MISI BUDAYA MIGRAN ETNIK SASAK DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR KOTA DENPASAR SEBUAH : KAJIAN BUDAYA
on
MISI BUDAYA MIGRAN ETNIK SASAK DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR KOTA DENPASAR SEBUAH : KAJIAN BUDAYA
I Nengah Sudiarta FKIP Universitas Dwijendra Denpasar
ABSTRACT
The difficulty of undertaking at an origin region or a former village push the society conducting a citizen movement known as migration or urbanization. The city of Denpasar as a tourism destination, the economical fluctuation automatically increases very fast and it has some impacts to the income per capita for the around society. So the city of Denpasar is a region becoming a migrants’ destination to speculate their destiny or they want to change their family income. Instead of a such situation, Denpasar city will generate the citizen’s increasing very rapid. The heterogeneous citizen have a potency of ethnical conflict, the traffic jam, slump housing and so on. The sharing life of some ethnics will occur a cultural contact of any kinds origin village and each ethnic wants to reflect their previous culture at a new area especially regarding to the cycle life rite.
The questions research are : (i) what is the migrants’ cultural mission form of Sasak ethnic at East Denpasar sub district, (ii) what is the migrants’ cultural mission function of Sasak ethnic at East Denpasar sub district, (iii) what is the migrants’ cultural mission meaning of Sasak ethnic at East Denpasar sub district.
The research is designed by using the qualitative analysis and the collecting data is done by using the observation technique, an interview, a discussion group focus and a documentation. In analyzing data, researcher uses the cultural configuration theory, the symbolic interaction, the change theory, the adaption theory and the other supporting one.
The research results show that : Firstly, the migrants reflect their previous cultural form at a new place related to the life cycle rite. It’s done regarding there is a such of an ethnical pride because they want to be recognized their existence at the destination region, Secondly, After Ethnical migrants of Sasak succeeded at the destination region, they want to maintain their identity at the new environment with the others ethnic and they also want to spread to a strategic area to cover the economical sector. In other to cover safely, they need adapting and harmonizing with the other ethnic especially the dominant original one. So the migrants’ cultural mission of Sasak ethnic at East Denpasar sub district want to bring their operating result as much as possible, such as their remittance and experience to the former region. By the shoreline mental of discipline and ductile nature, they work as effective as possible. Thirdly, Meaning of the mission is to increase their family life prosperity and help progressing the small economic at original village, help developing the general facilities and try harmonizing with their environmental requirement.
The conclusions are : by conducting the migrants’ cultural mission of Sasak ethnic, they can change their social-economical life toward to a better one, and also reflect their social-culture at new setting up destination
Key word : the cultural mission, reflect social cultural, prosperity and identity strengthening
I PENDAHULUAN
Komposisi penduduk di Indonesia menunjukkan pendistribusian yang tidak merata antara yang tinggal di kota dengan yang tinggal di pedesaan. Tampaknya, hal ini akan tetap bertahan sampai satu dasa warsa mendatang mengingat tingkat kelahiran penduduk di desa relatif lebih tinggi daripada tingkat kelahiran penduduk di kota. Selanjutnya, tidak semua penduduk di pedasaan mempunyai pekerjaan yang relatif menetap untuk menunjang ketahanan ekonomi keluarga mereka, dalam artian untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Ada sebagai buruh, petani, pedagang kecil, buruh bangunan, kuli pasar, ada sebagai petani penggarap dan petani pemilik. sebagai petani pemilikpun kadang-kadang curahan tenaga kerja dan hasil yang diperoleh tidak seimbang dengan perolehan hasil maksimal yang diharapkan.
Kondisi sosial ekonomi di suatu daerah yang tidak memungkinkan sebagai sarana untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya akan menyebabkan orang tersebut mempunyai keinginan untuk meninggalkan daerah asal atau daerah kelahiran mereka menuju daerah lain (bermigrasi) dimana dengan harapan kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi atau yang lebih menjanjikan dari segi penghasilan. Hal semacam inilah yang merupakan faktor pendorong seseorang untuk melakukan migrasi. Disamping adanya faktor-faktor yang lain.
