HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DENGAN PARTISIPASI DALAM KELUARGA BERENCANA DI PROVINSI JAMBI : Analisis Data SDKI 2007
on
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DENGAN PARTISIPASI DALAM KELUARGA BERENCANA DI PROVINSI JAMBI : Analisis Data SDKI 2007
Suandi
Fakultas Pertanian Universitas Jambi
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The purpose of the study are (1) studying of the socio demographic, socioeconomic of households, and the participation of family planning in Jambi Province, and (2) analyze the influence of socio-demographic, socio-economic of household on the level of participation on family planning. Design research is the documentation. Research variables are age of respondent, educational level, residence, wealth index, the child was still alive and variable levels participation of family planning. The research data was sourced from secondary data drawn from the data results Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS), the National in 2007. To know the relevance factor of respondents age, education level, residence, wealth index, and factors of number of living children on the level of participation of family planning analyzed using Chi-Square test (χ2).
The results showed that the prevalence rates of family planning in Jambi Province reached 61.41 percent. The analysis showed that factors characteristic of the number of living children positively associated with participation family planning for couples of childbearing age (PUS) in Jambi Province. That is, the more of the number of living children who owned the PUS have a positive and significant impact on participation family planning, while the characteristic factors of age, educational level, area of residence, and factors characteristic of welfare index showed no association relationship on family planning participation.
Key words: family planning participation, household characteristics, couples of childbearing age, and number of living children
Pola pembangunan Indonesia dalam Pasal 33 UUD 1945 yang memberi arah bahwa pembangunan ekonomi untuk menuju kesejahteraan sosial. Kata kunci pembangunan di Indonesia adalah kualitas Sumberdaya Manusia (SDM). Namun kenyataannya, kualitas SDM Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan kualitas SDM negara-negara tetangga, nilai HDI Indonesia mencapai 109 pada tahun 2000, pada tahun 2004 meningkat menjadi 108, dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan cukup tajam yaitu mencapai pada ranking 111, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan HDI negara-negara ASEAN (Tabel 1). Data terakhir menunjukkan bahwa indikator HDI, yakni: usia harapan hidup Indonesia baru mencapai 67,2 tahun, tingkat melek huruf sebesar 90,4 persen, rata-rata lama sekolah hanya 7,1 tahun, dan indikator pendapatan per kapita baru mencapai Rp.591.200.- per tahun (Anonim, 2009:285).
Tabel 1 Perkembangan Kualitas Manusia Indonesia dan ASEAN diukur dari Nilai HDI (1996-2009)
No |
Negara |
Tahun | |||
1996 |
2000 |
2004 |
2009 | ||
01 |
Singapore |
3 |
22 |
25 |
23 |
02 |
Brunei Darussalam |
36 |
25 |
34 |
30 |
03 |
Malaysia |
53 |
56 |
61 |
66 |
04 |
Thailand |
52 |
67 |
74 |
87 |
05 |
Filipina |
95 |
77 |
84 |
105 |
06 |
Indonesia |
102 |
109 |
108 |
111 |
Sumber: Human Developmen Report, (2009)
Menurut hasil penelitian, rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia termasuk sumberdaya manusia Provinsi Jambi akibat dari rendahnya penanganan masalah kesehatan maternal (kesehatan ibu melahirkan) terutama tenaga penolong persalinan (Suandi, 2000). Data menunjukkan bahwa tenaga penolong persalinan sebagian besar masih didominasi oleh dukun bayi (53 %) terutama di daerah perdesaan (SDKI, Provinsi Jambi, 2009). Dampak dari proses persalinan melalui tenaga dukun bayi sehingga Angka Kematian bayi (AKB) di Provinsi Jambi tergolong tinggi yaitu mencapai 40 kematian bayi dalam 1000 kelahiran, dan angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan AKB tingkat Nasional (34). Padahal AKB tingkat nasional jauh lebih tinggi dibandingkan dengan AKB negara-negara ASEAN.
