DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2020.v4.i02.p05

p-ISSN: 2528-4517

Persepsi dan Perilaku Pengobatan Tradisional Sebagai Alternatif Upaya Mereduksi Penyakit Tidak Menular

Bambang Dharwiyanto Putro

[email protected] (081237668700)

Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

Abstrak

Permasalahan Pokok Yang Akan Diteliti Dalam Studi Persepsi Dan Perilaku Pilihan Perawatan Kesehatan Ini Adalah Bagaimana Karakteristik Para Pengambil Keputusan Pengobatan Tradisional, Dalam Hal Ini Pengobatan Tenaga Dalam (Anggota Aktif) Dalam Memilih Sumber Perawatan Kesehatan, Kepercayaan Dan Pengetahuan Tentang Pengobatan Yang Ada Serta Faktor-Faktor Yang Mendorong Proses Perilaku Pilihan Perawatan Kesehatan Tenaga Dalam. Hasil Penelitian Menunjukkan Bahwa Karakteristik Anggota Yang Paling Banyak Memanfaatkan Praktek Pengobatan Tenaga Dalam Ialah Kelompok Umur Di Atas 50 Thn – 60 Thn. Latar Belakang Pendidikan Anggota Rata-Rata Di PT/Akademi, Sedangkan Pekerjaan Anggota Sebagian Besar Ada Di Sektor Swasta. Mengenai Jenis Keluhan Gangguan/Sakit Yang Dialami Responden Sebelum Masuk Dalam Pengobatan Tenaga Dalam Sebagian Besar Berturut-Turut Adalah Kencing Manis, Hipertensi, Jantung, Sendi/Rematik, Maag, Asma, Liver, Vertigo, Batu Empedu Dan Ambein. Persepsi Anggota Terhadap Sumber Pengobatan Mempengaruhi Dalam Penggunaan Sumber Pengobatan Yang Ada. Di Antara Variabel Yang Mendukung Persepsi Anggota, Dalam Penelitian Ini Menunjukkan Bahwa Faktor Tingkat Keparahan Sakit Paling Besar Pengaruhnya Terhadap Pemilihan Sumber Pengobatan Tenaga Dalam Satria Nusantara, Disusul Faktor Kepercayaan Dan Steriotipe Anggota Aktif Satria Nusantara Terhadap Praktek Pengobatan Tenaga Dalam Satria Nusantara. Sumber Dan Jenis Informasi Tentang Pengobatan Berpengaruh Pula Dalam Proses Pemilihan Dan Pengambilan Keputusan Mereka. Hasil Penelitian Menunjukkan Pula Bahwa Besar Kecilnya Biaya, Baik Biaya Pengobatan Ataupun Biaya Perjalanan, Bagi Anggota Satria Nusantara Tidak Menjadi Prioritas Utama, Selama Pengobatan Tersebut Membawa Hasil Yang Positif Yaitu Sembuh Dari Sakit Dan Mereka Merasa Nyaman Untuk Melakukan Pengobatan. Diharapkan Para Pelaku Pengobatan Medis Modern Dan Juga Para Pelaku Pengobatan Tradisional (Alternatif) Mampu Melihat Dari Segala Kemungkinan Usaha Untuk Dapat Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Sehingga Kehadiran Para Penyembuh Tradisional Dan Para Dokter Dapat Berjalan Seiring Di Masyarakat Tanpa Memandang Salah Satu Pihak Yang Lebih Unggul Dibandingkan Yang Lain.

Kata Kunci: perawatan kesehatan, pengobatan tradisional, pengobatan modern

PENDAHULUAN

Dalam rangka mencapai derajat kesehatan optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dalam tujuan nasional seperti yang tersirat dalam sistem kesehatan, maka kesehatan harus menjadi kemampuan yang melekat dalam diri setiap orang. Misi dan tujuan

pembangunan pada hakekatnya adalah wujud keadilan sosial dan pemerataan di bidang kesehatan. Untuk mencapainya perlu dimanfaatkan potensi yang ada baik di sektor kesehatan, sektor pembangunan yang lain maupun potensi masyarakat sendiri sehingga tercapai kesehatan bagi semua. Untuk itu diperlukan peran serta

Sunari Penjor: Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud


masyarakat dimana pengobatan tradisional merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam kesehatan.

