DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2022.v6.i01.p02

p-ISSN: 2528-4517

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan

Desa Wisata Tampaksiring di Kabupaten Gianyar, Bali

I Ketut Agus Giri Parmita*, Ida Bagus Gde Pujaastawa, I Wayan Suwena Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [ketutagusgiri@gmail.com], [gde_pujaastawa@unud.ac.id], [wayan_suwena@unud.ac.id]

Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author

Abstrack

A tourism village is one kind of tourism that offers tourism potential owned by a village. Tampaksiring Village is one of the villages that had becoming a tourism village in Gianyar Regency, Bali. One of the concepts in the development of tourist villages is community-based development which focuses on local community participation. Thus, it is to be expected that the benefits of tourism will be more for the local community as the legal owner of the resources. This study aims to 1) identify and explain the profile of tourism potential in Tampaksiring Tourism Village, 2) explain the community participation in the development of Tampaksiring Tourism Village, 3) explain the implications of the development of Tampaksiring Tourism Village. This study uses a qualitative method. Data collection is done through observation, interviews, literature studies, and document studies both online or offline. The theory used to analyze the problem in this study is the theory of participation and the theory of tourism impact. The results of this study indicate that the Tampaksiring Tourism Village has a variety of tourism potentials that can be developed as a tourist attraction. Local communities have a role in the planning, implementation, management, and evaluation processes in the development of tourism villages. Tourism activities in the Tampaksiring Tourism Village also have both positive and negative impacts on economic, socio-cultural, and environmental aspects.

Keywords: Implication, Local Community, Participation, Tourism Village

Abstrak

Desa Tampaksiring merupakan salah satu desa yang ditetapkan sebagai desa wisata di Kabupaten Gianyar, Bali. Salah satu konsep yang menjadi acuan dalam pengembangan desa wisata adalah pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang pada dasarnya mengedepankan partisipasi masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menjelaskan profil potensi wisata di Desa Wisata Tampaksiring, 2) menjelaskan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Tampaksiring, 3) menjelaskan implikasi dari pengembangan Desa Wisata Tampaksiring. Penelitian ini menggunakan metode kualitiatif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik pengamatan, wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumen. Teori yang digunakan yaitu teori partisipasi dan teori dampak pariwisata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Desa Wisata Tampaksiring memiliki beranekaragam potensi wisata yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Masyarakat lokal memiliki peran dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, dan evaluasi dalam pengembangan desa wisata yang juga menimbulkan implikasi terhadap aspek ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan.

Kata Kunci: Desa Wisata, Implikasi, Masyarakat Lokal, Partisipasi

Sunari Penjor : Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud

PENDAHULUAN

Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata di Indonesia yang keberadaannya sangat populer di kalangan wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Keunikan budaya dan keindahan alam Pulau Bali merupakan potensi daya tarik utama yang memikat minat wisatawan untuk berkunjung. Belakangan ini kesadaran akan pentingnya pendekatan pembangunan pariwisata berdimensi kerakyatan terasa kian meningkat. Peluang adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata terdapat dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang menyatakan bahwa setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas: (a) menjadi pekerja/buruh; (b) konsinyasi; dan/atau (c) pengelolaan. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan Korten, 1986 (dalam Pujaastawa, 2019: 81-82), menuntut adanya partisipasi masyarakat lokal dalam tahap pembangunan sehingga pengelolaan pembangunan benar-benar dilakukan oleh mereka yang hidup dan kehidupanya paling dipengaruhi oleh pembangunan tersebut, atau apa yang dikenal sebagai community based resource management atau community management. Ada tiga alasan dasar yang yang diajukan Korten mengenai mengapa community management sangat penting sebagai rancangan dasar pembangunan. Pertama, adanya local variety (varietas lokal) situasi daerah yang tidak dapat diberikan perlakuan sama. Kedua, adanya local resources (sumber daya lokal) yang diwariskan dan dikelola oleh masyarakat setempat dari generasi ke generasi. Ketiga, local accountability (tanggung jawab lokal) yang berarti bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat biasanya lebih

bertanggung jawab, karena berbagai hal yang mereka lakukan terhadap sumber daya akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan mereka. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan sektor kepariwisataan merupakan hal yang sangat penting agar manfaat pariwisata lebih berpihak kepada masyarakat sebagai pemilik sah atas sumber daya (Pujaastawa, 2019: 81).