Untuk mengatasi masalah pembangunan sumberdaya manusia, pemerintah Indoensia mengikuti Millenium Summit di Kairo pada bulan September tahun 2000 dengan program “Millenium Development Goals” (MDGs). Kegiatan ini diikuti oleh 189 negara dengan menghasilkan beberapa komitmen resmi, antara lain: mengurangi deprivasi global yang meliputi kemiskinan, kelaparan, kesehatan, dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada masyarakat di seluruh dunia, khususnya negara-negara berkembang.
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sumberdaya manusia telah disepakati delapan tujuan pembangunan dengan 12
target dan 48 indikator pembangunan yang harus dicapai pada tahun 2015. Salah satu tujuan pembangunan yang disepakati adalah “improve maternal health”, dengan target: (a) reduce by three quarters the maternal mortality ratio (maternal mortality ratio/MMR, proportion of birth attended by skilled personal), and (b) universal access to reproductive health (contraceptive prevalence rate/CPR, adolescent birth rate, antenatal care coverage, and unmeet need for family planning).
Dari kedua tujuan tersebut, hal terpenting untuk dikaji adalah masalah kesehaatan reproduksi, mengingat masalah ini lebih luas dan sangat krusial bila dibandingkan dengan tujuan pertama, karena berkaitan dengan masalah kehamilan, persalinan, dan program keluarga berencana. Studi kesehatan produksi menaruh perhatian pada upaya membebaskan individu dari segala kemungkinan gangguan kesehatan karena proses reproduksi, misalnya gangguan kesehatan karena menggunakan cara-cara pencegahan kehamilan (kontrasepsi), gangguan kesehatan karena kehamilan, dan gangguan kesehatan karena aborsi yang tidak aman.
-
1. Mempelajari dan mendeskripsikan karakteristik rumahtangga Pasangan Usia Subur (PUS) dan Kesertaan KB di Provinsi Jambi,
-
2. Mengkaji dan menganalisis hubungan karakteristik rumahtangga PUS dengan Kesertaan KB.
Desain penelitian adalah dokumentasi. Variabel Penelitian dikelompok kedalam tiga bagian, yakni aspek demografi (umur responden, umur kawin pertama, dan jumlah anak masih hidup), status sosial ekonomi rumahtangga (jenjang pendidikan, indeks kekayaan, dan tempat tinggal), dan aspek kesertaan KB. Data penelitian ini bersumber dari data sekunder yang diambil dari data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Nasional tahun 2007. Penelitian ini difokuskan pada Provinsi Jambi, sedangkan data yang terdapat di SDKI tahun 2007 adalah data nasional sehingga sebelum dilakukan pengolahan data, maka data SDKI tahun 2007 dilakukan perapihan data sesuai kebutuhan.
Untuk mengetahui hubungan antara faktor karakteristik rumahtangga PUS terhadap kesertaan KB dianalisis menggunakan Uji Statistik Crosstab atau Khi-Kuadrat (X2). Crosstab Analysis merupakan alat uji statistika untuk data yang bersifat kualitatif atau non parametrik. Data non parametrik merupakan hasil penelitian berdasarkan rank dan skor (Steel and Torie: Yusnandar, 2006). Crosstab (uji ketergantungan) berkaitan dengan distribusi frekuensi antara baris dan kolom,
Provinsi Jambi dihuni oleh 2.657.536 jiwa, atau sekitar 1,19 persen dari seluruh penduduk Indonesia (BPS Provinsi Jambi, 2006). Apabila dibandingkan dengan luas wilayah, memiliki kepadatan penduduk sebesar 50 orang/km2. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki sebanyak 1.336.924 jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 1.320.612 jiwa dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 101. Artinya terdapat 101 penduduk laki-laki setiap 100 penduduk perempuan. Apabila dikelompokkan, penduduk berumur 0-14 tahun sebesar 31 persen, 15-64 tahun sebesar 66 persen, sedangkan yang berumur 65 tahun ke atas sebesar tiga persen dengan beban ketergantungan (dependency ratio) sebesar 52. Artinya, dalam 100 orang penduduk produktif menanggung beban bagi penduduk belum dan tidak produktif untuk kebutuhan konsumtif sebanyak 52 orang.
