ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP INTENSITAS PENGGUNAAN JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DI KABUPATEN BULELENG
on
PIRAMIDA Vol. XII No. 1 : 29 - 37
ISSN : 1907-3275
ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP INTENSITAS PENGGUNAAN JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DI KABUPATEN BULELENG
Intan Yuli Bhestari1, I Ketut Sudibia2, A.A.I.N Marhaeni3 1,2,3Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: [email protected] / telp: +6281 236 090 99
ABSTRAK
Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang kurang mampu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya kesadaran untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan lingkungan dan pola hidup tidak sehat, dan pembiayaan untuk mendapat akses kesehatan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis; 1) persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM, 2) menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap pendapatan pengguna JKBM, 3) menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja, dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM dan 4) menganalisis peran pendapatan penerima JKBM dalam memediasi pengaruh variabel daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan kuisioner, dengan jumlah responden sebanyak 119 orang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis jalur. Hasil dari analisis persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan kesehatan JKBM dalam kategori rendah, persepsi sangat puas terhadap intensitas penggunaan JKBM. Jarak tempat tinggal dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan. Pendidikan dan pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM. Pendapatan memediasi secara penuh antara jarak tempat tinggal terhadap intensitas penggunaan JKBM
Kata Kunci: JKBM, pendidikan, pendapatan, jarak tempat tinggal.
ABSTRACT
The low quality of public health, especially the poor caused by several factors, namely the lack of awareness to maintain physical health, environmental hygiene and unhealthy lifestyle, and financing to gain access to good health. This study aims to analyze; 1) the recipient perceptions JKBM to services JKBM, 2) analyze the influence of the distance of residence, education, household size and tenure of the income users JKBM, 3) analyze the influence of the distance of residence, education, family size, employment, and income to the intensity of use JKBM and 4) analyzing the income of the recipient JKBM role in mediating the effect of variable area of residence, education, household size and tenure of the intensity of use JKBM in Buleleng. Data collection methods used were interviews and questionnaires, with a number of respondents as many as 119 people. The analytical tool used is descriptive analysis and path analysis. The results of the analysis of the recipient’s perception JKBM JKBM to health services in low category, the perception is very satisfied with the intensity of use JKBM. Distance shelter, and education, and a significant positive effect on revenues. Education and income of a significant negative effect on the intensity of use JKBM. Revenue fully mediate between the distance of a place to stay on the intensity of use JKBM.
Keywords: JKBM, education, income, distance of residence.
PENDAHULUAN
Kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif,
bahagia dan sejahtera (Azwar, 2004). Menurut Grossman (1972) modal manusia (human capital) di dalam ekonomi kesehatan digunakan untuk menginterpretasikan demand untuk kesehatan dan demand untuk pelayanan kesehatan, dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang melakukan investasi untuk bekerja dan menghasilkan uang melalui pendidikan, pelatihan, dan kesehatan.
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik.
Kualitas modal manusia ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator indikator lainnya (Brata, 2002). Perubahan paradigma pembangunan dunia secara tidak langsung mempengaruhi pola pembangunan di berbagai negara. Realita tersebut tak terlepas dari perubahan pola pertumbuhan ekonomi ke pemenuhan kebutuhan hidup hingga kini diarahkan pada peningkatan kualitas manusia (human quality) sebagaimana seperti statement United Nation Development Programme (Sopandi, 2009)
Amandemen Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28h dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 menyatakan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang fundamental, seyogyanya setiap warga negara memiliki jaminan kesehatan. Pasal 34 ayat (2) UUD Tahun 1945 juga menyatakan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan ayat (3) menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Penyediaan pelayanan kesehatan membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Sumber daya yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan yang ada. Di tengah kelangkaan sumber daya yang di miliki, berbagai upaya yang dilaksanakan haruslah memenuhi tujuan efisiensi dan pemerataan (Razak, 2008).
Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang kurang mampu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya kesadaran untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan lingkungan dan pola hidup tidak sehat, dan pembiayaan untuk mendapat akses kesehatan yang baik. Kenyataan akan tidak meratanya pemberian bantuan kesehatan oleh pemerintah untuk semua masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan menyebabkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri (Suliman Salih, 2011). Pembangunan nasional yang diukur dengan menggunakan Human Development Index dapat dilihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan (Kintamani, 2008).
Provinsi Bali dengan sembilan kabupaten/kota memiliki jumlah penduduk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan 980.114 jiwa (27,88 persen) pada tahun 2008 dan sekitar 2.535.886 jiwa (72.12 persen) belum mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan yang senantiasa bermasalah jika jatuh sakit. Di sisi lain problem upaya meningkatkan derajat kesehatan sejak era otonomi salah satunya sinergi antar wilayah, maka Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dan kota pada sub bidang pembiayaan kesehatan membentuk sebuah program
jaminan kesehatan bagi masyarakat Bali pada khususnya. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan disebut dengan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang dilaksanakan melalui mekanisme jaminan kesehatan sosial. Program ini diperuntukkan bagi penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. Program JKBM ini perlu mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, dan bentuk salah satu dukungan tersebut merupakan indikator sinergitas bantuan pembiayaan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota (UPT JKMB, 2012).