Pada saat ini ilmu dan teknologi sudah semakin maju dan berbagai cara telah dikembangkan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa masyarakat masih juga memerlukan pengobatan tradisional sebagai pengobatan alternatif. Hal ini terjadi bukan hanya di desa saja tetapi juga di kota. Demikian pula kalangan atas, pejabat, golongan cerdik pandai, apabila mengalami sakit masih juga berobat atau mencari kesembuhan pada pengobatan tradisional (Suhardono, 1992: 2).

Kehadiran pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ada dewasa ini di masyarakat baik yang berupa perorangan, maupun oleh organisasi profesi, tidak lain bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Perkembangan pembangunan menuntut adanya individu yang cerdas, trampil, berinisiatif dan inovatif. Potensi individu ini penting untuk dikembangkan agar berarti bagi peningkatan derajat kesehatan diri dan lingkungan. Semua ini dapat terwujud karena didukung oleh adanya motivasi hidup sehat, maka diperlukan adanya faktor-faktor pendorong yang dapat ditinjau dari perkembangan dan nilai-nilai sosial, ekonomi, budaya dalam tiap-tiap tahapan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan.

Bentuk Sistem Kesehatan tidak menutup kemungkinan untuk semakin berkembangnya bentuk-bentuk pelayan kesehatan di masyarakat, antara lain pelayanan kesehatan yang menggunakan sistem pengobatan tradisional, di samping sistem pengobatan bio-medis. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 99A/Men. Kes./SK/III/1982

tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional, mengakui adanya peran pengobatan tradisional. Tindak lanjut dari keputusan tersebut yaitu dilaksanakannya pembinaan dan bimbingan terhadap pengobatan tradisional serta pengembangan obat tradisional yang ternyata berhasil guna dan berdaya guna serta dapat diterima oleh masyarakat. Pengobatan tradisional yang terbukti berhasil guna dan berdaya guna dibina, dibimbing dan dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan (DepKes., 1982: 4243). Pada akhirnya masyarakat mempunyai banyak alternatif pengobatan yang dapat mereka pilih dan diputuskan untuk meningkatkan dan mengatasi masalah-masalah kesehatan.

Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan meningkatkan kembali pemanfaatan pengobatan secara non-medis sebagai bentuk pengobatan alternatif oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Kegagalan pengobatan konvensional, ketakutan terhadap efek samping penggunaan obat-obat kimia, ketakutan tindakan operasi, ketidakpuasan terhadap pengobatan konvensional, fakta ekonomi, kemudahan dan faktor-faktor sosial budaya tertentu turut mempengaruhi masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya pada pengobatan alternatif yang tersedia seperti sinshe, herbalist, akupunktur, tenaga dalam dan sebagainya.

Di Negara-negara maju umumnya, cara pengobatan modern telah mendapat tempat yang baik dan mapan dalam sistem pengobatannya. Keadaan ekonomi yang telah memungkinkan mereka menyediakan fasilitas yang memadai untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan cara modern yang pada umumnya membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup mahal. Pengobatan modern memanfaatkan pula kemajuan tekonologi untuk pelaksanaannya.

Peralatan kesehatan modern yang semakin maju dan canggih telah menyedot dana besar untuk penyediannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan ternyata belum mampu memuaskan masyarakat dalam pelayanan kesehatan karena berbagai kendala yang ada pada sistem tersebut.

