaman yang berkaitan dengan isu kesehatan reproduksi seperti pendewasaan usia perkawinan dan pengaturan jarak kelahiran. Hal ini terkait dengan pemenuhan hak-hak kesehatan maupun reproduksi bagi remaja. Kajian ini membahas tren PSP remaja (usia 15-24 tahun) terhadap isu-isu kependudukan yang dilihat dari data Survei RPJMN Tahun 2007-2015.
Hasil survei menunjukkan bahwa pengetahuan remaja mengenai masa subur dan kehamilan masih fluktuatif, sedangkan untuk pengetahuan tentang alat/cara KB serta keinginan untuk memakai KB di masa yang akan datang terjadi peningkatan tren. Survei RPJMN menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengetahui umur menikah dan melahirkan anak yang ideal. Tren data survei tersebut juga menunjukkan bahwa remaja memiliki sikap positif dalam pendewasaan usia perkawinan, perencanaan jumlah anak, serta pengaturan jarak kelahiran. Selain itu juga terjadi peningkatan persentase remaja yang semakin peduli terhadap isu kependudukan karena mengetahui dampak buruk pertambahan penduduk. Remaja juga menyadari pentingnya program pemerintah dalam mengatur pertumbuhan penduduk.
Kata kunci: remaja, isu kependudukan, PSP kependudukan, bonus demografi, tren PSP
ABSTRACT
Adolescents are group of population that contributte in demographic bonus. This occurs when the number of productive ages is greater than the nonproductive. If not managed properly, demographic bonuses will result in negative effects to development. Therefore, adolescents should be equipped with useful sciences. One of them is concerning population. Besides providing an understanding of population control, the goal is also to provide an understanding the maturing age of marriage. This is related to fulfilling the rights of health and reproduction for adolescents. This study discusses about knowledge, attitude, and behaviour trend of adolescents (15-24 years old) towards population seen from RPJMN Survey data (2007-2015). The result shows that adolescent knowledge about fertile period and pregnancy is still fluctuating. As for methods of contraceptive knowledge and the willingness to use contraceptive in the future having an increasing trend. The RPJMN survey shows most adolescents know proper age of marriage and having children. The survey data trend also shows that adolescent attitudes tends to mature the age of marriage, to plan the number of children, and to control the birth space. There is also an increase in the percentage of adolescents who become increasingly concerned about population issues by knowing the effects of population growth and realizing the importance of government programs in regulating population growth..
Key words: adolescent, population issues, knowladge attitude practice towards population, demographic dividend, trend of knowladge attitude practice.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang besar dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Menurut data SDKI tahun 2012 terjadi peningkatan laju pertumbuhan penduduk nasional dari 1,45 persen menjadi 1,49 persen dalam periode 2000-2010. Menurut Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237,56 juta jiwa, sehingga kenaikan 0,04 persen ini sangat mengkhawatirkan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi terutama disebabkan oleh masalah pengaturan kelahiran. Ini diperlihatkan oleh rendahnya kesertaan KB terutama cara KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang masih berkisar 18,3 persen serta terjadi peningkatan fertilitas pada kelompok umur 15-19 tahun di perdesaan maupun perkotaan.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat perlu mendapat perhatian, terlebih jika proporsi remaja dan penduduk usia produktif lebih besar jumlahnya. Jumlah penduduk remaja Indonesia menurut data Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 43,5 juta jiwa atau 5,47 persen dari jumlah populasi, dan akan terus meningkat hingga tahun 2025 diproyeksikan sebesar 47,6 juta jiwa atau yang setara dengan 5,97 persen jumlah populasi. Besarnya proporsi remaja dan usia produktif tersebut dapat menjadi modal bagi pembangunan nasional tetapi dapat juga menjadi bencana jika tidak dikelola dengan baik. Menurut WHO, masa remaja adalah fase tercepat dan paling rentan dalam siklus kehidupan manusia. Karakteristik individu serta lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan remaja. Perubahan yang terjadi ini berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak pada remaja.
Menurut Buku Grand Design Kependudukan Tahun 2011-2035 dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2012, bonus demografi terjadi apabila angka ketergantungan rendah, terutama karena besarnya jumlah angkatan kerja atau usia produktif (umur 15-64 tahun) dibanding penduduk usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Remaja termasuk dalam kelompok usia produktif yang dapat berkontribusi terhadap bonus demografi, karena nantinya akan ikut serta dalam pembangunan ekonomi bangsa. Maka dari itu, mempersiapkan generasi muda merupakan modal utama untuk membekali generasi muda tersebut agar lebih berkualitas, karena bonus demografi ini menjadi jendela kesempatan untuk Indonesia menjadi negara yang maju. Jika tidak dikelola dengan baik, bonus demografi ini akan menjadi petaka yang menyertai ledakan penduduk.
Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan remaja berkualitas. Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk memberikan keterampilan pada mereka agar mampu bersaing di era globalisasi. Selain keterampilan yang terkait dengan kegiatan ekonomi, juga perlu
diberikan pengetahuan mengenai isu-isu terkait dengan kependudukan. Sebagai generasi penerus pembangunan bangsa, remaja memegang estafet ke arah mana perjalanan bangsa ini akan dibawa, sehingga mempersiapkan remaja yang berkualitas dari aspek pendidikan dan kesehatan merupakan modal utama dalam membekali generasi muda untuk siap bersaing pada era globalisasi ini. Salah satu aspek pendidikan adalah pendidikan kependudukan dan kesehatan reproduksi.
Fungsi dari pendidikan kependudukan dan kesehatan reproduksi bagi remaja salah satunya sebagai bekal bagi mereka untuk menghadapi permasalahan dalam kependudukan serta peningkatan taraf hidup dengan semakin meningkatnya derajat kesehatan. Dengan adanya pendidikan kependudukan, remaja dapat memahami berbagai permasalahan yang timbul terkait kependudukan antara lain semakin padatnya pemukiman, lahan pertanian berkurang, kerusakan lingkungan, dan kemungkinan kekurangan pangan sehingga mereka diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Selain itu kesehatan reproduksi juga penting karena terkait dengan seksualitas, HIV dan AIDS, serta penyakit menular seksual lain. Dengan demikian perlu diberikan pengetahuan kependudukan dan kesehatan reproduksi kepada remaja.
Pengetahuan serta kesadaran kaum muda terkait kependudukan ini sangat perlu ditingkatkan melalui program-program yang dilakukan pemerintah. Upaya yang dilakukan pemerintah tersebut selain untuk mengatur pertambahan jumlah penduduk juga berkaitan dengan upaya pendewasaan usia perkawinan, untuk memenuhi hak kesehatan maupun hak reproduksi pada remaja. Oleh karena itu kajian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dan melihat tren pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja terkait isu-isu kependudukan dan keluarga berencana. Sehingga dapat mewujudkan remaja peduli kependudukan yang akhirnya agar pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas dapat tercapai.
Kajian tren PSP remaja mengenai isu kependudukan ini perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan remaja dengan harapan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam perumusan kebijakan untuk mengatasi persoalan kependudukan saat ini. Selain itu juga bermanfaat sebagai langkah persiapan masa depan remaja terkait masalah kependudukan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, menggunakan data sekunder yaitu hasil Survei Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang dilakukan oleh BKKBN. Survei ini merupakan survei berskala nasional yang bertujuan untuk mengetahui hasil indikator pencapaian program kependudukan dan KB,
meliputi aspek kesehatan reproduksi remaja, keluarga berencana, pemberdayaaan dan ketahanan keluarga serta keterpaparan informasi kependudukan dan KB dari media.
Data yang digunakan merupakan hasil survei selama sembilan tahun dari tahun 2007 sampai dengan 2015. Responden remaja yang digunakan dalam Survei RPJMN ini berumur 15-24 tahun. Faktor yang termasuk dalam pengetahuan remaja terkait isu kependudukan dalam kajian ini meliputi: pengetahuan mengenai masa subur, dapat hamil dalam sekali berhubungan seksual, alat/ cara KB, umur ideal menikah dan melahirkan anak, dan dampak buruk pertambahan penduduk. Untuk sikap dan perilaku terkait isu kependudukan meliputi: keinginan untuk ber-KB di masa yang akan datang, rencana umur menikah, rencana jumlah anak, rencana jarak kelahiran, perlunya pengaturan jumlah penduduk, serta perlunya persiapan sejak muda agar dapat menikmati hari tua. Data hasil survei dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Remaja adalah individu baik laki-laki maupun perempuan yang berada pada masa/usia antara anak-anak dan dewasa. Definisi remaja menurut WHO yaitu individu yang berusia diantara 10-19 tahun, sedangkan menurut BKKBN rentang umur remaja yaitu 10-24 tahun. Dalam konsep pembangunan keluarga menurut Grand Design Kependudukan 2011-2035 (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2012), pemahaman remaja mengenai kependudukan serta penyiapan remaja untuk hidup berkeluarga merupakan aspek yang penting.