Pada pihak lain, kodisi Bali khususnya Kota Denpasar mempunyai daya tarik tersendiri karena sebagai daerah tujuan wisata, Ibukota propinsi, pertumbuhan ekonomi baik, kesempatan kerja lebih banyak, upah cukup menarik,
banyak hiburan dan sebagai pusat pendidikan. Yang semuanya itu memberikan
harapan hidup yang lebih baik
Sebagai konsekuensi terhadap kenyataan tersebut di atas, kota Denpasar, khususnya Denpasar Timur mengalami suatu permasalahan yang baru seperti kerawanan sosial, konflik kepentingan, kemiskinan, sanitasi rendah, lingkungan kumuh, tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi, lalulintas padat, polusi udara dan kemajemukan pada struktur masyarakat. Perubahan dalam struktur masyarakat ini menyebabkan terjadinya diferensiasi dalam mata pencaharian, meluasnya pergaulan hidup dalam masyarakat, munculnya kelompok-kelompok baru, baik berdasarkan profesi, ras, suku, agama dan kepercayaan. Masing-masing individu atau kelompok mempunyai nilai, norma, adat, kepercayaan dan kepentingan yang dibawa dari daerah asal yang terkadang berbeda-beda. Situasi yang demikian akan membuka peluang konflik dalam kehidupan di masyarakat. Seperti keinginan mempertahankan nilai yang dibawa dari daerah asal, kebanggaan etnik, penguatan identitas, ataukah mereka ingin larut dengan budaya tuan rumah yang dominan dan mempertahankan hubungan mereka dengan daerah asal. Agar para migran etnik Sasak ini berhasil di daerah tujuan mereka melakukan strategi-strategi adaptasi tertentu, interaksi dan toleransi terhadap lingkungan sosial serta peran organisasi sosial (paguyuban) yang dibentuk. Fenomena tersebut menarik untuk diselidiki khususnya pada etnik Sasak yang ada di Kota Denpasar khususnya di Kecamatan Denpasar Timur.
Sesuai dengan latar belakang di atas beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
-
1) Bagaimanakah bentuk misi budaya migran etnik Sasak di Kecamatan Denpasar Timur ?
-
2) Bagaimanakah fungsi misi budaya migran etnik Sasak di Kecamatan Denpasar Timur?
-
3) . Bagaimanakah makna misi budaya migran etenik Sasak di Kecamatan Denpasar Timur ?
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengungkap, dan memahami misi budaya migran etnik Sasak di Kecamatan Denpasar timur.
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini mengungkap tiga hal, yaitu untuk memahami dan mengetahui :
-
a. Bentuk misi budaya migran etnik Sasak di Kecamtan Denpasar Timur
-
b. Fungsi misi budaya migran etnik Sasak di Kecamatan Denpasar Timur
-
c. Makna misi budaya migran etnik`Sasak di Kecamatan Denpasar Timur
-
a. Manfaat teoretis, menambah refernsi kepada para peneliti lain yang berminat dalam masalah ini untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam dengan menambah populasi dan variabel yang lebih luas dan secara teoretis penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi pengembaangan ilmu pengetahuan bagi dunia akademik dibidang sosial
-
b. Manfaat praktis, temuan dari penelitian ini bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan kepada pengambil kebijakan yaitu pemerintah Kota Denpasar, khususnya Kecamatan Denpasar Timur dalam mengambil kebijakan baik secara makro maupun mikro dalam hal mengatur atau mengantisipasi penduduk pendatang.
sebagai bahan acuan dan mendukung hasil penelitian perlu memiliki suatu kajian pustaka serta beberapa buku dan beberapa hasil penelitian yang terdahulu. Usman Pelly (1994) menyatakan bahwa adaptasi seseorang sangat dipengaruhi oleh misi budaya. Budaya rantau yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok etnik akan mempengaruhi cara-cara mereka melakukan kegiatan bisnis dan melakukan strategi adaftasi di daerah baru (perantauan). Kaitan buku ini dengan permasalahan yang diteliti adalah sebagai perbandingan misi budaya yang dilakukan oleh etnik Minangkabau dengan etnik Sasak yang ada di Kecamatan DenpasarTimur dan dipakai landasan untuk mengamati strategi adaptasi yang dilakukan oleh etnik Sasak di Kecamatan Denpasar Timur.
Mariyah (2004) kedatangan urbanis terkait dengan pemilihan pekerjaan dan pemukiman dipengaruhi oleh misi budaya dan struktur sosial. Misi budaya sebagai migran adalah mereka ingin membawa kekayaan, pengetahuan dan pengalaman untuk memperkaya dan memperkuat kampung halaman. Hasil penelitian tersebut juga dipakai sebagai bahan acuan dalam membahas misi budaya etnik Sasak apakah ada kesamaan pandangan atau orientasi antara migran etnik Sasak dengan etnik Minangkabau yang memiliki nilai budaya matrilinial.