Terkait dengan perkembangan teknologi pengobatan modern, ternyata pengobatan tradisional semakin banyak peminatnya dan secara nyata dalam kasus-kasus penyakit tertentu justru lebih berhasil daripada cara-cara pengobatan modern, dimana cara-cara dan hasilnya sering dipandang sebagai hal yang kurang rasional. Keadaan ini tidak jarang menimbulkan persepsi pro dan kontra terhadap pengobatan tradisional sebagai akibat dari digunakannya pengobatan modern/model barat sebagai tolak ukur dalam menilai kebenaran suatu cara dari hasil suatu pengobatan.

Pebedaan yang terutama di antara pengobatan alternatif dengan pengobatan modern berdasarkan cara-pikir pengobatannya. Pengobatan pertama berpola-pikir logika yang menganggap penyakit yang bersifat lahir. Pola-pikir alternatif yang menganggap penyakit yang bersifat batin bersamaan dengan sifat lahir juga. Menurut Walcott (2004), bahwa ada kecenderungan untuk banyak orang untuk memilih pengobatan modern sebagai pilihan utama kemudian memilih pengobatan alternatif jika tidak bisa disembuhkan. Walaupun masyarakat mengutamakan pengobatan modern mereka masih sadar dan bergantung pada tersedianya pengobatan alternatif seperti pengobatan yang memakai tenaga dalam (Walcott, 2004: 46).

Di dalam masyarakat perkotaan, tidak terkecuali di kota Denpasar sendiri, sekarang ini telah berkembang berbagai bentuk pelayanan kesehatan yang pada umumnya mendasarkan pada sistem pelayanan kesehatan tradisional. Di

antaranya adalah pengobatan tradisional Lembaga Seni Pernafasan-Tenaga Dalam (LSP-TD) Satria Nusantara, yang telah berkembang luas di beberapa kota di Indonesia dan terbagi dalam 200-an lembaga. Munculnya berbagai bentuk pelayanan kesehatan ini merupakan satu wujud peran serta aktif masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan sesuai dengan keinginan dan kemampuan masyarakat yang bervariasi, pengobatan tenaga dalam sebagai salah satu pengobatan alternatif yang ada dipandang perlu untuk ditingkatkan dan dibina sehingga diharapkan dapat ditekan seminim mungkin terjadinya kontradiksi kerangka pikir para petugas kesehatan formal dan para pengobat tradisional (penghusada) hal mana dapat menyebabkan kesenjangan yang merupakan hambatan besar dalam upaya saling menghargai sistem pelayanan masing-masing serta menghambat kerjasama.

Sehubungan dengan hal tersebut upaya untuk mengkaji dan mengungkapkan fenomena sistem pengobatan tradisional sebagai pengobatan alternatif yang masih banyak diminati masyarakat, sejalan dengan kemajuan bidang pengobatan modern sangat relevan untuk ditelaah dan signifikan untuk dilaksanakan. Permasalahan pokok yang akan diteliti dalam studi persepsi dan perilaku pilihan perawatan kesehatan ini adalah bagaimana karakteristik para pengambil keputusan (anggota aktif SN) dalam memilih sumber perawatan kesehatan, kepercayaan dan pengetahuan tentang pengobatan yang ada serta faktor-faktor apa saja yang mendorong proses perilaku pilihan perawatan kesehatan tenaga dalam.

Penelitian dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana masyarakat peduli dengan permasalahan kesehatan

