DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2022.v6.i02.p05

p-ISSN: 2528-4517 e-ISSN: 2962-6749

Eksistensi Rumah Adat Desa Pengotan, Bangli

Ni Kadek Anggara Dwi Putri, A.A.N. Anom Kumbara, I Wayan Suwena Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [anggaradwi1998@gmail.com] [anom_kumbara@unud.ac.id] [wayan_suwena@unud.ac.id]

Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author

Abstract

Pengotan Village is Bali Aga’s villages which located in district of Bangli, Regency of Bangli, which has art in the form of sacred architectural art. The era of globalization that encourages people to renovate traditional houses more modern. This research studies how long this traditional house can be maintained the existence. This study was intended 1) To give the people a knowledge of the traditional house of the Pengotan Villages as one of the cultural heritage that has historical, artistic, traditional, and scientific values, 2) To find out the functions and factors that maintain the existence of the traditional house of Pengotan Village. This study uses qualitative research methods with the main way of collecting data is by observation and interviews. The theory used in this study is the structural functional theory of Robert K Merton. The results of the study reveal that the existence of traditional houses in Pengotan Village is still preserved even though a small part of the traditional houses have been renovated with newer innovations but still have the same shape and meaning.

Keywords: Survival, Traditional House, Meaning, Function

Abstrak

Desa Pengotan merupakan desa Bali Aga yang terdapat di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, yang memiliki kesenian dalam bentuk seni arsitektur yang bersifat sakral. Era globalisasi mendorong masyarakat untuk merenovasi rumah adat dengan lebih modern. Penelitian ini mengkaji sejauh mana rumah adat ini dipertahankan keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Untuk mengetahui bentuk dan kondisi rumah adat Desa Pengotan, 2) Untuk mengetahui fungsi serta faktor yang mempertahankan keberadaan rumah adat Desa Pengotan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan cara pengumpulan data yang paling utama adalah dengan observasi dan wawancara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fungsional struktural dari Robert K Merton. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan rumah adat di Desa Pengotan masih dilestarikan walaupun sebagian kecil rumah adat tersebut telah direnovasi dengan inovasi yang lebih baru namun masih memiliki bentuk dan makna yang sama.

Kata kunci: Kebertahanan, Rumah Adat, Makna, Fungsi

Sunari Penjor : Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud

PENDAHULUAN

Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang masih sangat kental dengan tradisi dan warisan budaya, baik warisan budaya benda maupun budaya takbenda. Salah satu warisan budaya takbenda yang dapat menarik perhatian wisatawan adalah desain rumah Bali yang memiliki ciri khas klasik. Tipologi rumah adat umumnya disesuaikan dengan tingkat-tingkat golongan. Golongan yang terdapat pada tingkatan rumah adat yaitu golongan utama, madya, dan nista.

Tingkatan-tingkatan golongan tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan saka. Saka yang terkecil adalah sakapat atau yang dapat diartikan bangunan bertiang empat. Tipe-tipe saka yang lebih besar adalah bertiang enam, bertiang delapan, bertiang sembilan, dan bertiang dua belas. Menurut Gelebet (1986: 48) perumahan atau pemukiman tradisional merupakan tempat tinggal yang berpola tradisional dengan perangkat lingkungan dengan latar belakang norma-norma dan nilai-nilai tradisional. Adapun dalam hal ini yang dimaksudkan perumahan adalah rumah adat yang merupakan rumah adat bernuansa tradisional yang terdapat di Desa Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli.

Desa Pengotan memiliki rumah adat yang dibangun dalam suatu pekarangan rumah, dengan beberapa bangunan di dalamnya. Bangunan yang terdapat pada satu pekarangan rumah adat Desa Pengotan terdiri dari bangunan meten, bale gede, dan merajan. Masyarakat Desa Pengotan menggunakan rumah adat ini sebagai tempat untuk melangsungkan kegiatan upacara, sementara untuk melakukan kegiatan sehari-hari masyarakat melakukannya di pondok atau rumah yang mereka bangun di luar pekarangan rumah utama. Rumah adat Desa Pengotan ini merupakan rumah

perorangan atau milik pribadi. Berdasarkan Profil Desa Pengotan tahun 2020 jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Pengotan sejumlah 1.123. Sementara rumah adat yang terdapat di Desa Pengotan sebanyak 215 unit dan selebihnya adalah rumah dengan nuansa modern. Dari sekian rumah adat yang ada di Desa Pengotan terdapat beberapa rumah yang telah mengalami suatu perubahan terutama mengenai bahan yang digunakan.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan suatu daerah bisa dikatakan sudah mulai mengalami kemajuan. Globalisasi tidak hanya berkembang di daerah perkotaan, tetapi sudah menyebar ke daerah pedesaan. Desa Pengotan Bangli merupakan salah satu desa yang sudah mendapatkan sebaran globalisasi. Pengaruh globalisasi ini mengakibatkan unsur budaya barat ikut masuk di dalam budaya lokal. Semua itu menyebabkan budaya lokal termasuk rumah adat Desa Pengotan mulai mengalami suatu dinamika. Ciri fisik bangunan tampak semakin terkikis dari pola tradisional, karena telah menggunakan bahan lain dalam merenovasi rumah. Dalam era sekarang ini, beberapa rumah adat Desa Pengotan mulai mengalami perubahan.

Adanya perubahan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sulitnya mencari pengganti bahan-bahan bangunan yang berupa bambu dengan kualitas baik. Faktor lain karena terpengaruh oleh arsitektur modern yang yang lebih praktis. Di samping itu pola pikir dan ekonomi yang sudah berkembang juga mempengaruhi untuk membuat bangunan lebih modern karena pertimbangan kekuatan bangunan untuk jangka panjang. Akibat dari faktor-faktor tersebut, menimbulkan keinginan dari pemilik rumah adat untuk memperbaiki bangunan menjadi bangunan modern. Namun, untuk bentuk serta tata ruang

yang ada dalam rumah adat ini masih tetap sama begitu pula dengan fungsinya masing-masing.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan melalui langkah-langkah:   penentuan

informan, observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Analisis   data

dilakukan dengan teknik deskriptif interpretatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Rumah Adat Desa Pengotan

  • a.    Rumah Adat Desa Pengotan

Desa Pengotan merupakan salah satu desa Bali Aga yang masih memiliki bangunan tradisional. Desa Pengotan memiliki bangunan tradisional yang disebut rumah adat Desa Pengotan. Masyarakat Desa Pengotan menyebutkan rumah dengan istilah Rumah Adat karena rumah adat tersebut merupakan rumah warisan leluhur yang sakral dan disucikan. Rumah Adat Desa Pengotan memiliki bentuk yang sangat sederhana tetapi rumit dan juga memiliki konstruksi yang kuat. Rumah adat Desa Pengotan memiliki luas pekarangan rata-rata 100m2 dan kurang lebih 800m digunakan sebagai lahan bangunan. Bangunan yang terdapat pada rumah adat Desa Pengotan yakni dua bangunan utama yaitu meten dan bale saka enem. Meten memiliki bentuk bangunan persegi empat yang menjadi satu ruangan dan terdapat teras bertiang delapan pada bagian depan bangunan. Sementara bale saka enem merupakan bangunan yang memiliki bentuk persegi panjang. Bale saka enem adalah bangunan yang menjadi satu ruangan dan terdapat enam tiang di dalam ruang bangunan   tersebut.