Pemerintah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang telah melaksanakan sistem jaminan sosial di bidang kesehatan dengan baik dan merasakan pentingnya peran pemerintah daerah untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sebagai bentuk kepedulian dan konsistensinya fungsi regular dan penyedia biaya. Pemerintah Provinsi Bali melakukan inovasi dalam pembiayaan kesehatanya itu biaya kesehatan untuk program kesehatan promotif dan preventif dibiayai oleh subsidi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dengan pengalihan subsidi kepada rumah sakit dan puskesmas, dan dikelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali melalui programnya yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Memperhatikan meningkatnya persentase penduduk yang sudah memiliki jaminan kesehatan (sebesar 28 persen tahun 2008), maka pada periode berikutnya dilakukan upaya yang lebih gencar untuk mendapatkan kepesertaan JKBM. Jumlah peserta JKBM dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan penambahan jumlah penduduk.
Rumah sakit dan puskesmas dalam memberi pelayanan publik mengacu kepada Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009. Undang-undang tersebut merupakan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masayarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Di sisi lain, belum semua rumah sakit di Bali terutama rumah sakit swasta mengikuti JKBM karena terjadi perbedaan pendanaan jika menggunakan swasta murni. Asumsi bahwa pelayanan kepada masyarakat miskin berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan yang ada akibat dari subsidi pemerintah masih kecil dan perlu secara bertahap menyesuaikan dengan di rumah sakit swasta agar dapat lebih memperluas pelayanan kepada masyarakat.
Umumnya kelompok dengan tingkat pendapatan di bawah UMR memiliki proporsi lebih besar untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan program JKBM dari kelompok dengan tingkat pendapatan di atas UMR. Pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam mencari pelayanan kesehatan. Total realisasi klaim JKBM Kabupaten Buleleng pada Tahun 2014 sebesar Rp 57.119.538.040,24,-
terverifikasi sebesar Rp 85.235.550.115,41,- hal ini menunjukkan bahwa penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng melebihi pagu anggaran yang telah ditetapkan. (UPT JKBM Provinsi Bali, 2015).
Karakteristik sosial demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial (Kotler dan Armstrong, 2001). Adapun variabel sosial demografi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja. Kabupaten Buleleng terbagi atas sembilan kecamatan diantaranya Kecamatan Gerokgak, Seririt, Busungbiu, Banjar, Sukasada, Buleleng, Sawan, Kubutambahan dan Tejakula. Sampai saat ini belum di evaluasi tentang intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng, sehingga belum ada informasi yang memadai tentang intensitas penggunaan JKBM. Hal ini yang melatar belakangi penelitian mengenai intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng.
Sesuai dengan uraian latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Untuk menganalisis persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM di Kabupaten Buleleng; 2). Untuk menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap pendapatan pengguna JKBM di Kabupaten Buleleng; 3). Untuk menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja, dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng; 4). Untuk menganalisis peran pendapatan penerima JKBM dalam memediasi pengaruh variabel daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng.
Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan pendapatan untuk pelayanan kesehatan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka merupakan bagian penting dalam analisis pendapatan. Pendapatan masyarakat yang tinggal di perkotaan (pusat kota) umumnya lebih besar dibandingkan dengan pendapatan masyarakat yang tinggal di pedesaan (pinggiran). Hal ini disebabkan karena daerah perkotaan merupakan pusat perekonomian sehingga memiliki beraneka ragam pekerjaan sesuai dengan keahlian masing-masing orang.
Masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih banyak berprofesi sebagai petani. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan mereka yang rendah sehingga mereka tidak mampu bersaing untuk memperoleh tingkat penghasilan yang tinggi. Menurut Wulida (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendapatan merupakan sumber dana yang dimiliki seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pengguna program dapat memberikan persepsinya secara langsung.
Terhadap penggunaan Program JKBM kecenderungan intensitas penggunaannya lebih besar pada masyarakat yang berada di pinggiran atau di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena penghasilan mereka yang cenderung rendah sehingga mereka sangat terbantu dengan adanya Program JKBM yang tidak memungut biaya (sesuai dengan ketentuan jenis penyakit). Sedangkan masyarakat yang tinggal di pusat kota intensitas penggunaan Program JKBM cenderung lebih kecil dibanding masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal ini disebabkan karena selain mampu untuk berobat ke dokter mereka cenderung enggan untuk mengantri ke puskesmas setempat. Hal ini dikuatkan pula dengan hasil penelitian oleh Candrika Dewi (2014) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan persepsinya tentang peningkatan kesehatan.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat berpengaruh besar terhadap pendapatan seseorang dibandingkan dengan yang hanya tamat sekolah dasar atau bahkan tidak mengenyam tingkat pendidikan sama sekali. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin meningkatkan pendapatannya. Pada umumnya semakin rendah pendidikan seseorang cenderung menyebabkan kesejahteraannya juga rendah (miskin), dan derajat kesehatannya juga rendah.
