Strategi Adaptasi Perantau Asal Desa Jungutbatu di Desa Sanur Kaja
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2022.v6.i02.p04
p-ISSN: 2528-4517 e-ISSN: 2962-6749
Strategi Adaptasi Perantau Asal Desa Jungutbatu di Desa Sanur Kaja
Ni Kadek Mia Pradnyantini Sudiarsa*, A.A.A. Murniasih, I Ketut Kaler Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]] [[email protected]] [[email protected]] Denpasar, Bali, Indonesia
*Corresponding Author
Abstract
The rapid development of tourism in Bali with many tourist visits has caused many to decide to stay. Migrants have various reasons for deciding to migrate and have strategies to survive in a new place. This study examines the factors of the residents of Jungutbatu Village in choosing the decision to migrate and what adaptation strategies are carried out by the nomads. The main problems in this study are related to (1) Factors deciding to migrate (2) Adaptation strategies carried out by immigrants. The theory used is adaptation theory. The approach used in this research is a qualitative approach with a descriptive-qualitative type of research. Data collection techniques in this study used observation, interviews and literature studies. The results of the study revealed that the factors in deciding to migrate consisted of push factors and pull factors. The strategy taken to survive is related to the development of tourism in Sanur Kaja Village with various obstacles faced and the success achieved by the nomads.
Keywords: Adaptation, Nomads, Sanur Kaja Village
Abstrak
Perkembangan pariwisata yang pesat di Bali dengan banyaknya kunjungan wisata menyebabkan tidak sedikit memutuskan untuk menetap. Para pendatang memiliki berbagai alasan dalam memutuskan untuk migrasi serta memiliki strategi untuk bertahan hidup di tempat baru. Penelitian ini mencoba mengkaji faktor-faktor warga Desa Jungutbatu dalam penentuan keputusan untuk merantau dan strategi adaptasi apa yang dilakukan oleh perantau. Pokok permasalahan pada penelitian ini difokuskan kepada (1) Faktor-Faktor memutuskan untuk merantau (2) Strategi adaptasi yang dilakukan oleh perantau. Teori yang digunakan adalah teori adaptasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor-faktor dalam memutuskan untuk merantau terdiri dari faktor pendorong dan faktor penarik. Strategi yang dilakukan untuk bertahan hidup berkaitan dengan perkembangan pariwisata di Desa Sanur Kaja dengan berbagai kendala yang dihadapi serta keberhasilan yang mampu diraih oleh perantau.
Kata kunci: Adaptasi, Perantau, Desa Sanur Kaja
Sunari Penjor : Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
PENDAHULUAN
Bali sangat populer sebagai tujuan wisata yang sering dikunjungi wisatawan asing maupun domestik dengan ratusan ribu bahkan jutaan wisatawan kunjungan setiap tahunnya pada masa sebelum pandemi COVID-19. Seperti pada tahun 2020 jumlah kunjungan wisatawan bisa mencapai 5,665,630 wisatawan yang berkunjung sebelum masa pandemi (Sumber: diolah dari Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali). Bahkan tidak sedikit orang memutuskan untuk tinggal di Bali dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Menurut Mariyah (dalam Peranginangin, 2011: 1) secara demografis perubahan sosial telah terjadi di dalam masyarakat Bali, hal ini diakibatkan oleh adanya urbanisasi dan migrasi, sehingga Bali menjadi masyarakat multikultural. Terjadinya peningkatan penduduk baik di kota Denpasar maupun kabupaten di Bali merupakan hasil dari proses urbanisasi dan migrasi. Para migran atau pendatang memiliki berbagai alasan dalam memutuskan untuk melakukan migrasi. Masalah-masalah yang muncul seperti himpitan ekonomi, ingin mengubah nasib di kota hingga pendidikan menjadi alasan biasanya orang merantau.