Bangunan meten dan bale saka enem masing-masing memiliki atap berbentuk

kerucut dengan sebagian besar menggunakan seng. Pada bagian tiang dari bangunan meten dan bale saka enem menggunakan bambu dan dinding dari setiap bangunan rumah adat Desa Pengotan sebagian besar terbuat dari dinding bambu yang dianyam. Untuk lebih jelasnya berikut adalah gambar meten dan bale saka enem yang tampak dari bagian depan.

Gambar 1. Meten

Sumber: Dokumen Anggara, 2021

Gambar 2. Bale Saka Enem

Sumber: Dokumen Anggara, 2021

  • b.    Proses Mendirikan Rumah Adat

Desa Pengotan

Untuk mendirikan bangunan diperlukan perancang ahli dan pelaksana yang mampu mewujudkan gagasan dan ide ke dalam bentuk bangunan. Penentuan    tempat    membangun,

pengumpulan bahan dan tenaga pekerja merupakan langkah-langkah persiapan untuk mendirikan bangunan. Penyusunan

rencana kerja untuk mendirikan sebuah bangunan pada tahap persiapan diawali dengan musyawarah atau pada masyarakat Bali dikenal dengan paruman desa adat. Pemilihan tempat disesuaikan dengan peraturan-peraturan adat yang berlaku di Desa Adat Pengotan. Membangun sebuah rumah adat Desa Pengotan dengan status rumah adat baru harus mematuhi beberapa peraturan adat.

Warga yang berhak memiliki rumah adat baru adalah warga yang telah melangsungkan pernikahan dan terdaftar sebagai warga atau krama desa gede. Ketika seorang pemuda yang hendak menikah harus mempersiapkan rumahnya sendiri karena setelah menikah tidak mungkin lagi untuk tinggal dalam satu rumah adat dengan seluruh anggota keluarga. Salah satu persiapan yang harus dilalui untuk mendapatkan lahan sebagai tempat membangun rumah adat adalah melalui paruman (musyawarah) desa adat terlebih dahulu. Sebelum mendirikan rumah adat, warga yang sebagai pemilik rumah adat baru memerlukan musyawarah untuk kesepakatan bersama krama adat. Musyawarah dilakukan untuk penentuan lokasi yang diizikan oleh pihak desa adat untuk mendirikan rumah adat, karena seluruh pekarangan rumah adat di lingkungan Desa Pengotan merupakan pekarangan milik desa. Untuk mendirikan rumah adat Desa Pengotan diperlukan tempat yang memenuhi persyaratan sesuai dengan rumah adat yang akan dibangun.

Berdasarkan aturan-aturan yang berlaku di Desa Adat Pengotan, rumah adat yang dianggap benar adalah rumah adat yang memiliki tata letak pembangunan yang berpedoman pada pola tetap, dan berpedoman pada jalan utama atau rurung adat di Desa Pengotan. Setelah adanya tempat terpilih untuk mendirikan bangunan yang juga memenuhi persyaratan kepercayaan, dilakukan pengukuran dan penataan tata

letak bangunan. Pekarangan yang diapit oleh jalan, bangunan yang terletak di ujung jalan, bangunan yang dilingkari sungai dua atau tiga sisinya yang terletak di delta atau diapit cabang sungai, dekat kuburan atau tempat angker dihindari untuk tidak     dijadikan     lokasi

pembangunan rumah adat. Sementara untuk mengukur pekarangan rumah adat didahului upacara pengalihan fungsi tanah untuk bangunan.

  • c.    Teknik Pembuatan Rumah Adat

Desa Pengotan

Mendirikan bangunan rumah adat adalah mewujudkan dan dipandang sebagai suatu kehidupan. Dalam mewujudkan sebuah rumah adat memerlukan teknik pembuatan agar menjadi suatu bentuk rumah adat yang dapat menghasilkan keselarasan antara bangunan, manusia, alam dan lingkungan. Beberapa tahapan perlu dilalui untuk menghasilkan sebuah rumah adat. Dalam pembuatan rumah adat Desa Pengotan terlebih dahulu diperlukan tahap pemindahan fungsi lahan yang dilaksanakan dengan upacara. Setelah didahului upacara penguak karang atau pengalihan      fungsi      pekarangan

sebelumnya menjadi pekarangan yang difungsikan untuk hunian, dilanjutkan dengan pengukuran pekarangan dengan dimensi depa. Depa merupakan satuan ukur dengan berpedoman pada panjang tangan, dimana kedua tangan dilentangkan dan satu depa terhitung dari ujung jari tengah tangan kanan sampai ujung jari tengah tangan kiri. Dalam mendirikan rumah adat Desa Pengotan biasanya menggunakan ukuran depa atau panjang tangan dari orang tertua yang akan menghuni rumah adat tersebut. Kemudian setelah proses pengukuran pekarangan dapat dilanjutkan pada tahap pendirian rumah adat selanjutnya.

Pada tahap pendirian rumah selanjutnya dibagi menjadi tiga tahapan,

yakni tahap pendirian bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas. Pada tahapan pendirian rumah adat Desa Pengotan bagian bawah dimulai dari pondasi tiang yang disebut jongkok asu sebagai konstruksi yang akan meneruskan tiang bangunan ke tanah di bawahnya. Kemudian dilanjutkan dengan bebaturan sebagai bidang lantai atasnya dan tepas hujan bagian pelebaran alas lantai sekitar bangunan. Tahap pendirian berikutnya adalah anak tangga naik ke lantai bangunan dan konstruksi tiang sebagai rangka badan yang akan ditutupi dinding.

Tahap-tahap bagian bangunan tersebut merupakan bagian bawah bangunan yang dibuat dari pasangan batu alam atau batu buatan dengan tanah urugan di dalamnya. Tahapan pada teknik pembuatan rumah adat Desa Pengotan selanjutnya yaitu tahap pendirian bagian tengah. Pada tahap pendirian rumah adat Desa Pengotan bagian tengah dilakukan konstruksi rangka ruang dan tiang-tiang bangunan. Tiang bangunan rumah adat Desa Pengotan menggunakan batang bambu yang dikerjakan dengan memperhatikan ujung pangkal, dimana ujung ditempatkan di atas atau di arah ulu (utara). Pangkal batang ditempatkan di bawah atau di bagian teben (selatan). Kemudian pada teknik pembuatan rumah adat Desa Pengotan terakhir yaitu pada bagian atas. Pada tahapan ini tergolong tahapan finishing untuk sebuah rumah adat. Pada tahapan ini menonjolkan keindahan dari bangunan rumah adat tersebut.