Tingkat pendidikan secara teoritis sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program, sebab dengan tingkat pendidikan baik, maka kemampuan program untuk menyerap informasi semakin baik. Sebagian besar responden berpendidikan tamat SD sehingga pada umumnya sudah mampu membaca. Namun kondisi pendidikan ini tetap perlu ditingkatkan mengingat masih ada peserta program yang tidak pernah sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka semakin baik kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki.
Penelitian Wahyu Dwi (2014) orang yang bekerja, memiliki kecenderungan yang lebih banyak untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pada dasarnya pekerjaan dan tingkat pendidikan juga saling terkait. Bila seseorang dengan pendidikan dan pekerjaan dengan kedudukan yang tinggi, membuat seseorang akan memilih pelayanan kesehatan gisi yang lebih baik lagi. Seseorang akan cenderung lebih memilih ke praktek dokter swasta atau ke rumah sakit secara langsung daripada harus memilih jalur berobat ke puskesmasProgram JKBM dilaksanakan melalui mekanisme jaminan kesehatan sosial diperuntukkan bagi penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. Umumnya seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi sudah mempunyai jaminan kesehatan baik yang di cover oleh perusahaan/ kantor tempatnya bekerja, atau bahkan mereka secara pribadi memproteksi dirinya. Misalnya dengan mengikuti program asuransi kesehatan dengan nilai pertanggungan yang cukup besar.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah
dan pendapatan yang kecil cenderung lebih sering menggunakan Program JKBM tersebut, dikarenakan sangat menguntungkan bagi mereka. Selain mereka tidak harus mengeluarkan biaya untuk mengobatan mereka dapat menggunakan penghasilan mereka untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan Elifonia (2011) menyebutkan bahwa seseorang yang pernah menempuh pendidikan akan mampu memberikan saran dan kritik dengan baik.
Menurut Wahyu Dwi (2014) responden dengan pendidikan menengah ke atas, perhatian pasien akan kesehatannya lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar, sehingga bila sakit akan langsung berobat. Tingkat pendidikan berpengaruh pada pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka intensitas pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan akan semakin tinggi.
Besarnya pendapatan dalam satu bulan sangat berpengaruh terhadap banyaknya jumlah anggota keluarga. Dimana jumlah anggota keluarga yang lebih besar akan mengakibatkan pengeluaran yang lebih banyak. Terutama pada keluarga yang hanya kepala rumah tangganya saja yang bekerja. Melihat perbedaan pendapatan yang dimiliki keluarga tersebut tentunya akan berdampak pada setiap bulannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Alma (1992 : 149) bahwa pendapatan yang berbeda akan membawa perbedaan pula dalam pola pembeliannya.
Semakin banyak jumlah anggota keluarga sudah barang tentu akan semakin sering dalam penggunaan program JKBM, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan. Anggota keluarga sangat mempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat (Kotler dan Amstrong, 2001).
Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pola konsumsi produk. Baik dalam hal kualitas maupun dalam hal kuantitas atau jumlah yang dikonsumsi. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga maka kebutuhan juga akan meningkat. Akan tetapi, jumlah anggota keluarga tersebut dapat juga berdampak negatif, yakni jika jumlah anggota keluarga meningkat maka biaya kebutuhan akan meningkat sehingga dapat saja permintaan akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Alma (1992 : 49) bahwa pola dan barang yang dikonsumsi sehari-hari berbeda jumlah dan mutunya antara keluarga kecil dan keluarga besar namun ini sangat tergantung atas jumlah anggaran belanja rumah tangga yang tersedia.
Masa kerja seseorang umumnya sangat berpengaruh terhadap pendapatannya. Semakin lama orang tersebut bekerja akan peningkatkan jumlah pendapatannya. Candrika Dewi (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bahwa terdapat hubungan signifikan antara pendapatan dengan persepsinya tentang peningkatan
kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Candrika Dewi (2014) pemberian Program JKBM berdampak positif terhadap pendapatan peserta program JKBM.
Dikarenakan lamanya masa kerja seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan, maka akan mempengaruhi intensitas penggunaan JKBM. Dimana seseorang yang baru mempunyai masa kerja sedikit dengan berbagai tingkat kebutuhan dalam rumah tangganya cenderung lebih memanfaatkan penggunaan program JKBM. Sementara itu menurut Walyitah (2006) bahwa pengguna Jamkesmas yang sudah bekerja dapat memberikan jawaban yang jelas tentang manfaat program JKBM karena program tersebut telah meringankan beban mereka.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H1: Jarak tempat tinggal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan pengguna JKBM. Pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pengguna JKBM.
H2: Jarak tempat tinggal berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM. Pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja dan pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM.