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman dan proses pendidikan. Jika disatukan dengan sikap dan faktor predisposisi lain, maka pengetahuan akan membentuk perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Mengetahui Masa subur Wanita (%)
Dapat hamil sekali berhubungan seks (%)
Gambar 1. Tren pengetahuan masa subur dan dapat hamil sekali berhubungan seks
Data hasil survei RPJMN dari tahun 2007-2015 memperlihatkan bahwa pengetahuan remaja mengalami tren peningkatan dan penurunan (Gbr. 1). Hal ini terutama pada pengetahuan tentang masa subur dan kehamilan dalam sekali berhubungan seksual. Remaja sering merasa malu dan takut untuk terbuka mengenai masalah kesehatan reproduksi, maka pendekatan yang ditempuh haruslah lebih inovatif dan “ramah remaja” sehingga dapat memenuhi asas keterjangkauan dan kemanfaatan pelayanan kesehatan yang sesuai (Berhane, Berhane, & Fantahun, 2005).
Dalam buku yang ditulis oleh Muadz, Fathonah, dkk (2008), pendewasaan usia perkawinan adalah upaya untuk meningkatkan usia pada saat kawin pertama yaitu 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki, hal ini dilakukan bukan hanya untuk menunda sampai usia tertentu saja, tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Menurut hasil survei RPJM 2007-2015, remaja sudah mengetahui dengan baik rata-rata rentang umur sebaiknya menikah dan melahirkan (Gambar. 2). Hal ini dilakukan untuk melindungi hak reproduksi serta kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya.
Gambar 2. Tren pengetahuan remaja terkait umur menikah dan sebaiknya punya anak (Survei RPJMN).
Sumber: BKKBN, 2007; 2008; 2009; 2010; 2011; 2012; 2013; 2014; 2015.
Remaja sudah mulai mengetahui masa mencegah kehamilan yaitu mulai usia 35 tahun, sebab secara empirik diketahui banyak mengalami resiko medik (Muadz, Fathonah, Sapri, & Moeliono, 2008). Faktor pendukung yang berpengaruh terhadap pengetahuan remaja meliputi identitas etnis, dukungan dan keterlibatan sosial. Termasuk karakteristik individu, dukungan keluarga, serta kualitas cara penyampaian informasi (Zimmerman et al., 2013).
(Survei RPJMN).
Sumber: BKKBN, 2007; 2008; 2009; 2010; 2011; 2012; 2013; 2014; 2015.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/46750-3.jpg)
Tahu dampak buruk pertambahan penduduk (%)
Pertambahan penduduk perlu diatur (%)
Perlu persiapan sejak muda agar dapat menikmati hari tua (%)
Deardorff, & Dehlendorf, 2013). Jika terdapat informasi atau pengalaman buruk terkait penggunaan KB, maka hal tersebut dapat berpengaruh pada preferensi remaja untuk penggunaan alat KB. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi (konseling) yang memadai serta jaminan keamanan bagi penggunanya, sehingga keyakinan remaja terhadap alat kontrasepsi dapat meningkat. Keamanan dapat menjadi faktor kunci dalam peningkatan pengguanaan alat kontrasepsi (Jain & Muralidhar, 2011).
Gambar 3. Tren pengetahuan remaja tentang dampak buruk pertambahan penduduk, perlu pengaturan pertumbuhan penduduk, serta persiapan untuk hari tua (Survei RPJMN).
Sumber: BKKBN, 2013; 2014; 2015.
Selama tahun 2013-2014, tren pengetahuan mengenai dampak dan masalah kependudukan cukup bagus. Para remaja tersebut juga telah memiliki pandangan pentingnya mempersiapkan hari tua. Pengetahuan yang baik ini dapat terbentuk salah satunya melaui pengembangan modul interaktif yang mengandung unsur multimedia seperti video, audio, grafik, teks dan animasi. Hal ini terbukti efektif dalam mendorong aktivitas pembelajaran (Nurulwahida, Makhsin & Azman, 2015).
Sikap menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap rangsangan tertentu (Notoatmodjo, 2003). Selain itu, sikap merupakan bagian dari keyakinan seseorang dalam mengungkapkan perilakunya (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2015), sehingga pengetahuan, sikap, dan perilaku merupakan unsur yang membentuk suatu individu.
