Peran Lanjut Usia dalam Masyarakat dan Keluarga pada Pemberdayaan Lanjut Usia di Kelurahan Lesanpuro Kota Malang
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2020.v4.i02.p01
p-ISSN: 2528-4517
Peran Lanjut Usia dalam Masyarakat dan Keluarga pada Pemberdayaan Lanjut Usia di Kelurahan Lesanpuro Kota Malang
Atika Safira Ramadhani*, I Wayan Suwena, Aliffiati
Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]] [[email protected]] [[email protected]] Denpasar, Bali, Indonesia
*Corresponding Author
Abstract
Lesanpuro sub-district is one of the sub-districts in Malang where has an old population structure with a percentage of 15.56% of the population being elderly. 60% of the total elderly are young elderly with an age range of 60-69 years old, while the rest are elderly with the age over 70 years old. The elderly in Lesanpuro sub-district are elderly who still carry outvarious kinds of daily activities, such as activities related to hobbies and religions, to taking part in the community activities. By still carrying out various activities in old age, reflects the empowerment done by the elderly in order to actualize themselves. Therefore, this research was conducted to know the role of elderly in the society and family and the implications of the role of the elderly for society and the family so that they can help the elderly to achieve the goal of empowerment, which is self-actualization. This research uses a qualitative descriptive approach and is expected to reveal the existing phenomena based on facts and events that occurs in the field.
Keywords: elderly, empowerment, self actualization.
Abstrak
Kelurahan Lesanpuro merupakan salah satu kelurahan di Kota Malang yang memiliki struktur penduduk tua dengan presentase 15,56% dari jumlah penduduk merupakan lanjut usia. Sebanyak 60% dari total lanjut usia merupakan lanjut usia muda dengan rentan usia 60-69 tahun dan sisanya memiliki usia di atas 70 tahun. Lanjut usia di Kelurahan Lesanpuro merupakan lanjut usia yang masih memiliki berbagai macam kegiatan untuk dilaksanakan setiap harinya seperti melakukan kegiatan kegemaran, kegiatan keagamaan hingga mengambil peran dalam kegiatan kemasyarakatan. Masih menjalankan berbagai macam kegiatan pada usia lanjut merupakan cerminan pemberdayaan yang dilakukan oleh lanjut usia itu sendiri guna mengaktualisasikan diri. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan guna mengetahui peran lanjut usia dalam masyarakat dan keluarga serta implikasi peran lanjut usia bagi masyarakat dan keluarga sehingga dapat membantu lanjut usia mengaktualisasikan diri mereka sebagaimana tujuan dari pemberdayaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskrpsi kualitatif serta diharapkan dapat mengungkap fenomena-fenomena yang ada berdasarkan fakta dan kejadian yang terjadi di lapangan.
Kata kunci: aktualisasi diri, lanjut usia, pemberdayaan.
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan proses biologis yang bersifat alamiah setiap makhluk hidup akan mengalami perkembangan
dari awal kelahiran hingga masa tua. Banyak terjadi perubahan-perubahan pada diri manusia saat memasuki usia lanjut, dapat berupa perubahan fisik,
Sunari Penjor: Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
49 | Atika Safira Ramadhani, I W Suwena, Aliffiati perubahan mental, maupun perubahaan sosial. Perubahan fisik terlihat dalam penurunan kualitas fisik, penampilan maupun stamina yang perlahan tidak sama seperti masa muda. Perubahan-perubahan dalam proses penuan dapat menjadikan seseorang menjadi depresif atau merasa tidak senang saat memasuki usia lanjut. Perasaan tidak senang menjadikan lanjut usia tidak efektif dalam urusan pekerjaan maupun dalam menjalankan peran-peran sosialnya.
Sebaliknya, mengalami penurunan dalam segi fisik, lanjut usia memiliki kemampuan lebih dalam hal berpikir serta menyelesaikan masalah. Lantaran lebih banyak memiliki pengalaman hidup dibandingkan dengan usia muda kemampuan mental seperti kebijaksanaan dalam perilaku, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh para lanjut usia (Indriana, 2012).
Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia memberikan definisi lanjut usia sebagai seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Berdasarkan tingkat usianya, lanjut usia digolongkan kedalam tiga golongan: (1) Lanjut usia muda yaitu lanjut usia dengan rentangan usia 60-69 tahun, (2) Lanjut usia menengah atau madya adalah lanjut usia dengan rentang usia 70-79 tahun, dan (3) Lanjut usia tua dengan rentang usia 80 tahun ke atas. Lebih lanjut berdasarkan potensi yang dimiliki, lanjut usia dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu lanjut usia potensional dan lanjut usia tidak potensional. Lanjut usia potensional adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau jasa. Sedangkan lanjut usia tidak potensional adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Hermawati & Sos, 2015; Nuraisyah dkk, 2018).
Jumlah lanjut usia di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2017 jumlah lanjut usia di Indonesia sebesar 23,4 juta jiwa atau 8,97% dari total penduduk Indonesia, pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 24,49 juta jiwa atau 9,27% dan pada tahun 2019 kembali mengalami peningkatan menjadi 25 juta jiwa atau 9,6% (Silviliyana et.al, 2018).
Pada tahun 2019 BPS mencatat jumlah lanjut usia yang ada di Indonesia didominasi oleh lanjut usia muda sebesar 63,82% dari total lanjut usia di Indonesia, lanjut usia madya sebesar 27,68% dan lanjut usia tua sebesar 8,50%. Lebih lanjut BPS mencatat lima provinsi di Indonesia memiliki struktur penduduk tua. Sebuah wilayah dikatakan memiliki struktur penduduk tua jika persentase jumlah lanjut usia pada wilayah tersebut mencapai 10% dari jumlah total penduduk. Lima provinsi tesebut yaitu: DI Yogyakarta dengan 14,50%, Jawa Tengah 13,36%, Jawa Timur 12,96%, Bali 11,30%, dan Sulawesi Barat 11,15% (Maylasari et al, 2019).
Lanjut usia tergolong ke dalam kaum marginal, dengan stereotip yang menganggap lanjut usia tidak menguntungkan dan hanya menjadi beban bagi usia produktif. Anggapan demikian tidaklah benar, lanjut usia memiliki potensi dalam dirinya. Melalui pemberdayaan lanjut usia dapat mengaktualisasikan diri mereka sehingga dapat menggunakan secara maksimal seluruh kemampuan maupun potensi dalam diri lanjut usia. Aktualisasi diri pada lanjut usia memiliki tujuan menjadikan lanjut usia sehat, aktif, mandiri, produktif serta memiliki kualitas hidup yang baik (Sriyanto, 2012). Parsons dalam Mardikanto dan Poerwoko menyatakan, “Pemberdayaan sebagai suatu proses agar menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan serta mempengaruhi
kejadian-kejadian dan lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.” Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Mardikanto & Soebiato, 2012).
Lebih lanjut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia memberikan pengertian pemberdayaan sebagai setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing (Puspitasari & Arsiyah, 2015). Sejalan dengan peningkatan jumlah lanjut usia yang signifikan pada setiap tahunnya, populasi lanjut usia yang akan kian bertambah perlu diantisipasi lantaran membawa implikasi terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat. Lanjut usia yang tidak produktif akan menjadi beban tanggungan bagi usia produktif, dimana biaya perawatan lanjut usia tidak produktif ini cukup besar. Sementara lanjut usia produktif yang masih dapat membiayai kebutuhan sehari-hari tidak akan bergantung pada usia produktif serta dapat membagikan pengetahuan dan kearifan yang dimiliki kepada genarasi di bawahnya.
Kelompok lanjut usia perlu mendapat perhatian khusus sehingga tidak menjadi beban untuk usia produktif, melainkan akan menjadi lanjut usia yang dapat mengaktulisasikan diri secara optimal. Lanjut usia yang masih banyak melakukan berbagai aktivitas produktif harus diperhatikan serta diberi kesempatan untuk menyalurkan potensi pada diri mereka. Sehingga lanjut usia dapat ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan yang diadakan di lingkungan tempat tinggalnya.
METODE
Kelurahan Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang dipilih menjadi lokasi penelitian lantaran memiliki struktur penduduk tua. Jawa Timur menduduki urutan ketiga provinsi di Indonesia dengan struktur penduduk tua (Paramita, 2019). Sejak tahun 2018 Kota Malang menjadi kota dengan struktur penduduk tua serta mengalami peningkatan pada setiap tahun. Tercatat pada tahun 2017 Kota Malang memiliki 9,97% lanjut usia dari keseluruhan jumlah penduduk serta terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2018 naik menjadi 10,32%, tahun 2019 meningkat menjadi sebesar 10,68% (Latue et al, 2017).