H3: Jarak tempat tinggal, pendidikan dan pendapatan memediasi terhadap intensitas penggunaan JKBM. Pendapatan tidak memediasi secara penuh jumlah anggota keluarga, masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan 4 (empat) variabel bebas, 1 (dua) variabel intervening dan 1 (satu) variabel terikat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel terikat (dependent) yaitu intensitas penggunaan JKBM, variabel bebas (independent) yaitu faktor daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja, dan variabel intervening yaitu pendapatan penerima JKBM. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 119 (seratus sembilan belas) orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode convenience sampling. Dengan menggunakan metode ini, responden yang berhak mengisi kuesioner tergantung sepenuhnya kepada kemudahan peneliti (Sekaran, 2003:66). Teknis ini disebut dengan teknik aksidental. Menurut Sugiono (2006), sampel aksidental adalah teknik penentuan responden berdasarkan siapa saja yang secara kebetulan dipandang cocok sebagai sumber data maka akan diberikan kuesioner. Teknik aksidental ini dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, sebagai berikut: pengunjung yang menggunakan fasilitas JKBM di rumah
sakit/puskesmas yang memberikan pelayanan JKBM.
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis jalur (Path) ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa paling banyak responden berusia 65-69 tahun yaitu, sebesar 17.06 persen, diikuti oleh responden berusia 55-59 tahun sebesar 14.3 persen, kemudian 45-49 tahun sebesar 13.4 persen, dan sisanya responden berusia 20-24 tahun sebesar 2.5 persen. Banyaknya responden pada usia 65-69 karena faktor umur karena tua lebih mudah terserang penyakit dan lebih intens terhadap JKBM.
Tabel 1. Karakteristik Responden | ||
Karakteristik |
Jumlah (Orang) |
Prosentase ( persen) |
1. Usia (Tahun) | ||
a. 20-24 |
3 |
2.5 |
b. 25-29 |
6 |
5.0 |
c. 30-34 |
8 |
6.7 |
d. 35-39 |
4 |
3.4 |
e. 40-44 |
7 |
5.9 |
f. 45-49 |
16 |
13.4 |
g. 50-54 |
12 |
10.1 |
h. 55-59 |
14 |
14.3 |
i. 60-64 |
10 |
8.4 |
j. 65-69 |
21 |
17.6 |
k. 70++ |
15 |
12.6 |
Jumlah |
119 |
100 |
2. Jenis Kelamin | ||
a. Pria |
77 |
64.71 |
b. Wanita |
42 |
35.29 |
Jumlah |
119 |
100 |
3. Jenis Pekerjaan | ||
a. Wiraswasta |
19 |
15.97 |
b. Pegawai |
37 |
31.09 |
c. Petani/Nelayan |
63 |
52.94 |
Jumlah |
119 |
100 |
Sumber: data diolah, 2015
Berdasarkan umur, responden yang menggunakan JKBM sebagian besar berumur 65-69 tahun hal ini karena faktor ketahanan tubuh mereka yang sudah melemah. Hal ini sejalan dengan penelitian Atmarita (2004) yang menyebutkan bahwa seseorang yang berusia lanjut akan rentan terhadap penyakit dan lebih banyak menggunakan akses kesehatan. Menurut Barbara (2004) variabel usia memiliki keterkaitan secara positif terhadap persepsi responden tentang manfaat yang diberikan oleh program. Semakin tinggi usia maka mereka dapat memberikan persepsi secara jelas sesuai dengan kenyataan tentang manfaat program dengan baik.
Berdasarkan hasil analisis Tabel 1 dapat diketahui responden laki-laki berjumlah 77 orang yaitu 64.71 persen dan perempuan 42 orang yaitu 35.29 persen. Data ini menggambarkan bahwa jumlah responden
laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan disebabkan karena dalam budaya Indonesia dikenal bahwa laki-laki sebagai tulang punggung keluarga yang merupakan pencari nafkah keluarga, sedangkan perempuan lebih sebagai pendukung dalam keluarga, artinya perempuan diharapkan bekerja di rumah yaitu, sebagai pengurus rumah tangga.Sebagian besar jumlah responden yang menggunakan Program JKBM adalah laki-laki.
