DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2020.v4.i01.p06

p-ISSN: 2528-4517


Tegal Deso: Wujud Ungkapan Syukur Masyarakat Dusun Bongso Wetan, Menganti, Gresik

Nurul Izzah

Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]]

Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author

Abstract

Tegal Deso is a ceremony that aims as an expression of human gratitude for God who has provided sustenance and asks for safety in order to avoid calamities that can threaten the welfare of the local community. Tegal deso is held by the people of Bongso Wetan Hamlet once a year, which is a multicultural community, namely 376 families of Muslims and 223 of Hindus. Trust in dhanyang sing mbaurekso deso is a central point in organizing the Tegal Deso ceremony. For this reason, this research was conducted to determine how the implementation process and function of the Tegal Deso ceremony in order to integrate the people of Bongso Wetan Hamlet. This research approach uses descriptive qualitative. This research is expected to reveal facts that occur in the field from various existing events and phenomena.

Keywords: integration, multicultural, Tegal Deso, ceremony.

Abstrak

Tegal Deso merupakan upacara yang bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur manusia terhadap Tuhan yang telah memberikan rezeki dan memohon keselamatan agar terhindar dari bala musibah yang dapat mengancam kesejahteraan masyarakat setempat. Tegal deso dilakukan setiap satu tahun sekali oleh masyarakat Dusun Bongso Wetan, dimana merupakan masyarakat multikultural, yakni masyarakat yang beragama Islam sebanyak 376 KK dan yang beragama Hindu sebanyak 223 KK. Kepercayaan pada dhanyang sing mbaurekso deso menjadi titik sentral dalam pelaksanaan upacara Tegal Deso. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan dan fungsi upacara Tegal Deso sehingga dapat mengintegrasikan masyarakat Dusun Bongso Wetan. Pendekatan penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Penelitian ini, diharapkan dapat mengungkapkan fakta yang terjadi di lapangan dari sejumlah kejadian dan fenomena-fenomena yang ada.

Kata kunci: integrasi, multikultural, Tegal Deso, upacara.

PENDAHULUAN

Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan serta tradisi yang menjadi ciri khas dan sebagai identitas bagi suku tersebut. Dalam suatu kebudayaan pasti terdapat peran masyarakat di dalamnya, begitu juga sebaliknya dalam suatu masyarakat pasti

tercipta suatu kebudayaan. Masyarakat berperan sebagai pelaku serta pendukung kebudayaan. Dimana anggota masyarakat pada suatu suku sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang merupakan warisan turun-temurun dari para leluhurnya (Wahyu, 2016).

Sunari Penjor: Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud


Seperti halnya suku-suku bangsa lain di Indonesia, maka suku Jawa pun terikat dan patuh kepada tradisi yang diwariskan leluhurnya. Tradisi merupakan lembaga yang mengatur, mengendalikan, mengawasi, mendorong sikap-sikap dan sifat-sifat masyarakat. Kadangkala tradisi tersebut terlihat sebagai bagian dari jiwa dan hidupnya (Simanjuntak, 2016). Masyarakat hingga kini tetap menggelar berbagai macam tradisi karena dianggap sebagai kewajiban yang harus dilakukan setahun sekali atau beberapa tahun sekali.

Tradisi masyarakat Jawa yang masih dilakukan hingga saat ini adalah Sedekah Bumi. Sedekah Bumi merupakan selamatan yang bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur manusia terhadap Tuhan yang telah memberikan rezeki dan memohon keselamatan agar terhindar dari bala musibah yang dapat mengancam kesejahteraan masyarakat setempat (Hidayatulloh, 2013). Di Dusun Bongso Wetan Desa Pengalangan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik, masyarakat masih melestarikan tradisi sedekah bumi yang disebut dengan Tegal Deso (Mustolehudin, 2014).