Selama dua dasawarsa terakhir penduduk Provinsi Jambi telah bertambah 962.690 orang. Pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun selama periode 19801990 sebesar 3,40 persen, sedangkan periode 1990-2005 turun menjadi 1,98 persen per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut, penduduk Provinsi Jambi diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2038. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Sumatera dan Indonesia, laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi tergolong tinggi karena dipengaruhi oleh arus transmigrasi baik reguler yang diatur oleh pemerintah maupun migrasi spontan. Selama periode 1990-2005, hanya Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kerinci yang mempunyai laju pertumbuhan penduduk relatif rendah, yaitu masing-masing 1,22 persen dan 1,52 persen, sedangkan laju pertumbuhan kabupaten/kota lainnya mencapai lebih dari 2 persen per tahun, bahkan Kabupaten Merangin mencapai 6 persen per tahun.
Pola persebaran penduduk di Provinsi Jambi di masing-masing kabupaten/kota tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Kota Jambi merupakan daerah terpadat yaitu mencapai 2.246 orang per km2, dan daerah terpadat kedua Kabupaten Kerinci 73 orang per km2, sedangkan daerah paling jarang penduduknya Kabupaten Sarolangun 31orang/km2. Terkonsentrasinya penduduk di Kota Jambi karena daerah ini merupakan ibukota Provinsi dengan berbagai fasilitas yang dimiliki sehingga mempunyai daya tarik tersendiri bagi penduduk di daerah sekitarnya untuk bermigrasi. Apabila dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Lampung yang kepadatan penduduknya di atas 100 orang per km2 serta Provinsi di Pulau Jawa yang mempunyai kepadatan lebih dari 700 orang per km2, kepadatan penduduk Provinsi Jambi masih tergolong jarang. Melihat kondisi seperti ini, penduduk Provinsi Jambi masih bisa ditambah dengan cara mengatur arus migrasi, tingkat kelahiran dan kematian. Hal terpenting pertambahan penduduk bisa menyebar ke seluruh kabupaten yang ada dan dikelola dengan baik.
Tingkat prevalensi ber-KB atau keikutsertaan ber-KB bagi Pasangan Usia Subur (PUS) di Provinsi Jambi mencapai 61,41 persen. Dengan kata lain, masih terdapat sebanyak 38,59 persen PUS yang tidak ikut serta ber-KB.
Karakteristik rumahtangga PUS pertama yakni karakteristik umur. Hasil
analisis dari 366 PUS yang diwawancarai, terdapat sebanyak 232 orang (63,39 %) tergolong tua, sedangkan selebihnya atau sebanyak 134 orang (36,61 %) tergolong muda. Dari kelompok umur tua, masih terdapat sebanyak 88 orang (37,93 %) tidak ikutserta dalam ber-KB, dan begitu juga sebaliknya bahwa pada kelompok umur muda tingkat keikutsertaan ber-KB cukup tinggi bahkan sebagian besar (60,45 %) ikutserta ber-KB. Artinya, secara kuantitatif terdapat perbedaan kesertaan KB antara kelompok umur muda dengan kelompok umur tua. Karakteristik rumahtangga PUS kedua yakni karakteristik pendidikan. Hasil laporan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007, rata-rata pendidikan PUS tamat Sekolah Dasar (SD) (54,91 %) dari jumlah 346 PUS yang diwawancara. Lebih memprihatinkan lagi masih terdapat sebanyak 88 orang atau 86,27 persen tidak tamat Sekolah Dasar (SD) (Suandi, dkk, 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata tingkat pendidikan PUS di Provinsi Jambi tergolong sangat rendah, dan bahkan lebih rendah dibandingkan rata-rata pendidikan PUS secara Nasional. Artinya, PUS Provinsi Jambi belum mencapai tingkat pendidikan dasar yang digariskan oleh pemerintah yaitu pendidikan 9 tahun. Padahal tingkat pendidikan cukup berperan dalam kelancaran penerimaan dan menjalan teknologi baru termasuk akses terhadap kesertaan KB terutama di daerah perdesaan.