Merantau adalah salah satu kegiatan yang umum dilakukan pada sebagian masyarakat di berbagai daerah. Merantau dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan meninggalkan tempat asal atau daerah kelahirannya menuju ke tempat baru untuk memulai kehidupan baru maupun untuk sekadar mencari pengalaman. Sebagai suatu negara yang terdiri dari beribu pulau, kegiatan merantau mempengaruhi sejarah dan kebudayaan masyarakat Indonesia, terutama di beberapa daerah tertentu. Walaupun umumnya migrasi Indonesia adalah pergerakan dari Indonesia ke luar negeri, namun tidak sedikit masyarakat
Indonesia yang bermigrasi di dalam negeri (Sholik dkk., 2016: 2).
Kegiatan merantau bukan hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan ekonomi saja tetapi sudah masuk ke hal-hal yang lebih kompleks seperti pendidikan, kesehatan, kondisi sosial dan lain sebagainnya (Asmi dkk., 2018: 1). Menurut Sudibia (dalam Peranginangin, 2011: 1) Mobilitas penduduk yang dilakukan oleh para migran memiliki kaitan dengan pembangunan secara keseluruhan. Artinya tidak ada pembangunan tanpa mobilitas penduduk dan begitu sebaliknya tidak terjadi mobilitas penduduk tanpa adanya pembangunan yang berjalan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat yang terlibat dalam pembangunan tersebut.
Proses mobilitas masyarakat bersifat selektif sehingga seseorang yang memutuskan untuk bermobilitas atau pindah dari suatu wilayah ke wilayah yang lain disebut sebagai orang pilihan dan mempunyai ciri khas dari suatu kelompok masyarakat. Latar belakang demografi, sosial budaya, dan ekonomi sering menjadi faktor penentu dalam proses mobilitas selain faktor lainnya (Frank, 2004: 172). Masuknya para pendatang ke Denpasar disebabkan adanya perkembangan industri pariwisata di Bali yang sangat pesat. Para pendatang baik dari luar Bali maupun di luar kota Denpasar berbondong-bondong datang dengan harapan akan mendapatkan perkerjaan dan penghasilan yang lebih besar dibandingkan mereka tetap tinggal di daerah asal.
Masyarakat Desa Jungutbatu Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung adalah salah satu masyarakat yang mencoba untuk mengadu nasib di Kota Denpasar. Adanya faktor-faktor pendorong dari daerah asal yaitu Desa Jungutbatu dan faktor penarik dari daerah tujuan yaitu Kota Denpasar merupakan
penyebab penduduk untuk merantau. Kegiatan merantau ini sudah dilakukan sejak tahun 1960-an bertepatan pula dengan proyek pembangunan Hotel Inna Grand Bali Beach yang sedang digarap. Ini menjadi awal dari banyaknya perantau asal Desa Jungutbatu yang memutuskan untuk merantau ke Kota Denpasar khususnya di Desa Sanur Kaja. Wilayah Desa Sanur Kaja merupakan daerah kawasan pariwisata yang memiliki potensi dalam perekonomian yang baik di bidang pariwisata khususnya maupun bidang lainnya yang menjadi daya tarik bagi perantau untuk mengadu nasib.
Perantau Asal Desa Jungutbatu dari tahun ke tahun mulai meningkat jumlahnya. Sehingga pada tahun 2009 tepatnya pada tanggal 28 Juni 2009 dibentuknya sebuah kelompok masyarakat asal Desa Jungutbatu yang diberi nama “Nusa Amerta” Paiketan Pasemetonan Perantau Nusa Jungutbatu (PAPARAN SATU). Ini menjadi wadah perkumpulan para perantau Asal Desa Jungutbatu yang tersebar di Kota Denpasar, Gianyar dan Badung. Persebaran anggota terbanyak terdapat di Kota Denpasar yaitu di Sanur Kaja sebanyak 74 orang; Sanur Kauh sebanyak 11 orang; Renon sebanyak 3 orang; Sidakarya, Kesiman, Dauh Puri Kauh masing-masing sebanyak 2 orang; Pedungan, Tonja, Kesiman Kertalangu, Ubung, Pemecutan, Pemecutan Kaja, Pemecutan Kelod dan Padangsambian masing-masing sebanyak 1 orang. Untuk Kabupaten Badung terdapat di Nusa Dua sebanyak 4 orang; Jimbaran sebanyak 2 orang; Kapal 1 orang. Terakhir, di Kabupaten Gianyar terdapat di Batubulan sebanyak 6 orang dan Kemenuh sebanyak 1 orang. (Sumber: Dokumen Daftar Anggota Nusa Amerta). Komunitas ini selain menjadi wadah berkumpulnya para perantau juga sebagai wadah untuk saling tolong menolong
karena merasa memiliki nasib yang sama. Gotong royong atau saling tolong menolong adalah suatu bentuk solidaritas dari masyarakat tradisional. Semua orang saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Pawane, 2016: 7).