Appadurai dalam Abdul Haris (2003) sekelompok orang yang ingin
pindah dari lingkungan budaya ke lingkungan budaya yang lain mengalami proses sosial budaya yang dapat mempengaruhi model adaptasi dan pembentukan identitas. dalam kondisi seperti tersebut setiap etnik atau kelompok yang akan melakukan migrasi atau misi budaya akan dihadapkan pada situasi baru yang belum tentu bersifat ramah sehingga mereka memerlukan berbagai cara strategi adaptasi.
Irwan Abdullah (2006) menyatakan bahwa misi budaya terjadi suatu strategi strategi adaptasi secara terus menerus, akulturasi budaya dan reproduksi budaya. Reproduksi kebudayaan merupakan proses penegasan identitas budaya yang dilakukan oleh para pendatang untuk menegaskan budaya asalnya.
Sudibia (1992) menyatakan bahwa pendistribusian migran menunjukkan bahwa daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi lebih besar berpeluang untuk dituju oleh para migran, tetapi yang menjadi motif utama mereka melakukan migrasi ke kota adalah didorong oleh motif memperoleh pekerjaan, karena di daerah asal mereka memiliki lahan pertanian sempit atau sebagai petani penggarap, disisi lain kesempatan kerja diluar sektor pertanian di pedesaan juga terbatas. Hasil temuan tersebut dapat membentengi hasil penelitian, sesuai dengan permasalahan yang dibahas yang menyangkut motif utama para migran etnik Sasak melakukan misi budaya atau migrasi.
Mantra (1989) menyatakan bahwa mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu mobilitas permanen dan mobilitas non permanen atau mobilitas sekuler. Lebih lanjut fenomena sosial ekonomi merupakan faktor utama
mobilitas penduduk dan urbanisasi. Todaro (2000; 350) menyatakan bahwa faktor
ekonomi dan non ekonomi menjadi pertimbangan untuk melakukan urbanisasi.
Teori-teori yang digunakan untuk membedah permasalahan tersebut di atas antara lain : teori konfigurasi budaya, teori interaksi, teori perubahan, teori adaptasi dan teori representasi. Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi terhadap peristiwa yang dianggap perlu.
III METODA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Denpasar Timur dengan luas wilayah 22,54 km2 atau 17,64 % dari luas wilayah Kota Denpasar atau 0,40 dari luas pulau Bali. Letak Kecamatan Denpasar Timur di Kelurahan Kesiman yang mempunyai 11 Desa Dinas dan 12 Desa Adat. 85 Banjar Dinas serta 97 Br. Adat. Dengan jumlah penduduk berdasarkan regestrasi Denpasar Dalam Angka tahun 2007 adalah : 55.776 orang laki-laki dan 54.496 orang adalah perempuan. Total jumlah penduduk Kecamatan Denpasar timur adalah 110.272 jiwa.
Penelitian ini dirancang menggunakan metoda kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati dan diwawancarai (Moleong, 1998). Masalah-masalah yang dikaji tidak merupakan hubungan sebab akibat atau faktor yang berdiri sendiri, tetapi dikaji dalam satuan holistik dengan analisis yang difokuskan dalam kedalaman informasi. Teknik wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview) terhadap para informan yang terdiri dari para migran etnik Sasak dan tokoh masyarakat setempat.
-
IV. PEMBAHASAN
Para migran etnik Sasak cukup banyak ada di Kota Denpasar khusunya di Kecamatan Denpasar Timur kondisi seperti ini dapat memberikan kontribusi khasanah budaya yang berkembang di Bali, khususnya di Denpasar Timur. Dengan keberadaan para migran etnik Sasak ini mengindikasikan bahwa akan terjadi suatu praktek-praktek budaya baru mereka di daerah tujuan. Dalam praktek budaya sehari-hari para migran Sasak ini tidak mengalami suatu hambatan, baik berinteraksi mapun beradaptasi dengan budaya Bali (Hindu) yang lebih dominan, hal ini dsiebabkan budaya Sasak yang bersifat demokratis dan pleksibel dalam penerapannya di daerah tujuan. Budaya Bali yang sudah kental dengan azas Tat Twam Asi dan Tri Hita Karana dalam pelaksanaan adat, budaya dan agamanya dapat menerima pendatang dari berbagai etnis dengan lebih toleran.