Karakteristik rumahtangga PUS lainnya adalah karakteristik berdasarkan daerah tempat tinggal. Status tempat tinggal yang dikaji yaitu tempat tinggal yang kelompokkan desa-kota atau daerah tertinggal dan maju. Menurut Siswanto, AW (1995:23-24), perubahan perilaku reproduksi bersamaan dengan terjadinya perubahan pola hidup masyarakat tradisional menjadi masyarakat industri. Data menunjukkan bahwa distribusi PUS di Provinsi Jambi ternyata sebagian besar berada pada daerah tempat tinggal di perdesaan yaitu mencapai 76,63 pesen dari 368 PUS . Besarnya proporsi peserta yang berada pada daerah tempat tinggal di perdesaan erat kaitannya dengan distribusi penduduk Provinsi Jambi secara keseluruhan yang sebagian besar berada di perdesaan.
Karakteristik rumahtangga PUS berikutnya adalah karakteristik indeks kesejahteraan. Secara mikro terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga, antara lain: kesejahteraan, kesejahteraan finansial, status ekonomi, situasi ekonomi, interaksi sosial, dan lain-lain. Dari beberapa konsep tersebut dapat dijabarkan lebih operasional, terutama dalam konteks kesejahteraan yang bersifat nyata (ekonomi dan finansial). Seperti yang dikemukakan oleh Ferguson, Horwood dan Beutrais (Sumarwan dan Hira, 1993) bahwa kesejahteraan keluarga dapat dibedakan kedalam kesejahteraan ekonomi (family economic well-being) dan kesejahteraan material (family material well-being). Kesejahteraan ekonomi keluarga (family economic wellbeing) misalnya, diukur dalam pemenuhan akan input keluarga (pendapatan, upah, aset dan pengeluaran), sedangkan kesejahteraan material keluarga (family material well-being) diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga. Data menunjukkan bahwa distribusi PUS di Provinsi Jambi berdasarkan indeks kesejahteraan masyarakat tampaknya tidak jauh berbeda satu sama lainnya yaitu 48,64 persen PUS pada penduduk miskin dan 51,36 persen PUS pada penduduk kaya dari 368 PUS.
Karakteristik rumahtangga PUS terakhir yang sangat erat kaitannya dengan kesertaan KB adalah karakteristik Anak Masih Hidup (AMH). Data menunjukkan bahwa distribusi PUS di Provinsi Jambi berdasarkan karakteristik Anak Masih Hidup (AMH), tampaknya PUS dengan jumlah AMH (0-2) lebih besar dibandingkan dengan PUS pada AMH (3+) dengan nilai masing-masing 62,77 dan 37,23 persen dari 368 PUS. Namun, setelah dilakukan pembilahan PUS berdasarkan pemakaian alat/cara KB, ternyata PUS dengan jumlah AMH (3+) ternyata lebih besar persentasenya ( 67,88 %) dibandingkan dengan PUS pada AMH (0-2) yaitu 57,58 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif, PUS yang memiliki AMH lebih besar ternyata tingkat partisipasi kesertaan KB lebih tinggi.