Berdasarkan penjelasan di atas masalah yang dikaji dalam penelitan ini dapat disampaikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan warga Desa Jungutbatu Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung memutuskan untuk merantau 2) Bagaimana strategi adaptasi perantau asal Desa Jungutbatu di Desa Sanur Kaja Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif yang berfokus pada perantau asal Desa Jungutbatu di Desa Sanur Kaja Kecamatan Denpasar Selatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka. Data-data tersebut dianalisis dengan teknik analisis kualitatif yang mengunakan metode triangulasi data dengan melalui proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor yang Menentukan untuk Merantau di Desa Sanur Kaja
Faktor-faktor dalam memutuskan untuk merantau terdiri dari faktor pendorong dan faktor penarik. Dalam hal ini adalah faktor-faktor yang mendorong masyarakat asal Desa Jungutbatu memutusukan untuk merantau ke Desa Sanur Kaja. Terdapat berbagai macam faktor yang pada umumya mendorong masyarakat untuk merantau seperti:
Dorongan masyarakat merantau pada umumnya karena faktor ekonomi, Motif ekonomi sering kali menjadi dorongan seseorang memutuskan untuk merantau, seperti susah mendapatkan pekerjaan, atau mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi (Irwanuddin dkk., 2018: 115). Seperti penuturan Mangku Suda (51) seorang perantau asal Desa Jungutbatu mengutarakan:
“Karena keterbatasan ekonomi di Desa Jungutbatu pada tahun 1970an yang sangat terbatas, sehingga terkadang kita makan berbagi dengan saudara akhirnya memberanikan diri merantau untuk memperbaiki kehidupan ekonominya” (Wawancara 29 Mei 2021).
Berdasarkan hasil wawancara informan di atas dapat digambarkan bahwa perantau mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya karena keterbatasan ekonomi yang dialami para perantau di Desa Jungutbatu dengan alasan tersebut munculnya dorongan untuk memperbaiki kehidupan perekonomiannya dengan pergi merantau ke Kota Denpasar tepatnya di Desa Sanur Kaja untuk mendapatkan penghasilan yang menunjang ekonomi keluarga.
Pendidikan memiliki peran penting dalam proses pembangunan suatu daerah. Adanya fasilitas memadai menjadi hal utama dalam lingkungan pendidikan. Hal ini juga yang menjadikan faktor pendorong masyarakat Desa Jungutbatu memutuskan untuk merantau dikarenakan kurang memadainya fasilitas pendidikan di Desa Jungutbatu. Tidak adanya sekolah SMP maupun SMA pada saat itu di Desa Jungutbatu menjadi salah satu pendorong perantau mengambil keputusan untuk merantau adanya keinginan untuk maju dan terus berkembang sehingga munculnya tekad dari para perantau untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin sehingga mampu memperbaiki kehidupannya.