100
80
60
40
20
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pernah mendengar/Tahu alat/cara KB (%)
Rencana memakai KB dimasa mendatang (%)
Gambar 4. Tren pernah mendengar alat/cara KB dan rencana memakai KB dimasa mendatang (Survei RPJMN).
Sumber: BKKBN, 2010; 2011; 2012; 2013; 2014; 2015.
Pengetahuan remaja mengenai alat/cara KB cukup tinggi tetapi untuk rencana menggunakan KB dimasa mendatang rendah (Gambar. 4). Remaja cenderung malu dan menutup diri terkait dengan pilihan untuk menggunakan alat KB pada masa mendatang, hal ini masih dianggap tabu karena Indonesia menganut budaya ketimuran. Selain itu pilihan untuk menggunakan alat KB merupakan hal yang subjektif yang dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, teman, keluarga, pasangan, dan penyedia layanan kesehatan (Brown, Auerswald, L.Eyre,
Rata-rata Umur Rencana Menikah Remaja Laki-laki
Rata-rata Umur Rencana Menikah Remaja Perempuan
Rata-rata Umur Rencana Menikah Remaja Laki-laki dan Perempuan
Gambar 5. Tren rata-rata umur rencana menikah remaja (Survei RPJMN).
Sumber: BKKBN, 2010; 2011; 2012; 2013; 2014; 2015.
Gambar 5. menunjukkan bahwa terjadi perubahan sikap remaja untuk semakin mendewasakan usia perkawinannya. Dalam tesisnya, Fauziah (2015) berpendapat bahwa pengetahuan dan sikap remaja ini dipengaruhi oleh penyuluh generasi berencana. Hal yang berbeda disampaikan oleh Ardhiyanti (2013) bahwa peran orang tua lebih penting dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi daripada teman sebaya, guru, petugas kesehatan, maupun media. Remaja itu unik sehingga perlu dilakukan pendekatan dari berbagai sisi, baik dari orang terdekat (keluarga) sampai lingkungan sekitar.
Rata-rata Jumlah anak yg diinginkan oleh Remaja Laki-laki
Rata-rata Jumlah anak yg diinginkan oleh Remaja Perempuan
Rata-rata Jumlah anak yg diinginkan oleh Remaja Laki-laki dan Perempuan
Gambar 6. Tren rata-rata jumlah anak yang diinginkan remaja (Survei
RPJMN).
Sumber: BKKBN, 2010; 2011; 2012; 2013; 2014; 2015.
Dari data tahun 2010-2015 banyak dari remaja yang ingin memiliki jumlah anak rata-rata dibawah 3 (Gambar. 6). Dapat terlihat bahwa remaja sebenarnya tidak menginginkan terlalu banyak anak dalam rencana jangka panjang mereka. Kondisi ini dapat mendukung Grand Design Kependudukan 2011-2035, untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang, mensyaratkan angka kelahiran total (TFR) adalah 2,1 per perempuan.
42
40
38
36
34
32
30
Iillll
Rata-rata Jarak antara dua anak menurut Remaja Laki-laki (bulan)
Rata-rata Jarak antara dua anak menurut Remaja Perempuan (bulan)
Rata-rata Jarak amtara dua anak menurut Remaja Laki-laki dan Perempuan (bulan)
Gambar 7. Tren rata-rata jarak antar dua anak yang diinginkan remaja (Survei RPJMN).
Sumber: BKKBN, 2010; 2011; 2012; 2013; 2014; 2015.
Masa menjarangkan kehamilan dilakukan pada usia 20-35 tahun oleh Pasangan Usia Subur (PUS). Dalam jangka waktu tersebut dianjurkan untuk memiliki 2 anak (mengacu pada TFR penduduk seimbang), sehingga jarak kehamilan juga penting diatur guna menjaga kualitas kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anaknya. Jadi sebaiknya patokan jarak kelahiran diatas 5 tahun (Muadz et al., 2008). Tetapi, dilihat dari tren terkini, remaja kebanyakan menginginkan jarak anak di atas 34 bulan atau 2-3 tahun. Padahal dengan adanya jarak yang cukup, perhatian dan kasih sayang yang diberikan dapat maksimal terhadap tumbuh kembang anak, terutama dalam aspek asupan gizinya (Rustein & Winter, 2014). Bahkan di negara lain yang sedang berkembang seperti Nairobi, jarak kelahiran kurang dari 18 bulan, kondisi ini berkaitan dengan peningkatan risiko kematian bayi dua kali lipat jika dibandingkan dengan interval 36 bulan atau lebih, sementara selang waktu 18-23 bulan peningkatannya sebesar 18 persen (Fotso, Cleland, Mberu, Mutua, & Elungata, 2013).