-
3.3. Hubungan Karakteristik Rumahtangga dengan Kesertaan KB
3.3.1. Hubungan karakteristik umur dengan Kesertaan KB
Keterkaitan karakteristik umur dengan kesertaan KB bagi Pasangan Usia Subur (PUS) di Provinsi Jambi tampaknya tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kelompok umur muda dengan umur tua terhadap kesertaan KB walaupun ada kecenderungan perbedaan distribusi PUS dalam ber-KB. Hal ini dapat dilihat dari data SDKI Provinsi Jambi tahun 2007 bahwa secara deskriptif ada kecenderungan semakin tua umur (15-34) tahun terdapat kecenderungan peningkatan kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi namun terjadi penurunan secara signifikan dengan adanya peningkatan umur PUS (3549) tahun (Suandi, dkk, 2009:51). Dengan arti kata, keterkaitan karakteristik umur PUS dengan kesertaan KB di Provinsi Jambi tidak menunjukkan kecenderungan yang konsisten dengan adanya peningkatan umur terhadap kesertaan KB. Setiap peningkatan kelompok umur PUS di Provinsi Jambi tidak berkorelasi positif terhadap kesertaan KB. Semakin tua umur tidak menunjukkan perbedaan dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana. Padahal, program KB mentargetkan bahwa semakin tua umur PUS maka tingkat prevalensi pemakaian alat kontrasepsi semakin tinggi. Namun, kesertaan KB di Provinsi Jambi kaitannya dengan karakteristik umur PUS tidak mengikuti pola pada program KB secara nasional. Artinya, Pasangan Usia Subur (PUS) Provinsi Jambi sudah memahami manfaat dan fungsi dalam keikutsertaan ber-KB sejak dini pada saat membangun rumahtangga. Dengan arti kata, PUS Provinsi Jambi memiliki tingkat prevalensi ber-KB cukup tinggi dan bahkan lebih tinggi dengan tingkat prevalensi ber-KB secara nasional. Hal ini dibuktikan melalui hasil analisis dengan menggunakan alat analisis Uji Kai-Kuadrat (χ2) diperoleh nilai sebesar 0,094 dan angka ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai χ2 tabel (χ2 = 3,84, dengan db=1, dan P=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi tidak ada hubungan asosiasi dengan karakteristik umur. Tidak terdapatnya signifikansi hubungan antara karakteristik umur dengan kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi erat kaitannya peran pemerintah dalam hal ini BKKBN Provinsi Jambi mensosialisasikan program Keluarga Kecil, Bahagia dan Sejahtera kepada seluruh lapiasan masyarakat baik pada kelompok muda, tua maupun pada kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah keatas dan kelompok masyarakat pada lapisan menengah ke bawah.
Keterkaitan antara karakteristik pendidikan dengan kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi, secara umum terdapat kecenderungan positif. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan PUS, maka keikutsertaan ber-KB semakin tinggi, dan sebaliknya. Namun, distribusi PUS Provinsi Jambi yang berpendidikan tinggi (>SLTA) relatif kecil yaitu hanya sekitar 45 persen, sehingga perbedaan keikutsertaan bewr-KB tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini dibuktikan oleh hasil analisis melalui Uji Kai-Kuadrat (χ2) diperoleh nilai sebesar 0,104 dan angka ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai χ2 tabel. Artinya, tingkat pendidikan PUS tidak menunjukkan hubungan asosiasi dengan kesertaan KB. Hal ini mengindikasikan bahwa kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi tidak menunjukkan kecenderungan perbedaan berdasarkan karakteristik pendidikan. Dengan arti kata, tingkat pendidikan secara formal tidak dapat menunjukkan perbedaan yang cukup berarti terhadap kesertaan KB di Provinsi Jambi terutama untuk mendapatkan akses dan pengetahuan terhadap program Keluarga Berencana. Oleh karena itu, intervensi pemerintah terutama BKKBN terhadap pemberdayaan peserta KB tidak perlu membedakan PUS dalam karakteristik pendidikan. Tidak diperolehnya hubungan signifikansi antara tingkat pendidikan PUS dengan kesertaan KB di Provinsi Jambi erat kaitannya dengan rata-rata pendidikan yang ditamatkan oleh PUS di Provinsi Jambi. Hasil pengumpulan data melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh 55 persen PUS di Provinsi Jambi berpendidikan Sekolah Dasar (SD), dan lebih memprihatinkan lagi dari jumlah tersebut diperoleh sekitar 46 persen tidak tamat Sekolah Dasar (SD) (Suandi, dkk, 2009). Dengan kondisi tersebut sehingga tidak dapat membedakan kesertaan KB bagi PUS antara kelompok pendidikan tinggi dan kelompok pendidikan yang lebih rendah.