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata Kabinet Kerja (2015-2019), telah menetapkan program pengembangan desa wisata menjadi salah satu agenda prioritas. Desa wisata dalam konteks wisata pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut (Bagus Sudibya, 2018: 22). Dalam konteks ini, Provinsi Bali memperoleh kesempatan mengembangkan 100 desa wisata baru dengan dukungan pendanaan dari APBN hingga tahun 2019. Hal tersebut didukung oleh Kabupaten/Kota di Bali salah satunya terdapat dalam Peraturan Bupati Gianyar Nomor 127 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Desa Wisata. Desa Tampaksiring menjadi salah satu Desa yang ditetapkan sebagai desa wisata di kabupaten Gianyar. Secara legal formal pengembangan Desa Wisata Tampaksiring ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 762/E-02/HK/2020 (Kilasbali.com, 2020). Pemerintah membuat program desa wisata yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan mengelola potensi pariwisata yang ada di suatu desa dengan memberdayakan masyarakat lokal (Surya dan Oka, 2016: 128).

Desa Tampaksiring merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar Provinsi Bali yang sejak lama sudah terkenal di kalangan wisatawan sebagai daerah tujuan wisata. Berbagai jenis daya

tarik yang dimiliki berasal dari sumber daya alam dan kebudayaan masyarakat setempat, serta didukung dengan fasilitas wisata yang akan berguna bagi wisatawan saat berkunjung ke Desa Wisata Tampaksiring. Desa wisata berpotensi menjadi tren wisata di tengah pandemi covid-19 karena wisatawan cenderung mencari kawasan wisata yang jauh dari keramaian agar lebih mudah menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan prosedur berwisata di tengah pandemi covid-19. Tren berwisata telah mengalami pergeseran di tengah pandemi covid-19, yakni lebih mengutamakan keamanan dan kesehatan, perjalanan individu dan keluarga (unas.ac.ai, 2021). Pengembangan      Desa      Wisata

Tampaksiring memberikan peluang bagi masyarakat di desa setempat untuk berpartisipasi dalam mengoptimalkan potensi kepariwisataan yang dimiliki. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mengkaji bentuk-bentuk partisipasi masyarakat di Desa Tampaksiring terkait dengan pengembangan Desa Wisata Tampaksiring dan implikasinya.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan melalui langkah-langkah:   penentuan

informan, observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif interpretatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Desa Wisata Tampaksiring a. Potensi alam

Potensi alam merupakan keadaan fisik suatu daerah yang memiliki keindahan alam atau ciri khas tersendiri yang dapat dikembangkan untuk menarik kunjungan wisatawan. Desa Wisata Tampaksiring sendiri memiliki keindahan alam berupa daerah aliran Sungai

Pakerisan yang berada di Banjar Tegal Suci tepatnya di daerah bagian timur Desa Tampaksiring yang menawarkan wisata air (tubing river) dan kawasan hijau seperti kawasan persawahan Subak Pulagan yang sampai saat ini keberadaanya masih tetap dilestarikan. Wisatawan yang berkunjung ke lahan persawahan Subak Pulagan dapat menyaksikan berbagai aktivitas para petani di sawah dan beberapa ritual yang berkaitan dengan siklus bercocok tanam.

  • b.    Potensi Sosial-Budaya

Potensi budaya merupakan sesuatu yang diciptakan oleh masyarakat berupa kesenian, adat-istiadat dan bangunan peninggalan bersejarah yang memiliki keunikan sehingga dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata. Desa Wisata tampaksiring memiliki Candi Tebing Gunung Kawi yang merupakan bangunan bersejarah berupa situs arkeologi candi tebing yang berada di wilayah Banjar Penaka dan termasuk kedalam warisan dunia yang telah diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Kemudian terdapat pula tempat wisata spritual yaitu Pura Mangening yang berada di Banjar Saraseda. Desa Wisata Tampaksiring juga memiliki tempat bersejarah yang merupakan peninggalan kerajaan Tampaksiring yaitu Puri Agung Tampaksiring. Selain bangunan-bangunan bersejarah, Desa Wisata Tampaksiring juga menawarkan pertunjukan kesenian seperti kesenian ogoh-ogoh dan tari-tarian khas Desa Tampaksiring seperti Tari Rejang Tengsung dan Tari Baris Guru-Guru.

  • c.    Potensi Buatan

Potensi buatan merupakan daya tarik wisata yang sengaja dikembangkan oleh masyarakat dengan bantuan peralatan modern yang bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan. Selain memiliki

potensi wisata alam dan sosial-budaya, Desa Wisata Tampaksiring juga memiliki potensi wisata buatan seperti river tubing yang merupakan aktifitas wisata air menyusuri aliran sungai menggunakan ban karet sebagai pelampung untuk menyusuri daerah aliran sungai Pakerisan. Selain itu, terdapat potensi buatan berupa swing atau ayunan yang memiliki ukuran lebih besar dan lebih tinggi dibandingan ayunan pada umumnya. Swing ini berada di daya tarik wisata Gunung Kawi tepatnya di restoran Carik Terrace.