Kesehatan reproduksi remaja dan pendewasaan usia perkawinan memiliki nilai strategis dalam meraih bonus demografi. Kehamilan tidak diinginkan memberi multiple effects negatif terhadap kesehatan reproduksi remaja baik terhadap fisik, mental, sosial serta pendidikan dan masa depan remaja. Apabila kehamilan tidak diinginkan
diletakkan dalam konteks pembangunan kependudukan, maka kondisi seperti ini jika tidak diatasi akan semakin berpengaruh terhadap besarnya angka TFR. Lebih jauh, TFR saat ini berada pada angka 2,6 dan terus diupayakan mencapai angka 2,1 agar dapat membentuk postur bonus demografi yang ideal pada tahun 2020-2030. Kesehatan reproduksi remaja yang disinergikan dengan upaya pendewasaan usia perkawinan diharapkan memberi hasil yang lebih strategis dalam pengendalian jumlah penduduk (Yuniarti, 2013).
Peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja, sebagai tumpuan bangsa kedepan, menjadi penting karena perkembangan dinamika kependudukan memunculkan banyak fakta antara harapan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia. Kondisi tersebut memerlukan dilakukan sosialisasi pendidikan kependudukan antara lain melalui peran guru yang strategis dalam memberikan wacana kepada peserta didik untuk mempelajari situasi kependudukan di dalam keluarga, masyarakat, negara, dan dunia (Hasanudin & Hasmi, 2014).
Setiap negara memiliki cara tersendiri dalam upaya merangkul generasi muda mereka, salah satunya Senegal menerapkan Family Life Education (FLE) atau pendidikan kehidupan berkeluarga (Chaua, dkk., 2016). FLE ini merupakan proses pendidikan yang dibuat untuk membantu anak muda secara jasmani, emosional dan pertumbuhan moral sebagai persiapan untuk menjadi dewasa, menikah, berkeluarga, lansia, serta cara dalam menjalin relasi sosial dalam lingkup keluarga dan lingkungan. Faktor kunci yang menunjang keberhasilannya yaitu: (1) kejelasan, relevansi, dan kredibilitas program; (2) program yang sesuai untuk remaja terutama menyangkut seksual dan kesehatan reproduksi; (3) keterlibatan masyakat dan pemerintah yang kuat dan kredibel; (4) kebijakan yang ramah lingkungan. (5) adanya dukungan kebijakan oleh semua kalangan.
Di Indonesia sendiri, pemerintah dalam hal ini BKKBN membuat pengembangan Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) menjadi Generasi Berencana yang bertujuan untuk penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja/mahasiswa sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Program Generasi Berencana ini merupakan program yang sangat strategik dikembangkan dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja. Generasi Berencana atau GenRe ini sudah dikembangkan sejak tahun 2010 yang bertujuan mempersiapkan remaja dalam merencanakan kehidupan demi terwujudnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika ada program-program lain yang lebih “ramah” kepada remaja yang dapat dipelajari dan dipergunakan demi meningkatkan remaja yang berkualitas.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perubahan tren pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja terkait isu kependudukan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain pengalaman pribadi, dukungan keluarga, penyedia layanan kesehatan, organisasi remaja, peran guru dalam mendidik, serta kualitas cara penyampaian informasi. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah peran pemerintah dalam menyediakan wadah remaja untuk belajar merencanakan kehidupannya. Perlu adanya pendekatan yang inovatif dan kreatif, sehingga remaja dapat merasa nyaman dan sadar untuk hidup sehat dan berkualitas.
Upaya yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan intervensi melalui interaksi dengan penyedia layanan kesehatan. Interaksi ini diketahui mampu membantu dalam mengarahkan penggunaan kontrasepsi, terutama dalam kegiatan konseling. Dalam kegiatan konseling dapat dijelaskan informasi tentang berbagai hal seperti efek samping, cara penggunaan, dan penanganan jika terjadi masalah. Selain itu, penggunaan alat kontrasepsi tersebut harus memberikan rasa nyaman dan aman bagi penggunanya, serta dapat diperoleh dengan harga yang murah dan efek samping yang rendah. Dengan demikian pembuat kebijakan Program KB serta produsen pembuat alat KB perlu memberikan perhatian khusus terhadap hal tersebut.