Kelurahan Lesanpuro memiliki struktur penduduk tua dengan presentase 15.56% dari jumlah penduduk merupakan lanjut usia. Sebanyak 1.234 jiwa merupakan lanjut usia muda dan 832 jiwa merupakan lanjut usia madya dan lanjut usia tua. Selain memiliki struktur penduduk tua, lanjut usia pada Kelurahan Lesanpuro merupakan lanjut usia yang masih melakukan berbagai kegiatan produktif serta masih mengambil berbagai peran dalam kegiatan kemasyarakatan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian. Metode penelitian kualitatif berusaha untuk menjelaskan fenomena sosial budaya yang ada di masyarakat. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observarsi partisipasi, wawancara secara purposive dan juga studi kepustakaan (Anggito & Setiawan, 2018). Penelitian ini menggunakan teori fungsional struktural dari Talcott Parsons dan hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow sebagai pendorong proses berpikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke fakta-fakta kongkret agar lebih mudah dalam memahami permasalahan pada penelitian (Koentjaraningrat, 1983).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Lanjut Usia dalam Keluarga dan Masyarakat
Kedudukan (status) dan peran (role) merupakan dua unsur dasar yang membangun adanya stratifikasi serta memiliki arti penting bagi sistem sosial. Sistem sosial mengatur hubungan timbal balik antara individu dalam masyarakat, indivdu dengan masyrakat, dan tingkah laku individu-individu. Kedudukan dan peran memiliki posisi yang penting dalam hubungan timbal balik tersebut karena harmonisasi dalam masyrakat tergantung pada keseimbangan kepentingan individu-individu. Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seorang dalam suatu kelompok sosial. Sedangkan peran merupakan aspek dinamis yang menyertai kedudukan. Seseorang yang menjalankan hak dan kewajiban sesuai kedudukan maka ia melaksanakan suatu peran (Soekanto & Soemarjan, 2013).
Lanjut usia memandang masa tua sebagai bagian proses biologis yang harus dihadapi, seperti menghadapi fase kehidupan sebelumnya yaitu dari anak-anak menjadi remaja, remaja menjadi dewasa hingga akhirnya mencapai fase masa tua (Santrock, 2012). Rata-rata lanjut usia tidak memiliki penyesalan serta kecemasan berlebih dalam memandang masa tua yang dijalaninya, sebaliknya mereka memiliki persepsi positif terhadap masa tua. Sebelum persepsi positif tersebut tumbuh lanjut usia juga sempat mengalami berbagai kecemasan. Memasuki masa sebelum pensiun merupakan puncak kecemasan, hendak meninggalkan rutinitas yang selama belasan atau puluhan tahun telah dijalankan, memikirkan berhenti berkegiatan serta kecemasan akan finansial merupakan kecemasan yang paling banyak dipikirkan dalam memasuki usia lanjut.
Lanjut usia mengatasi kecemasan yang mulai muncul dengan mempersiapkan diri mereka dalam proses peralihan antara dinas dengan pensiun, lanjut usia telah mulai menyiapkan apa yang akan dikerjakan nantinya setelah pensiun. Seperti mulai menyiapkan usaha baru yang akan ditekuni, mengikuti kegiatan bersama sesama lanjut usia, maupun mengambil berbagai peran dalam kegiatan kemasyarakatan (Hendrawanto, 2018; Patria & Mutmainah, 2018).
Hal-hal tersebut dilakukan sebagai bentuk adaptasi pada lingkungan baru oleh lanjut usia agar lanjut usia tetap memiliki kegiatan pada hari-hari pensiunnya nanti. Masa tua dapat digambarkan sebagai satu hal yang baru sehingga membutuhkan adaptasi ulang bagi lanjut usia untuk menjalankan rutinitas baru pada masa tua. Perubahan lingkungan kerja serta perubahan fisik yang tidak sama lagi dengan usia muda membuat lanjut usia harus adaptif pada masa tua (Polama, 1987).