mereka, terutama perilaku mereka dalam memilih sumber perawatan kesehatan yang ada. Selanjutnya akan dilihat faktor apa saja yang menentukan pemilihan dan pandangan masyarakat terhadap praktek pengobatan tenaga dalam satria Nusantara. Responden yang dipilih dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. yaitu hanya anggota aktif yang selain melakukan latihan pernafasan tenaga dalam Satria Nusantara juga melakukan konsultasi tehadap penghusada, karena ada juga anggota yang datang dengan tujuan untuk konsultasi saja tanpa mengikuti latihan pernafasan tenaga dalam (anggota pasif). Selain responden diambil juga informan untuk pengumpulan data, baik dari anggota itu sendiri maupun diperoleh dari para pelatih/penghusada, ketua Satria Nusantara daerah Bali serta para sesepuh Satria Nusantara. Dari 40 orang responden diambil 10 orang sebagai informan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Distribusi umur responden berkisar antara umur 20 tahun sampai dengan 80 tahun. Namun demikian pengobatan tenaga dalam ternyata lebih banyak dimanfaatkan oleh kelompok umur di atas 50 tahun sampai 60 tahun sebanyak 40,0%. Meskipun variasi kelompok umur responden yang memanfaatkan pengobatan tenaga dalam tidak merata, tetapi setiap kelompok umur terwakili.

Responden mempunyai latar belakang pendidikan yang sangat bervariasi. Pendidikan responden tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu: SD, SMP, SMA, dan PT/Akademi/yang sederajat. Berdasarkan tingkat pendidikan responden ternyata sebagian besar berlatar belakang pendidikan di atas SMA – PT/Akademi/yang sederajat sebesar 82,5%. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan responden rata-rata cukup tinggi karena hanya 7,5% responden yang berpendidikan SD atau dengan kata lain rata-rata responden mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi. Secara psikologis responden mempunyai posisi atau kekuasaan untuk menentukan sendiri sumber pengobatan apa yang menurut mereka cocok.

Responden sebagian besar tinggal di daerah perkotaan, dimana kondisi ini berpengaruh terhadap distribusi pekerjaan pasien. Berdasarkan distribusi pekerjaan pasien, diketahui bahwa pekerjaan yang paling banyak ada di sektor swasta sebesar 57,5%. Pekerjaan di sektor ini meliputi pekerjaan sebagai petani, pegawai instansi swasta, pegawai toko, karyawan jasa pariwisata, konsultan hukum, dan ada juga yang mempunyai industri garmen dan usaha lainnya secara mandiri.

Mengenai jenis keluhan gangguan/sakit yang dialami responden sebelum masuk dalam latihan pengobatan tenaga dalam sebagai alternatif penyembuhan, ditemukan bahwa sekitar 15,0% dengan keluhan kencing manis (Diabetes Millitus), disusul masing-masing dengan jumlah yang sama (12,5%) dengan keluhan hipertensi, sendi/reumatik, jantung dan maag. Masing-masing sekitar 10,0% dengan keluhan asma, liver dan vertigo dan masing-masing 2,5% dengan keluhan batu empedu dan ambein. Data keluhan gangguan/sakit yang dialami responden tersebut di atas, mereka ketahui karena sebelumnya para responden pada waktu sakit telah memeriksakan kesehatannya ataupun telah berobat ke pengobatan medis (dokter, rumah sakit ataupun puskesmas), sehingga mereka sudah mendapatkan informasi tentang keluhan sakitnya.

Kepercayaan dan Pengetahuan Tentang Pengobatan

Secara keseluruhan responden mempersepsikan sakit karena adanya perubahan dalam tubuh mereka seperti adanya gangguan dalam pernafasan, penglihatan, pencernaan, atau muncul perasaan tidak nyaman seperti sulit untuk berpikir, muncul perasaan cemas dan stress, tidak bisa /sulit tidur, sehingga sangat mengganggu aktifitas sehari-hari mereka. Di dalam kondisi seperti inilah mereka menyatakan dirinya sakit.