Lapangan pekerjaan yang lebih terbatas pada sektor pertanian saja, yaitu rumput laut di mana Desa Jungutbatu merupakan salah satu penghasil rumput laut di Kecamatan Nusa Penida yang merupakan wilayah pengekspor rumput laut terbesar di Bali. Namun tidak semua masyarakat di Desa Jungutbatu memiliki dan mampu menggarap lahan. Kondisi geografis Desa Jungutbatu yang memiliki lahan kering dan hanya bisa dimanfaatkan pada saat musim penghujan. Sehingga tak sedikit dari masyarakatnya memutuskan untuk merantau ke daerah lain salah satunya Desa Sanur Kaja. Daerah ini dapat memberikan harapan kepada mereka untuk mengumpulkan uang yang banyak. Adapun pekerjaan yang digeluti mulai dari buruh, nelayan, pedagang hingga pemandu wisata yang memanfaatkan Pantai Sanur yang merupakan salah satu daya tarik wisata di Desa Sanur Kaja.
Keluarga memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang seseorang dalam meraih kesuksesannya. Adanya dorongan dari sanak keluarga yang telah lebih dahulu merantau di kota dan mampu bertahan sehingga munculnya inisiatif untuk mengajak keluarganya untuk merantau ke kota dalam hal ini adalah merantau ke Kota Denpasar tepatnya di Desa Sanur Kaja. Adanya keinginan untuk meraih kesuksesan bersama keluarga juga menjadi dorongan perantau untuk mengikuti jejak sanak keluarganya yang terus membantu baik dana maupun dukungan untuk bisa mandiri dan memperbaiki kehidupan masing-masing.
Ketertarikan masyarakat asal Desa Jungutbatu untuk merantau dan memilih Desa Sanur Kaja sebagai tujuan merantau dikarenakan berbagai macam faktor yang membuat Desa Sanur Kaja menarik mulai dari salah satu pariwisata tertua di Bali hingga letaknya yang berada di pinggir Kota Denpasar memudahkan dalam mengakses fasilitas yang memadai. Desa
Sanur Kaja merupakan salah satu Kawasan Daya Tarik Wisata Provinsi Bali yang ditetapkan sejak tahun 1990 oleh Pemerintah Provinsi Bali. Pembangunan sektor pariwisata di awali dengan dibukanya Bali Beach Hotel di Sanur pada tahun 1960-an (Raharjo dkk., 1988: 118).
Hotel ini seakan memberikan jawaban terhadap kebutuhan pelayanan pariwisata yang lengkap pada saat itu. Adanya pembangunan hotel menjadi salah satu faktor penarik masyarakat Desa Jungutbatu memutuskan untuk memilih Desa Sanur Kaja menjadi tujuan perantauan. Daya tarik pariwisata masih menjadi magnet bagi masyarakat untuk memutusukan merantau. Pembangunan Hotel Bali Beach memberikan angin segar pada masyarakat Desa Jungubatu untuk mendapat pengharapan baru dalam mencari pekerjaan di Desa Sanur Kaja. Adanya hotel tersebut membuat Sanur menjadi salah satu daya tarik wisata yang wajib dikunjungi pada saat itu hingga sekarang. Inilah yang memotivasi para perantau asal Desa Jungutbatu dengan melihat wisatawan yang cukup banyak berharap dapat memperbaiki perekonomian mereka.
Adanya kesempatan kerja yang tinggi menjadi salah satu faktor penarik mereka melakukan perantauan. Ketersediaan lahan pekerjaan yang bervariasi di kota dalam hal ini adalah Kota Denpasar dapat memungkinkan perantau mendapat pekerjaan. Adanya lapangan pekerjaan yang diinginkan akan sangat mempengaruhi kinerja perantau yang bersangkutan. Desa Sanur Kaja yang berada cukup strategis di pinggir Kota Denpasar dengan daya tarik wisatanya yang mampu menarik wisatawan datang sehingga terdapatnya lahan pekerjaan yang bervariasi sehingga menarik para perantau untuk mencoba peruntungannya.
Terdapatnya sarana pendidikan yang memadai dan lebih baik dari di desa menyebabkan tak sedikit orang memutuskan untuk bersekolah di kota. Banyaknya pilihan jurusan sekolah yang menarik dan cukup menjanjikan yang memberikan peluang besar perantau untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Seperti perantau asal Desa Jungutbatu yang memutuskan melanjutkan pendidikannya di Kota Denpasar.
