PIRAMIDA Vol. XII No. 1 : 1 - 7

ISSN : 1907-3275

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA LAJU PERTUMBUHAN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDUDUK DI PROVINSI BALI

Nyoman Suartha

Fakultas Ekonomi Universitas Ngurah Rai [email protected]

ABSTRAK

Masih tingginya laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan masalah kependudukan menjadi masalah besar yang harus segera ditangani; jika tidak akan terjadi “Population Bomb” ( Paul R. Ehrlich,1968). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk setelah diadakan analisis dengan pendekatan penelitian diskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan analisis statistik dan teori kebijakan publik dari Edward III; dimana obyek penelitian di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Laju pertumbuhan penduduk ditentukan oleh perubahan dinamika kependudukan seperti kelahiran, kematian, dan migrasi di Provinsi Bali. Laju pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk nasional. Meskipun bonus demografi yang dperoleh, dimana Total Fertility Rate (TFR) telah mengalami penurunan dari 2,5 menjadi 2,3 per wanita, akan tetapi Mortality Rate masih di atas satu persen dan tingkat migrasi di daerah Sarbagita sangat tinggi bahkan mencapai 4 persen lebih. Upaya penanggulangan kependudukan melalui Keluarga Berencana masih stagnan, sebagai akibat lemahnya Implementasi kebijakan pemerintah.

Kata kunci: Pertumbuhan penduduk, Bonus Demografi, Implementasi Kebijakan Publik.

ABSTRACT

High rate of population growth causes population problems to be huge problems that should be solved; if don’t’ there will be “Population Bomb”( Paul R. Ehrlich,1968). Factors affecting the rate of population growth after conducting analysis with quantitative and qualitative descriptive research approach and statistical analysis and public regulation theory by Edward III; in which the research object is in all Regencies/City in Bali. The rate of population growth determined by the change of population dynamics as well as: fertility, mortality, and migration in Bali Province. The rate of population growth is much higher than the national rate of population growth. Although the acquired bonus demography, in which Total Fertility Rate (TFR) has been decreasing from 2,5 to be 2,3 per women however the Mortality Rate is still above one percent and migration rate level in the area of Sarbagita is very high even reaches more than 4 percent. The effort of controlling the population through Keluarga Berencana (Family Planning) is still stagnant, as the consequences of the weakness of the government regulation implementation.

Key words: Population Growth, Demographic Dividend, Implementation of Public Regulation.

PENDAHULUAN

Penduduk merupakan kumpulan orang-orang atau individu yang bertempat tinggal di suatu daerah dan tercatat secara administrasi. Kumpulan orang-orang ini dari hari kehari jumlahnya meningkat terus bahkan peningkatannya dikhawatirkan melebihi persediaan pangan yang dibutuhkan seperti yang dinyatakan oleh Thomas Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798) bahwa laju pertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan melampaui suplai makanan yang akan mengakibatkan kelaparan. Jika pernyataan Malthus ini benar dan memiliki

korelasi maka bencana akan terjadi, kondisi ini didukung oleh ramalan Paul R. Ehrlich dalam buku berjudul The Population Bomb (Ledakan Penduduk) pada tahun 1968 meramalkan adanya bencana kemanusiaan akibat terlalu banyaknya penduduk dan ledakan penduduk. Meskipun ramalan ini perlu diuji kebenarannya karena asumsi-asumsi yang dipergunakan belum sepenuhnya mendapat dukungan. Kita menyadari penduduk dalam kelangsungan hidupnya akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai aktualisasi diri dalam peri kehidupannya dengan berbagai cara apakah dengan ekspansif, inovatif dan lain sebagainya.

Persoalan penduduk memberi dampak yang sangat


komplek dan berdimensi multiple, bahkan melewati batas negara.Lebih-lebih dalam era globalisasi dan telah diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) maka batas negara sudah tiada batas sehingga penduduk bisa pindah dari suatu negra ke negara lain untuk mendapatkan pekerjaaan yang layak dan mendorong laju pertumbuhan penduduk dan ekonomi suatu daerah. Pesatnya pertumbuhan ekonomi ini menjadikan daerah-daerah tujuan menjadi pusat-pusat pertumbuhan “Growth pole” yang lebih lanjut meningkatnya penduduk pendatang.

Mengingat sudah lamanya program pemerintah melalui regulasi-regulasi peraturan kependudukan, hingga kini belum mencapai seperti yang diharapkan. Hasil sensus penduduk tahun 2010 tercatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dengan nilai laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen pertahun. Apabila nilai laju pertumbuhan penduduk tidak berubah, maka ledakan penduduk akan terjadi pada tahun 2045 yang mencapai 450 juta jiwa. Jika hal ini diekuivalensi jumlah kelahiran yang terjadi, maka jumlah kelahiran bayi 2484 per hari yang setiap jamnya jumlah kelahiran 103 bayi atau 2 orang bayiakan lahir 2 jiwa per menit.. Ini menandakan betapa pesatnya perkembangan penduduk di Indonesia. Hal ini dapat digambarkan seperti Tabel berikut di bawah ini.