Davis dan Moore menganggap stratifikasi sosial sebagai fenomena universal dan penting. “Tidak ada masyarakat yang tidak terstratifikasi atau sama sekali tanpa kelas, stratifikasi adalah keharusan fungsional. Semua masyarakat memerlukan sistem dan keperluan yang mana hal ini mengharuskan adanya sistem stratifikasi.” Sistem stratifikasi dipandang sebagai sebuah struktur serta menunjukan bahwa stratifikasi tidak mengacu kepada individu di dalam sistem stratifikasi, tetapi lebih kepada sistem posisi. Kelas sosial merupakan keseluruhan individu yang sadar akan kedudukannya pada suatu lapisan dan kedudukan tersebut diakui serta diketahui oleh masyarakat sekitar (Ritzer & Stepnisky, 2005; Soekanto & Soemarjan, 2013).
Lapisan pada masyarakat memiliki banyak bentuk-bentuk konkret, secara
garis besar lapisan masyrakat biasa dibedakan berdasarkan tiga macam kelas, yaitu lapisan berdasarkan kelas ekonomis, lapisan berdasarkan kelas politis, dan lapisan berdasarkan pada jabatan atau kedudukan tertentu dalam masyarakat (Soekanto & Soemarjan, 2013). Stratifikasi yang dilihat dalam penelitian ini merupakan stratifikasi berdasarkan pada kedudukan tertentu pada masyarakat. Semakin berpengaruh serta memiliki kedudukan tertentu pada masyarakat, maka semakin tinggi pula kedudukannya dalam stratifikasi tersebut.
Lanjut usia cenderung lebih banyak mengisi kegiatan dengan berpartisipasi pada kegiatan kemasyarakatan. Pada usia produktif, mereka tidak begitu banyak berpartisipasi pada kegiatan kemasyarakatan lantaran berfokus pada kesibukan akan pekerjaan. Setelah pensiun lanjut usia memiliki banyak waktu luang, terbiasa berkerja membuat lanjut usia merasa bingung jika tidak melakukan suatu kegiatan. Aktif berkegiatan di masyarakat menjadi salah satu kegiatan yang paling dekat untuk dilaksanakan, dianggap dekat lantaran lanjut usia telah lama tinggal pada lingkungan rumah mereka sehingga untuk aktif dalam kegiatan kemasyarakatan tidak lagi menjadi suatu yang asing bagi lanjut usia (Febriyati & Suyanto, 2017).
Lanjut usia turut mengambil beberapa peranan dalam organisasi kemasyarakatan dengan menjadi pengurus dalam organisasi kemasyarakatan. Masyarakat tidak memandang lanjut usia sebagai sosok yang kurang mampu berkerja maupun mengolah birokrasi dalam organisasi kemasyarakatan, sebaliknya masyarakat memberikan kesempatan kepada lanjut usia. Terpilihnya lanjut usia sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, lanjut usia memiliki banyak waktu luang sehingga setiap warga
hendak mengurus kepentingan yang berhubungan dengan birokrasi akan mudah untuk bertemu dengan lanjut usia. Masyarakat usia produktif cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan serta tidak banyak memiliki waktu luang sehingga merasa diuntungkan dengan lanjut usia yang bersedia menjadi pengurus organisasi kemasyarakatan (Rifqi & Firda, 2016).
Peran lanjut usia dalam kegiatan kemasyarakatan juga dapat dilihat pada keterlibatan lanjut usia dalam pengambilan berbagai keputusan guna kepentingan bersama. Lanjut usia dikenal akan kebijakan yang dimiliki lantaran telah banyak memiliki pengalaman hidup. Masyarakat sering kali meminta pendapat kepada lanjut usia untuk urusan yang menyangkut kebaikan bersama guna mendapat nasihat dari lanjut usia seperti untuk acara perayaan hari kemerdekaan, hari besar keagamaan, maupun perayaan tahun baru dan acara rekreasi bersama.
Faktor yang menyebabkan masyarakat khususnya lanjut usia ikut turut serta aktif berkegiatan dalam kegiatan kemasyarakatan adalah adanya teladan untuk dicontoh. Adanya lanjut usia yang juga aktif berkegiatan bahkan ikut mengoordinasikan kegiatan-kegiatan tersebut, membuat lanjut usia lainnya ikut merasa tergerak lantaran ada teman sebaya yang turut ikut serta. Selain itu dukungan serta pengakuan dari masyarakat juga semakin membuat lanjut usia merasa dihargai. Perasaan dihargai serta berguna ini membuat lanjut usia merasa berhasil mengembangkan potensi dalam diri mereka secara maksimal, pada usia lanjut masih dapat melaksanakan serangkaian kegiatan yang banyak memiliki manfaat serta masih dapat belajar hal-hal baru. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan self actualization needs (meta needs) lanjut usia terpenuhi (Moerdisuroso et al, 2018).