Unsur yang akan selalu ada dalam proses penciptaan “karya arsitektur” adalah “keindahan”. Keindahan selalu menjadi latar belakang atau tuntutan dalam sebuah “karya arsitektur”. Keindahan merupakan gagasan mengenai bentuk estetika yang pada akhirnya akan diwujudkan menjadi sebuah karya fisik

melalui teknik dan metode dalam arsitektur. Dalam hal ini bentuk estetika merupakan sebuah gagasan yang muncul dalam sebuah kebudayaan. Estetika merupakan wujud kedua dari kebudayaan atau merupakan wujud gagasan (Mashuri, 2010: 54).

Pada teknik pembuatan rumah bagian atas dilakukan pemasangan iga-iga dari bambu sebagai alas atap yang dikerjakan menyerupai bentuk limas persegi untuk bangunan meten dan persegi panjang untuk bangunan bale saka enem. Penutup atap pada rumah adat Desa Pengotan umumnya menggunakan alang-alang dan terdapat pula menggunakan seng atau genteng. Pada rumah adat Desa Pengotan yang beratap alang-alang, pemasangannya dengan cara mengikatkan pada iga-iga dengan menggunakan tiing tali (tali ikat dari bambu). Sudut-sudut atap kemudian ditutup dengan pemugbug yang merupakan penutup di antara sambungan sisi-sisi atap pada sebuah rumah dan pada beberapa rumah ditambahkan dedure sebagai penutup dan hiasan.

  • d.    Bahan Bangunan Rumah Adat Desa

Pengotan

Keadaan alam yang ada disana, maka akan mempengaruhi pula bahan-bahan bangunan yang digunakan seperti misalnya bambu dan kayu. Pada bangunan rumah adat Desa Pengotan masih menggunakan bahan lokal yang dimanfaatkan dari hasil alam. Sebelum orang mendirikan sebuah rumah, terlebih dahulu dipersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan bangunan rumah. Di dalam mengumpulkan bahan bangunan tersebut perlu diperhatikan jenis-jenis kayu dan bambu serta bahan-bahan yang lainnya. Selain itu, bangunan rumah adat Desa Pengotan juga memerlukan bahan tali-temali sebagai bahan pengikat.

Pada umumnya masyarakat Desa Pengotan memperoleh bahan-bahan kayu

dan bambu di daerah hutan yang ada di sekitar wilayah Desa Pengotan, yang mana nantinya kayu dan bambu tersebut digunakan sebagai bahan bangunan rumah. Selain menggunakan bahan kayu dan bambu, dalam pembuatan rumah juga menggunakan bahan lain seperti batu paras (batu padas) sebagai dasar rumah yang dulunya bisa diperoleh di sungai-sungai Desa Pengotan. Jenis kayu lokal yang biasa digunakan dalam pembuatan rumah adat Desa Pengotan adalah kayu buah. Di samping bahan kayu sebagai bahan pokok bangunan rumah, bambu juga merupakan bahan yang penting dan paling banyak diperlukan dalam pembuatan rumah dan merupakan bahan yang sudah umum dipakai pada masyarakat Desa Pengotan.

  • e.    Tata Ruang Rumah Adat Desa

Pengotan

Desa Pengotan memiliki lanskap dengan arsitektur desa tradisional. Arsitektur tersebut adalah rumah adat yang memiliki pakem tradisional dan memiliki pakem sebagai acuan tata letak pembangunan rumah. Pakem tersebut membuat kondisi rumah yang satu dengan yang lain dari segi tinggi, jenis dan bentuk bangunan hampir mirip dengan yang lainnya. Pakem juga mengatur mengenai keberadaan bangunan seperti bale daja (meten) yang berfungsi sebagai tempat menyembah leluhur dan tempat tamu singgah dan bale delod (bale saka enem) dengan fungsi sebagai tempat membuat sarana upacara keagamaan. Selain arsitekturnya Desa Pengotan memiliki jalan yang menghubungkan antara rumah-rumah warga dan pura. (Santika & Suryasih, 2018: 34-35).

Berkembangnya konsep tentang unsur-unsur atau aspek-aspek rumah menyebabkan tata ruang dan tata letak mengalami peningkatan. Dalam konsep wilayah sebagai satu kesatuan fungsional,

tata ruang merupakan suatu struktur yang direncanakan. Adanya tata ruang pada desa tradisional di Bali disebabkan oleh pandangan hidup masyarakat Bali yang berdampingan dengan agama, adat istiadat, kepercayaan dan religi yang melandasi aspek kehidupan. Desa Pengotan merupakan Desa Bali Aga yang terletak di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Disebutkan banyak keunikan yang masih dilestarikan di desa ini, salah satu wujud kebudayaan tersebut ialah rumah adat Desa Pengotan.

Pola letak bangunan rumah adat masyarakat Pengotan mengikuti konsep jajar wayang dengan letak berjajar ke samping antara rumah satu dengan rumah lainnya. Pada sisi paling utara dari sebuah pekarangan merupakan letak tempat suci yang disebut dengan merajan dan biasanya berada di belakang bangunan meten. Sementara di tengah pekarangan hingga pada sisi selatan akan terdapat bangunan meten dan bale saka enem. Rumah adat pada masyarakat Desa Pengotan tampak memiliki keunikan pada konsep tata ruangnya. Keunikan tersebut ialah menggunakan konsep ruang yang berbeda dengan konsep ruang Bali dataran pada umumnya. Pada ruangan dalam bangunan rumah adat Desa Pengotan memiliki ruangan yang memiliki banyak fungsi, walaupun hanya dalam satu ruangan tanpa sekat, sementara ruang pada rumah Bali dataran akan terdapat sekat-sekat dalam satu ruangan dan setiap ruangan memiliki fungsi khusus.

Keunikan lainnya adalah pola permukiman dibuat berkelompok dalam satu lingkungan yang disebut dengan rurung (gang). Dari jalan utama (rurung adat) terdapat beberapa rurung kecil pada kanan dan kiri jalan. Dalam satu rurung terdapat beberapa rumah dan hanya dipagari oleh satu tembok yang mengelilingi keseluruhan rumah. Antara rumah satu dengan rumah lainnya yang

masih dalam satu rurung tanpa dibatasi dengan pagar sehingga masyarakat Desa Pengotan hidup dalam keterbukaan dan saling berhubung antara rumah satu dengan lainnya. Dalam sebuah rurung yang terdiri dari beberapa rumah tidak mesti berasal dari satu klan atau tidak harus berasal dari satu dadia, dan tentunya juga tidak berasal dari banjar yang sama.