Tabel 1. Perkembangan Pertumbuhan dan Jumlah Penduduk Indonesia dan Bali 1971 - 2014

Tahun

Indonesia

Bali

Pertumbuhan

Jml Penduduk

Pertumbuhan Jml Penduduk

1930-1961

2,15

97.232.132

-

1.783.000

1960-1970

2,35

119.254.241

1,75

2.120.000

1971-1980

2,32

147 490 298

1,54

2 469 930

1980-1990

1,18

179 378 946

1,18

2 777 811

1990-2000

1,31

206 264 595

1,26

3 151 162

2000-2010

1,49

237 641 326

2,15

3 890 757

2010-2014

1,37

252.000.000

1,92

4.105.232

Sumber: Badan Pusat Statistik 2015

Tabel 1 menggambarkan tingkat pertumbuhan penduduk secara nasional mengalami penurunan sangat tajam yakni 1,69 hingga 1,31 pada periode 1990-2000, akan tetapi pada periode 2000-2010 justru mengalami peningkatan hingga mencapai 1,49, meskipun tahun berikutnya mengalami penurunan. Demikian pula dengan Provinsi Bali tingkat pertumbuhan penduduk terus mengalami penurunan namun tingkat pertumbuhan penduduk Bali jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk nasional. Meskipun bonus demografi yang kita peroleh dimana Total Fertility Rate (TFR) telah mengalami penurunan dari 2,5 menjadi 2,3 akan tetapi Mortality Rate masih diatas satu persen. Ini berarti persoalan penduduk menjadi masalah krusial, lebih-lebih adanya bonus demografi ini komposisi

penduduk usia produktif meningkat tajam dibandingkan dengan penduduk usia tua..

Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka menanggulangi tingginya tingkat pertumbuhan melalui pembatasan kelahiran dengan program Keluarga Berencana telah diterbitkannya UU No. 52 tahun 2009 serta UU Kependudukan Nomor 23 tahun 2006. Diterbitkannya undang-undang ini dapat dipergunakan sebagai pedoman penanggulangan kependudukan, sebagaimana diamanatkan Pasal 43 pada undang-undang ini. Lebih lanjut di dalam pelayanan keluarga berencana telah ditetapkan peraturan pemerintah Nomor 55/HK-010/B5/2010 yang mengatur standar pelayanan minimal yang dilakukan oleh Badan Keluarga Berencana (KB) sebagai implementasi kebijakan publik. Akan tetapi semenjak reformasi pelaksanaan penundaan perkawinan melalui program KB, mengalami perlambatan bahkan bersifat relatif stagnan, mingingat hanya 0,5 persen bertambah dari 57,4 persen penduduk usia subur. Jika kondisi ini tidak dievaluasi kembali maka jumlah penduduk akan meningkat tajam pada lima tahun mendatang, hal ini ditunjang dengan meningkatnya jumlah penduduk muda dan dewasa, maka mereka yang termasuk dalam katagori kelompok ini memberikan kotribusi jumlah kelahiran yang akan terjadi lima tahun mendatang.

Mengingat banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh masih tingginya laju pertumbuhan penduduk serta stagnannya pertumbuhan peserta Keluarga Berencana (KB), maka tujuan penelitian: 1) Untuk mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali; 2) Untuk mengetahui faktor demografi apakah yang dominan mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali; 3) Untuk menganalisis implementasi kebijakan pemerintah tentang keluarga Berencana di Provinsi Bali

Ledakan Penduduk dan Perubahan Sosial

Ledakan penduduk adalah pertumbuhan penduduk di suatu negara secara cepat dan tiba-tiba serta tidak terkendali. Di Indonesia masalah ledakan penduduk sangat terasa di akhir tahun 1960-an. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 hingga tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup serius walaupun pertumbuhan mengalami penurunan. Peningkatan jumlah penduduk yang cepat sering disebut ledakan penduduk. Thomas Robert Malthus mengatakan bahwa penyebab terjadinya ledakan penduduk suatu daerah/negara akibat kemiskinan. Secara logika dapat dikatakan bahwa penghuni bumi ini terus bertambah sedangkan ruang pemukiman di bumi tetap tidak bertambah

Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah penduduk yang banyak. Jumlah penduduk Indonesia menempati urutan pertama negara di kawasan Asia

Tenggara sedangkan menempati urutan ke-4 di dunia. Dengan jumlah (215,27 ju ta jiwa), Cina (1,306 milyar jiwa), India (1,068 milyar jiwa). Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia memiliki masalah-masalah kependudukan yang cukup serius dan harus segera diatasi agar tidak terjadi ledakan penduduk. Faktor-faktor penyebab terjadinya ledakan penduduk antara lain adalah : 1) jumlah penduduk yang besar; 2) pertumbuhan penduduk yang cepat; 3)penyebaran penduduk yang tidak merata; 4) banyaknya yang menikah di usia dini.; 5) program kb belum terlaksana dengan baik; 6) menurunnya angka kematian yang disebabkan oleh peningkatan perkembangan dalam bidang kesehatan atau medis; 7) banyak penduduk desa yang urbanisasi..