Keluarga dan masyrakat memiliki peran yang besar dalam mendukung kegiatan lanjut usia. Tanpa adanya dukungan maupun pemberian kepercayaan dan kesempatan baik dari keluarga maupun masyarakat, tidak akan membuat lanjut usia mampu mengaktulisasikan dirinya secara optimal (Sa’adah, 2017). Lanjut usia dapat mencapai titik memandang masa tua dengan persepsi yang positif serta dapat terus melakukan berbagai macam kegiatan dan menjalakan kegiatan yang disenanginya merupakan hasil lingkungan yang memberikan dukungan kepada lanjut usia (Astuti & Winarni, 2018).
Selain memberi kesempatan, dukungan dari keluarga dan masyarakat mampu meningkatkan rasa percaya diri lanjut usia itu sendiri. Dengan adanya pengakuan dari keluarga dan masyarakat membuat lanjut usia memenuhi kebutan esteem needs mereka.
Implikasi Peran Lanjut Usia bagi Keluarga dan Masyarakat
Abraham Maslow berpendapat bahwa manusia memiliki potensi untuk berkembang sehat dan kreatif. Jika memiliki tanggung jawab untuk kehidupannya sendiri dia akan menyadari potensi dalam dirinya. Manusia sebagai organisme memiliki satu drive yang berkuasa disebut aktualisasi diri. Manusia berjuang tanpa henti untuk merealisasi potensi inheren yang dimilikinya pada ranah manapun yang terbuka baginya. Potensi organisme jika dapat terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral (Alwisol, 2019).
Selnajutnya kebutuhan akan self esteem dibedakan menjadi dua, menghargai diri sendiri dan mendapat penghargaan dari orang lain. Menghargai diri atau dapat berupa penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. Manusia
Sunari Penjor (Vol. 4. No. 2. September 2020) membutuhkan pengetahuan mengenai dirinya bahwa ia berharga, mampu menguasai tugas dan tantangan hidup. Sedangkan mendapat penghargaan dari orang lain dapat berupa penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Manusia membutuhkan pengetahuan bahwa ia dikenal baik dan dinilai baik oleh orang lain. Terpuaskannya kebutuhan self esteem menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga, diri mampu, perasaan berguna dan penting di dunia (Alwisol, 2019).
Lanjut usia memenuhi kebutuhan self esteem dengan melakukan berbagai kegiatan serta berperan dalam berbagai macam kegiatan kemasyarakatan guna memenuhi penghargaan kepada diri sendiri serta mendapat penghargaan dari orang lain (Putri & Ningrum, 2015). Selain merupakan bentuk adaptatif memasuki lingkungan yang baru dari berkerja atau dinas menjadi pensiunan, lanjut usia melakukan berbagai macam kegiatan juga untuk memenuhi kebutuhan self esteem. Menghargai diri sendiri serta mendapat penghargaan dari orang lain didapatkan oleh lanjut usia dengan melakukan berbagai macam kegiatan serta turut mengambil peranan dalam kegiatan kemasyarakatan (Setyarini & Atamimi, 2015).
Akibat dari terpenuhinya kebetuhan self esteem adalah terciptanya perasaan mampu untuk melakukan berbagai kegiatan oleh lanjut usia. Dengan melakukan berbagai macam aktifitas serta mengambil berbagai macam peran dalam masyarakat eksistensi lanjut usia diakui secara luas baik oleh keluarga dan masyarakat. Pengakuan eksistensi diri lanjut usia oleh keluarga dan masyarakat membawa berbagai implikasi teruntuk diri lanjut usia antara lain adalah ketenangan rohani serta fisik yang lebih sehat dibanding dengan lanjut usia yang tidak memiliki kegiatan.
Terpuaskannya kebutuhan dasar self esteem membuat lanjut usia berusaha memuaskan dirinya pada jenjang berikutnya yaitu kebutuhan meta akan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan suatu kebutuhan menjadi sesuatu yang mampu mewujudkan atau memakai secara maksimal seluruh bakat, kemampuan dan potensi dalam diri. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan diri sendiri (self fulfilment) untuk menyadari semua potensi diri, menjadi apa saja yang dapat dilakukan, serta menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang timbul lantaran memiliki perasaan untuk dapat berubah serta berkembang dan ingin menjalani hidup yang lebih bermakna (Alwisol, 2019).