Setelah menyatakan dirinya sakit maka langkah awal mereka akan berusaha mencari sumber pengobatan yang ada dan menurut kepercayaannya. Alasan responden melakukan tindakan ini adalah untuk mengetahui lebih jelas tentang sakit yang dirasakannya itu, antara lain dengan memanfaatkan fasilitas pengobatan medis modern yang ada (dokter umum, dokter spesialis, puskesmas dan rumah sakit). Tindakan awal ini dilakukan oleh hampir 70,0% responden sedangkan 30,0% responden lainnya melakukan pengobatan tradisional (pengobatan rumah tangga dan pengobatan alternatif) karena dianggap mudah, murah dan praktis untuk dilakukan. Tindakan responden untuk menanggapi sakitnya ini, menurut ahli sosiologi kesehatan diistilahkan sebagai “tingkah laku sakit” yang didefinisikan sebagai cara dimana gejala ditanggapi, dievaluasi, dan diperankan oleh individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda fungsi tubuh yang kurang baik (Foster dan Anderson, 1986: 172). Selain itu, tingkah laku sakit dipengaruhi pula oleh faktor motivasi individu untuk mengatasi gejala sakit yang ada (Sarwono, 1993: 36). Faktor motivasi ini tampak pada usaha responden yang selama ini telah dilakukan. Ada satu prinsip yang sama dan hampir dimiliki oleh setiap orang bahwa setiap manusia wajib untuk selalu berusaha sampai menemukan sumber

pengobatan yang dianggap “jodo/jodhon” atau cocok di mana sakit pasien/penderita dapat disembuhkan dan mereka merasa nyaman untuk melakukan pengobatan. Dalam hal ini tegaknya konsep “jodo/jodhon”      kiranya       layak

dipertimbangkan sebagai representasi ungkapan emik pasien/penderita dalam hal perburuan akan kesehatan.

Penerimaan    responden pada

pengobatan medis modern, menunjukkan sikap positif mereka untuk medekati, memanfaatkan, dan menerima metode pengobatan yang digunakan pengobatan modern. Keadaan ini dilatarbelakangi pula oleh tingginya pendidikan responden.     Berdasarkan     sarana

pengobatan modern yang dikenal ternyata   sebagian besar responden

memilih  sarana pengobatan dengan

praktek dokter spesialis (42,9%) sebagai tindakan  pertama untuk menanggapi

sakit, diikuti pilihan dokter umum sebesar 28,6%. Alasan pemilihan sarana pengobatan dokter spesialis adalah untuk mengetahui diagnosis awal terhadap sakit yang dirasakan responden sebelum dilakukan tindakan-tindakan lebih lanjut guna     mengatasinya.     Responden

beranggapan bahwa dokter lebih tahu tentang persoalan-persoalan kesehatan dibanding dokter umum.

Pengobatan rumah tangga (home remedies) yang dimaksud adalah pengobatan yang dilakukan oleh responden sendiri di rumah sebelum ke pengobatan medis dengan menggunakan obat-obat paten yang dijual bebas di pasaran, mulai dari apotek sampai warung/toko obat. Alasan sebagian responden (30,0%) karena pengobatan ini mudah, murah, dan praktis untuk dilakukan. Terkadang dengan usaha pengobatan ini sudah cukup “menolong” mereka sebagai tindakan pertama pengobatan, terutama untuk penyakit-penyakit yang menurut mereka tidak berbahaya. Cara pengobatan ini dengan kata lain sudah sering dilakukan atau

sudah menjadi kebiasaan mereka. Kebiasaan ini ditemukan pula dalam beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain (Kalangie, 1985: 49; Kasniyah, 1983: 6061; Marie Wattie, 1987: 77-78).

Sebagian besar responden menganggap pengobatan medis modern-tradisional adalah yang paling baik sebesar 65,0%. Alasan mereka karena pengobatan ini mampu memberikan pendekatan yang baik terhadap penderita baik secara biomedis dan secara mental-psikologis. Pada sumber pengobatan tradisional dipilih sekitar 27,5%, alasannya karena mereka ingin segera sembuh. Sementara itu responden yang menganggap pengobatan medis modern adalah yang paling baik sebesar 7,5%, alasan mereka karena pengobatan ini secara ilmiah maupun medis dapat dipercaya. Pada pengobatan rangkap, alasan yang dikemukakan karena mereka tidak mau tergantung pada satu sumber pengobatan.