Dalam kontak budaya yang terjadi para migran etnik Sasak akan selektif menerima atau menyerap unsur-unsur budaya dominan (Hindu) atau budaya dari etnis lain yang ada di Kota Denpasar. Keberlanjutan praktek budaya paramigran etnik Sasak dapat dilakukan atau direproduksi di daerah yang baru agar keberadaan mereka ingin diketahui oleh etnis lain. Walaupun prosesi praktek budaya daerah asal mereka kurang berlangsung meriah di daerah tujuan, hal ini tidak menjadi ukuran bagi mereka. Dalam kesehariannya antara masyarakat etnik Sasak dengan etnik yang lain yang ada di Denpasar Timur dapat hidup secara berdampingan dalam lingkungan mereka masing-masing karena dalam berinteraksi dapat saling memahami atribut-atribut adat, budaya dan agama. Adanya unsur-unsur pelaksanaan adat, budaya dan agama serta penjenjangan
sosial yang ada di Denpasar Timur menuntut mereka melakukan strategi adaptasi agar mereka bisa eksis dan hidup nyaman dan aman di lingkungan mereka masing-masing.
Adanya budaya Hindu yang dominan dengan pola interaksi, adat, budaya dan agama yang masih kuat akan meengalami kontak budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka bawa dari daerah asal. Keberlanjutan praktek budaya daerah asal migran etnik Sasak sebatas pada reproduksi budaya pelaksanaan upacara siklus hidup dan organisasi sosial atau peguyuban. Pada porses pelaksanaan ritual keagamaan lebih menekankan kepada ekpresi kebudayaan dan pemberian makna. Terkait dengan cara-cara yang ditempuh oleh sekelompok orang yang mempertahankan identitasnya sebagai suatu etnik di dalam lingkungan sosial yang berbeda. Upacara ritual keagamaan yang di refleksikan adalah merupakan hasil daripada reproduksi kebudayaan, dimana telah terjadi produksi ulang dari kebudayaan daerah asal dan produksi budaya yang ini berlangsung pada tahap makna, artinya ornamen-ornamen dalam ritual tersebut mengalami pergeseran makna serta memungkinkan adanya defusi dalam bentuk pelaksanaannya baik bentuk fisiknya maupun caranya.
Dalam rangka penguatan identitas etniknya etniknya para migran Sasak mengingatkan kepada warganya untuk tahu diri di daerah perantauan, hal ini akan berhubungan dengan dimana mereka berada serta nilai-nilai apa yang mengiternalisasi prilaku dan pola pikirnya. Pada kesempatan tersebut para tokoh masyarakat Sasak di Denpasar Timur memberikan pengarahan-pengarahan agar selalu menjaga kebersamaan baik dengan komunitasnya sendiri maupun dengan
etnik lain. Karena diyakini kehidupan sosial dilingkungan yang baru dan multi etnik kalau tidak beradaptasi dengan baik akan berpotensi menjadi konflik baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kondisi dimaksud sesuai dengan pernyataan seorang akhli yang menyatakan bahwa ” asosiasi atau paguyuban yang dibentuk sebagai wadah untuk memberikan bimbingan, dorongan dan dukungan moral kepada para anggotanya dalam masalah-masalah keluarga, dalam perdagangan atau berbisnis. Organisasi sosial religius membuat pengorganisasian, keuangan, administrasi, dan rasa solidaritas para perantau karena anggotanya terikat pada suatu wadah” (Usman Pelly, 1994).
Melalui paguyuban mereka etnik Sasak ini dapat memperkuat identitas, merefleksikan nilai-nilai sosial, adat, budaya dan agama yang dianggap sebagai identitas bersama komunitas Sasak yaitu sistem tata nilai yang dibawa dari daerah asal dapat direpresntasikan di daerah atau lingkungan yang baru, apakah dalam perkembangannya mengalami perubahan seiring dengan adanya berbagai etnik dan budaya dominan (Hindu) dilingkungan yang baru. Atas dasar pertimbangan ini perlu diadakan upaya penguatan atau revitalisasi identitas bersama untuk mempertahankan eksistensi budaya asal.