Masih tingginya laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan masalah kependudukan menjadi masalah yang urgen dan harus segera ditangani. Banyak faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk, antara lain faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor-faktor demografi yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk didominasi oleh determinan demografi yakni: 1) Natalitas/Fertility (Kelahiran); Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas karena seorang wanita hanya mati satu kali tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Di samping itu seseorang yang telah mati pada hari dan waktu tertentu tidak mempunyai resiko kematian yang ke dua kali. Sebaliknya seorang wanita yang melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut berhenti. Kompleksnya pengukuran fertilitas juga disebabkan karena keterlibatan dua orang (suami dan istri). Masalah yang lain yang di jumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak semua wanita mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapat pasangan untuk berumahtangga juga pada wanita yang bercerai atau menjanda.

Suatu kelahiran disebut dengan lahir hidup (live birth) apabila pada waktu lahir terdapat tanda-tanda kehidupan seperti berteriak, bernafas, jantung berdenyut. Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan disebut lahir mati (still birth) yang dalam ilmu demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Kadang kala ada yang menyebut Fertility sama dengan Fecundity. Fecundity adalah kemampuan biologis wanita untuk menghasilkan anak lahir hidup Menurut Mantra (2000:127); 2) Mortality (Kematian) sebagai salah satu variabel demografi yang sangat penting sebagai barometer tinggi rendahnya tingkat kesehatan penduduk dari suatu daerah. Yang dimaksud dengan mortalitas adalah peristiwa menghilangnya tanda-tanda kehidupan seseorang secara pernanen yang terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Dari definisi ini terlihat bahwa keadaan “mati”hanya bisa terjadi kalau sudah terjadi kelahiran hidup. Dengan kata lain, mati tidak

pernah ada kalau tidak ada kehidupan. Sedangkan hidup selalu dimulai dengan lahir hidup. Penerapan angka kematian bayi dipakai sebagai angka probabilitas untuk mengukur resiko kematian dari seseorang atau bayi dari saat kelahirannya sampai menjelang ulang tahunnya yang pertama. Apabila suatu penduduk mempunyai angka kematian bayi 200 per 1.000 kelahiran hidup ini berarti bahwa probabilitas mati seorang bayi yang baru lahir pada penduduk tersebut sebelum mencapai ulang tahunnya pertama adalah 20 %. Bila diterapkan secara agregate maka dari 1.000 kelahiran 200 diantaranya mati pada usia sebelum usia ulang tahun pertama. Usia yang dicapai sebelum terjadinya kematian merupakan harapan hidup dari seorang penduduk. Harapan hidup merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan sosial ekonomi secara umum. Harapan hidup didefiniskan sebagai rata-rata tahun hidup yang masih dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur tersebut dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Sebagai contoh angka harapan hidup lima tahun berarti rata-rata tahun hidup pada masa yang akan datang dijalani oleh mereka yang telah mencapai usia lima tahun. 3) Migrasi (Perpindahan Penduduk), Todaro (2005: 39) menyatakan migrasi merupakan suatu proses yang sangat selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan demografi tertentu, maka pengaruhnya terhadap faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi dari masing-masing individu juga bervariasi. Variasi tersebut tidak hanya terdapat pada arus migrasi antar wilayah pada negara yang sama, tetapi juga pada migrasi antar negara. Menurut Mantra (200:151) Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan mobilitas non permanen merupakan gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain tidak dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan Zelinsky (Mantra). Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode tertentu (Mantra 200:151). Batas wilayah yang digunakan adalah batas administratif. Mobilitas penduduk ada dua yakni mobilitas permanen dan non permanen yang disebut mobilitas serkuler. Teori-teori migrasi awal didasarkan pada tenaga kerja surplus, tingkat pertumbuhan yang bersifat tetap dan penciptaan lapangan kerja serta berbagai teori ini melihat migrasi keluar merupakan suatu trauma sosial. Sedangkan teori baru menyadari bahwa migrasi bila didorong oleh kekuatan ekonomi merupakan suatu proses yang positif dan selektif. Dengan kemajuan dalam bidang teknologi dan infrastruktur transportasi, mobilitas tenaga kerja terus meningkat. Migrasi tenaga kerja mendorong pertumbuhan. Dalam lingkup domestik, menunjukkan bahwa migrasi tenaga kerja menyumbang bagi pertumbuhan agregat dengan cara memperbaiki distribusi tenaga kerja yang lalu mendorong konsentrasi.

Dengan terjadinya pengelompokkan keterampilan dan talenta yang dimiliki oleh tenaga kerja dapat menciptakan limpahan aglomerasi ke daerah lain. Beberapa faktor non ekonomis yang mempengaruhi keinginan seseorang melakukan migrasi adalah: 1) faktor sosial termasuk keinginan para migran untuk melepaskan diri dari kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasi-organisasi sosial yang sebelumnya mengekang mereka; 2) faktor fisik termasuk pengaruh iklim dan bencana meteorologis seperti banjir dan kekeringan. 3) faktor demografi termasuk penurunan tingkat kematian yang kemudian mempercepat laju pertumbuhan penduduk suatu tempat; 4) faktor kultural termasuk pembinaan kelestarian hubungan keluarga besar yang berada pada tempat tujuan migrasi; 5) faktor komunikasi termasuk kualitas seluruh sarana transportasi, sistem pendidikan yang cenderung berorientasi pada kehidupan kota. Semakin maju kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan pull factor seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan dan transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain setiap daerah mempunyai faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke luar daerahnya.