  • d.    Fasilitas Penunjang

Fasilitas penunjang wisata merupakan komponen pendukung dari kegiatan kepariwisataan di suatu kawasan wisata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan saat melakukan kunjungan. Fasilitas penunjang wisata yang berada di Desa Wisata Tampaksiring seperti jalur tacking, tempat menginap, toko souvenir, kuliner dan fasilitas penunjang lainnya seperti toilet, tempat parkir, dan tempat cuci tangan yang sebagian besar keberadaanya sudah tersedia di setiap daya tarik wisata di Desa Wisata Tampaksiring.

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Tampaksiring

Menurut Dewi, dkk (2013: 134), partisipasi masyarakat merupakan suatu hak yang dimiliki masyarakat untuk ikut andil dalam pengambilan keputusan di dalam tahapan proses pembangunan, mulai dari awal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pelestarian lingkungan.

  • a.    Partisipasi Pada Tahap Perencanaan

Partisipasi masyarakat dalam upaya mengembangkan Desa Wisata Tampaksiring tidak terlepas dari proses perencanaan dan pengambilan keputusan

dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai pemilik potensi wisata yang akan dikembangkan. Pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kegiatan merupakan hal yang penting agar kegiatan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan (Nabila dan Yuningsih, 2016: 9). Dalam perencanaan pengembangan Desa Wisata Tampaksiring, Pemerintah Desa Tampaksiring berupaya untuk merencanakan pembentukan Desa Wisata dengan melibatkan kelompok masyarakat dan tokoh masyarakat yang bergerak di bidang pariwisata dan mengkaji potensi-potensi yang bisa dikembangkan di masing-masing banjar di Desa Tampaksiring. Setelah data-data mengenai potensi wisata sudah terkumpul, selanjutnya dibawa ke forum musyawarah desa khusus untuk membahas dan menyepakati beberapat hal terkait dengan pembentukan desa wisata. Dalam forum tersebut melibatkan beberapa tokoh penting, yaitu tokoh Pemerintahan Desa Tampaksiring, bendesa adat di wilayah Desa Tampaksiring, Pekaseh Subak Pulagan, Tokoh Puri Tampaksiring dan klian Adat masing-masing Banjar di Lingkungan Desa Tampaksiring.

Tahap perencanaan Desa Wisata juga dibantu oleh Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) di lingkungan Desa Tampaksiring. POKDARWIS merancang beberapa rencana yang akan membantu proses pengembangan Desa Wisata Tampaksiring, yaitu: (1) membentuk lembaga yang akan mengelola Desa Wisata Tampaksiring, (2) mengajukan permohonan bantuan kepada pihak Bank Indonesia (BI), (3) penataan kawasan yang akan dijadikan daya tarik wisata, (4) mengajak masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam proses pengembangan Desa Wisata Tampaksiring, dan (5) mempromosikan

Desa Wisata Tampaksiring melalui internet.

  • b.    Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan, keterlibatan masyarakat lokal sebagai upaya menumbuhkan kecintaan mereka terhadap Desa Tampaksiring atas segala potensi wisata yang dimiliki sehingga nantinya dapat mempengaruhi bentuk-bentuk partisipasi dari masyarakat. Program pertama yang dilaksanakan yaitu pembentukan organisasi yang nantinya akan mengelola Desa Wisata Tampaksiring. Organisasi yang telah terbentuk bernama Organisasi Desa Wisata Tampaksiring yang merupakan salah satu unit yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Desa “Bhuana Amertha Sari” Desa Tampaksiring. Organisasi Desa Wisata Tampaksiring dibentuk sebelum ditetapkannya Desa Tampaksiring menjadi desa wisata yang saat itu bertugas untuk mempersiapkan persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Dinas Pariwisata untuk menjadi desa wisata.

Rencana selanjutnya yang akan dilaksanakan yaitu permohonan bantuan kepada pihak ketiga yang saat itu POKDARWIS mengajukan permohonan bantuan kepada Bank Indonesia (BI). Dana yang diberikan oleh BI kemudian digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas pendukung kepariwisataan dan penataan kawasan wisata khususnya di daerah aliran Sungai Pakerisan dan Puri Agung tampaksiring.

Program selanjutnya yang telah dilaksanakan yaitu mengajak masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembersihan lingkungan yang dilakukan dengan cara perseorangan ataupun gotong-royong bersama kelompok masyarakat. Lembaga Desa Adat Tampaksiring menjadi salah satu lembaga yang ikut berpartisipasi dalam

pengembangan Desa Wisata Tampaksiring melalui Organisasi Sepit yang bergerak dalam bidang kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah.

Partisipasi dari masyarakat juga dapat dilihat dari proses pembuatan maskot Desa Wisata Tampaksiring yang melibatkan masyarakat lokal. Maskot tersebut dibuat oleh pemuda di Desa Tampaksiring sebagai bentuk dukungan masyarakat dalam upaya pengembangan Desa Wisata Tampaksiring. Selain berupa pemikiran dan tenaga, partisipasi yang ditunjukkan yaitu berupa sumbangan yang diberikan oleh masyarakat untuk kepentingan pengembangan desa wisata seperti tempat sampah dan bibit ikan koi yang ditebar di daerah aliran Sungai Pakerisan.