Kondisi geografis, sosial ekonomi suatu daerah dapat mendorong warganya untuk meninggalkan daerah asal menuju daerah lain yang lebih menjanjikan dari segi perolehan penghasilan untuk membantu meringankan beban ekonomi keluarga. Dengan harapan berusaha di daerah tujuan yang memiliki kodisi erkonomi dan alam yang relatif lebih baik dapat memperoleh penghasilan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa ”
faktor ekonomi merupakan merupakan motif utama melakukan mobilitas atau migrasi” (Wiyono, 1994:4). Motif tersebut selain sebagai pertimbangan ekonomi juga mempunyai harapan yang lain yaitu harapan untuk mendapat pekerjaan dan harapan untuk memperoleh penghasilan yang lebih tinggi atau lebih baik dari pada yang diperoleh di daerah asal. Hasil wawancara hampir semua migran etnik Sasak yang ada di Denpasar Timur mempunyai harapan yang senada yaitu ingin mendapat pekerjaan yang layak, berpenghasilan tinggi hingga hasil usahanya dikirim kedaerah asal digunakan untuk menghidupi keluarga mereka. Fungsi ekonomi yang diperoleh dari hasil usaha mereka di daerah tujuan adalah meningkatkan pengiriman uang (remitan) kepada keluarga mereka yang tinggal di daerah asal mereka. Hal ini dinyatakan oleh pendapat yang menyatakan bahwa ”dampak remitan digunakan antara lain untuk memenuhi biaya fasilitas pendidikan, kesehatan dan konsumsi” ( Hugo, 1987). Penggunaan remitan selain untuk biaya pendidikan dan kesahatan juga untuk keperluan yang lain seperti memperbaiki rumah, menebus kembali lahan mereka yang pernah digadaikan serta membuka usaha kecil-kecilan di Desa asal mereka
Para migran etnik Sasak memaknai misi budaya yang mereka lakukan itu adalah untuk memperoleh kesejahteraan yang berkaitan dengan status sosial ekonomi. Makna status sosial para migran Sasak ini juga meningkat, hal ini mereka rasakan ketika mereka mudik. Adanya pernghargaan terhadap status sosial terutama dirasakan kalau ada pertemuan-pertemuan di tingkat Desa seperti menghadiri pertemuan Karang Taruna, Remaja Masjid, perayaan keagamaan dan upacara-upacara yang berkaitan dengan upacara siklus hidup sering dipersilahkan
duduk didepan bersama tokoh agama, pemuka adat dan tokoh masyarakat yang lain dan kadang-kadang dimantai pendapat atau ide tentang permasalahan yang dibahas.
Dalam kebersamaan diperlukan adanya suatu nilai-nilai yang telah disepakati bersama, mempunyai tujuan dari sebuah kelompok untuk kelangsungan hidup, keamanan secara fisik dan psikis. Tinggal pada suatu komunitas tertentu setiap orang harus siap untuk mematuhi segala bentuk peraturannya, saling mendukung setiap anggotanya, bekerjasama, saling menghargai, dan sebagainya. Adanya suatu norma yang berlaku yang mengatur para anggota masyarakatnya yang bersangkutan sebelum bertindak akan mempertimbangkan tingkah laku yang wajar berlaku pada kelompoknya serta mengusahakan tingkah laku yang bersangkutan agar sejalan dengan norma yang dianut oleh kelompoknya.
Idealnya sebuah komunitas atau etnik tertentu setiap anggotanya dapat berkumpul bersama untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan misi budayanya, bila mungkin sampai kepada keputusan bersama, secara bebas mengindentifikasikan dan mendiskusikan berbagai bentuk permasalahan sosial baik yang menyangkut intern dan ekstern etniknya. Sejalan dengan meningkat intenssitas pertemuannya itu akan berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan sosial yang berlaku dimasyarakat sekitar dimana mereka berada.
Makna Solidaritas sangat diperlukan dalam kehidudpan yang bersifat multi etnik agar timbul saling menghargai dan tolong menolong dalam kehidpan bermasyarakat, sehingga beberapa etnik dapat hidup berdampingan dengan secara harmonis. Untuk itu perasaan solider perlu dipupuk dengan baik agar terhindar dari konflik-konflik yang bernuansa SARA. Dalam kaitannya dengan hal tersebut
solidaritas perlu dijadikan semboyan dikalangan masyarakat luas agar semakin sering diucapkan akan dapat berpengaruh terhadap pola fikirnya kemudian akan tercermin pada prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Solidaritas pada etnik tertentu lebih mengandung makna bahwa mereka berstu untuk maju bersama, perasaan yang empati pada sesama etnik baik dalam suka maupun duka sehingga tumbuh persepsi yang sama dalam menyikapi situasi yang berkembang dilingkungan tempat tinggal mereka masing-masing.