Implementasi kebijakan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Amanat Undang-undang No.52/2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (pasal 56 Ayat 1) bertugas melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan keluarga berencana sebagai implementasi kebijakan publik dan merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah sebagai strategi untuk merealisasikan program. Untuk itu pemerintah perlu mengatur jumlah penduduk suatu daerah dengan melaksnakan administrasi penduduk. Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 mengatur tentang administrasi kependudukan. Undang-undang ini sangat penting artinya terhadap pertumbuhan penduduk terutama terhadap determinan kependudukan yang menyebabkan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk (Fertility, Mortality dan Migration). Untuk itu pengurangan tingkat pertumbuhan penduduk dapat dilakukan dengan menggalakkan kembali program Keluarga Berencana. BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Menjadi pertanyaan apakah implementasi kebijakan pemerintah khususnya persoalan Kependudukan dan Keluarga Berencana sudah terimplementasi dengan baik; mengingat pada kenyataannya berbagai masah dihadapi oleh lembaga ini (BKKBN) seperti; 1) masih stagnanya pertumbuhan peserta KB; 2) adanya peraturan Menteri Kesehatan Nomor K.02.02/MENKES/149/2010 tentang

Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Peraturan itu menimbulkan berbagai interpretasi antara lain adanya pembatasan wewenang bidan karena adanya kata ”dalam rangka menjalankan tugas pemerintah” tidak dalam praktik mandiri dan harus adanya supervisi dokter untuk pemasangan jenis kontrasepsi tertentu di fasilitas pelayanan kesehatan. Padahal distribusi tenaga dokter belum merata.; 3) belum produktifnya pelaksanaan KB dilapangan yang dilakukan oleh penyuluh KB (PKB) maupun petugas lapangan KB (PLKB) .Ascobat Gani dari Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengatakan bahwa secara umum alokasi anggaran kesehatan masih belum tepat sehingga menghambat berbagai program termasuk keluarga berencana. Dia mencontohkan anggaran pemerintah terbesar masih untuk gaji dan pembangunan fisik sedangkan untuk biaya operasional sangat sedikit. Dia mencontohkan Puskesmas memiliki sepeda motor tetapi tidak memiliki anggaran untuk bahan bakar sehingga kunjungan langsung ke masyarakat terhambat. Padahal di sejumlah daerah yang secara geografis sulit dan masyarakatnya miskin kunjungan petugas kesehatan menjadi sangat penting.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif; dengan obyek penelitian di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Sumber data primer dan sekunder baik bersifat kunatitatif dan kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Kedua teknik ini digunakan untuk menganalisis data dengan menggambarkan fenomena di lapangan dengan bentuk angka dan narasi. Untuk menganalisis implementasi kebijakan kependudukan dilakukan dengan pendekatan teori implementasi kebijakan publik yakni teori Edward.III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penduduk dan Persebarannya

Penduduk 2010-2014 menunjukkan sebagian besar penduduk Bali terkonsentrasi di kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) dengan persentase sebesar 58,23 persen sedangkan 41,77 persen sisanya tersebar di lima kabupaten lainnya. Kota Denpasar merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di Bali. Meskipun Denpasar memiliki keterbatasan luas wilayah namun ini tidak membatasi penduduk untuk tinggal di Denpasar. Tercatat lebih dari 20 persen penduduk Bali tinggal di Denpasar dan angka ini terus meningkat setiap tahunnya. Daya tarik Kota Denpasar yang melebihi daya dorong penduduk untuk keluar Denpasar mengakibatkan nilai net migrasi Kota Denpasar bernilai positif serta tingkat pertumbuhan penduduknya meningkat tajam, sehingga

jumlah penduduknya meningkat tajam dan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk. pada periode 2000-2014, rata-rata laju pertumbuhan penduduk tahunan tertinggi terjadi di Kabupaten Badung, yaitu sebesar 4,06 persen disusul Kota Denpasar sebesar 3,53 persen. Tingginya migrasi masuk menjadi faktor utama tingginya laju pertumbuhan penduduk di kedua wilayah tersebut. Ketersediaan fasilitas serta luasnya peluang kerja menjadi daya tarik bagi para pendatang. Sebagai gambaran perkembangan laju pertumbuhan penduduk di masing-masing kabupaten/kota di Bali dapat digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Penduduk Masing-masing Kabupaten/ Kota Provinsi Bali 1980-2014

Fertility (Kelahiran)

Fertilitas atau kelahiran adalah istilah dalam demografi yang mengindikasikan jumlah anak yang di lahirkan hidup oleh seorang wanita. Semakin muda usia perkwainan pertama maka semakin banyak kemungkinan seorang wanita akan melahirkan anak dengan asumsi jika sel telur dibuahi pada masa subur. Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas karena seorang wanita hanya mati satu kali tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Masalah yang lain yang di jumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak semua wanita mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapat pasangan untuk berumahtangga juga pada wanita yang bercerai atau menjanda.