  • f.    Tata Ruang Meten Dan Bale Saka

Enem

Rumah adat Desa Pengotan memiliki karakter rumah adat yang kental. Di samping memiliki pola pemukiman yang unik, bangunan yang terdapat dalam rumah adat Desa Pengotan pula sangat unik dan menjadi cirri khas Desa Pengotan. Pola letak bangunan rumah masyarakat Pengotan mengikuti konsep hulu - teben (tinggi - rendah) yang berorientasi pada arah gunung. Pada bagian hulu (tertinggi) merupakan letak tempat suci merajan yang biasanya berada di belakang bangunan meten. Sementara pada bagian teben (rendah) terdapat bangunan bale saka enem. Tata ruang rumah adat Desa Pengotan menggunakan konsep ruang yang berbeda dengan konsep ruang Bali dataran pada umumnya. Jika konsep ruang Bali dataran menggunakan sekat pada setiap ruangan dalam setiap bangunannya, nampak berbeda pada rumah adat Desa Pengotan. Sebuah pekarangan rumah adat Desa Pengotan memiliki dua bangunan di dalamnya yakni bangunan meten dan bangunan bale saka enem. Yang menjadikan rumah adat ini unik ialah dalam sebuah bangunan meten ataupun bale saka enem di dalamnya merupakan sebuah bangunan dengan satu ruangan luas tanpa sekat di dalamnya. Pada bangunan meten merupakan bangunan satu ruangan tanpa sekat namun memiliki penataan ruangan dengan beberapa bagian yang memiliki

namanya masing-masing. Dalam bangunan meten terdapat selang melukauh (tempat tidur), selang melukangin (tempat suci), jalikan (dapur), dan selaan yang menjadi satu ruangan.

Selang Melukauh (kauh yang artinya barat) berada pada sisi barat di dalam bangunan meten. Jika digambarkan dari pintu masuk bangunan meten, selang melukauh akan terletak pada sisi kiri dari sebuah tungku. Berseberangan dengan selang melukauh terdapat selang melukangin. Melukangin memiliki dasar kata kangin, dalam bahasa Bali berarti timur. Selang Melukangin terletak pada sisi timur bangunan meten dan berada pada sisi kanan dari sebuah tungku. Di dalam bangunan meten juga terdapat yang dinamakan penapi. Penapi merupakan sebuah rak dari kayu yang diletakkan di atas tungku yang dijadikan area untuk aktivitas memasak. Tidak hanya itu, di dalam meten juga terdapat jalikan atau tungku yang merupakan alat atau instalasi tradisional yang digunakan sebagai tempat pembakaran yang menggunakan bahan bakar kayu. Jalikan atau tungku terdapat dalam bangunan meten dan diposisikan lurus dengan pintu masuk bangunan. Jalikan atau tungku berada di tengah-tengah antara selang melukauh dan selang melukangin. Dalam bangunan meten pula terdapat dua selaan yaitu pada sisi kanan dan sisi kiri pintu masuk. Tidak hanya itu, masyarakat Desa Pengotan juga memiliki teras pada bangunan meten yang biasa disebut dengan lincak. Lincak terdapat pada sisi barat dan sisi timur dari tangga menuju pintu masuk. Pada bangunan rumah adat Desa Pengotan tidak diharuskan untuk memiliki lincak. Beberapa pemilik rumah menggunakan dua lincak, dan beberapa pemilik rumah juga menggunakan satu lincak.

Selain bangunan meten yang terdapat pada sisi utara dalam pekarangan rumah

adat Desa Pengotan, pada sisi selatan atau ke arah teben yang berdekatan dengan angkul-angkul (pintu masuk rumah) juga terdapat bangunan yang wajib untuk dimiliki yakni bale saka enem. Bale saka enem terletak menghadap utara dan berhadapan dengan bangunan meten. Di dalam bale saka enem merupakan sebuah ruangan luas yang menjadi satu dan memiliki tiang utama berjumlah enam.

Kebertahanan Rumah Adat Desa Pengotan

  • a.    Fungsi Rumah Adat Desa Pengotan

Bentuk-bentuk bangunan lahir dari bentuk yang diembannya. Dari bentuk penampilannya akan dapat diketahui fungsi bangunan itu. Masing-masing identitas yang disandang bangunan itu menginformasikan fungsinya, baik sebagai tempat pemujaan, tempat tinggal, maupun memiliki fungsi sebagai tempat umum (Gelebet, 1986:27). Berkaitan dengan pendapat tersebut di atas, rumah memiliki fungsi yang bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan latar belakang budaya yang ada pada daerah masing-masing. Fungsi-fungsi ruang yang bersifat ritual yang didasarkan oleh kepercayaan masyarakat setempat memiliki sebuah kekuatan dan merupakan fungsi-fungsi yang harus dipertahankan. Pada rumah adat Desa Pengotan terdapat fungsi manifes yang kaitannya masih sangat kental dengan kepercayaan masyarakat setempat.

Di samping memiliki fungsi sebagai tempat tinggal, sebagian besar rumah adat Desa Pengotan difungsikan sebagai rumah untuk memberlangsungkan upacara. Upacara yang biasa dilakukan di rumah adat Desa Pengotan adalah upacara manusa yadna, yang menurut masyarakat Bali adalah upacara berkaitan dengan suatu pengorbanan suci demi kesempurnaan hidup manusia. Salah satu upacara yang biasa dilakukan di rumah

adat Desa pengotan yaitu upacara kawin massal yang merupakan ciri khas adat perkawinan masyarakat Desa Pengotan. Pada saat upacara kawin massal, meten difungsikan sebagai tempat pengantin wanita sementara bale saka enem difungsikan sebagai tempat pengantin pria pada saat mereka menunggu sebelum dibawa ke pura penataran agung tempat upacara kawin massal berlangsung (Eriawati, 2017:99).

Pada rumah adat Desa Pengotan juga dapat dijumpai fungsi laten, dimana fungsi laten tersebut merupakan fungsi yang tidak dikehendaki dan tidak disadari dari adanya fenomena sosial yang ada dalam masyarakat. Rumah adat Desa Pengotan merupakan rumah yang di dalamnya terdapat dua bangunan utama, pada sisi utara dari pekarangan rumah terdapat bangunan meten dan pada sisi selatan pekarangan rumah terdapat bangunan bale saka enem. Pada salah satu bangunan yang disebut meten terdapat beberapa bagian tempat di dalamnya yang menjadi satu ruangan seperti selang melukangin, selang melukauh dan jalikan. Selain bagian-bagian tersebut, di dalam bangunan meten juga terdapat bagian-bagian interior lainnya, seperti misalnya penapi, selaan, dan gentong. Masing-masing bagian dalam dari meten tersebut memiliki fungsinya masing-masing.