Pemaknaan tentang solidaritas semestinya tetap bisa tumbuh pada setiap orang baik secara individu maupun secara berkelompok. Pemunculaan perasaan solider pada tiap individu akan mempengaruhi setiap karakteristik tindakan dan prilaku dalam proses kerjasama dengan etnis lain, dalam bentuk memperjuangkan keadilan dan bersikap santun dalam berinteraksi. Kerjasama mengacu pada situasi umumnya diekspresikan sebagai bentuk dukungan, sehingga pemikiran yang muncul adalah menjadi milik suatu etnik, warganya mampu mendorong munculnya tindakan dan pemikiran yang dianggap baik bagi kepentingan etniknya.
Terbentuknya organisasi sosial oleh para migran etnis Sasak ini merupakan momentum yang sangat strategis sebagai upaya untuk mengembangkan dan mengimplementasikan solidaritas etniknya baik untuk kepentingan lintas golongan maupun antar lintas etnik yang lain. Dengan lintas etniknya mereka dapat saling bertukar pikiran mengenai kondisi lingkungan dan pekerjaan yang mereka tekuni termasuk juga sering dijadikan ajang untuk curhat dalam mengatasi permasalahan sosial dalam kondisi suka maupun duka sehabis mereka bekerja. Memaknai solidaritas etnik ini berarti mereka sudah membangun
kesetiakawanan atau kekompakan yang pada akhirnya akan muncul perasaan
senasib dan sepenanggungan kesiapan untuk saling membela, saling mempertahankan identitas etniknya, saling memaafkan, ikut memfasilitasi warganya kalau diantara mereka mempunyai suatu permasalahan, dan bertanggung jawab kalau terjadi suatu musibah baik kecelakaan maupun kematian. Solidaritas etnik juga merupakan potensi sosio-religius, komitmen bersama sekaligus jati diri dan nurani etniknya yang teraplikasi dari sikap dan prilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran keyakinan, tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing kelompoknya dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Perasaan solider ini perlu terus dipupuk karenan merupakan modal dasar daripada kesejahteraan sosial. Karena merupakan nilai dasar kesejahteraan sosial rasa solidaritas ini hendaknya perlu terus direvitalisasi sesuai dengan kondisis etnik dan diimplementasikan dalaam kehidupan sehari-hari.
Berkat adanya rasa solidaritas yang tinggi ini akan membuat mereka kuat, betah dan tabah berada di daerah perantauan. Solidaritas dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan dari seluruh kelompok etniknya dan bertanggung jawab secara kolektif demi kelangsungan hidup dan sukses di perantauan. Meningkatkan kekompakan internal dalam bentuk saling mengunjungi diantara mereka dan membentuk suatu arisan bersama sebagai ajang pertemuan.
Dengan etnik lain mereka saling melakukan komunikasi yang efektif guna membangun jaringan informasi pekerjaan dan sering juga bekerjasama dalam usaha dan pekerjaan yang mereka tekuni. Dalam bentuk aksi solidaritas yang lain seperti dalam kegiatan kehidupan bergama (solidaritas lintas-agama) etnik Sasak
di Denpasar Timur juga menghormati para pemeluk agama yang lain serta
berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh agama lain terutama pada saat ada peringatan keagamaan. Dengan sikap seperti yang dilakukan ini berarti etnik Sasak yang ada di Denpasar Timur ingin mengharapkan suatu kehidupan yang nyaman, aman dan damai.
Secara bersama-sama tokoh-tokoh masyarakat di Denpasar Timur dapat menjaga stabilitas dan kerukunan antar umat beragama dengan didasari oleh semangat kebersamaan antara para pendatang dan masyarakat setempat yang dominan dengan budaya, adat dan agama Hindu. Dengan nilai filosofi Tat Twan Asi dan Tri Hita Karana ini mereka lebih toleran menerima para pendatang dari berbagai etnik. Dengan nilai yang terkandung dalam konsep tersebut merupakan modal dasar untuk menyatukan keberagaman yang ada dalam suatu tali kasih yang rukun dan damai. Di sisi lain solidaritas merupakan salah satu kekuatan yang dapat menyatukan dan menjadi perekat simpul-simpul keberagaman etnik dalam masyarakat yang multi etnik, agama, adat dan muti kultural. Kondisi tersebut sesuai dengan pendapat seorang ahli sosiologi yang menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. ( Durkeim dalam Lawang, 1994). Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasari oleh keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung oleh nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama mereka akan melahirkan pengalaman emosional sehingga memperkuat hubungan antar mereka.