Rata-rata anak lahir hidup atau Child Ever Born (CEB) yang dilahirkan usia subur di Provinsi Bali digambarakan seperti Tabel 2.

Tabel 2 menggambarkan makin tua umur wanita rata rata melahirkan anak semakin banyak. Rata-rata lahir hidup terjadi pada wanita usia tua yakni pada usia 35 tahun ke atas paling banyak yakni di atas dua. Peningkatan rata-rata kelahiran bayi dari tahun ketahun sedikit mengalami peningkatan dari 1,99 di tahun 2013 menjadi 2,01 di tahun 2014. Nilai ini memiliki arti bahwa rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh 100 wanita usia subur adalah sebanyak 201 orang.

Tabel. 2 Rata-rata Anak yang Dilahirkan Hidup Berdasarkan Kelompok Umur Wanita Provinsi Bali 2012 -2014

Kelompok Umur

Rata-rata Anak Lahir Hidup per Wanita Subur

2012

2013

2014

15 - 19

0,63

0,72

0,66

20 - 24

0,99

0,91

0,96

25 - 29

1,41

1,40

1,44

30 - 34

1,91

1,89

1,94

35 - 39

2,24

2,24

2,26

40 - 44

2,42

2,50

2,44

45 - 49

2,73

2,70

2,64

15 - 49

1,99

1,99

2,01

Sumber:Susenas 2012, 2013 dan 2014

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa rata-rata anak lahir hidup di Bali tahun 2014 mengalami peningkatan. Denpasar memiliki tingkat kelahiran hidup paling tinggi hal ini mendukung penelitian Iswarati (2009:29) yang menyebutkan terdapat pengaruh yang signifikan antara daerah tempat tinggal terhadap fertilitas.

Dengan meningkatnya jumlah anak yang lahir seharusnya mengakibatkan rasio anak dengan ibu meningkat, tetapi tidaklah demikian yang terjadi justru rasio anak dan ibu dari tahun ketahun mengalami sedikit penurunan dan tidak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota. Akan tetapi Dependency ratio (ratio ketergantungan) yang terjadi di Bali dari tahun ketahun mengalami penurunan.

Tabel 3 Persentase Rasio Ketergantungan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi Bali 2012-2014

Jenis         % Jumlah penduduk        Rasio Ketergantungan

Kelamin

0-14

15-64

65+

Muda

Tua

Total

Tahun 2012

Laki

25,75

68,28

5,96

37,71

8,73

46,45

Perempuan

24,64

68,19

7,17

36,13

10,51

46,64

Total

25,20

68,24

6,56

36,92

9,62

46,54

Tahun 2013

Laki

25,54

68,45

6,01

37,31

8,78

46,09

Perempuan

24,46

68,30

7,25

35,81

10,61

46,42

Total

25,00

68,38

6,62

36,56

9,69

46,25

Tahun 2014

Laki

25,33

68,61

6,07

36,91

8,84

45,76

Perempuan

24,27

68,40

7,33

35,49

10,72

46,20

Total

24,80

68,50

6,69

36,21

9,77

45,98

Sumber Proyeksi Penduduk 2010-2020.

Pada tahun 2014 angka rasio ketergantungan Bali mencapai 45,98 persen yang artinya dari setiap 100 penduduk usia produktif di Bali menanggung beban ekonomi tidak lebih dari 46 orang penduduk usia nonproduktif. Rendahnya nilai rasio ketergantungan ini menunjukkan bahwa Bali telah memasuki masa bonus demografi di mana seorang penduduk nonproduktif di tanggung oleh lebih dari dua orang penduduk aktif lainnya.

Mortality (Kematian)

Mortalitas merupakan angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka Kematian terdiri atas), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), dan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Morbiditas.

Gambar 2 Tingkat Kematian Ibu dan Bayi di Masing-masing Kabupaten/ Kota Provinsi Bali 2014

Angka kematian Ibu dan Bayi, Kota Denpasar memiliki angka paling rendah baik AKI mapun AKB; kemudia diikuti oleh Kabupaten Badung dan Tabanan. Angka tertinggi dicapai oleh Kabupaten Buleleng dan Karangasem yang nilai AKI maupun AKB jauh melampui yang dicapai oleh provinsi yakni masing-masing 123 AKI dan 11,7 AKB untuk Kabupaten Buleleng. Lebih-lebih kabupaten Karangasem AKI yang dicapai melebihi 200 yakni 209,9 dan AKB 12,2. Kondisi ini digambarkan seperti gambar diagram di bawah ini.

Gambar 3. Perbandingan Angka Harapan Hidup Provinsi Bali di Masing-masing Kabupaten/Kota dan Angka Harapan Hidup Nasional

Angka harapan hidup di masing-masing kabupaten/ kota menunjukkan Kabupaten Karangasem, Klungkung dan Buleleng menunjukkan angka harapan hidup dibawah 70 tahun. Rata-rata harapan hidup Provinsi melampui angka yang dicapai Nasional yakni melebihi 70 tahun lebih-lebih angka yang dicapai Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan jauh melampaui angka Nasional.