Lokasi Desa Sanur Kaja yang strategis berada di pinggir Kota Denpasar dan dekat dengan pusat kota menjadi salah satu daya tarik Desa Sanur Kaja menjadi tempat tujuan para perantau baik dalam Bali maupun luar Bali. Hal ini juga menjadi daya tarik para perantau asal Desa Jungutbatu memilih Desa Sanur Kaja menjadi tujuan merantau. Selain lokasinya yang dekat dengan Desa Jungutbatu yang dapat ditempuh menggunakan perahu atau speed boat yang dapat langsung bersandar di pelabuhan yang berada di Desa Sanur Kaja memberikan kemudahan bagi para perantau untuk kembali ke kampung halamannya. Perantuan yang terjadi ialah migrasi berantai yang merupakan akibat adanya ajakan dan saran dari keluarga yang lebih dahulu datang merantau dan diikuti oleh keluarga berikutnya, umumnya masih memiliki hubungan kekeluargaan atau masih bisa dikatakan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat (Susanti, 2013: 7) hal ini juga berlaku bagi Perantau Asal Desa Jungutbatu yang mendapatkan ajakan untuk ikut merantau ke Desa Sanur Kaja.
Strategi Adaptasi Perantau Asal Desa Jungutbatu di Desa Sanur Kaja
Adaptasi adalah suatu proses perilaku yang umum yang didasarkan pada antisipasi psikologis, tinjauan ke masa depan, ingatan, ketertarikan pada waktu dan sebagainya. Kemampuan
mempertimbangkan urutan perilaku yang kompleks dalam jangka waktu yang panjang adalah suatu kenyataan, sekalipun kemampuan manusia untuk melihatnya sebagai perencanaan, nampaknya sangat terbatas dan dipengaruhi oleh pelbagai macam kendala. Dalam beradaptasi pada lingkungan yang terus berubah, manusia diharuskan untuk bersifat dinamis. Menurut Bennett ada tiga konsep kunci untuk memahami dan membahas dinamika kehidupan manusia dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungannya, yaitu “perilaku adaptif”, “tindakan strategi” dan “strategi adaptif” (Dhana, 1993: 19).
Perilaku yang ditampakkan oleh perantau asal Desa Jungutbatu merupakan antisipasi psikologis seorang perantau di dalam lingkungan baru jika memang ada kendala dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, tinjauan ke masa depan yang menjanjikan di masa akan datang seperti kesejahteraan hidup yang tidak bisa mereka dapatkan jika tetap menetap. Dimana perantau mempertimbangkan berbagai macam hal yang akan dilakukan perantau untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dalam jangka waktu yang panjang walaupun nyatanya di lingkungan manusia dituntut untuk bersifat dinamis dalam perkembangan zaman dengan berbagai macam kendala yang ada. Perantau menunjukan perilaku dalam penyesuaian diri untuk bisa mencapai tujuannya hal ini berkaitan dengan strategi adaptasi yang direncanakan untuk mencapai tujuan dengan tindakan-tindakan yang telah dipilih perantau dalam proses beradaptasi di lingkungan baru. Strategi yang ditunjukan oleh perantau asal Desa Jungutbatu diantaranya ialah:
Pariwisata memberikan dampak yang cukup besar pada perkembangan perekonomian khususnya di Bali. Hal ini
menjadi daya tarik utama masyarakat asal Desa Jungutbatu memutuskan untuk merantau. Pariwisata sangat lekat dengan kemampuan berbahasa asing karena akan adanya interaksi dengan wisatawan asing. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh para perantau adalah belajar bahasa asing agar bisa terjun ke pariwisata, belajar bahasa asing bisa dilakukan dengan mengikuti kursus maupun belajar secara otodidak langsung dengan wisatawan asing. Mayoritas para perantau mampu berbahasa Jepang dikarenakan pada saat itu banyaknya wisatawan Jepang yang berkunjung ke Desa Sanur Kaja.