Makna adaptasi merupakan suatu proses untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungan. Secara umum keseimbangan itu bisa dicapai dengan dua cara (Gerungan, 1996). Cara yang pertama adalah cara yang pasif, yakni dengan mengubah diri sesuai dengan lingkungan. Cara penyesuaian ini dikenal dengan istilah autoplastis. Lebih lanjut ada dua alasan penting seseorang melakukan adaptasi autoplastis yaitu adanya kesadaran pada diri seseorang bahwa orang lain atau lingkungan bisa memberi informasi yang bermanfaat dan upaya agar bisa diterima secara sosial sehingga terhindar dari celaan. Cara yang kedua adalah cara aktif, yakni dengan mengubah lingkungan sesuai dengan keingian diri sendiri yang dikenal dengan istilah aloplastis.
Tahap awal berada di daerah tujuan misi budaya merupakan awal kehidupan baru atau asing yang memerlukan strategi adaptasi tertentu bagi para migran. Melakukan migrasi ke kota identik dengan melakukan kontak terhadap suatu sistem sosial ekonomi yang sudah relatif mapan. Menurut Pelly menyatakan bahwa ada tiga fokus kajian sosiologis dan sosial psikologis yang harus dihadapi dalam rangka kelangsungan hidup migrasi (misi Budaya). Fokus pertama masalah kelangsungan dalam menghadapi berbagai tantangan serta memdapat kesempatan pekerjaan di daerah tujuan. Fokus ke dua corak dan proses penyesuaian diri dalam lingkungan sosial yang serba baru. Fokus ke tiga kelanjutan atau keputusan hubungan sosio kultural dan ekonomi dengan daerah asal dan kemungkinan bertahan atau terleburnya identitas kultural lama ke dalam ikatan baru. (Pelly, 1994). Proses pada ketiga fokus di atas tidak akan bisa terelakan dari pergesekan atau benturan – benturan nilai. Oleh karena itu sebagai suatu proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan
dengan cepat. Kurun waktunya bisa cepat atau lambat, kadang-kadang juga bisa
berkahir dengan suatu kegagalan.
Adaptasi yang dilakukan oleh para migran etnik Sasak di Kecamatan
Denpasar Timur bermakna menjaga kesimbangan, serta menmbuhkan hasrat bersatu dengan etnik yang lain, menghargai struktur masyarakat setempat, ikut memelihara ketrtiban dan keamanan. Demikian sampai sekarang kondisi semacam ini masih kondusif untuk dieprtahankan sehingga berdampak pada keharmonisan hubungan antara etnik dan umat bergama terjalin secara mapan. Sesuai dengan makna adaptasi manusia atau etnik di tempat yang baru berusaha untuk menciptakan kondisi yang harmonis dan kebersamaan dalam lingkungan masing-masing. Hal ini juga dilakukan oleh para migran etnik Sasak apabila ada upacara-upacara keagamaan yang dilakukan oleh umat atau etnik lain yang ada di Denpasar Timur. Ungkapan tersebut sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa setiap orang yang tidak melakukan adaptasi dengan baik terhadap daerah tertentu akan menemui kesulitan atau risiko sebab setiap daerah mempunyai kesaktian dan tuahnya masing-masing. (Oktavianus, 2004:142). Dalam rangka sukses di daerah baru perlu mengadakan adaptasi baik dengan warga sesama pendatang maupun kepada penduduk asli yang dominan. Pendapat lain menyatakan bahwa pengelompokan baru dengan orang-orang yang berbeda. Pengelompokan ini merupakan proses penting dalam hubungannya dengan adaptasi pendatang yang ini berarti pembentukan hubungan sosial yang baru. (Irwan Abdullah, 2007). Penduduk asli dan pendatang memahami makna dari pada adaptasi dalam rangka menjaga ketertiban kenyamanan dan keamanan dalam
kehidupan bermasyarakat, terutama dalam kaitannya dengan azas serasi seimbang
dan selaras.
Keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat ditandai dengan adanya keteraturan dan kesimbangan dalam hubungan sosial baik dengan sesama manusia maupun dengan struktur masyarakat dengan berbagai aspeknya merupakan penjabaran luas dari pada teori adaptasi. Dalam teori ini ada dua hasrat pokok yang dimiliki sesorang sehingga ia terdorong untuk hidup beradaptasi yaitu bersatu dengan manusia lain yang ada disekitarnya dan hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitar. Pola adaptasi yang dilakukan juga berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain sesuai dengan sifat dan komunitas etnik yang dibawa dari daerah asal.