Bagian dalam bangunan meten secara garis besar dibagi menjadi tiga area yang masing-masing memiliki filosofi dan fungsinya tersendiri sesuai dengan fungsi dari bangunan tersebut, yaitu sebagai tempat beristirahat, tempat memuja para leluhur, tempat aktivitas memasak dan menerima tamu-tamu yang berkunjung. Pada selang melukauh difungsikan sebagai tempat tidur keluarga. Biasanya keluarga akan tidur bersama dalam satu tempat tidur karena dalam satu rumah hanya terdapat satu buah tempat tidur. Maka dari itu banyak

masyarakat Desa Pengotan yang tinggal pada rumah pondok dan hanya akan tidur di rumah utama pada hari-hari raya tertentu.

Pada sisi timur terdapat selang melukangin yang memiliki fungsi untuk memuja leluhur masing-masing keluarga yang terdapat di dalam rumah. Dari selang melukangin inilah keluarga dapat memuja dan memanggil para dewa. Pada selang melukangin berisikan kayu balok yang menyerupai meja yang difungsikan sebagai tempat sesajen. Selang melukangin memang difungsikan sebagai tempat suci untuk menghaturkan yadnya terhadap leluhur, namun selain tempat suci selang melukangin masyarakat Desa Pengotan juga wajib memiliki tempat suci yang disebut dengan merajan di masing-masing rumah. Karena menurut kepercayaan masyarakat setempat, menghaturkan sesajen terhadap leluhur dan menghaturkan sesajen terhadap tuhan yang dilaksanakan di merajan merupakan yadnya yang berbeda.

Pada area untuk aktivitas memasak di dalam bangunan meten terdapat pula yang disebut dengan penapi. Selain difungsikan sebagai tempat perabotan dapur, penapi pada tingkatan paling atas juga difungsikan sebagai tempat menaruh sesajen yang dipersembahkan terhadap Dewa Brahma yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai Dewa penguasa api. Adapun tujuan dari menghaturkan sesajen di penapi yaitu agar diberikan keselamatan pada saat memasak agar tidak terdapat percikan-percikan api yang membahayakan.

Di dalam bangunan meten terdapat interior yang disebut dengan jalikan. Masyarakat Desa Pengotan menggunakan jalikan atau tungku sebagai tempat ngratengan (masak-memasak). Selain digunakan sebagai tempat memasak, jalikan atau tungku juga difungsikan sebagai perapian untuk menghangatkan ruangan pada malam hari.

Pada sisi kanan dan sisi kiri dari pintu masuk bangunan meten terdapat selaan. Selaan pada sisi barat biasanya difungsikan sebagai tempat menaruh perabotan rumah tangga, seperti bak air (gentong) dan perabotan sehabis makan. Sedangkan selaan pada sisi timur biasanya digunakan sebagai tempat menaruh kayu bakar, dalam beberapa rumah juga terdapat pemilik yang menaruh kursi tempat duduk pada selaan.

Bangunan meten memiliki teras yang biasa disebut dengan lincak pada bagian depan yang terdapat pada sisi kanan dan sisi kiri dari pintu masuk meten. Lincak difungsikan sebagai tempat duduk jika ada tamu yang sedang berkunjung. Selain difungsikan sebagai tempat tamu, dua pilar pada lincak juga difungsikan sebagai penyangga atap depan dari bangunan meten.

Bentuk-bentuk bangunan, lahir dari fungsi yang diembannya. Dari bentuk penampilannya akan diketahui fungsi bangunan itu. Masing-masing identitas yang disandang bangunan itu menginformasikan fungsinya, baik sebagai tempat pemujaan, tempat tinggal, maupun yang memiliki fungsi sebagai tempat umum (Bagus, 1986: 27). Bali merupakan sebuah pulau dengan mayoritas penduduk menganut agama hindu. Tidak dapat dipungkiri jika di Bali sangat banyak upacara agama dan tradisi yang sudah menjadi warisan dari para leluhur. Dengan banyaknya upacara-upacara yang harus diselenggarakan di rumah masing-masing mendorong masyarakat Bali untuk memprioritaskan bangunan sebagai media menyelenggarakan upacara.

Oleh sebab itu, setiap bangunan yang terdapat pada pekarangan rumah masyarakat Bali memiliki fungsinya masing-masing. Rumah tinggal tradisional juga merupakan sebuah wadah untuk menampung kebutuhan manusia baik dari kebutuhan dasar

hingga kebutuhan yang lebih tinggi. Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan manusia akan berubah maupun bertambah hingga perubahan terhadap sebuah rumah tinggal tidak akan dapat dihindari. Disini jelas terlihat bahwa rumah tradisional di Bali memiliki fungsi yang mampu mewadahi segala kegiatan penghuninya (Mardika & Astrini, 2020: 3).

Pendapat tersebut di atas juga dijumpai pada masyarakat Desa Pengotan. Setiap bangunan yang terdapat pada rumah adat Desa Pengotan memiliki fungsinya masing-masing. Namun hal unik dapat dijumpai pada bangunan luas yang multifungsi, yakni bangunan bale saka enem. Bangunan bale saka enem memiliki pola saka enem karena memiliki tiang utama berjumlah enam, itulah sebabnya sering pula disebut bale saka enem. Dibentuknya bangunan persegi dengan bale bertiang enam dengan menjadi satu ruangan karena memiliki banyak fungsi yang sebagian besar difungsikan untuk upacara agama. Selain difungsikan sebagai tempat upacara agama, beberapa aktivitas juga dilakukan di bale saka enem seperti difungsikan sebagai tempat untuk musyawarah pertemuan keluarga, di samping itu bale saka enem juga difungsikan sebagai tempat untuk mempersiapkan peralatan dan perlengkapan upacara seperti membuat sesajen, tempat membuat jajanan Bali, dan beberapa kegiatan lainnya sering dilakukan di bale saka enem. Pada beberapa rumah adat Desa Pengotan, bale saka enem juga difungsikan sebagai tempat tidur tetapi hanya tempat tidur sementara seperti istirahat pada siang hari, maka disiapkan pula dinding-dinding yang sifatnya temporer dibuat dari anyaman bambu yang dengan mudah bisa dipasang dan dilepas sesuai kebutuhan.