Pengelola Desa Wisata Tampaksirng juga berupaya untuk mempromosikan daya tarik wisata yang berada di Desa Tampaksiring kepada masyarakat luas melalui akun media sosial instagram yang bernama @desawisata_tampaksiring. Akun media sosial instagram ini memiliki fungsi yang hampir sama dengan situs web yaitu untuk mempromosikan dan memberikan informasi mengenai daya tarik yang ada di Desa Tampaksiring.

  • c.    Partisipasi Pada Tahap Pengelolaan

Partisipasi masyarakat lokal dalam tahap pengelolaan terlihat dari bagaimana peran dari masyarakat mengelola daya tarik wisata di Desa Wisata Tampaksiring. Adapun daya tarik wisata yang melibatkan masyarakat lokal sebagai pihak pengelola yaitu Candi Tebing Gunung Kawi, Pura Mengening, Daerah Aliran Sungai Pakerisan, Persawahan Subak Pulagan, dan Puri Agung Tampaksiring.

Daya tarik wisata Candi Tebing Gunung Kawi dikelola oleh Desa Adat Penaka dibawah binaan Pemerintah Kabupaten Gianyar. Partisipasi

masyarakat lokal terlihat dari peran masyarakat yang ikut terlibat menjadi pegawai ataupun penyedia fasilitas penunjang pariwisata. Masyarakat yang menjadi pegawai berasal dari masyarakat lokal dan angota organisasi di lingkungan Desa Adat Penaka yang ditempatkan di beberapa area yaitu di area pemasangan kamen dan di area parkir. Selain menjadi pegawai, masyarakat lokal juga ikut terlibat dalam penyediaan fasilitas penunjang pariwisata dengan cara berjualan di sekitaran area yang menjual kebutuhan wisatawan seperti kuliner dan souvenir. Selaras dengan pendapat berikut:

“Masyarakat lokal yang bekerja di Gunug Kawi berasal dari masyarakat lokal Desa Adat Penaka yang dimana kita ingin masyarakat lokal disini merasakan manfaat dari objek wisata yang dimiliki. Nah tugas mereka itu berada di tempat pemasangan selendang dan kamen, ada juga yang berada di area parkir yang dimana berasal dari organisasi yang ada di Desa Adat Penaka seperti Pecalang, Seka Baris, Seka Rejang, dan Seka Gong.” (wawancara dengan I Wayan Cakra sebagai Wakil Bendesa Adat Penaka pada tanggal 20 April 2021).

Pura Mengening dikelola oleh Desa Adat Sareseda yang melibatkan masyarakat lokal atau krama Desa Adat Sareseda. Masyarakat yang ikut terlibat dalam pengelolaan daya tarik wisata Pura Mengening sebagian besar bekerja dengan mengabdikan diri atau ngayah yang ditempatkan dibeberapa area yaitu di parkir, di depan pintu masuk pura, dan di area panglukatan. Selain itu, partisipasi masyarakat juga ditunjukan dengan menyediakan fasilitas penunjang pariwisata dengan cara berjualan yang mejedikan kuliner dan souvenir bagi para wisatawan.

“Di Pura Mengening ada masyarakat yang berjaga di depan pintu masuk untuk memakaikan kamen bagi wisatawan

asing. Ada juga yang berada di area panglukatan untuk mengarahkan wisatawan nantinya dan Jero Mangku yang akan memimpin persembahyangan. Di area parkir ada masyarakat yang berjaga dari Pecalang Desa Adat Sareseda yang dimana nanti akan mengatur parkiran. Nah mengenai waktu berjaganya itu sudah di atur sebelumnya seperti sistem piket yang nantinya akan diganti setiap 5 hari sekali.” (wawancara dengan I Nyoman Weda sebagai Bendesa Adat Sareseda pada tanggal 21 April 2021).

Pengelolaan daya tarik wisata Daerah Aliran Sungai Pakerisan dikelola oleh Lembaga Desa Wisata Tampaksring yang tentunya tetap melibatkan masyarakat lokal untuk ikut berpartisipasi. Masyarakat lokal yang bekerja sebagai sebagai pegawai yang berada di daerah aliran sungai Pakerisan biasanya berjumlah 4-6 orang yang ditugaskan sebagai penyedia perlengkapan river tubing dan sebagai pemandu bagi wisatawan saat bermain river tubing.

“Pegawai yang bekerja di kawasan wisata desa Tampaksiring kita libatkan berasal dari berbagai banjar, tetapi karena tahap awal belum banyak tapi sudah ada beberapa. Sistemnya yaitu kita buka lowongan secara terbuka nanti kalau ada yang berminat kita utamakan masyarakat sekitar sini dan kita rekomendasi. Tetapi karena tahap awal kan kita sifatnya ngayah jadi tidak banyak masyarakat yang bisa menjadi pegawai.” (wawancara dengan Wayan Artha pada tanggal 28 Maret 2021).