Pemanfaatan Pengobatan Tradisional

Usaha responden dalam mencari kesembuhan sakitnya, telah membawa mereka dalam berbagai macam proses pilihan perilaku perawatan kesehatan. Sumber informasi dan jenis informasi yang berkaitan dengan sumber pengobatan sangat membantu pasien untuk mendapatkan berbagai alternatif pengobatan yang bisa dipilih dan dimanfaatkannya. sumber informasi tentang pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara yang diperoleh responden, 65,0% berasal dari teman atau kerabat kerja dan hanya 10,0% yang mendapat informasi dari TV/koran/majalah. Dengan kata lain informasi tentang pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara pada umumnya berasal dari cerita mulut ke mulut (getok tular) atau cerita antar orang per orang. Menurut Effendy (1986: 50-51), komunikasi antar pribadi ini sangat efektif dalam hubungan

dengan perubahan sikap. Efektifnya komunikasi ini karena antara penyampai berita dan penerima berita secara langsung berhadapan muka (face to face) dan komunikasi terjadi dalam bentuk percakapan sehingga setiap berita yang disampaikan bisa langsung ditanggapi dan antara dua pribadi tersebut bisa saling bertukar peran sebagai penyampai berita atau sebagai pendengar.

Tingkat keparahan penyakit dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menjadi pertimbangan pertama dalam menggunakan sumber pengobatan (Young, 1980: 113; Kalangie, 1984: 47; Kasniyah, 1983: 79-92; Marie Wattie, 1987: 102-117). Tingkat keparahan penyakit ini berkaitan dengan faktor intensitas gejala, menghilang atau terus menetap. Faktor ini menjadi salah satu pencetus perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan yang diinginkan (Sarwono, 1993: 32-36).

Berdasarkan pengalaman responden mereka mampu menggambarkan tentang masing-masing tingkat keparahan sakit yang pernah dialami. Atas dasar gambaran dari masing-masing tingkat sakit ini akan dapat diketahui sistem medis responden terutama dilihat dari pola pemilihan sumber pengobatan yang dipilih mereka untuk setiap tingkat sakit yang mereka rasakan di luar pemilihan sumber pengobatan mereka pada sakit yang dideritanya sekarang.

Tingkat keparahan sakit dengan demikian sangat mempengaruhi mereka untuk melakukan pemilihan sumber pengobatan yang paling tepat atau cocok. Pengobatan rumah tangga menjadi pilihan untuk tingkat sakit yang dianggap tidak serius sebesar 70,0%, dokter spesialis untuk sakit setengah serius sebesar 35,0%, dan pengobatan tradisional dan rumah sakit untuk tingkat sakit serius atau parah sebesar 45,0%. Keberadaan pengobatan tradisioanl sebagai alternatif dengan demikian masih

diharapkan kehadirannya sebagai alternatif pengobatan disamping pengobatan medis modern dan pengobatan rumah tangga yang memanfaatkan obat-obat paten di pasaran. Dari sebagian besar responden (55,0%) menyatakan bahwa keluhan gangguan/sakitnya itu berkurang atau telah memperlihatkan kemajuan/kesembuhan setelah mengikuti pelayanan pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara.

Di dalam proses mencari kesembuhan sakit pada umumnya responden tidak langsung memanfaatkan cara pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara sebagai tindakan pertama untuk mengatasi sakit. Responden melakukan dua, tiga, sampai empat kali pengobatan sebelum masuk menjadi anggota SN, bervariasi mulai dari pengobatan rumah tangga sampai pada pengobatan modern dan tradisional secara tumpang tindih sebagai sumber pengobatan. Keadaan ini pada umumnya disebabkan mereka tidak merasakan kesembuhan dari pengobatan yang telah mereka lakukan sebelumnya.