Tabel 2. Nilai Indeks Persepsi Penerima JKBM Terhadap Pelayanan JKBM
Frekuensi Jawaban Responden Tentang Persepsi
Indikator Penerima JKBM Terhadap Pelayanan JKBM Indeks
1 |
(%) |
2 |
(%) |
3 |
(%) |
4 |
(%) |
5 |
(%) | ||
P1: Pelayanan JKBM sesuai Kebutuhan dan harapan |
64 |
0.54 |
54 |
0.45 |
1 |
0.01 |
0 |
0 |
0 |
0 |
1,5 |
P2 : Pelayanan JKBM memuaskan |
54 |
0.45 |
64 |
0.54 |
1 |
0.01 |
0 |
0 |
0 |
0 |
1,6 |
P3 : Pelayanan JKBM digunakan ada keluhan kesehatan |
53 |
0.44 |
59 |
0.49 |
5 |
0.04 |
2 |
0.02 |
0 |
0 |
1,6 |
P4 : Pelayanan JKBM lanjutan pilihan anggota keluarga |
59 |
0.49 |
58 |
0.48 |
2 |
0.02 |
0 |
0 |
0 |
0 |
1,5 |
P5 : Fasilitas JKBM sesuai teknologi kedokteran saat ini |
31 |
0.26 |
56 |
0.47 |
14 |
0.18 |
16 |
0.13 |
2 |
0.02 |
2,2 |
P6 : Obat-obatan JKBM sesuai pilihan anggota keluarga |
64 |
0.54 |
52 |
0.43 |
3 |
0.03 |
0 |
0 |
0 |
0 |
1,4 |
Rata-rata |
54 |
0.45 |
57 |
0.47 |
4 |
0.03 |
3 |
0.03 |
1 |
0.01 |
1,6 |
Sumber: data diolah, 2015
Sebagian besar responden laki-laki karena mereka cenderung bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan sehingga mereka harus bekerja keras dan menjaga kesehatan mereka. Sebagian besar responden bekerja sebagai petani/nelayan berjumlah 63 orang yaitu sebesar 52.94 persen, kemudian diikuti responden bekerja sebagai pegawai berjumlah 37 orang yaitu, sebesar 31.09 persen, responden bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 19 orang yaitu sebesar 15.97 persen
Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan terhadap persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM menunjukkan bahwa item-item persepsi JKBM masih kategori rendah oleh penerima JKBM dengan nilai indeks yang dihasilkan 1,6 (Tabel 2).
Model-model tersebut dan klasifikasi variabel serta persamaannya secara terperinci disajikan pada Tabel 3
Berdasarkan Tabel 3 serta hasil penelitian dapat dibuat ringkasan koefisien jalur seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Dalam pengujian hipotesis ini yang diperlukan adalah adanya pengaruh langsung baik positif maupun negatif dan signifikan yang ditunjukkan oleh anak panah antar variabel yaitu jarak tempat tinggal (X1), pendidikan (X2), jumlah anggota keluarga (X3), masa kerja (X4),
Tabel 3. Klasifikasi Variabel dan Persamaan Jalur
Model |
Variabel Independen |
Variabel Dependen |
Persamaan |
1. |
|
• Pendapatan |
X5=b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e1 |
2. |
|
• Intensitas penggunaan JKBM |
Y=b5X1 + b6X2 + b7X3 + b8X4 + b9X5 + e1 |
Sumber: data diolah, 2015
Tabel 4. Ringkasan Koefisien Jalur
Regresi |
Koef. Reg. Standar |
Standar Error |
t hitung |
p. value |
Keterangan |
X1 → X5 |
0,592 |
13913,701 |
9,958 |
0,000 |
Signifikan |
X2 → X5 |
0,343 |
8325,536 |
5,673 |
0,000 |
Signifikan |
X3 → X5 |
0,014 |
22476,261 |
0,281 |
0,779 |
Non Signifikan |
X4 → X5 |
-0,056 |
3210,996 |
-1,069 |
0,297 |
Non Signifikan |
X1 → Y |
-0,035 |
0,141 |
-0,399 |
0,690 |
Non Signifikan |
X2 → Y |
-0,309 |
0,070 |
-4,200 |
0,000 |
Signifikan |
X3 → Y |
0,056 |
0,167 |
1,053 |
0,294 |
Non Signifikan |
X4 → Y |
-0,009 |
0,024 |
-0,170 |
0,865 |
Non Signifikan |
X5 → Y |
-0,561 |
0,000 |
-5,579 |
0,000 |
Signifikan |
Sumber: data diolah, 2015
pendapatan (X5), dan intensitas penggunaan JKBM (Y). Juga terdapat dua hubungan tidak langsung yaitu pengaruh jarak tempat tinggal terhadap intensitas penggunaan JKBM melalui pendapatan, serta pengaruh pendidikan terhadap intensitas penggunaan JKBM melalui pendapatan. Terdapat enam hubungan dalam penelitian ini, yaitu empat pengaruh langsung, yaitu: pengaruh jarak tempat tinggal dan pendidikan terhadap pendapatan serta pengaruh pendidikan dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM.
Juga terdapat dua hubungan tidak langsung yaitu pengaruh jarak tempat tinggal terhadap intensitas penggunaan JKBM melalui pendapatan, serta pengaruh pendidikan terhadap intensitas penggunaan JKBM melalui pendapatan.
Responden penelitian ternyata menilai hanya satu diantara enam indikator persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM bernilai sedang, sisanya bernilai rendah. Hal ini disebabkan karena responden masih merasa belum puas dengan pelayanan JKBM. Selama ini pelayanan dengan JKBM terkesan kurang nyaman bagi masyarakat, sehingga jika masyarakat telah memiliki kemampuan keuangan lebih, masyarakat tidak menggunakan fasilitas dari JKBM.