Perpindahan Penduduk (Migrasi)

Faktor-faktor penyebab migrasi biasanya dikategorikan menjadi dua bagian yaitu faktor penarik dan faktor pendorong. Kainth (2010) menyatakan bahwa faktor penarik adalah faktor-faktor yang mencakup daya tarik suatu daerah sedangkan faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memaksa seseorang untuk meninggalkan daerah asal dan pind Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor pendapatan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap keputusan migrasi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh), Handayani (2013), Trendyari dan Yasa (2014). Hasil dari ketiga penelitian tersebut menyebutkan bahwa pendapatan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi keputusan migrasi yang dimiliki oleh migran. Faktor pendapatan penting bagi pelaku migrasi terkait dengan pemenuhan kebutuhan yang dimiliki oleh para migran. Faktor pendapatan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang digeluti oleh migran.

40000

Gambar 4 Perkembangan Migrasi masuk dan Keluar di Provinsi Bali 19802015

Migrasi neto pada tahun 1980 mengalami pertumbuhan negatif dikarenakan jumlah penduduk keluar lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang masuk ke Bali demikian pula pada tahun 1985 migrasi neto masih memiliki nilai migrasi neto negatif akan tetapi semenjak tahun 1990 an tingkat pertumbuhan migrasi in maupun aout meningkat tajam. Peningkatan migrasi in yang tajam mulai dialami semenjak tahun 2000 dan puncaknya pada tahun 2015 mencapai jumlah139849 jiwa akan tetapi migrasi ini jauh melampui tingkat migrasi out; akibatnya migasi neto di Provinsi Bali memiliki nilai positif 88962 jiwa. Meningkatnya migrasi penduduk di bali sebagai akibat dari berbagai faktor antara lain: a) disparitas pendapatan antara daerah asal dibandingkan dengan daerah tujuan bila dilihat tingkat upah minimum regional (UMR); b) Tingginya pertumbuhan pembangunan di daerah tujuan dibandingkan dengan didaerah asal; c) laju pertumbuhan ekonomi daerah tujuan lebih tinggi, sehingga kesempatan kerja lebih terbuka dari daerah asal; d) mengikuti orang tua karena bekerja didaerah tujuan.

Mereka yang migrasi antar kabupaten/kota lebih banyak laki laki dari pada perempuan, untuk migrasi masuk kabupaten Badung dan Kota Denpasar sebagai

Tabel 4 Jumlah Migrasi Masuk dan Keluar berdasarkan Jenis Kelamin di Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Kabupaten/Kota

Migrasi Masuk

Migrasi Keluar

Migrasi Neto

Laki-laki (L)

Perempuan (P)

L + P

Laki-laki (L)

Perempuan (P)

L + P

Laki-laki (L)

Perem-puan (P)

L + P

Jembrana

2.778

2.843

5.621

4.177

4.156

8.333

-1.399

-1.313

-2.712

Tabanan

6.505

6.157

12.662

5.475

5.847

11.322

1.030

310

1.340

Badung

28.233

24.766

52.999

6.400

6.428

12.828

21.833

18.338

40.171

Guanyar

8.089

7.287

15.376

3.855

4.302

8.157

4.234

2.985

7.219

Klungkung

1.611

1.814

3.425

3.276

3.598

6.874

-1665

-1.784

-3.449

Bangli

872

1.152

2.024

2.462

2.859

5.321

-1.590

-1.707

-3.297

Karangasem

1.484

1.788

3.272

7.240

8.470

15.710

-5.756

-6.682

-12.438

Buleleng

4.525

4.942

9.467

10.512

11.230

21.742

-5.987

-6.288

-12.275

Denpasar

46.647

42.898

87.545

21.777

19.118

40.895

22.870

23.780

46.650

Sumber: Statistik Migrasi BPS Provinsi Bali 2010


daerah tujuan migrasi terbesar kemudian diikuti oleh Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan; dan Kabupaten Buleleng dan Karangasem sebagai sumber migran masuk dan kemudian Kabupaten Badung dan Tabanan. Karena banyakya penduduk yang keluar dari daerah asal maka migrasi netto Kabupaten Buleleng, Karangasem, Bangli, dan Klungkung memiliki migrasi neto yang negatif. Paling banyak terjadi di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Sebagain besar pendidikan penduduk bermigrasi berpendidikan SLTA/SMK.

Implementasi kebijakan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Amanat Undang-undang No.52/2009, pasal 56 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN) bertugas melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan keluarga berencana, sebagai implementasi kebijakan kependudukan. Semenjak reformasi program keluarga berencana berjalan lambat Julianto Witjaksono (Kompas. com). Bahkan pertumbuhannya stagnan. Kondisi ini dapat digambarkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Peserta KB Aktif dan Baru di Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2014

Pencapaian keberhasilan kebijakan kependudukan sangat tergantung pada pelaku yang mempunyai peranan di luar kebijakan. Kebijakan selalu dipengaruhi oleh beberapa variabel dasar. Menurut George C.Edwards

III "faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber-sumber (sumber daya), kecenderungan/sikap dan struktur birokrasi” Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak bisa mengurangi permasalahan yang timbul meskipun telah diimplementasikan, akan mengalami kegagalan. Interaksi keterpengaruhan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6 Model Implementasi Kebijakan Sumber : George C.Edwards III