SIMPULAN

Sistem pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara sebagai alternatif pengobatan, mencoba menawarkan sesuatu yang baru yaitu dengan menggabungkan antara sistem pengobatan medis modern dan pengobatan tradisional. Proses penggabungan ini tampak antara lain dari istilah-istilah medis yang digunakan dalam mendiagnosis sakit. Selain itu, di dalam proses menyembuhkan sakit, Lembaga Seni Pernafasan Tenaga Dalam Satria Nusantara mencoba bekerja sama dengan para pelaku pengobatan medis modern, antara lain menyarankan agar setelah menjalani tiga sampai empat kali pemeriksaan, mereka dipersilahkan untuk melakukan tes laboratorium. Dengan kata lain, pengobatan yang ditawarkan

Lembaga Seni Pernafasan Tenaga Dalam Satria Nusantara tidak sepenuhnya meninggalkan sistem pengobatan yang telah dikenal pasien sebelumnya.

Karakteristik responden menunjukkan bahwa praktek pengobatan Lembaga Seni Pernafasan Tenaga Dalam Satria Nusantara pada umumnya banyak dimanfaatkan oleh kelompok umur di atas 50 tahun sampai kelompok 60 tahun. Latar belakang pendidikan rata-rata di PT/Akademi/yang sederajat, sedangkan pekerjaan sebagian besar ada di sektor swasta. Mengenai jenis keluhan gangguan/sakit yang dialami responden sebelum masuk dalam pengobatan tenaga dalam sebagian besar berturut-turut adalah kencing manis, hipertensi, jantung, sendi/rematik, maag, asma, liver, vertigo, batu empedu dan ambein.

Persepsi responden terhadap sumber pengobatan mempengaruhi dalam penggunaan sumber pengobatan yang ada. Di antara variabel yang mendukung persepsi responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor tingkat keparahan sakit paling besar pengaruhnya terhadap pemilihan sumber pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara, kemudian faktor kepercayaan dan steriotipe pasien terhadap praktek pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara.

Berdasarkan tingkat keparahan sakit, sebagian besar responden memilih pengobatan rumah tangga untuk sakit pada tingkat tidak serius, sedangkan untuk sakit pada tingkat setengah serius sebagian besar memilih pengobatan dengan dokter spesialis. Namun, untuk sakit pada tingkat sakit serius, mereka pada umumnya justru memilih pengobatan tradisional.

Kepercayaan dan steriotipe responden pada pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara terutama berpengaruh dalam memotivasi semangat mereka untuk memperoleh kesembuhan sakit yang selama ini mereka cari. Pada

umumnya kondisi sakit responden sudah parah saat mereka mulai melakukan pengobatan di Lembaga Pernafasan Tenaga Dalam SN, sebab pengobatan yang selama ini telah mereka lakukan, yaitu dengan pengobatan medis modern, tidak membawa kesembuhan seperti yang mereka harapkan.

Selain tingkat keparahan sakit, kepercayaan, dan steriotipe, sumber informasi tentang pengobatan berpengaruh pula dalam proses pemilihan dan pengambilan keputusan responden. Informasi tentang sumber pengobatan membantu pasien dalam menemukan alternatif-alternatif pengobatan yang ada di masyarakat sebelum diambil keputusan untuk memanfaatkannya. Demikian juga dengan pemanfaatan pengobatan tenaga dalam SN. Informasi tentang pengobatan ini antara lain dari cara pengobatan dan keberhasilan pengobatannya, yang mendorong mereka beralih kepada pengobatan tersebut.

Besar kecilnya biaya, baik biaya pengobatan ataupun biaya perjalanan serta jarak perjalanan, ternyata bagi responden tidak menjadi prioritas utama selama pengobatan tersebut membawa hasil yang positif yaitu sembuh dari sakit dan pasien merasa nyaman untuk melakukan pengobatan.