Tegal Deso merupakan tradisi yang dilakukan setiap satu tahun sekali oleh masyarakat Dusun Bongso Wetan. Biasanya tegal deso digelar selama lima hari dengan berbagai rangkaian acara, mulai dari hal yang bersifat sosial, keagamaan, hingga hiburan. Menurut masyarakat setempat, upacara Tegal Deso juga dimaksudkan untuk menghormati sesepuh desa, dalam hal ini adalah Mbah Buyut Jaelani. Masyarakat menganggap bahwa Mbah Buyut Jaelani sebagai “danyang sing mbaurekso deso”, yang artinya sesepuh yang menunggu atau yang menguasai Dusun Bongso Wetan (Dewanto, 2018).

Tradisi tegal deso selalu diadakan setiap tahunnya, hal itu bertujuan agar eksistensi tegal deso dapat bertahan sampai pada generasi berikutnya. Karena

upacara tegal deso yang dilakukan oleh masyarakat merupakan cara alam yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat agar mendapatkan ketenteraman dan keselamatan. Untuk itu, berbagai upacara dilakukan masyarakat untuk menciptakan hubungan dengan Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya (Bayuadhy, 2015).

Lokasi penelitian merupakan komponen penting dalam suatu penelitian, dalam penulisan jurnal ini, lokasi penelitian untuk penulisan jurnal ini dilakukan di Dusun Bongso Wetan Desa Pengalangan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik. Penentuan lokasi ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antar lain karena masyarakat yang melaksanakan upacara Tegal Deso merupakan masyarakat multikultural. Dimana upacara Tegal Deso di Dusun Bongso Wetan dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam sebanyak 376 KK (Kepala Keluarga) dan yang beragama Hindu sebanyak 223 KK (Kepala Keluarga). Sehingga tentunya dalam proses pelaksanaan upacara tegal deso dilakukan menurut dua keyakinan beragama, yakni agama Islam dan Hindu.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan, peneliti dapat merumuskan beberapa permasalahan diantaranya (1.) Bagaimana pelaksanaan upacara Tegal Deso di Dusun Bongso Wetan Desa Pengalangan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik? serta (2.) Bagaimana fungsi upacara Tegal Deso bagi masyarakat di Dusun Bongso Wetan Desa Pengalangan Kecamatan Meganti Kabupaten Gresik?

METODE

Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipasi, dimana peneliti secara teratur berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan yang diamati (Yusuf, 2017). Pada saat penelitian, peneliti akan

tinggal bersama salah satu warga Dusun Bongso Wetan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari masyarakat, dan tentunya berpartisipasi dalam menyiapkan segala kebutuhan yang akan digunakan pada saat upacara Tegal Deso berlangsung. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara tanya jawab secara langsung antara peneliti dan informan mengenai upacara Tegal Deso (Yusuf, 2017).

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari lapangan melalui observasi dan wawancara dengan informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang digunakan sebagai data penunjang (Mulyadi, 2011). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis data deskriptif kualitatif yang bersifat holistik atau menyeluruh mengenai objek penelitian. Penelitian ini menggunakan teori azas religi dari Emile Durkheim serta teori fungsionalisme dari Bronislaw Malinowski yang dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini (Marzali, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pelaksanaan upacara Tegal Deso

  • a.    Tempat Upacara

Upacara Tegal Deso dilaksanakan di punden, dimana punden merupakan tempat tinggal sesepuh desa yakni Mbah Buyut Lani pada zaman dulu yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat Dusun Bongso Wetan. Punden tersebut sebagai pusat upacara Tegal Deso yang pada saat upacara berlangsung seluruh masyarakat Dusun Bongso Wetan berkumpul di area punden tanpa membedakan agama yang satu dengan yang lainnya.

  • b.    Saat Upacara

Upacara Tegal Deso merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Bongso Wetan pada saat pergantian musim. Umumnya upacara Tegal Deso di masing-masing dusun yang berada di lingkungan Desa Pengalangan dilakukan pada saat pergantian musim kemarau menuju musim penghujan, yakni sekitar bulan September, dimana bulan tersebut merupakan bulan awal datangnya musim penghujan (Harfita et al., 2019). Hal

tersebut dimaksudkan agar hasil pertanian yang mendatang lebih banyak dan melimpah dibanding hasil pertanian sebelumnya.