Aktualisasi diri lanjut usia tercermin dalam setiap kegiatan serta peran yang dijalankan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Dengan mengerahkan segala daya serta potensi maksimal yang dimiliki oleh lanjut usia membuat segala hal yang dilakukan oleh lanjut usia berlangsung baik. Hal ini membawa berbagai dampak positif bagi lingkungan sekitar lanjut usia. Lingkungan masyrakat menjadi lebih terorganisasi lantaran lanjut usia bersedia menjadi pengurus dalam organisasi kemasyarakatan (Fitriyadewi & Suarya, 2016).
Melalui kegiatan kemasyarakatan lanjut usia dapat menyalurkan potensi dirinya secara maksimal, menyumbangkan gagasan maupun ide-ide untuk masyarakat juga menimbulkan perasaan diterima serta perasaan mampu dan masih berguna bagi lanjut usia. Pengakuan eksistensi diri lanjut usia dalam masyarakat terjadi ketika masyarakat secara luas menerima gagasan dan ide yang diajukan oleh lanjut usia serta turut berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh lanjut usia (Firlianda, 2017). Sejalan dengan pendapat Fostor dan Anderson
dalam bukunya yang mengatakan, lanjut usia yang memperlihatkan perhatian dan partisipasi dalam masalah-masalah kemasyarakatan dihargai karena perhatian mereka (Foster et al, 2006).
SIMPULAN
Pemberdayaan lanjut usia di Kelurahan Lesanpuro dapat terjadi akibat adanya keinginan dalam diri lanjut usia untuk mengaktualisasikan diri serta mendapat pengakuan dari lingkungan sekitar. Lanjut usia yang memiliki persepsi positif terkait masa tua mampu melaksanakan berbagai macam kegiatan, baik kegiatan yang semata bersifat menjalankan kegemaran maupun kegiatan yang memberikan kontribusi bagi lingkungan sosial lanjut usia.
Bentuk pemberdayaan dapat dilihat dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh lanjut usia sebagai bentuk aktualisasi diri serta peran-peran yang diambil oleh lanjut usia dalam kemasyarakatan sebagai bentuk keinginan untuk diakui secara luas oleh masyarakat. Lanjut usia muda dan lanjut usia madya banyak menghabiskan waktu untuk melaksanakan kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan yang bersifat melaksanakan kegemaran. Sedangkan lanjut usia tua banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan keagamaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Peran keluarga serta masyrakat dalam pengakuan eksistensi diri lanjut usia sangat penting. Dukungan keluarga kepada lanjut usia untuk dapat tetap melakukan kegiatan serta tidak memiliki prasangka bahwa lanjut usia merupakan golongan yang lemah membuat rasa percaya diri lanjut usia kian bertumbuh. Kepedulian serta pemberian kesempatan oleh masyarakat untuk lanjut usia turut mengambil berbagai peran dalam organisasi masyarakat juga menumbuhkan sikap percaya diri lanjut usia.
Peran lanjut usia memberikan beberapa implikasi baik bagi lanjut usia maupun bagi masyarakat dan keluarga. Lanjut usia menjadi memiliki fisik yang lebih sehat lantaran tetap aktif berkegiatan. Tidak hanya sehat secara fisik lanjut usia juga menjadi lebih sehat secara mental lantaran dapat memenuhi kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri. Sehingga lanjut usia tidak hanya memiliki umur yang panjang tetapi juga kualitas hidup yang baik serta perasaan bahagia pada diri lanjut usia.
Selain itu tercipta pula lingkungan yang ramah akan lanjut usia pada lingkungan tempat tinggal lanjut usia. Lingkungan ramah lanjut usia mencangkup aspek lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi. Pengakuan
eksistensi diri ini akan memenuhi kebutan self esteem lanjut usia sehingga lanjut usia akan dapat
mengaktualisasikan diri serta
menggunakan kemampuannya secara optimal yang mana merupakan tujuan dari pemberdayaan lanjut usia itu sendiri.
Beberapa saran yang dapat diberi untuk penelitian selanjutnya adalah mengkaji lebih dalam hubungan antara peran lanjut usia dengan peran keluarga dan masyarakat. Kesinambungan antara peran lanjut usia, keluarga dan masyarakat dalam upaya pemberdayaan lanjut usia dapat membuat upaya pemberdayaan terlaksana lebih baik.