Kenyataan menunjukkan bahwa pada kasus-kasus tertentu sistem pengobatan alternatif ini mampu memberikan kesembuhan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pemanfaatan pengobatan tradisional oleh masyarakat terutama di daerah perkotaan karena keputusasaannya pada pengobatan medis modern yang selama ini mereka lakukan. Munculnya bentuk-bentuk pengobatan, khususnya Lembaga Seni Pernafasan Tenaga Dalam Satria Nusantara, secara tidak langsung mengangkat kembali sistem pengobatan tradisional terutama yang diramu dari hasil-hasil kekayaan budaya bangsa.

Perlu ditegaskan di sini bahwa untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tidak dapat sepenuhnya tergantung pada satu pihak yaitu pada sistem pengobatan medis saja, tetapi juga dapat melibatkan masyarakat umum. Bagaimanapun juga kedua sistem pengobatan ini mempunyai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meskipun dengan cara dan metode yang berbeda. Namun demikian, munculnya pengobatan alternatif seperti yang dilakukan praktek pengobatan tenaga dalam Satria Nusantara telah membuktikan bahwa kedua sistem pengobatan dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda dapat dipadukan, hanya diperlukan keterbukaan dari kedua belah pihak pelaku kesehatan.

SARAN

Dapat diajukan beberapa saran yang mungkin dapat mendukung kedua sistem pengobatan ini. Dalam hal ini sistem pengobatan medis modern dan tradisional, agar berjalan seiring di tengah-tengah masyarakat.

Perlu ditingkatkan sikap keterbukaan pada para pelaku pengobatan baik medis modern maupun tradisional untuk menerima keberadaan masing-masing sistem pengobatan tersebut. Diharapkan para pelaku pengobatan medis modern dan juga para pelaku pengobatan tradisional mampu melihat dari segala kemungkinan usaha untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga kehadiran para penyembuh tradisional dan para dokter dapat berjalan seiring di masyarakt tanpa memandang salah satu pihak yang lebih unggul dibandingkan yang lain.

Meningkatkan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang muncul di masyarakat dengan sumber daya yang ada pada masyarakat itu sendiri. Antara lain dengan memberi kesempatan dan

juga dukungan munculnya berbagai bentuk pengobatan yang ada dan dimiliki masyarakat secara aktif guna meningkatkan     derajat    kesehatan

masyarakat secarfa optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1982. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Dep.Kes. R.I.

Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung. Penerbit Alumni.

Foster, George M dan Barbara G. Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press.

Kalangie, Nico S. 1984. The Hierarchy of Resort to Medical Car Among the Serpong Villagers in West Java. Lembaga Penelitian Pengembangan Obat Tradisional, Universitas Airlangga.

Kasniyah, Naniek. 1983. Pengambilan Keputusan dalam Pemilihan Sistem Pengobatan          Khususnya

Pengobatan Penyakit Anak-anak (balita)     Pada     Masyarakat

Pedesaan Jawa. Tesis S2, Fakultas Pasca Sarjana, UI-Jakarta.

Marie Wattie, Anna. 1987. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Sumber Kesehatan di Desa Kelir. Yogyakarta:  Universitas Gadjah

Mada.

Sarwono, Solita. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Suhardono. 1992. Motivasi Penderita Berobat     di     Laboratorium

Penelitian  dan Pengembangan

Pelayanan  Pengobatan Tenaga

Dalam    (P4TD)    Surabaya.

Disampaikan   dalam   Semiloka

Pengobatan    Tenaga Dalam,

Surabaya.

Walcott, Esther Bronwyn. 2004. “Seni Pengobatan             Alternatif.

Pengatahuan dan Persepsi”.

Australian Consurtium for in Country    Indonesia    Studies

(ACICIS). Tidak diterbitkan.

Young, James C. 1980. “A Model of Treatment Decision in a Tarascan Town”,     dalam     American

Anthropologist, Vol. 7, February.