Dengan meningkatnya tren PSP remaja terkait isu kependudukan ini, kaum muda diharapkan siap dalam menyongsong bonus demografi pada tahun 2020-2030. Sebuah kondisi yang dapat memunculkan jendela kesempatan yang menguntungkan dari sisi pembangunan Indonesia. Implikasinya adalah dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi, serta imbasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiyanti, Yulrina. (2013). Pengaruh Peran Orang Tua terhadap Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(3), 117-121.
Berhane, F., Berhane, Y., & Fantahun, M. (2005). Adolescents’ health service utilization pattern and preferences: Consultation for reproductive health problems and mental stress are less likely. Ethiop.J.Health Dev., 19(1), 29–37.
BKKBN. (2007). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
BKKBN. (2008). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Indonesia
Tahun 2008. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
BKKBN. (2009). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
BKKBN. (2010). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Tahun 2010. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. ISBN: 978-602-8633-42-0
BKKBN. (2011). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. ISBN: 978-602-8633-48-2
BKKBN. (2012). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Tahun 2012. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. ISBN: 978-602-8633-69-7
BKKBN. (2013). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. ISBN: 978-602-8633-81-9
BKKBN. (2014). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. ISBN: 978-602-1098-08-0
BKKBN. (2015). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Tahun 2015. Jakarta: Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. ISBN: 978-602-1098-21-9
Brown, M. K., Auerswald, C., L.Eyre, S., Deardorff, J., & Dehlendorf, C. (2013). Identifying Counseling Needs of Nulliparous Adolescent Intrauterine Contraceptive Users: A Qualitative Approach. Journal of Adolescent Health, 52(3), 293–300.
Chaua, K., Seckb, A. T., Chandra-Moulic, V., & Svanemyrd, J. (2016). Scaling up sexuality education in Senegal: integrating family life education into the national curriculum. Sex Education, 16(5), 503–519.
Fauziah, Arvicha. (2015). Pengaruh Penyuluhan Generasi Berencana terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Kesehatan Reproduksi pada Siswa Kelas VIII di SMPN 1 Kokap Kulon Progo. Yogyakarta: STIKES Aisyiyah Yogyakarta.
Fotso, J. C., Cleland, J., Mberu, B., Mutua, Mi., & Elungata, P. (2013). Birth Spacing And Child Mortality: An Analysis Of Prospective Data From The Nairobi Urban Health And Demographic Surveillance System. Journal Of Biosocial
Science, 45(6), 779–798.
Glanz, K., Rimer, B. K., & Viswanath, K. (2015). Health Behavior Theory, Research, and Practice Fifth Edition. (5th ed.). San Fransisco.
Jain, R., & Muralidhar, S. (2011). Contraceptive Methods: Needs, Options and Utilization. The Journal of Obstetrics and Gynecology of India., 61(6), 626–634e.
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
(2012). Grand Design Kependudukan 2011-2035. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Muadz, M. M., Fathonah, S., Sapri, E. A., & Moeliono, L. (2008). Pendewasaan Usia Perkawinan dan Hak-hak Reproduksi bagi Remaja. Jakarta: BKKBN.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nurulwahida, H. A. A., Makhsin, M., & Azman, A. (2015). Soft Skills through Thinking Intelligence to Increase
Employability Graduates Nurulwahida. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 9(13), 12–18.
Rustein, & Winter. (2014). The Effects of Fertility Behavior on Child Survival And Child Nutritional Status: Evidence from The Demographic And Health Surveys, 2006 to 2012. Rockville, Maryland.
Said, K., Hasanudin, D., & Hasmi, E. (2014). Kependudukan-Pengintegrasian dengan Kurikulum 2013. Jakarta: Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan BKKBN.
Yuniarti. (2013). Menakar Peran Strategis Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pendewasaan Usia Perkawinan dalam Mencapai Bonus Demografi. Pena Medika Jurnal Kesehatan, 4(1).
Zimmerman, M. A., Stoddard, S. A., Eisman, A. B., Caldwell, C. H., Aiyer, S. M., & Miller, A. (2013). Adolescent Resilience: Promotive Factors That Inform Prevention. Child Development Perspectives, 7(4), 215–220.
22
PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Discussion and feedback