REFERENSI
Alwisol, A. (2019). Psikologi kepribadian. Malang: Universitas Muhammyadiah Malang.
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018).
Metodologi penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak Publisher).
Astuti, E. Z. L., & Winarni, T. (2018). Mendorong partisipasi Bina
Keluarga Lansia (BKL) dalam mewujudkan tujuh dimensi lansia tangguh di Desa Sumbersari, Moyudan, Sleman. Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement), 3(2).
Febriyati, F., & Suyanto, S. (2017).
Pemberdayaan Lansia Melalui Usaha Ekonomi Produktif oleh Bina Keluarga Lansia (BKL) Mugi Waras di Kabupaten Sleman. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat: Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan, 1(1).
Firlianda, A. (2017). Successful aging pada lansia yang tinggal di lingkungan perumahan dan perkampungan. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 5(2).
Fitriyadewi, L. P. W., & Suarya, L. M. K. S. (2016). Peran interaksi sosial terhadap kepuasan hidup lanjut usia. Jurnal Psikologi Udayana, 3(2).
Foster, G. M., Anderson, B. G., Suryadarma, P. P., & Swasono, M. F. (2006). Antropologi kesehatan. Penerbit Universitas Indonesia.
Hendrawanto, T. (2018). Empowerment and Development of Elderly Potential Facing Retirement Period. Jurnal Penelitian
Kesejahteraan Sosial, 15(4).
Hermawati, I., & Sos, M. (2015). Kajian tentang kota ramah lanjut usia. Yogyakarta: Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (B2P3KS).
Indriana, Y. (2012). Gerontologi dan Progeria. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Koentjaraningrat, K. (1983), Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Latue, I. R., Widodo, D., & Widiani, E. (2017). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia Di Panti Werdha Malang Raya. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2(1).
Mardikanto, T., & Soebiato, P. (2012). Pemberdayaan masyarakat dalam perspektif kebijakan publik. Bandung: Alfabeta.
Maylasari, I. et al. (2019). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Moerdisuroso, I., Oetopo, A., & Yufiarti, Y. (2018). Pemberdayaan Lansia melalui Kreasi Seni. Jurnal Sarwahita, 15(2).
Nuraisyah, F., Nurfita, D., & Ariyanto, M. E. (2018). Efektifitas Pemberdayaan Lansia Untuk Peningkatkan Taraf Hidup Lansia. Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian Kepada
Masyarakat, 1(2).
Paramita, V.N. (2019). Profil Penduduk Lanjut Usia Provinsi Jawa Timur 2018. Surabaya: Badan Pusat
Statistik Jawa Timur.
Patria, A. S., & Mutmainah, S. (2018). Model Pemberdayaan Kelompok Lanjut Usia Wanita Melalui
Industri Kreatif. E-Dimas: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 9(1).
Polama, M. M. (1987). Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali.
Puspitasari, R. B., & Arsiyah, A. (2015). Peran Pemerintah dalam
Pemberdayaan Lanjut Usia di Kabupaten Sidoarjo. JKMP (Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik), 3(2).
Putri, S. T., Fitriana, L. A., & Ningrum, A. (2015). Studi komparatif: kualitas hidup lansia yang tinggal bersama keluarga dan panti. Jurnal Pendidikan Keperawatan
Indonesia, 1(1).
Rifqi, A. R. L. D. F., & Firda, S. (2016). Pemberdayaan Lansia melalui Karang Werda di Desa Nglegok Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar. In Forum Ilmu Sosial, 43(2).
Ritzer, G., & Stepnisky, J. (2005). Teori Sosiologi Modern Edisi 6. Jakarta: Kencana.
Sa’adah, N. (2017). Menata Kehidupan Lansia: Suatu Langkah Responsif untuk Kesejahteraan Keluarga (Studi pada Lansia Desa Mojolegi Imogiri Bantul Yogyakarta). Jurnal Sosiologi Agama, 9.
Santrock, J.W. (2012). Perkembangan Masa Hidup. Erlangga.
Setyarini, R., & Atamimi, N. (2015). Self-esteem dan makna hidup pada pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jurnal psikologi, 38(2).
Silviliyana, M. et al. (2018). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Soekanto, S., & Soemarjan, S. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Sriyanto, E. (2012). Lanjut usia: Antara tuntutan jaminan sosial dan pengembangan pemberdayaan.
Jurnal Kawistara, 2(1).
Discussion and feedback