  • b.    Makna Rumah Adat Desa Pengotan

Bagi masyarakat Desa Pengotan Rumah Adat Pengotan memiliki makna yang begitu mendalam. Setiap kebudayaan memiliki konsep-konsepnya tersendiri dan memiliki makna ruang lingkup luas dalam penggunaannya baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun keseharian, mengenai apa yang semestinya dianggap penting sebagai suatu pedoman bagi kehidupan masyarakat Desa Pengotan. Adapun makna yang terkandung dalam rumah adat Desa Pengotan yaitu:

  • (a) dilihat dari pola tata letak rumah adat Desa Pengotan yang berjajar dalam satu gang atau jajar wayang dan satu pekarangan menunjukkan semua karang paumahan yang berada di desa tersebut satu jiwa. Oleh karena itu, satu nafas kehidupan suka duka, susah senang dirasakan bersama. Demikian juga bila kegiatan upacara keagamaan, kegiatan gotong royong sudah pasti dilaksanakan. Hal ini menunjukkan jiwa gotong royong dan keterbukaan. (b) konsep penempatan tata ruang dari bangunan satu dan bangunan lainnya selalu berhadapan dan tidak membelakangi. Hal ini menunjukkan filosofi kesejajaran dan kesetaraan dalam bermasyarakat. (c) pada rumah adat Desa Pengotan memiliki makna menyelaraskan Bhuana Agung (makrokosmos) dan Bhuana Alit (mikrokosmos). Menurut kepercayaan masyarakat Desa Pengotan menyebutkan jalikan dan gentong merupakan tempat bersemayamnya dewa. Dewa yang bersemayam di dua bagian tersebut disebut dengan istilah sedahan. Sedehan Ida Betara Brahma di jalikan (tungku) dan sedahan Ida Betara Wisnu di gentong (bak air). dan (d) penempatan jalikan (tungku) di luanan atau bagian utara yang lebih tinggi dan sebaliknya air di selatan atau yang lebih rendah karena ini bermakna kesesuaian dengan kondisi alam. Api yang naik dan air yang turun,

dalam hidup harus menghormati tatanan alam dan lingkungan.

Rumah adat Desa Pengotan secara keseluruhan bermakna kesederhanaan membuat sesuatu sesuai keperluan, rumah adat ini juga bermakna rumah pertahan bagi anak, istri dan juga kepala keluarga yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap anak dan istri. Dikatakan pertahanan karena semua kebutuhan rohani jasmani, perlengkapan senjata perang dan perabot sehari-hari ada dalam rumah. Dengan hanya satu ruangan mengisyaratkan pada anak laki-laki yang akan berumah tangga agar mempersiapkan diri membuat tempat tinggal, rasanya tidak mungkin terdapat dua kepala keluarga dalam satu ruangan. Berarti bahwa dalam satu ruangan ini jika ingin menikah nantinya harus sanggup melindungi istri dan anak secara jasmani dan rohani. Bila sudah mampu membangun rumah berarti secara ekonomi sudah mampu menafkahi keluarga. Dan setiap orang yang menikah dan sudah memiliki rumah ini maka kerukunan keluarga dijamin terhindar dari keributan antara mertua dan menantu. Dalam rumah adat Desa Pengotan juga terdapat jalikan atau tungku yang bermakna bagi keluarga baru semestinya selalu ingat ke tempat tungku tersebut agar keharmonisan keluarga selalu menyala.

  • c.    Kondisi Rumah Adat Desa Pengotan

Rumah adat Desa Pengotan dapat ditelusuri dari berbagai media. Referensi pada umumnya menyebutkan bahwa rumah adat Desa Pengotan merupakan pemukiman masyarakat di Desa Pengotan yang menyebutnya rumah dengan rumah adat. Rumah adat Desa Pengotan merupakan rumah masyarakat Desa Pengotan yang masih sangat kental dengan nuansa-nuansa tradisional yang memiliki pakem-pakemnya tersendiri. Tidak hanya dari segi penempatan

bangunannya, rumah adat Desa Pengotan terlihat masih sangat tradisional karena bahan-bahan bangunan yang sebagian besar menggunakan hasil alam.

Desa Pengotan merupakan desa tradisional yang sudah terkena persebaran modern. Tidak hanya pada bidang pendidikan dengan sekolah yang sudah merata, pada bidang pembangunan juga terlihat sudah modern seperti pada akses jalan yang sudah merupakan jalan aspal dan beberapa bangunan tempat suci yang telah direnovasi. Pada rumah adat Desa Pengotan sekitar 40% atau 86 rumah adat yang sudah direnovasi dengan bahan bangunan yang lebih modern, tetapi tidak menghilangkan kesakralan dan fungsi dari bangunan pada rumah adat Desa Pengotan. Beberapa bagian pada rumah adat Desa Pengotan telah direnovasi dengan bahan bangunan yang lebih modern seperti halnya pada bagian atap bangunan, struktur dinding, lantai bangunan dan teras yang terdapat pada rumah adat Desa Pengotan. Pada zaman dahulu hampir semua masyarakat Desa Pengotan menggunakan atap bangunan rumah dengan alang-alang karena alang-alang sangat mudah dijumpai di Desa Pengotan. Selain mudah didapat alang-alang juga memberikan kekuatan yang cukup tahan lama untuk dijadikan atap bangunan. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Desa Pengotan menemukan bahan bangunan yang lebih memberikan banyak keuntungan untuk digunakan pada sebuah rumah. Banyak pemilik rumah adat beralih menggunakan seng untuk atap rumah, karena seng dianggap lebih kuat dari pada alang-alang. Selain itu, seng juga bagus untuk membantu menghangatkan ruangan pada malam hari mengingat Desa Pengotan terletak pada dataran tinggi yang memiliki cuaca dingin.

Pada kondisi sekarang ini, dengan kecanggihan teknologi yang ada beberapa

masyarakat Desa Pengotan memilih untuk merenovasi rumah adat Desa Pengotan dan menggantikan alang-alang ataupun seng sebagai atap dengan menggunakan genteng. Genteng dianggap lebih tahan lama jika dijadikan atap bangunan daripada menggunakan alang-alang atau seng. Tidak semua pemilik rumah adat beralih menggunakan genteng sebagai atap, sekitar 60% atau 129 rumah adat Desa Pengotan masih menggunakan seng sebagai atap rumah.

Rumah adat Desa Pengotan adalah rumah adat yang disakralkan dan memiliki ciri khas bangunan tradisional. Hal yang paling mencolok memberikan keunikan pada rumah adat Desa Pengotan yakni dinding rumah yang menggunakan bambu yang dijalin, atau masyarakat Desa Pengotan menyebutkannya dengan bedeg. Hampir seluruh rumah adat Desa Pengotan menggunakan bambu sebagai dinding bangunan, tetapi bukan berarti tidak ada rumah adat yang sudah di renovasi. Pada sebagian kecil rumah adat Desa Pengotan sudah di renovasi dengan menggunakan batako sebagai dinding rumah, karena batako dianggap lebih tahan lama dibandingkan dengan menggunakan dinding bambu. Namun sebagian besar rumah adat Desa Pengotan masih menggunakan dinding bambu karena masyarakat berpendapat untuk lebih memilih melestarikan keberadaan rumah adat Desa Pengotan yang masih klasik yaitu masih dengan menggunakan bambu sebagai dinding rumah.