Bentuk partisipasi yang ditunjukkan oleh pihak puri dalam mengelola Puri Agung Tampaksiring sebagai daya tarik wisata, dapat dilihat dari sifat keterbukaan pengelola kepada wisatawan yang akan berkunjung ke puri. Pihak puri biasanya akan menemani wisatawan untuk mengelilingi area puri agar

nantinya wisatawan dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan Puri Agung Tampaksiring.

“Biasanya ada saja wisatawan yang dateng ke puri untuk liat-liat bangunan di puri dan foto-foto dinisi, kami dari pihak puri sudah pasti terbuka menerima wisatawan tersebut. Kalau misalkan mereka juga ingin mengetahui mengenai fungsi-fungsi bangunan dan sejarahnya seperti apa ya nanti pasti kita akan temani mereka berkeliling.” (wawancara dengan Cokorda Gede Raka pada tanggan 10 April 2021).

Kemudian pada daya tarik wisata lahan persawahan Subak Pulagan dikelola oleh krama subak atau anggota masyarakat yang memiliki lahan persawahan dan tergabung dalam organisasi subak yang dipimpin oleh pekaseh. Anggota subak tersebut memiliki hak dan wewenang mengelola lahan mereka untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata.

  • d.    Partisipasi Pada Tahap Monitoring

dan Evaluasi

Berkembangnya suatu Desa Wisata tentunya tidak terlepas dari suatu permasalahan yang terjadi dalam prosesnya. Bapak Wayan Artha sebagai ketua Desa Wisata Tampaksiring tetap melakukan monitoring atau pengawasan secara berkala ke kawasan daya tarik wisata untuk melihat permasalahan-permaslahan yang terjadi dan mencari solusi dari permasalahan tersebut. Kemudian segala permasalahan dan laporan keuangan akan dilaporkan pada saat rapat evaluasi bulanan.

Fasilitas yang berada di daerah aliran Sungai Pakerisan beberapa mengalami kerusakan salah satunya yaitu ban pelampung yang digunakan untuk river tubing. Ban pelampung tersebut banyak mengalami kebocoran karena tertabrak batu-batu sungai yang tajam. Oleh karena itu ban pelampung yang digunakan harus

diganti menggunakan pelampung yang terbuat dari karet khusus sehingga lebih awet dan tidak mudah mengalami kerusakan. Di Pura Campuan juga sudah mulai di lakukan perbaikan dan menata area tempat malukat.

Rencana selanjutnya, yaitu menjadikan puri sebagai sentral atau pusat dari Desa Wisata Tampaksiring. Dipilihnya puri sebagai pusat desa wisata karena beberapa pertimbangan yaitu diantanya karena tempatnya yang strategis dan ciri khas puri yang memiliki nilai-nilai sejarah yang akan menarik minat wisatawan untuk berkunjung.

“Di puri itu kita jadikan sebagai sentral atau pusat dari desa wisata diamana nantinya disana itu sebagai tempat membeli tiket bagi wisatawan, nanti disana juga ada museum yang isinya foto-foto objek wisata yang ada jadinya wisatawan bisa memilih mau pergi kemana. Tetapi biasana sih wisatawan lebih suka yang ada paket supaya bisa mereka kunjungi semua supaya enggak ribet.” (wawancara dengan Wayan Artha pada tanggal 28 Maret 2021).

Bapak Wayan Artha mengatakan bahwa untuk program selanjutnya setelah pandemi covid-19 sudah mereda dan pariwisata sudah dibuka hal pertama yang dilakukan yaitu meminta dana kepada BUMDes Tampaksiring untuk kepentingan pengembangan Desa Wisata Tampaksiring seperti memperbaiki dan menambah fasilitas infrastruktur di tempat wisata. Selain itu, beliau juga akan meningkatkan promosi dengan bekerja sama dengan vloger dan selebgram yang aktif di media sosial untuk mempromosikan Desa Wisata Tampaksiring melalui media sosial. Hal tersebut selaras dengan pendapat berikut.

“Progres perdana saya akan mintak dana ke desa terlebih dahulu dan melakukan trobosan kepada stakeholder untuk kembali mengaktifkan program

kerja. Untuk fasilitasnya nanti akan melakukan perbaikan ruang ganti loker di campuan, membenahi beberapa spot foto di tukad pekerisan, dan memperbanyak gazebo, penataan objek wisata yang sudah ada, menigkatkan promosi seperti vloger dan selebgram yang aktif di sosial media guna mempropmosikan, dan melakukan pendekanan kepada pemilik lahan yang lahanya memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Di puri kita akan rawat dahulu apa yang sudah ada, sehingga nanti saat ada dana akan dibangun fasilitas lain. Kemudian di gunung kawi dan campuan akan kita bukak seperti jalan tembus.” (wawancara dengan Wayan Arta pada tanggal 21 Maret 2021).