Adanya kesempatan untuk mengikuti jejak senior terdahulu serta kesempatan untuk belajar dan memiliki kemampuan untuk bisa mendapatkan uang serta mampu berdiri sendiri memberikan sebuah pengalaman yang bisa menjadi bekal untuk kedepannya. Berkaitan dengan hal tersebut, strategi yang dijalani yaitu dengan cara mengamati dan mempelajari suatu hal yang dilakukan oleh seniornya dan mampu mempraktekkannya sehingga bisa bertahan di perantauan. Adanya motivasi yang diberikan oleh senior terdahulunya memberikan semangat dan harapan kepada para perantau untuk bisa belajar mendapatkan uang walaupun tidak memiliki skill yang mumpuni.
Strategi adaptasi yang dilakukan oleh perantau asal Desa Jungutbatu adalah ikut kelompok. Ikut kelompok disini adalah bergabung dengan sebuah kelompok nelayan yang bernama Persatuan Jukung Dewi Satyo Jhana Gandhi yang dinaungi oleh Yayasan Pembangunan Sanur dan memang khusus melayani wisatawan yang berkunjung ke Sanur. Kelompok ini tersebar sepanjang pesisir Pantai Sanur yang menjadi wilayah operasinya. Adapun persyaratan untuk bergabungnya yaitu memiliki nomor dalam hal ini nomor-nomor yang ada terbatas jumlahnya. Dahulu hanya
masyarakat asli Sanur yang memiliki nomor tersebut dan perantau asal Desa Jungutbatu hanya bisa meminjam nomor tersebut atau biasa disebut dengan menandu. Namun semakin meningkatnya taraf perekonomian perantau asal Desa Jungutbatu mampu membeli nomor tersebut dan memilikinya secara permanen, sehingga dapat dengan leluasa melayani wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sanur. Sama seperti nelayan pada umumnya mempunyai perahu untuk bekerja. Namun untuk kelompok ini perahu atau biasa disebut jukung digunakan untuk membawa wisatawan berkeliling di sekitaran Pantai Sanur. Selain nelayan yang memang sudah memiliki perahu, kelompok ini juga memberikan kesempatan pada nelayan yang tidak mempunyai jukung untuk membawa perahunya atau biasa disebut nandu. Dengan adanya kelompok ini para perantau yang tergabung di dalamnya bisa mendapatkan pengalaman dalam melayani wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sanur.
Sebuah strategi adaptasi pasti memiliki kendala-kendala yang dihadapi oleh seseorang baik dalam lingkungan maupun dalam bekerja. Hal ini juga dialami oleh para perantau asal Desa Jungutbatu yang merantau di Desa Sanur Kaja. Berbagai macam kendala telah di hadapi oleh para perantau terutama dalam bekerja di perantauan. Hal ini membuat perantau harus terus bergerak dan menyesuaikan diri demi bisa bertahan hidup di perantauan. Adapun kendala yang dihadapi para perantau antara lain ialah:
Kendala utama dalam bekerja yang dihadapi oleh para perantau adalah kurang mampunya menguasai bahasa asing. Keinginan untuk langsung bekerja membuat seseorang memutuskan untuk langsung terjun dan belajar bahasa di lapangan, hal ini yang menyebabkan seseorang mengalami terkendala dalam
berinteraksi dengan wisatawan asing. Berdasarkan hasil wawancara kepada para informan dapat disimpulkan bahwa perantau memiliki kendala dalam berbicara bahasa Jepang padahal hal tersebut merupakan suatu hal yang penting ketika seseorang memutuskan untuk terjun ke pariwisata. Namun para perantau memiliki tekad yang kuat untuk mampu menguasai bahasa Jepang dengan terus belajar di lapangan sehingga seiring berjalannya waktu mereka mampu berbicara bahasa Jepang dengan lancar. Umumnya para perantau membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk mahir dalam menggunakan bahasa Jepang. Tetapi kembali lagi kepada perantau tersebut ada yang memang cepat menguasai bahasa dan ada juga yang lambat. Tentu penggunaan gerakan tubuh ketika berinteraksi dengan wisatawan menjadi salah satu strategi perantau dalam menutupi kendalanya dalam berinteraksi menggunakan bahasa asing dengan wisatawan.