Hal ini tentunya dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi oleh Pemerintah Provinsi Bali maupun Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk meningkatkan pelayanan kesehatan melalui JKBM, sehingga masyarakat merasa puas terhadap pelayanan kesehatan dari JKBM. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Pranata (2011)
Gambar 1. Diagram Jalur Penelitian
Sumber: data diolah, 2015
Tabel 4. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Variabel |
X5 |
Y | ||||
PL |
PTL |
PT |
PL |
PTL |
PT | |
X1 |
0,598 |
- |
0,598 |
- |
-0,347 |
-0,347 |
X2 |
0,357 |
- |
0,357 |
-0,310 |
-0,207 |
-0,517 |
X5 |
- |
- |
- |
-0,581 |
- |
-0,581 |
Sumber: data diolah, 2015
yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan derajat kesehatan pengguna sebelum dan sesudah menggunakan JKBM. Menurut informan yaitu Kepala Desa setempat berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan sejak adanya Program JKBM di Kabupaten Buleleng masyarakat khususnya masyarakat yang kurang mampu sangat antusias untuk mendaftarkan dirinya sebagai peserta JKBM. Tokoh desa Sawan setempat I Wayan Yasa, pada 6 Nopember 2015 mengatakan bahwa masyarakat yang semula enggan untuk berobat ke puskesmas sekarang menjadi lebih sadar untuk memeriksa penyakitnya karena faktor biaya tidak menjadi kendala lagi bagi mereka. Derajat kesehatan mereka juga sudah mulai meningkat, dan tokoh desa setempat berharap agar Program JKBM ini terus berjalan dengan baik dan juga dari segi pelayanannya agar lebih ditingkatkan lagi.
Menurut hipotesis penelitian bahwa: (1) jarak tempat tinggal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan; (2) pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan; (3) jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan; (4) masa kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan.
Hasil pengujian terhadap data yang telah dikumpulkan menunjukkan bahwa hanya variabel jarak tempat tinggal dan pendidikan yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan. Jarak tempat tinggal yang berpengaruh positif menunjukkan bahwa di daerah Buleleng, meskipun berada jauh dari pusat kota justru peluang untuk meningkatkan pendapatan tetap ada. Hal ini ditunjang oleh pendapatan sebagian besar penduduk Buleleng yang berprofesi sebagai petani perkebunan yang lokasi tempat tinggalnya tidak dekat dengan pusat kota.
Selanjutnya untuk variabel pendidikan yang juga
berpengaruh positif terhadap pendapatan. Hal ini sudah sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi. Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Hal ini dikarenakan dalam pekerjaan dan pendapatan sebagian besar responden tidak memperhitungkan adanya tunjangan atau insentif sesuai jumlah tanggungan keluarga, sehingga menyebabkan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Masa kerja juga tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan karena pada responden yang sebagian besar bekerja bukan sebagai karyawan instansi, besaran pendapatan ditentukan oleh output pekerjaan yang dihasilkan tanpa memperhitungkan masa kerja.
Pembangunan kesehatan yang dilakukan pemerintah salah satunya di daerah adalah dalam bentuk pemberian pelayanan kesehatan gratis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya dibidang kesehatan (Wenjiong, 2011). Pada beberapa negara yang ada di dunia, setiap Pemerintahan diharuskan untuk memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat mengingat adanya perbedaan skala pendapatan masing-masing individu (Gery, 2012). Pemberian bantuan kesehatan kepada masyarakat yang belum memiliki bantuan kesehatan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama yang berpendapatan rendah (Whitney, 2011).
Program bantuan kesehatan juga memberikan rasa aman kepada masyarakat, karena dalam hal pembiayaan kesehatan masih menjadi beban utama mereka. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan (Sharif, 2011). Menurut informan yaitu Dokter Umumdi puskesmas Tejakula, Dr Putu Putrawan yang melayani pengguna JKBM berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tangal 16 November 2015 sebagian besar pengguna JKBM yang datang untuk memeriksakan kesehatannya rata-rata adalah pengguna JKBM yang berusia lanjut. Beberapa jenis penyakit yang sering mereka tangani adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan mata, pengobatan gigi, tindakan medis kecil dan konsultasi medis
Menurut hipotesis penelitian bahwa: (1) jarak tempat tinggal berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM; (2) pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM; (3) jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM; (4) masa kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM; (5) pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM.
Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap jumlah intensitas
pengguna JKBM. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal semakin jauh tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Ini telah sesuai dengan teori permintaan yaitu jka barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit (Andersen et al, 1973; dalam Laij, 2012).
Hasil pengujian data menunjukkan bahwa hanya variabel pendidikan dan pendapatan yang berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM. Hal ini terjadi karena dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang tentunya mempengaruhi pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan. Sehingga orang dengan pendidikan lebih tinggi cenderung dengan pola hidup bersih dan sehat. Sedangkan pendapatan juga berpengaruh negatif terhadap intensitas penggunaan JKBM dikarenakan masyarakat dengan pendapatan lebih tinggi cenderung menginginkan untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan selera dan standar yang diharapakan masyarakat sesuai dengan kemampuan keuangannya. Hal inilah yang menyebabkan intensitas penggunaan JKBM oleh masyarakat yang pendapatannya tinggi tidak terlalu sering. Menurut Azwar (2004) kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif, bahagia dan sejahtera.