Implikasi Pengembangan Desa Wisata Tampaksiring

Menurut Dickman, 1992 (dalam Rahayu, 2018: 214), dampak pariwisata merupakan konsekuensi dari sebuah kegiatan yang terus berkembang yang secara umum akan menyebabkan berbagai dampak yang positif maupun negatif terhadap kondisi fisik, sosial budaya, dan ekonomi. Pengembangan Desa Wisata Tampaksiring menimbulkan beberapa implikasi positif dan implikasi negatif pada ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan.

  • a.    Implikasi Ekonomi

Dalam hal ini, Mill (2000: 168) menyebutkan bahwa pengembangan pariwisata bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi wisatawan dan komunitas tuan rumah. Jika pengembangan pariwisata dikembangankan secara baik dan tepat, maka dapat memberikan keuntungan secara maksimal kepada masyarakat yang terlibat dalam usaha kepariwisataan. Implikasi ekonomi dari pengembangan desa wisata lebih mengarah ke hal yang positif dibandingkan hal yang negatif.

Hal tersebut berdasarkan tujuan utama dari pengembangan Desa Tampaksiring menjadi desa wisata yaitu untuk memperoleh manfaat di bidang ekonomi.

“Dampak positif pariwisata ya perekonomian masyarakat akan lebih baik, kita bayangkan lah Kuta atau Ubud hasilnya akan seperti itu nanti. Secara ekonomi bila ini bisa berjalan semua aspek akan tumbuh dengan baik. Jika desa wisata bisa berkembang maka semua sektor kehidupan akan ikut berkembang. Kalau mengenai dampak negatif ekonomi sepertinya tidak ada karena tujuan kita memang mengharapkan ekonomi.” (wawancara dengan Wayan Artha pada tanggal 28 Mei 2021).

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengembangan Desa Wisata Tampaksiring juga ikut mendapatkan manfaat ekonomi, salah satunya yaitu Lembaga Desa Adat Penaka yang bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Gianyar yang mengelola daya tarik wisata Gunung Kawi. Keuntungan yang didapatkan berasal dari retribusi pengunjung yang diserahkan kepada Pemerintah Gianyar sebanyak 60% dan ke Desa Adat Penaka sebanyak 40%.

Selain keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat yang terlibat dalam kepariwisataan, sektor pariwisata juga akan berpengaruh terhadapat sektor-sektor ekonomi lainnya di luar pariwisata. Karena bila berbicara mengenai pariwisata didukung oleh berbagai aspek pendukung yang menjadikan pariwisata tersebut akan terus berkembang. Perkembangan dari pariwisata yang baik tentunya akan mempengaruhi jumlah kunjungan dari wisatawan dan selanjutnya juga akan mempengaruhi sektor perekonomian di luar pariwisata yang secara tidak langsung akan ikut terlibat dalam proses pengembangan pariwisata.

  • b.    Implikasi Sosial Budaya

Pujaastawa, (2019: 76) mengatakan bahwa interaksi yang bersifat akumulatif dan intensif antara wisatawan dengan masyarakat setempat dapat menimbulkan dampak atau perubahan sosial-budaya yang bersifat positif maupun negatif. Dengan kata lain, interaksi lintas budaya yang muncul dalam pariwisata dapat menjadi keberuntungan atau malapetaka, dan hal ini sangat tergantung pada kebijakan pengembangan pariwisata yang diterapkan oleh pemerintah setempat.

“Kehadiran wisatawan yaitu bisa berdampak bergesernya budaya lokal, secara umum ya secara global kalau kita tidak pintar-pintar mengelola desa wisata, Desa Wisata Tampaksiring bisa menjadi seperti Kuta sifat keegoan masyarakat itu tinggi, tapi itu menjadi tantangan bagi kita bila dikelola dengan baik itu bisa membuat kreatifitas baru bagi masyarakat misalkan budayanya akan lebih baik.” (wawancara dengan Wayan Artha pada tanggal 21 Maret 2021).

Salah satu implikasi positif dari pariwisata terhadap sosial-budaya masyarakat di Desa Tampaksiring yaitu peninggalan-peninggalan purbaka yang masih terjaga kelestarianya seperti peninggalan candi di Gunung Kawi. Salah satu peran dari masyarakat lokal melestarian candi tebing Gunung Kawi yaitu perpartispasi dalam pengelolaan daya tarik wisata dengan cara mengawasi wisatawan yang berkunjung agar tidak merusak situs purbakala yang berada di Gunug Kawi. Selain itu, kebijaksanaan masyarakat lokal dengan tidak mendiringan bangunan di dekat situs yang akan merusak kelestarian dari candi tebing Gunung Kawi.