Kendala berikutnya adalah musibah yang terjadi di Bali maupun di Indonesia memberikan dampak yang besar bagi perekonomian mereka yang sangat bergantung dengan sektor pariwisata. Mulai dari kasus BOM Bali yang terjadi berturut-turut hingga pandemi COVID-19 yang saat ini tengah melanda Indonesia. Memberikan tamparan keras pada sektor pariwisata yang menjadi penghasilan utama para perantau asal Desa Jungutbatu. Penghasilan yang memang tidak menentu jumlahnya baik sebelum masa pandemi maupun setelah pandemi. Namun penurunan penghasilan yang sangat drastis hingga 90% dirasakan oleh para perantau yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata. Ditutupnya akses wisatawan mancanegara untuk masuk ke Bali menjadi salah satu hal yang menyebabkan terjadi penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung sehingga
mempengaruhi penghasilan yang di dapatkan masyarakat dari sektor pariwisata.
Pada high season umumnya akan banyak wisatawan yang berkunjung pada akhir tahun dan musim liburan pada saat high season ini pariwisata mengalami lonjakan jumlah pengunjung. Berbanding terbalik dengan low Season atau musim sepi, pariwisata mengalami penurunan pengunjung (Asmara, 2020: 148). Adanya pasang surut pariwisata menyebabkan para perantau mengalami kesulitan dalam mendapatkan pundi-pundi rupiah untuk pemenuhan kehidupannya. Pariwisata menjadi jantung perekonomian para perantau asal Desa Jungutbatu, sehingga ketika pariwisata mengalami penurunan maka perantau akan merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan. Walau begitu para perantau asal Desa Jungutbatu masih tetap mengandalkan sektor pariwisata sebagai penghasilan utamanya. Namun tidak sedikit perantau yang memanfaatkan sektor lain seperti menjadi nelayan ketika musim ikan datang.
Keberhasilan yang diraih seseorang di perantauan menjadi tolak ukur ataupun pertimbangan untuk masyarakat yang ingin merantau. Tingkat keberhasilan seseorang umumnya dinilai dari ekonomi yang dimiliki oleh seorang perantau. Setiap perantau memiliki tingkat keberhasilannya masing-masing sebagai hasil dari perantauan yang dilakukannya selama ini. Seperti yang diutarakan oleh I Nyoman Arsana (53) yang merupakan salah satu perantau asal Desa Jungutbatu mengutarakan:
“Kalau berhasil itu flexible ya. Karena kita pasti ada kemauan yang lebih tinggi lagi. Sebuah keberhasilan itu ada golongan-golongannya ya. Kalau menurut saya keberhasilan itu bisa hidup berdampingan dengan keluarga, mempunyai tempat tinggal itu saja” (Wawancara 3 Juni 2021).
Berdasarkan hasil wawancara dengan perantau di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah keberhasilan memiliki tingkatan-tingkatannya. Menurutnya keberhasilan dapat diukur dari berbagai hal tidak selalu mengenai harta yang dimiliki seperti memiliki rumah, namun dapat hidup berdampingan dengan keluarga juga merupakan sebuah tingkat keberhasilan yang mampu diraih oleh perantau. Bagi perantau setiap orang pasti memiliki keinginan untuk selalu berkembang dan mendapatkan hasil sebaik mungkin. Memiliki target-target yang mampu diraih juga merupakan salah satu bentuk keberhasilan yang mampu diraih.