Hasil temuan ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Bollen Kenneth AJ, dan Glanville Stecklov G (2002; 27), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan prediktor yang kuat terhadap permanen income dan fertilitas termasuk kesertaan KB. Dengan kata lain, tingkat pendidikan berkorelasi positif terhadap penghasilan (income) dan berpengaruh negatif terhadap fertilitas. Kasus di negara Peru misalnya, tingkat pendidikan (laki-laki dan wanita) berpengaruh negatif terhadap fertilitas namun pengaruh pendidikan laki-laki sedikit lebih rendah, sedangkan di negara Ghana memperlihatkan hasil agak berbeda. Faktor pendidikan yang paling kuat berpengaruh terhadap fertilitas hanya tingkat pendidikan wanita, sedangkan tingkat pendidikan laki-laki tidak menunjukkan hubungan yang significan. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan atau kontribusi tingkat pendidikan laki-laki dan wanita kaitannya dengan fertilitas berbeda. Terdapatnya perbedaan peranan jenjang pendidikan yang disandang antara laki-laki dan wanita erat hubungannya dengan defferensiasi peran atau tanggung jawab terhadap fertilitas.
Berdasarkan ciri dari masyarakat desa maka tingkat kesertaan ber-KB diasumsikan berbeda dengan masyarakat kota, baik dilihat dari kebutuhan maupun
dilihat dari aspek akses terhadap alat/cara KB. Data menunjukkan bahwa distribusi PUS di Provinsi Jambi ternyata sebagian besar berada pada daerah tempat tinggal di perdesaan yaitu mencapai 76,63 pesen dari 368 PUS (Tabel 3). Besarnya proporsi peserta yang berada pada daerah tempat tinggal di perdesaan erat kaitannya dengan distribusi penduduk Provinsi Jambi secara keseluruhan yang sebagian besar berada di perdesaan. Sehubungan dengan itu tampaknya berkorelasi positif dengan kesertaan KB. Artinya, Pasangan Usia Subur (PUS) Provinsi Jambi yang berdomisili di daerah perdesaan tingkat kesertaan KB-nya lebih tinggi dibandingkan dengan PUS perkotaan dengan nilai masing-masing 56,98 dan 62,77 persen dengan tingkat prevalensi kesertaan KB di Provinsi Jambi secara keseluruhan yaitu sebesar 61,41 persen. Namun, setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik melalui analisis Uji Kai-Kuadrat (χ2) diperoleh nilai sebesar 0,932 dan angka ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai χ2 tabel (χ2 =3,84, dengan db=1, dan P=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi tidak ada hubungan asosiasi dengan karakteristik daerah tempat tinggal.
Tidak terdapatnya signifikansi hubungan antara karakteristik daerah tempat tinggal dengan kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi erat kaitannya keberhasilan pelaksanaan program Keluarga Kecil, Bahagia dan Sejahtera di Provinsi Jambi, baik dalam penyediaan fasilitas, keterlibatan PLKB (komunikasi, informasi dan edukasi) terhadap PUS, aksesibilitas wilayah di daerah perdesaan tidak begitu kentara bila dibandingkan dengan aksesibilitas wilayah perkotaan baik akses terhadap transportasi, komunikasi maupun akses terhadap alat/cara KB. Disamping itu, faktor lain yang sangat menentukan tingkat prevalensi ber-KB di daerah perdesaan yaitu tingginya tingkat partisipasi masyarakat khususnya PUS. Dengan demikian, orientasi PUS yang tinggal di daerah perdesaan relatif sama dengan PUS yang tinggal di daerah perkotaan terhadap tujuan dan manfaat dari KB terutama tentang nilai anak.