Pariwisata juga dapat dijadikan akses untuk memperkenalkan kebudayaan setempat berupa kerajinan yang dibuat oleh masyarakat lokal, seperti ukiran tulang, ukiran batok kelapa, dan kain rajutan. Kerajinan-kerajinan tersebut

diperkenalkan oleh masyarakat melalui penjualan souvenir untuk para wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Tampaksiring. Pariwisata juga dapat menciptakan hubungan kerjasama antar kelompok-kelompok dalam lingkungan masyarakat. Seperti halnya kerjasama antara pemenrintahan desa, desa adat. pihak puri, dan subak yang ikut perpartisipasi mengembangkan Desa Wisata Tampaksiring.

Kegiatan pariwisata juga mengakibatkan berubahnya mata pencaharian penduduk di Desa Tampaksiring yang sebelumnya sebagian besar bekerja sebagai petani, sekarang bekerja di sektor kepariwisataan. Dengan berubahnya mata pencaharian masyarakat, mengakibatkan sistem pengelolaan lahan yang diwariskan secara turun-temurun perlahan-lahan mulai ditinggalkan, dikarenakan sebagaian besar masyarakat di Desa Tampaksiring lebih memilih bekerja di sektor pariwisata.

“Kalau dulu banyak yang kerja jadi petani karena lahan sawah juga cukup luas disini, sekarang udah banyak ada tempat-tempat wisata, masyarakat jarang ada yang mau jadi petani, mereka lebih milih bekerja di sektor pariwisata karena memang penghasilanya lebih menjanjikan dari pada jadi petani.” (wawancara dengan Sang Nyoman Astika pada tanggal 10 April 2021).

Kehadiran wisatawan juga akan berpengaruh terhadap kesucian dari suatu pura. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pengelola pura terkadang tidak dihiraukan oleh wisatawan. Selain itu, pihak pengelola juga tidak dapat memastikan apakah wisatawan yang berkunjung telah mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk memasuki area pura. Sebagai contoh, saat memasuki area pura terdapat sejumlah peraturan, yaitu bagi wisatawan yang menstruari

tidak diperbolehkan untuk masuk ke area pura karena dianggap akan mempengaruhi kesucian suatu pura. Hal tersebut mengakibatkan terpengaruhnya nilai-nilai kesucian dari suatu pura akibat dari kegiatan kepariwisataan.

  • c.    Implikasi Lingkungan

Alam sebagai salah satu potensi wisata di Desa Tampaksiring sudah semestinya keberadaaanya lebih diperhatikan dan terjaga keasriannya. Masyarakat di Desa Tampaksiring sekarang lebih peduli terhadap lingkunganya terutama terhadap kebersihanya. Masyarakat menyadari bahwa bila ingin mendatangkan wisatawan untuk berkunjung maka lingkungan disekitarnya harus bersih dari sampah-sampah. Hal itulah yang menyebabkan timbulnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkunganya melalui kelompok peduli lingkungan seperti Organisasi Sepit yang dibentuk untuk merawat dan membersihkan lingkungan di Desa Tampaksiring yang dilakukan oleh masyarakat dengan sistem gotong-royong.

“Berbicara mengenai alam ya kita sudah melakukan upaya untuk tetap melestarikan alam seperti waktu itu melepas benih ikan di tukad pakerisan dan kita juga rencananya akan menanam berbagai macam tumbuhan seperti bunga di bagaian barat di tukad petanu sebagai persembahan kita terhadap alam”. (wawancara dengan Wayan Artha pada tanggal 21 Maret 2021).

Banyak kasus rusaknya lingkungan akibat dari pengembangan pariwasata yang dilakukan dengan tidak bijak sehinga akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Demi menghindari hal tersebut dibutuhkan peran dari pengelola desa wisata dan masyarakat lokal dalam merencanakan program pengembangan yang dapat meminimalisir kerusakan lingkungan

yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata agar nantinya tidak hanya mementingkan keuntungan ekonomi semata dan mengorbankan kelestarian alam dan lingkungan.

“Peran dari desa adat sendiri juga mengatur mengenai pengelola atau investor yang masuk seperti contohnya pada waktu ini ada investor yang mau mengelola objek wisata di tukad campuan tapi nanti katanya tebing-tebing yang berada di aliran sungai mau di bersihkan gitu di berikan ukir-ukiran ya kami menolak karena jelas-jelas itu sudah mengeksploitasi alam secara berlebihan. Nah sampai saat ini pun investor tersebut tidak jadi mengelola tukad Pakerisan.” (wawancara dengan Sang Made Puanya pada tanggal 10 April 2021).