Para perantau memiliki berbagai tingkat keberhasilan yang telah mampu diraih mulai dari memiliki rumah, bisa memberikan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi baik kepada anak maupun saudara kandung dari para perantau serta memiliki usaha di bidang pariwisata yang berhasil dan mampu bertahan sampai sekarang. Selain itu dapat membantu sesama perantau maupun keluarga yang berada di Desa Jungutbatu merupakan salah satu bentuk keberhasilan yang mampu diraih perantau asal Desa Jungutbatu. Ini membuktikan bahwa para perantau asal Desa Jungubatu mampu beradaptasi dan bertahan di Desa Sanur Kaja walaupun banyak kesulitan yang mereka hadapi.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: (1) ada berbagai macam faktor dalam memutuskan untuk merantau. Pertama faktor pendorong seperti kesulitan ekonomi, kurang memadainya fasilitas pendidikan, adanya ajakan dari keluarga yang sudah lebih dahulu merantau ke Desa Sanur Kaja. Kedua faktor penarik seperti daya tarik wisata di Desa Sanur Kaja, terdapat lahan
pekerjaan yang beragam di kota khususnya di Desa Sanur Kaja, sarana pendidikan yang lebih maju dan banyak pilihannya, lokasi Desa Sanur Kaja yang strategis dekat dengan pusat kota dan juga adanya pelabuhan sehingga akses untuk pulang kampung ke Desa Jungutbatu lebih mudah. (2) adapun strategi yang dilakukan yaitu belajar bahasa asing, perantau asal Desa Jungutbatu mampu berbahasa Jepang dan Inggris, mengikuti jejak senior yang telah lebih dahulu merantau, mengikuti kelompok nelayan yang khusus melayani wisatawan yang berkunjung ke Desa Sanur Kaja.
REFERENSI
Asmara, S. (2020, September 29). “Tinjauan Kritis Kendala dan Dampak Pengembangan Pariwisata Indonesia”. Prosiding Webinar Strategi Dunia Usaha Menyikapi Status Indonesia Sebagai Negara Maju: Pra dan Pasca Covid (pp. 140-151). Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan.
Asmi, F., Kaler, I.K., & Suarsana, I.N. (2018). “Perantau Manggarai di Kelurahan Sesetan Kecamatan Denpasar Selatan”. Jurnal
Humanis, 20(1), pp. 48-56.
https://doi.org/10.24843/JH.2018.v 22.i01.p08
Dhana, I.N. (1993). “Arti Banjar dalam Adaptasi Orang Bali di Jakarta”. Tesis Program Studi Magister (S2) Antropologi Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Frank, A. (2004). “Proses Mobilitas dan Strategi Adaptasi Orang Tanimbar Di Kota Jayapura Provinsi Papua”. Humaniora, 16(4), pp. 168-176. https://doi.org/10.22146/jh.816
Irwanuddin., Suyuti, N., & Hasniah. (2018). “Merantau pada Orang Wanci (Studi di Kelurahan Wandoka Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi)”. Jurnal Etnoreflika, 7(2), pp. 114123.
https://doi.org/10.33772/etnoreflika .v7i2.524
Pawane, F.S. (2016). “Fungsi Pomabari (Gotong-Royong) Petani Kelapa Kopra di Desa Wasileo Kecamatan Maba Utara Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara”. Jurnal Holistik X(18), pp. 1-22.
Peranginangin, J.I. (2011). “Migrasi dan Terbentuknya Komunitas Batak Karo di Denpasar 1987-2008”. Skripsi Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Raharjo, S., Munandar, A.A., & Zuhdi, S. (1998). Sejarah Kebudayaan Bali: Kajian Perkembangan dan Dampak Pariwisata. Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional,
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sholik, M. I., Rosyid, F., Mufa, K., Agustina, T., Boyan, P., & Sosial, S. (2016). “Merantau Sebagai Budaya (Eksplorasi Sistem Sosial Masyarakat Pulau Bawean)”.
Cakrawala, 10(2), pp. 143-153. https://doi.org/10.32781/cakrawala. v10i2.39
Susanti, L.G.M. (2013). “Perantauan Orang-Orang Karangasem Di Desa Bajera, Tabanan, Bali (19632004)”. Jurnal Candra Sangkala, 1(1), pp. 1-10.
Discussion and feedback