Variabel komunikasi Kebijakan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apa bila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama Komunikasi Implementasi Sumber-sumber Disposisi Struktur Birokrasi sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Dimensi komunikasi dalam implementasi program Keluarga Berencana sangat ditentukan dari beberapa unsur yang terdapat dalam komunikasi, seperti penyampai pesan, isi pesan, media yang digunakan, serta sasaran penerima pesan, serta perubahan sebagai akibat komunikasi. Mengenai bagaimana dimensi komunikasi yang terjadi di kabupaten/kota dideskripsikan sebagai berikut : a) Penyampai pesan oleh penyuluh KB, pesan yang disampaikan sering tidak sesuai dengan kebutuhan komonikan dan program sehingga peserta KB sering mengabaikan informasi yang diberikan, dan pada akhirnya lebih banyak mencari alternatif lain

yang lebih bisa mengkomonikasikan informasi program keendudukan; b) Media yang digunakan disamping faktor penyampai pesan, media yang digunakan juga amat menentukan berhasil dan tidaknya suatu komunikasi mencapai target sebagaimana yang diinginkan penyampai pesan. Masih terbatasnya pengetahuan dan media yang dimiliki oleh penyuluh dilapangan. Oleh karena itu, pemilihan media merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu komunikas; c) Isi Pesan, kendati isi pesan mengacu pada panduan materi konseling, namun kebutuhan, kelengkapan serta sistematika penyampaian yang disampaikan kurang sempurna dan sistematis, maka kualitas komunikasi akan menjadi bias. Oleh karena itu, isi pesan juga harus mendapat perhatian dalam sebuah komunikasi.

Variabel Sumber Daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten tetapi apa bila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni implementator, dan sumberdaya finansial. Kualitas sumber daya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program, mengingat luasnya wilayah yang harus ditangani para aktor yang ada di lapangan. Jumlah Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di provinsi Bali hanya 282 orang jika dibandingkan dengan 716 desa yang ada di di masing-masing kabupaten/kota di Bali masih sangat terbatas.

Variabel Disposisi, disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apa bila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Banyak implementator kurang mupuni didalam mengeksekusi permasalahan dilapangan sehingga kebijakan yang teah diatur sulit dimplenetasikan dilapangan, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh para peserta program keluarga berencana. Ada 3 (tiga) hal penting terkait dengan disposisi implementator; respon implementator terhadap kebijakan, kognisi, serta freferensi nilai yang dimiliki. (1) Respon implementator terhadap kebijakan rendahnya tingkat pendidikan PLKB, menjadikan rendahnya mereka dalam merespon kebijakan dari atas; (2) Kognisi penggunaan media penyuluhan yang konvensional, menunjukkan betapa pemahaman kebijakan peningkatan kesertaan KB seharusnya dapat melalui kebijakan pelayanan di tempat kerja, seperti memberikan penyuluhan ditempat-tempat tertentu.

Variabel Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). Jika struktur organisasi tidak jelas dan memiliki birokrasi yang panjang sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, karena ketergantungan yang dihadapi oleh para aktor yang ada dilapangan. Setelah era otonomi daerah keluarga berencana memang terasa meredup gaungnya, hal ini dipengaruhi beberapa hal:

  • 1.    BKKBN Pusat dan provinsi tidak memiliki kewenangan pembinaan penuh terhadap institusi KB di kabupaten dan kecamatan.

  • 2.    Di era reformasi sekarang ini pendekatan KB tidak lagi tertuju mutlak pada pendekatan demografi murni seperti tahun 80-an, melainkan titik tekan pada kualitas pelayanan dalam memberikan kepuasan peserta KB.

  • 3.    Keberadaan lembaga KB di kabupaten/kota di Provinsi Bali hanya mengelola KB semata, tetapi berkembang ke masalah Kependudukan dan Catatan Sipil.

Desentralisasi kelembagaan bidang Keluarga Berencana berdampak pada kelangsungan program, serta ketidak pastian kontinuetasprogram karena pimpinan dinas umumnya bukan dari orang dalam organisasi yang telah tahu dan snagat mengetahui dengan seluk beluk dan aktifitas program, melainkan diambil dari orang luar organisasi, yang tentu saja ia harus butuh waktu untuk mengenali strategi program sehingga dalam meminage organisasi atau dinasnya kurang dapat menyatu dengan pasukan dan mitra kerja di bawahnya. Hal yang demikian ini jelas akan mengganggu kecepatan dan fleksibilitas program Keluarga Berencana secara umum, sehingga solusinya adalah meskipun sudak otonomi, pemerintah pusat dan propinsi harus tetap memperhatikan program KB ini, utamanya dalam hal pembiayaan kontrasepsi bagi warga miskin, serta memfasilitasi peningkatan ketrampilan konseling bagi para petugas lapangan, serta peningkatan kepastian karier bagi eks pegawai BKKBN.

Simpulan

  • 1.    Determinan demografi (Kelahiran, Kematian, dan Migrasi), memberikan kontribusi terhadap laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali. Bagi kabupaten/kota yang tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi determinan migrasi memberikan kontribusi lebih tinggi dibandingkan determinan penduduk lainnya. Jumlah migrasi yang tinggi terjadi di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Tabanan dengan pendidikan SMA/ SMK ke bawah.