Pentingnya kerjasama antara pengeola dan masyarakat lokal dalam berpartisipasi menjaga alam dan lingkunganya yang sudah semestinya terjadi di dalam pengelolaan suatu kawasan wisata. Hal tersebut tidak terlepas dari tujuan utama dari dibentuknya Desa Wisata Tampaksiring yaitu memperoleh manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal. Semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh masyarakat karena melestarian alam dan lingkunganya maka semakin besar seamangat masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan. Tapi sebaliknya bila manfaat dari pelestarian alam dan lingkungan sedikit dirasakan manfaatnya oleh masyarakat maka semangat untuk melestarikannya pun semakin kecil. Seperti halnya permasalahan yang dialami oleh kelompok subak yang seakan-akan keberadaanya hanya dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang berada di dalam kegiatan kepariwisataan. Salah satu permasalahan yang dapat dilihat yaitu penggunaan nama “Pulagan” dalam suatu tempat wisata salah satunya yaitu restoran.

“Terus terang juga kami kecewa, kami kelompok subak pulagan mati-matian melestarikan sawah tapi seakan-akan kami enggak dapet manfaat secara langsung malah banyak objek wisata yang memberikan embel-embel pulagan di namanya tapi kita yang melestarikannya enggak diberikan apa-apa, pernah kami protes ke kepala desa katanya gak apa-apa kalau cuma dipakek nama, jadi kalau emang begitu kalau mau ancur-ancur aja sekalian.” (wawancara dengan Sang Nyoman Astika pada tanggal 10 April 2021).

Terkait yang disampaikan oleh Sang Nyoman Astika selaku Pekaseh Subak Pulagan, sudah semestinya upaya-upaya pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat sebaiknya didukung penuh oleh pemerintah sebagai pemegang kebijakan agar nantinya tidak ada masyarakat yang merasa kecewa atas peran yang dilakukan tetapi tidak sebanding dengan apa yang diterima.

SIMPULAN

Desa Wisata Tampaksiring memiliki potensi wisata berupa potensi alam, potensi sosial-budaya, dan potensi buatan yang telah dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Di sekitaran Desa Tampaksirig juga terdapat fasilitas penunjang pariwisata yang akan memudahkan wisatawan saat berkunjung ke Desa Wisata Tampaksiring. Peran dari masyarakat lokal dalam mengembangkan Desa Wisata Tampaksiring ditunjukkan dari bentuk-bentuk partisipasi yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengelolaan, dan pada tahap monitoring dan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Tampaksiring juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan, faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor dukungan pemerintah dan pihak lainnya. Pengembangan Desa Wisata Tampaksiring telah menimbulkan

sejumlah implikasi yang bersifat positif maupun negatif di bidang ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan.

REFRENSI

Astuti, S.I. (2009). Desentralisasi dan Partisipasi dalam Pendidikan. UNY.

Dewi, M.H.U., Fandeli, C., dan Baiquni, M. (2013). “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih”. Kawistara:   Jurnal

Ilmiah Sosial dan Humaniora, 3(2), pp.                       117-226.

https://doi.org/10.22146/kawistara. 3976

Kilasbali.com. (2020, Agustus 12). “Gianyar Tambah 4 Desa Wisata”. https://www.kilasbali.com/gianyar-tambah-4-desa-wisata

Libhi, K.S.S., dan Mahagangga, I.G.A.O. (2016). “Sinergi Desa Adat dan Pengelola Pariwisata dalam Pengembangan Pariwisata di Desa Wisata Penglipuran Bangli”. Jurnal Destinasi Pariwisata, 4(2), pp. 128-133.

https://doi.org/10.24843/JDEPAR.2 016.v04.i02.p23

Mill, R.C. (2000). Tourism The International    Bussiness. PT

Grafindo Persada.

Nabila, A.R. dan  Tri, Y.  (2016).

“Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Kandri Kota Semarang”. Jurnal of Public Policy and Management Rivew,      5(3),     pp.      1-20.

https://doi.org/10.14710/jppmr.v5i3 .12543

Peraturan Bupati Gianyar Nomor 127 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Desa Wisata di Kabupaten Gianyar.

Pujaastawa, I.B.G. (2019). Antropologi Pariwisata. Pustaka Larasan.

Rahayu, I.    (2012). “Dampak

Penyelenggaraan Event Pariwisata Dragon Boat Race Di Kota Tanjungpinang”. JUMPA: Jurnal Master Pariwisata, 5(1), pp. 211226.

https://doi.org/10.24843/JUMPA.2 018.v05.i01.p11

Sudibya, B. (2018). “Wisata Desa dan Desa Wisata”. Jurnal Bali Membangun Bali, 1(1), pp. 22-26. https://doi.org/10.51172/jbmb.v1i1. 8

Unas.ac.id. (2021). “Desa Wisata Diprediksi Menjadi Destinasi Tren Pariwisata Baru Di Tengah Pandemi             Covid-19”.

https://www.unas.ac.id/berita/desa-wisata-diprediksi-menjadi-destinasi-tren-pariwisata-baru-di-tengah-pandemi-covid-19/

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.