Dilihat dari karakteristik pendidikan, pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan responden tidak berhubungan dengan kepesertaan JKBM secara mandiri. Beberapa penelitian lain mengatakan hal yang berbeda, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi kesadarannya untuk menjadi peserta asuransi jiwa (Sri Hermawati, 2013) dan Wijaya (2013). Menurut Lofgren, tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran individu melakukan tindakan perencanaan dan pengendalian untuk memahami risiko atas kesehatan dirinya. Dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin bertambah pengetahuan dan semakin bertambah pula kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Hal ini akan meningkatkan keinginan untuk menjadi peserta asuransi kesehatan.
Penghasilan responden pada penelitian ini tidak berhubungan dengan kepesertaan JKBM secara mandiri. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggi Afifi (dalam Sakinah, 2014) dan Gunistiyo (2006) yang menunjukkan bahwa penghasilan yang tinggi berpengaruh terhadap kesadaran akan menjadi kepesertaan asuransi kesehatan, demikian juga sebaliknya. Masyarakat yang berpenghasilan rendah akan mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari sebelum memutuskan menjadi peserta asuransi kesehatan.
Penelitian yang dilakukan Elifonia (2011) menyebutkan bahwa seseorang yang pernah menempuh pendidikan
akan mampu memberikan saran dan kritik dengan baik. Berikutnya hubungan antara tingkat pendapatan dengan persepsi responden tentang manfaat program, menurut Wulida (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendapatan merupakan sumber dana yang dimiliki seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pengguna program dapat memberikan persepsinya secara langsung. Sementara itu menurut Walyitah (2006) bahwa pengguna Jamkesmas yang sudah bekerja dapat memberikan jawaban yang jelas tentang manfaat program Jamkesmas karena program tersebut telah meringankan beban mereka.
Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa jarak tempat tinggal berpengaruh langsung terhadap pendapatan, namun jarak tempat tinggal tidak berpengaruh langsung terhadap intensitas penggunaan JKBM. Secara tidak langsung jarak tempat tinggal berpengaruh terhadap intensitas penggunaan JKBM. Mengingat bahwa antara jarak tempat tinggal dan intensitas penggunaan JKBM tidak memiliki pengaruh langsung, maka jarak tempat tinggal berfungsi memediasi penuh (full mediation) antara jarak tempat tinggal dan pendapatan.
Selanjutnya Tabel 5.12 menunjukkan pengaruh langsung pendidikan terhadap intensitas penggunaan JKBM. Pengaruh tidak langsung variabel pendidikan terhadap intensitas penggunaan JKBM melalui pendapatan. Dengan memperhitungkan adanya pengaruh tidak langsung maka pengaruh total pendidikan terhadap intensitas penggunaan JKBM melalui pendapatan meningkat dua setengah kali lipat dibandingkan dengan hanya memperhitungkan pengaruh langsung. Hal ini sejalan dengan penelitian Miranda (2002) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan seseorang akan mencerminkan pendapat mereka tentang layanan kesehatan. Seseorang akan berpendapat tentang layanan kesehatan sesuai dengan kondisi yang mereka rasakan sesudah menggunakan layanan kesehatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka hal-hal yang dapat penulis simpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1) . Hasil perhitungan nilai indeks yang dilakukan terhadap persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM menunjukkan bahwa itemitem persepsi JKBM masih kategori rendah oleh penerima JKBM dengan nilai indeks yang dihasilkan 1,6. Dimana persepsi penerima JKBM kategori sangat setuju dari keenam indikator yang digunakan;
-
2) . Jarak tempat tinggal dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan.
Masyarakat dengan pendidikan tinggi cenderung mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi pula. Mengingat sektor pertanian-perkebunan merupakan mata pencaharian utama masyarakat Buleleng, maka wajar bila meskipun jarak tempat tinggal jauh dari pusat kota, namun pendapatan masyarakat tetap tinggi;
-
3) . Pendidikan dan pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM. Masyarakat dengan pendidikan tinggi cenderung berpola hidup bersih dan sehat sehingga lebih jarang menggunakan JKBM. Sedangkan untuk masyarakat dengan pendapatan yang semakin tinggi cenderung mengurangi penggunaan JKBM karena mulai menginginkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keinginan masyarakat; 4). Pendapatan memediasi secara penuh antara jarak tempat tinggal terhadap intensitas penggunaan JKBM. Pendapatan juga memediasi pengaruh antara pendidikan dengan intensitas penggunaan JKBM, dimana bila melalui pendapatan maka pengaruh pendidikan terhadap intensitas penggunaan JKBM meningkat dua setengah kali lipat.