-
3.3.4. Hubungan karakteristik indeks kesejahteraan dengan Kesertaan KB
Secara kuantitatif, PUS yang memiliki indeks kesejahteraan lebih kaya lebih besar partisipasinya dalam kesertaan KB. Namun, setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik melalui analisis Uji Kai-Kuadrat (χ2) diperoleh nilai sebesar 1,614 dan angka ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai χ2 tabel (χ2 = 3,84, dengan db=1, dan P=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi tidak ada hubungan asosiasi dengan karakteristik indeks kesejahteraan penduduk. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesejahteraan PUS tidak menunjukkan hubungan yang positif terhadap kesertaan KB.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan pernyataan Becker (1995). Becker melihat bahwa secara ekonomi, terdapat perbedaan orientasi tentang nilai anak antara masyarakat maju (kaya) dengan masyarakat tertinggal (miskin). Masyarakat miskin misalnya, nilai anak lebih bersifat barang produksi. Artinya, anak yang dilahirkan lebih ditekankan pada aspek jumlah atau banyaknya anak dimiliki (kuantitas). Menurut Becker, banyaknya anak dilahirkan oleh masyarakat miskin diharapkan dapat membantu orang tua pada usia pensiun atau tidak produktif lagi sehingga anak diharapkan dapat membantu mereka dalam ekonomi, keamanan, dan jaminan sosial (asuransi). Karena pada masyarakat miskin
umumnya orang tua tidak memiliki jaminan hari tua, sedangkan pada masyarakat maju (kaya), nilai anak lebih ke arah barang konsumsi yaitu dalam bentuk kualitas. Dengan arti kata, anak sebagai human capital sehingga anak yang dilahirkan relatif sedikit namun investasi atau biaya yang dikeluarkan lebih besar baik biaya langsung maupun opportunity cost terutama untuk peningkatan kesehatan, pendidikan, gizi, keterampilan dan sebagainya sehingga anak diharapkan dapat bersaing di pasar kerja bukan difungsikan sebagai keamanan apalagi sebagai jaminan sosial bagi orang tua.
-
3.3.5. Hubungan karakteristik Anak Masih Hidup dengan Kesertaan KB
Data menunjukkan bahwa distribusi PUS di Provinsi Jambi berdasarkan karakteristik Anak Masih Hidup (AMH), tampaknya PUS dengan jumlah AMH (0-2) lebih besar dibandingkan dengan PUS pada AMH (3+) dengan nilai masing-masing 62,77 dan 37,23 persen dari 368 PUS (Tabel 5). Namun, setelah dilakukan pembilahan PUS berdasarkan pemakaian alat/cara KB, ternyata PUS dengan jumlah AMH (3+) ternyata lebih besar persentasenya ( 67,88 %) dibandingkan dengan PUS pada AMH (0-2) yaitu 57,58 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif, PUS yang memiliki AMH lebih besar ternyata tingkat partisipasi kesertaan KB lebih tinggi.
Relatif besarnya tingkat partisipasi PUS dengan jumlah AMH (3+) dengan PUS pada AMH (0-2), secara umum dipengaruhi oleh jumlah anak yang inginkan oleh PUS. Artinya, semakin banyak jumlah anak yang masih hidup tampaknya semakin besar keinginan untuk membatasi jumlah kelahiran berikutnya. Hal ini terbukti setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik melalui analisis Uji Kai-Kuadrat (χ2) diperoleh nilai sebesar 3,856 dan angka lebih besar bila dibandingkan dengan nilai χ2 tabel (χ2 = 3,84, dengan db=1, dan P=0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa kesertaan KB bagi PUS di Provinsi Jambi berhubungan asosiasi dengan karakteristik Anak Masih hidup. Artinya, semakin banyak jumlah anak masih hidup menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kesertaan KB bagi PUS. Terdapatnya perbedaan yang signifikan karakteristik jumlah AMH dengan kesertaan KB di Provinsi Jambi disebabkan oleh orientasi penggunaan dan manfaat dari pemakaian alat/cara KB. Seperti diketahui bahwa tujuan pemakaian alat/cara KB ada dua, yaitu: (1) pembatasan jumlah anak, dan (2) penjarangan atau penundaan kelahiran dari anak pertama kepada anak berikutnya.