Setiap bangunan rumah memiliki pondasi yang akan dijadikan sebagai lantai. Lantai dari bangunan sebuah rumah akan beragam sesuai dengan keinginan pemilik rumah itu sendiri. Pada bagian kaki atau lantai mengalami perubahan yakni yang dulunya menggunakan tanah, sekarang sudah diganti dengan bahan lainnya pada lantai bangunan seperti keramik, batu bata dan

semen. Demikian juga dengan sendi yang dulunya dibuat dari batu menjadi sendi yang terbuat dari dari bahan beton. Perubahan yang terjadi pada bahan lantai dengan bahan lainnya seperti keramik merupakan suatu wujud dari tuntutan perubahan status ekonomi dari masyarakat. Hanya saja terdapat perubahan dengan penggunaan bahan keramik, yang mana ruangan menjadi lebih dingin dan tidak lagi sehangat sebelumnya, dimana bangunan rumah adat Desa Pengotan yang masih tradisional menuntut ruangan yang hangat karena berada di daerah yang dingin. Tetapi tidak seluruh rumah adat Desa Pengotan menggantikan tanah dengan keramik sebagai lantai bangunan rumah. Setengah lebih dari keseluruhan rumah adat Desa Pengotan yang ada masih tetap menggunakan lantai tanah dan beberapa rumah menggunakan lantai yang dirabat. Dengan penggunaan keramik pada bangunan rumah adat Desa Pengotan, maka terjadi perubahan pada aktivitas yang ada pada bangunan rumah adat Desa Pengotan ini. Rumah dengan lantai keramik tidak mampu menyerap sisa atau kelebihan air pada saat mengambil air di bak air (gentong) dan juga apabila ada upacara adat yang terjadi di dalam rumah, seperti memandikan mayat, sehingga dalam hal ini membuat penghuni rumah harus membersihkan air tersebut agar tidak tergenang di dalam rumah.

  • d.    Faktor Bertahannya Rumah Adat Desa Pengotan di Era Globalisasi Era globalisasi berdampak pada kemajuan di bidang teknologi maupun ekonomi yang begitu pesat. Desa Pengotan merupakan salah satu desa yang sudah terdampak oleh globalisasi. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, hampir seluruh masyarakat mempunyai keinginan untuk maju dan berubah. Masyarakat pada perkembangan sekarang

ini cenderung ingin memiliki bangunan yang baru/modern sesuai perkembangan zaman. Adanya bahan-bahan bangunan baru dan modern didukung oleh adanya kemajuan ekonomi dan pendidikan. Dengan demikian, sebagian kecil rumah adat dengan inovasi modern dapat dijumpai di Desa Pengotan. Berkaitan dengan modernisasi yang sudah mempengaruhi perkembangan pada masyarakat Desa Pengotan tidak akan meninggalkan budaya yang ada. Desa Pengotan tetap mempertahankan rumah adat tersebut di tengah-tengah era globalisasi. Baik rumah adat dengan bahan bangunan sumber daya alam ataupun rumah adat dengan inovasi modern masih sangat dipertahankan adanya, tanpa merubah bentuk ataupun makna dari rumah adat Desa Pengotan.

Kemajuan ekonomi sebagai suatu sistem mata pencaharian hidup di Desa Pengotan mempengaruhi arsitektur bangunan rumah adat Desa Pengotan. Begitu pula dalam kemajuan di bidang pendidikan sangat mempengaruhi arsitektur bangunan rumah adat Desa Pengotan. Masyarakat Desa Pengotan yang rata-rata sudah berpendidikan tentu akan memikirkan perkembangan ke arah yang lebih maju dalam hal pembangunan. Begitu pula dengan masyarakat yang memiliki perekonomian menengah ke atas tentu akan bergerak dalam pembangunan untuk bangunan-bangunan yang lebih modern.

Di samping ekonomi dan pendidikan yang sudah berkembang pesat, Desa Pengotan merupakan sebuah desa yang memiliki tatanan sosial kemasyarakatan sangat kental, terbukti dari banyaknya orang-orang disucikan dan orang-orang berkedudukan khusus yang dihormati serta dijadikan tokoh masyarakat. Masyarakat Desa Pengotan yang sudah berkembang pesat pada bidang ekonomi dan pendidikan, rata-rata merenovasi rumah adat mereka dengan inovasi yang

lebih modern seperti perubahan yang terdapat pada atap, dinding dan lantai bangunan dengan menggunakan genteng, tembok batako dan lantai keramik. Hal tersebut dapat dikatakan sebuah dinamika dari tradisional ke modern. Tetapi tidak semata-mata untuk sebuah perubahan yang modern, masyarakat Desa Pengotan masih memikirkan sebuah tatanan sosial dalam pembangunan. Maka dari itu rumah adat dengan tata letak bangunan yang sudah menjadi warisan leluhur masih dipertahankan sampai saat ini walaupun pada sebenarnya masyarakat Desa Pengotan bisa saja membangun atau merenovasi rumah mereka dengan bangunan rumah bertingkat. Tetapi masyarakat Desa Pengotan memilih untuk tetap memiliki rumah dengan dua bangunan utama tanpa menambahkan tingkat di atas bangunan karena mengingat banyaknya orang-orang yang disucikan di Desa Pengotan yang sering bertamu ke rumah-rumah masyarakat setempat. Jika orang-orang yang disucikan tersebut memasuki rumah bertingkat akan dianggap sebagai suatu yang kotor karena pada bangunan bertingkat tentu akan berpenghuni di atasnya, maka dari itu tata letak bangunan pada rumah adat Desa Pengotan masih sangat dilestarikan kebertahanannya karena bangunan bertingkat dianggap kurang baik dalam menerima tamu.