PENUTUP
Kota Denpasar khususnya Denpasar Timur mempunyai daya tarik tersendiri sehingga menjadi daerah tujuan para migran etnik Sasak. Bentuk khusus misi budaya yang dilaksanakan di daerah tujuan adalah pelaksanaan upacara siklus hidup dalam pelaksanaannya masih mempertahankan nilai-nilai budaya yang dibawa dari daerah asal walapun pelaksanaannya tidak meriah atau sederhana. Fungsi misi budayana adalah pengembangan pada sektor ekonomi, fungsi penguatan identitas dan fungsi solidaritas. Makna misi budaya etnik sasak ini adalah peningkatan kesejahteraan keluarga dalam bentuk pengiriman remitan, pengikatan status sosial ekonomi dan makna kebanggaan etnik. Menganut nilai ingin membawa hasil sebanyak mungkin ke daerah asal untuk kesejahteraan keluarga mereka dan dihormati sebagai seorang migran yang sukses.
Keberhasilan yang diperoleh di daerah tujuan berdampak secara berarti
bagi peningkatan kesejahteraan keluarga para migran etnik Sasak terutama menyangkut makna perubahan status sosial dan ekonomi, perubahan pola berfikir dari yang bersifat agraris ke pola berpikir wiraswasta, gaya hidup, kesehatan dan pendidikan. Ini disebabkan oleh besarnya pengaruh remitan yang dikirim ke daerah asal yang bermakna pada kesejahteraan hidup keluarga mereka masing-masing. Di samping makna tersebut juga terdapat makna yang lebih bersifat umum yaitu berupa perubahan perekonomian di desa mereka.
Daftarpustaka
Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baswir, Reevrisond. 1997. Agenda Ekonomi Kerakyatan. Pengantar Sritua Arief1 Yogyakarta: PustakaPelajar.
-------. 1999. Pembangunan Pedsesaan dan Penanggulangan Kemiskinan dalam Pembangunan Ekonomi Rakyat di Pedesaan Sebagai Strategi Penanggulangan Kemiskinan. Penyunting Hasan Basri. Jakarta: Penerbit: Bina Rena Pariwara.
Bappeda Kota Denpasar. Badan Statistik Kota Denpasar. 2007. Denpasar Dalam Angka. Denpasar.
Bintarto, R. 1984. Urbanisasi dan Permasalahannya. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Gilbert, Allan & Gugler Yosef, 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Haris, Abdul. 2003. Kucuran Keringat dan Derap Pembangunan (Jejak Migran dalam Pembangunaan Daerah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hugo, Graeme. 1986. Migrasi Sirkuler, dalam Kemiskinan di Indonesia, (Penyunting). Dorodjatun Kuntjoro. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Lawang, M.Z. Robert. 1994. Teori Sosiologi: Klasik dan Modem, Jilid I dan II. Jakarta: Gramedia.
Mantra, Ida Bagus. 1978. Population Movement in Wet Rice Communities, a Case Studi of Two Dukuh in Yogyakarta, Special Region., Ph.D. Disertation. Departemen Of Geography, Honolulu: University of Hawai.
--.1989. Mobilitas Penduduk Dari Desa ke Kota di Indonesia. Pusat Penelitian Kependudukan. Yogyakarta: UGM.
--. 1990. Pola dan Arah Migrasi Penduduk Antar Propinsi di Indorxsia Th. 1990. Populasi, 3 No. 2
Mariyah, Emiliana. 2004. Pengetahuan Sikap dan Prilaku Masyarakat terhadap Penduduk Migran dan Program Transmigrasi. Denpasar: Jurnal Kajian Budaya. Vol. l.No. 1.1 Januari.
Naim, Mochtar. 1979. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Oktavianus. 2004. Analisis Wacana Lintas Bahasa, Padang: Andalas University Press.
Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi (km Adaptasi, Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES.
Sudibia5 I Ketut. 1992. “Mempertimbangkan Pertumbuhan Penduduk dalam Pembangunan Oaerah Bali**, dalam Abdul Harris dan Nyoman Andika (Ed). Dinamika Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia dari Perspektif Makro ke Realitas Mikro. Yogyakarta: LESFL
Sudibia51 Ketut dan Putu Gde Abadi. 2004. Profll Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Propinsi Bali, Denpasar: BKKBN Propinsi Bali.
Todaro5 Michael T. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Eriangga
Waber5 Max. 2006. Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiyono5 Nur Hadi. 1994. Mobilitas Tenaga Kerja dan Revolusi Transportasi. Warta Demografi No. 3. Jakarta: Lembaga Demografi FE. UI.
21
Discussion and feedback