Adapun hal-hal yang dapat penulis sarankan antara lain sebagai berikut:
-
1) . Pemerintah perlu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan JKBM melalui sosialisasi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan penerima JKBM sehingga persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan JKBM juga meningkat;
-
2) . Pendidikan sebagai faktor utama sosialisasi kesehatan pemerintah yang menentukan pendapatan masih perlu dijadikan sebagai prioritas program pemerintah, pemerintah perlu mensosialisasikan secara kontinyu tentang kesehatan. Selain itu program pembangunan di pedesaan juga perlu mendapat perhatian mengingat potensi daerah pedesaan juga cukup tinggi dalam menunjang pendapatan masyarakat;
-
3) . Pemerintah perlu mengevaluasi kembali pengaturan JKBM, mengingat masyarakat dengan pendapatan lebih tinggi cenderung mengurangi intensitas penggunaan JKBM. Pemerintah dapat mengoptimalkan pelayanan terutama untuk masyarakat dengan pendapatan rendah;
-
4) . Pelaksanaan Program JKBM kedepannya agar lebih meningkatkan akses pelayanan seperti penempatan tenaga-tenaga profesional yang menangani kesehatan di tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Pengguna JKBM memang mendapatkan pelayanan hanya pada perawatan kelas III karena masyarakat tidak membayar biaya kesehatan, tetapi pelayanan harus
sesuai standar yang ada agar derajat kesehatan masyarakat pengguna JKBM lebih meningkat.
REFERENSI
Azwar, Azrul. 2004. Tubuh Ideal dari Segi Kesehatan. Jurnal Kesehatan.Jakarta : Universitas Indonesia
Alma, B. 1992. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta, Bandung.
Brata, Gunadi Aloyius.2002. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, kajian Ekonomi Negara Berkembang, 7(2) pp: 113-122
Cherepanov, Dasha., Palta, Mari., Fryback, Dennis G., and Robert,Stephanie A. 2010. “Erratum to: Gender differences in health-relatedquality-of-life are partly explained by socio-demographic and socioeconomicvariation between adult men and women in the US: evidence from four US nationally representative data sets.” Journal Quality of LifeResearch. Vol.19. No.8:1125.
Candrika Dewi, Ida Ayu. 2014. Efektivitas Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar
Elifonia, Maria,Sofia. 2011. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, Pekerjaan, Dan Dukungan Keluarga dengan Pemberian Asi Eksklusif. Jurnal Kesehatan. Bengkulu: Akademi Kesehatan
Gery P.2012. Public and Private Health Insurance status of Low Income Childress Aduls. Journal of health..49 (2) pp : 5664
Grossman, Michael. 1972. The Demand For Health A Theorytical and Empirical Investigation. National Bureau of Economic Research. http://www.nber.org/books/ gros72-1
Kuloglu, M., et.al. 2003. “Socio-demographic and clinical characteristics ofpatients with conversion disorder in Eastern Turkey.” Journal SocialPsychiatry and Psychiatric Epidemiology. Vol.38. No.2:88-93.
Kintamani, Ida. 2008.Analisis Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.72 (14). Mei : 422-427
Kotler, Philip., dan Armstrong, Gary. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. EdisiKedelapan Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Lucky kumaat Franly Onibala. Suharty Dahlan, Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap Tingkat Pengetahuan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, journal keperawatan (e-Kp) Volume 2, Nomor 1. Februari 2014
Razak, Amrar. 2008. Kesehatan Gratis sebagai Komoditi Politik : suatu tinjauan prospektif pembiayaan kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani,1(2).
Sopandi, Andi.2009. Analisis Kebijakan Pembangunan bidang Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat. Studi Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bekasi. Jakarta
Suliman, Salih. 2011. Hand in hand with Jordanian Health Care Insurance, A Challenge of Improvements. International Journal of Bussiness and Social Science, the special issue on business and management, 2(13).Juli:111-112
Sharif, Memon. 2011. A Comparative Study of Health Insurance in India and the Us. The IUP Journals of Risk and Insurance, 3(4) pp:48-60
Wilkinson, Anna V, et.al. 2009. “Sociodemographic characteristics, health beliefs,and the ccuracy of cancer knowledge.” Journal of CancerEducation.Vol.24, No.1:58-64.
Wenjiong He. 2011. Vertically Balanced Rate of the Basic Medical Insurance System. The Jurnal Chinese Economy, 44 (6) pp. 30–43.
Whitney R, Jhonson. 2011. The Impact of Health Reform on HSAS Benefit Quarterly. pp:45-52
Walyitah. 2006. Evaluasi Program Jamkesmas di Desa Paten Kabupaten Magelang. Tesis.Yogyakarta: UPN
Wulida, Latifah. 2010.Analisis Persepsi, Sikap, dan Strategi Koping Keluarga Miskin terkait Program Konversi Minyak Tanah ke LPG di Kota Bogor. Tesis. IPB (Bogor Agricultural University).
I Volume XII No. 1 Juli 2016
Discussion and feedback