  • 2.    Angka kematian Ibu dan Bayi masih tinggi terutama Kabupaten Buleleng (123,3) untuk kematian Ibu, dan (11,7) untuk kematian Bayi; dan Kabupaten

Karangasem (209,9) untuk kematian ibu dan 12,2 kematian bayi. Ini menandakan kematian Ibu di dua kabupaten ini jauh melampui kematian Ibu yang terjadi Provinsi Bali

  • 3.    Konsistensi implementasi kebijakan kependudukan perlu disesuaikan dengan kondisi dilapangan dengan mempertimbangkan ketersedian sumber-sumber yang dimiliki oleh suatu daerah.

  • 4.    Adanya desentralisasi kelembagaan bidang Keluarga Berencana berdampak pada kelangsungan program, serta ketidakpastian kontinuitas program karena perangkat-perangkat yang di lapangan masih terbatas jumlah dan pengetahuannya tenang misi dan visi Keluarga Berencana.

Saran

  • 1.    Dominannya pengaruh determinan demografi terhadap laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali maka hal-hal yang perlu menjadi pertimbangan bagi stakeholder:

  • a.    Pendekatan Fertility (kelahiran); pelaksanaan program Keluarga Berencana perlu ditingkatkan dengan mengintensifkan Komonikasi Informasi dan Edukasi (KIE) agar jumlah KB aktif, Penundaan Usia Perkawinan (PUP) bisa semakin meningkat

  • b.    Pendekatan Mortality (kematian); pentingnya kesehatan bagi pasangan suami istri untuk melakukan penjarangan kelahiran dan pemeriksaan kesehatan secara rutin pada intansi yang terkait.

  • c.    Pendekatan Migrasi (perpindahan penduduk); diperlukan regulasi terhadap penetapan penduduk disuatu daerah apakah menjadi penduduk yang tinggal permanen atau penduduk sementara atau penduduk sirkuler.

  • 2.    Masih stagnannya peserta Keluarga Berencana (KB) bahkan relatif menurun dari 61 persen menjadi 60,3 persen, maka program ini sudah saatnya untuk diintensifkan dengan menambah jumlah tenaga penyuluh keluarga berencana (PKB) dan penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB), mengingat banyak dan luasnya wialayah yang harus ditangani.

DAFTAR PUSTAKA

________. 2015. Bali Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

________. 2015. Frofil Kesehatan Provinsi Bali. Dinas Kesehatan Provinsi Bali

________. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

________. 2011 Badan Pusat Statistik Fertilitas penduduk Indonesia hasil sensus penduduk 2010

________. 2012 Badan Pusat Statistik Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 Laporan Pendahuluan. BPS. BKKBN. Measure DHS ICF International.

________. Undang-undang Nomor 23 tahun 2006,entang Administrasi Kependudukan

Chandani T, O’Hanlon B, Zellner S. Unraveling the Factors behind the Growth of the Indonesian Family Planning Private Sector. Bethesda, MD: Private Sector PartnershipsOne project, Abt Associates Inc. 2006.

Djalal, F.2013 Pokok pokok kebijakan KB di era jaminan kesehatan nasional presentasi pertemuan partisipasi KB swasta di era JKN UGM Jogya 13 desember 2013.

Edward III, George C,. 1978. Understanding Public Policy. New Jersey: Prantice Hall.

Fikree FF, Khan A, Kadir MM, Sajan F, Rahbar MH. What infl uences contraceptive use among young women in urban squatter settlements of Karachi, Pakistan. Internat. Fam. Planning Perspect. 2001;27(3):130-1.

Fadlyana, Eddy dan Shinta Larasaty. 2009. “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahnnya”. Sari Pediatri. Vol. 11: No. 2. Pp: 136-141

Field, Erica. 2004. Consequnces of Early Marriage for Women in Bangladesh. United States: Harvard University.

Jakarta, Kompas - Perlu revolusi dan pembebasan dari segala hambatan pelaksanaan dari sisi regulasi maupun anggaran bagi pelaksanaan keluarga berencana 26-10 Mei 2012

Hartanto, Hanafi. 2004.Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Handayani.2013.Faktor yang Dapat Berpengaruh Terhadap Minat Tenaga Kerja Untuk Bekerja ke Luar Negri. Jurnal Ilmiah Metode Riset Gunadarma

Iswarati.2009: “Proximate Determinant Fertilitas Di Indonesia” Puslitbang KB Dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

Mantra, Ida Bagoes.2000 ”Metodelogi Penelitian Survei”, Pustaka Pelajar Offset, 2000 Yogyakarta

________. 2002. ”Demografi Umum”, Pustaka Pelajar Offset

Yogyakarta

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta : Penerbit Andi

Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga,”. Edisi Kedelapan Erlangga, 2003 Jakarta.

Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Trendyari dan Yasa.2014.: “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Masuk ke Kota Denpasar” E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana Vol. 3, No. 10, Oktober 2014

Winarno, Budi. 2005. Teori & Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.


I Volume XII No. 1 Juli 2016