Rumah adat Desa Pengotan merupakan rumah yang menjadi warisan dari leluhur masyarakat Desa Pengotan. Oleh karena itu masyarakat memiliki tekat untuk mempertahankan yang sudah menjadi ciri khas Desa Pengotan sejak lama. Selain rumah adat ini sebagai tempat untuk mewadahi aktivitas pemiliknya, rumah adat Desa Pengotan juga dipertahankan karena memiliki fungsi sebagai tempat berlangsungnya upacara dan tardisi. Beberapa upacara dan tradisi yang harus dilaksanakan di

rumah adat ini, seperti tradisi kawin masal. Upacara agama dan tradisi-tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pengotan merupakan suatu hal yang dilaksanakan berdasarkan dengan kepercayaan yang meraka anut sejak lahir. Melaksanakan upacara dan tradisi tersebut sudah biasa dilakukan sejak dulu pada bangunan bale saka enem. Tidak hanya untuk pelaksanaan upacara, segala persiapan sesajen yang diperlukan saat melaksanakan upacara sudah biasa dibuat dan dipersiapkan di bale saka enem. Maka dari itu masyarakat Desa Pengotan menyebut rumah mereka dengan rumah adat karena sebagian besar fungsi rumah mereka diperuntukan melangsungkan upacara, sebab dari itu rumah adat Desa Pengotan menjadi rumah adat yang disakralkan. Mengingat segala upacara dan tradisi di Desa Pengotan digelar di rumah adat mereka, maka masyarakat Desa Pengotan masih mempertahankan keberadaan rumah adatnya.

Setiap desa adat yang berada di Bali tentunya memiliki peraturan adat atau pararem masing-masing. Pararem adalah hukum adat Bali yang hidup dalam masyarakat Bali yang bersumber dari ajaran agama yang memiliki nilai-nilai budaya, pandangan hidup dan adat istiadat setempat. Di dalam pararem memiliki suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan yang ajeg pada masyarakat. Begitu pula dengan Desa Adat Pengotan memiliki pararem yang sudah disepakati oleh masyarakat. Di dalam pararem Desa Adat Pengotan salah satunya mengatur tentang pembangunan dan pekarangan tanah milik desa adat. Sesuai dengan keterangan Jero Bendesa Desa Adat Pengotan saat diwawancara mengatakan bahwa masyarakat Desa Adat Pengotan wajib hukumnya untuk memiliki rumah adat. Hal ini sudah tercantum dalam peraturan adat (pararem) Desa Adat

Pengotan. Dalam satu rumah adat akan dihuni oleh satu keluarga dengan satu kepala keluarga. Jika keturunan dari satu keluarga tersebut menikah, maka wajib keluarga baru tersebut membangun rumah adat lagi.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai eksistensi rumah adat Desa Pengotan, Bangli dapat disimpulkan sebagai berikut (1) Bangunan rumah adat Desa Pengotan pada dasarnya adalah bangunan yang cukup sederhana, namun memiliki keunikan dari bentuk, bahan, dan tata ruangnya. Di dalam rumah adat Desa Pengotan terdapat beberapa bangunan dan ruang tanpa sekat. Bangunan yang terdapat dalam sebuah rumah adat Desa Pengotan yakni bangunan meten, bangunan bale saka enem dan bangunan merajan. Di dalam sebuah meten terdapat beberapa ruangan seperti selang melukauh (tempat tidur), selang melukangin (tempat suci), jalikan (dapur) dan selaan (tempat perabotan rumah tangga). Selain meten juga terdapat sebuah bale saka enem yang merupakan tempat berlangsung upacara adat dan pada aktivitas sehari-hari digunakan sebagai tempat mempersiapkan sesajen. Terakhir, merajan khusus diperuntukan sebagai tempat melaksanakan upacara dewa yadnya.

(2) Era globalisasi mempengaruhi beberapa aspek perubahan dalam rumah adat Desa Pengotan. Perubahan yang besar terdapat pada perubahan penggunaan bahan bangunan dari memanfaatkan sumber daya alam dengan bahan bangunan modern. Beberapa rumah telah mengganti dinding bambu dengan dinding batako. Di samping itu, terdapat pula rumah yang menggantikan fungsi tanah sebagai penempel dengan semen. Perubahan lainnya terdapat pada tiang bangunan dari bambu dengan kayu impor, dan mengganti atap dengan seng

atau genteng. Namun, tidak semua rumah direnovasi dengan inovasi modern, sebagian besar rumah adat Desa Pengotan masih mempertahankan bangunan sesuai dengan rumah yang asli/klasik. Pengaruh globalisasi hanya berpengaruh pada bagian tertentu dan hanya mempengaruhi sebagian kecil rumah yang ada tanpa menghilangkan fungsi tata ruang di dalamnya. Pada generasi yang telah terpengaruh modernisasi di Desa Pengotan hingga sekarang masih sangat mempertahankan keberadaan rumah adat ini karena rumah adat Desa Pengotan memiliki makna tersendiri untuk masyarakat setempat dan memiliki fungsi yang masih sangat lekat dengan adat istiadat di Desa Pengotan.

REFERENSI

Bagus, I.G.N. (1986). Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Bali: Aspek      Arsitektur,       Cara

Pengobatan, Dan Makanan Ternak. Departemen Pendidikan Kebudayaan.

Damayanthi, N.K.T. (2019). “Rumah Adat Bandung Rangki”. Skripsi Program Studi (S1) Antropologi FIB Universitas Udayana.

Demokrat, P.S., Suarsana, I.N., & Wiasti, N.M. (2019). “Tata Ruang Rumah Tradisional Desa Pengotan”. Sunari Penjor : Journal of Anthropology, 3(1),           pp.           24-32.

https://doi.org/10.24843/SP.2019.v 3.i01.p04

Eriawati, Y. (2017). “Pola Tata Ruang Bangunan, Rumah-Rumah dan Fungsi di Desa Adat Pengotan Kabupaten Bangli”. Papua: Jurnal Arkeologi, 9(1), pp. 85-107. https://doi.org/10.24832/papua.v9i1 .209

Gelebet, I.N., Meganada, I.W., Negara, I.M.Y., Suwirya, I.M., & Surata, I.N. (1986). Arsitektur Tradisional Daerah    Bali.     Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mahastuti, N.M.M., Utami, N.W.A., & Wijaatmaja, A.B.M. (2019, Agustus). “Keunikan Konsep Hulu Teben Karang Umah Desa Bayung Gede, Kintamani: Dialog Sistem Spasial Desa-Desa Bali Aga”. Prosiding Seminar Nasional Arsitektur, Budaya dan Lingkungan Binaan (SEMARAYANA #1). Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.

Mardika, I.P., & Astrini, I.N.R. (2020). “Komunikasi Budaya Dalam Pewarisan Rumah Adat Bandung Rangki di Desa Padawa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng”. Danapati: Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), pp. 1-15.

Mashuri. (2010). “Proses Berarsitektur Dalam    Telaah Antropologi:

Revolusi Gaya Arsitektur Dalam Evolusi   Kebudayaan”. Jurnal

Arsitektur, 2(2).

Profil Desa Pengotan Tahun  2020.

(2020). Kantor Desa Pengotan.

Santika, I.N.E., & Suryasih, I.A. (2018). “Elemen Budaya Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Wisata Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali”. Jurnal Destinasi Pariwisata, 6(1). http://dx.doi.org/10.24843/JDEPA R.2018.v06.i01.p06