-
IV.SIMPULAN DAN SARAN
-
1. Tingkat prevalensi ber-KB atau keikutsertaan ber-KB bagi Pasangan Usia Subur (PUS) di Provinsi Jambi mencapai 61,41 persen. Dengan kata lain, masih terdapat sebanyak 38,59 persen PUS yang tidak ikut serta ber-KB.
-
2. Faktor karakteristik Anak Masih Hidup (AMH) PUS di Provinsi Jambi berhubungan asosiasi dengan kesertaan KB. Artinya, semakin banyak jumlah anak masih hidup menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kesertaan KB bagi PUS. Terdapatnya perbedaan yang signifikan
karakteristik jumlah AMH dengan kesertaan KB di Provinsi Jambi disebabkan oleh orientasi penggunaan dan manfaat dari pemakaian alat/cara KB, yaitu: (1) pembatasan jumlah anak, dan (2) penjarangan atau penundaan kelahiran dari anak pertama kepada anak berikutnya.
-
3. Faktor karakteristik umur, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, dan faktor karakteristik indeks kesejahteraan PUS tampaknya tidak berhubungan asosiasi dengan kesertaan KB. Artinya, faktor karakteristik umur, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, dan faktor karakteristik indeks kesejahteraan PUS tidak dapat menunjukkan perbedaan yang cukup berarti terhadap kesertaan KB di Provinsi Jambi terutama untuk mendapatkan akses dan pengetahuan terhadap pelaksanaan program Keluarga Kecil, Bahagia dan Sejahtera.
-
1. Tingkat prevalensi kesertaan KB di Provinsi Jambi tergolong tinggi. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam hal ini BKKBN Provinsji Jambi dapat selalu mensosialisasikan program Keluarga Kecil, Bahagia dan Sejahtera pada seluruh lapisan masyarakat.
-
2. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam keterkaitan karakteristik rumahtangga PUS dengan kersertaan KB terutama memperhatikan factor antara atau hubungan struktural antar variabel/karakteristik rumahtangga PUS terhadap kesertaan KB.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Provinsi Jambi. Jambi: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi
_______. 2009. Human Development Report 2009. Beyond scarcity: power, poverty, and the global water crisis. New York: United Nations Development Programme (UNDP).
Becker, 1995. An Economic Analysis of Fertility. Dalam The Essence of B.E.C.K.E.R. Ramon Febrero dan Pedro S. Schwartz. Hoover Institution Press. Stanford University, Stanford, California.
Bollen Kenneth A; Jennifer L. Glanvile; dan Guy Stecklov, 2002. Socioeconomic Status, Permanent Income, and Fertility: A Latent Variable Approach. Carolina Population Center, University of North Carolina. At Chapel Hill.
Siswanto, Agus Wilopo, 1995. Transisi Demografi dan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam POPULASI, Vol. 6 No.1 tahun 1995. Penelitian Kebijakan Kependudukan, UGM (Hal.19-37). Yogyakarta.
Suandi, Suryo Yoedo Utomo, dan Nurul Alfiah. 2009. Survei Demografi dan
Kesehatan Provinsi Jambi, Tahun 2007. Jambi: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jambi
Sumarwan, Ujang, dan Hira, Tahira. 1993. “The Effects of Percieved Locus of Control and Percieved Incomes Adequacy on Satisfaction with Financial Status of Rural Households”. In Journal of Family Economic Issues. Vol. 14(4), Winter 1993. pp:343-64.
Yusnandar, dan Sri Sejati, 2006. “Aplikasi Analisis Khi Kuadrat (χ2) terhadap Kekurangan Energi Protein pada Anak Dibawah Lima Tahun (Balita) dan Faktor-faktor yang Berhubungan”. Jurnal Informatika Pertanian Volume 15. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia.
11
Discussion and feedback