  • c.    Benda-benda dan Alat-Alat Upacara

Dalam upacara Tegal Deso terdapat beberapa benda-benda yang digunakan sebagai sarana upacara, seperti moncek (gunungan yang berisi aneka makanan dari hasil panen); ancak (alas moncek); ambeng (sesajian yang berisi nasi tumpeng dan aneka jajanan tradisional) (Sutiyono, 1998); ayam panggang; cok bakal (sesajian yang berisi telur ayam kampung, bumbu jangkep, seperti bawang putih, bawang merah, jahe, garam, micin, dan bumbu-bumbu dapur lainnya yang ditempatkan di dalam takir atau wadah yang terbuat dari daun pisang) (Setiawan & Handayaningrum, 2020); sandingan (sesajian yang berisi kelapa, beras, dan pisang raja sebanyak dua cengkeh yang ditempatkan di dalam kemaron atau gerabah yang terbuat dari tanah liat).

  • d.    Orang-orang yang Melakukan

Upacara

Upacara Tegal Deso dilakukan oleh beberapa golongan masyarakat, yakni: para pemimpin upacara yang berasal dari dua keyakinan beragama, yakni Modin agama Islam Desa Pengalangan dan Pemangku agama Hindu Dusun Bongso Wetan; seluruh anggota masyarakat

Dusun Bongso Wetan yang beragama Hindu maupun Islam; para undangan yang berasal dari seluruh jajaran pemerintah Desa Pengalangan, perwakilan dari pemerintah Kecamatan Menganti, perwakilan dari Polsek dan Koramil Kecamatan Menganti, hingga perwakilan dari pemerintah Kabupaten Gresik.

  • e.    Rangkaian Upacara

Rangkaian upacara Tegal Deso dilakukan selama lima hari secara berturut-turut dengan berbagai macam kegiatan sosial maupun keagamaan. Pada hari pertama, masyarakat yang beragama Hindu membersihkan makam dan melakukan puja atau doa bersama hingga malam hari; kemudian hari kedua, giliran masyarakat yang beragama Islam untuk membersihkan makam dan dilanjutkan dengan tahlil serta doa bersama hingga malam hari; pada hari ketiga, masyarakat yang beragama Islam melakukan Khotmil Qurʼan atau membaca kitab suci Al-Qur’an dari awal sampai selesai di makam, dilanjutkan pada malam harinya digelar acara hiburan dangdutan di Balai Dusun Bongso Wetan; pada hari keempat terdapat pertunjukan hiburan kesenian uyun-uyun atau ludruk; dan pada hari kelima merupakan puncak dari upacara Tegal Deso, dimana acara inti Tegal Deso dilaksanakan di punden yang diikuti oleh seluruh masyarakat Dusun Bongso Wetan pada pagi hari, kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan tradisi gulat okol di Balai Dusun Bongso Wetan pada siang hingga sore hari.

Fungsi upacara Tegal Deso

  • a.    Fungsi Keagamaan

Fungsi keagamaan yang terkandung dalam upacara Tegal Deso bersumber dari keyakinan masyarakat Dusun Bongso Wetan akan keberadaan dhanyang sing mbaurekso deso, yakni Mbah Buyut Lani. Dimana masyarakat

setempat meyakini bahwa Mbah Buyut Lani merupakan sosok perantara kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga masyarakat beranggapan bahwa melalui Mbah Buyut Lani, masyarakat merasa dekat dan mudah terhubung dengan Tuhan (Abdullah & Putra, 2018). Berikut fungsi keagamaan yang terkandung dalam upacara Tegal Deso:

  • 1.    Wujud Ungkapan Syukur Masyarakat

Dusun Bongso Wetan

Upacara Tegal Deso dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Bongso Wetan sebagai wujud ungkapan syukur masyarakat atas kenikmatan yang telah diberikan oleh Tuhan terhadapnya (Riyadi, 2018). Ungkapan tersebut merupakan salah satu tindakan yang menunjukkan rasa bakti makhluk kepada sang penciptanya dengan sepenuh hati. Dengan bertindak seperti itu manusia berharap agar hidup di dunia akan senantiasa mendapatkan rahmat serta berkah dari-Nya (Syam, 2012).

Cara mensyukuri nikmat Tuhan bukan hanya dengan ucapan “Segala Puji Bagi Tuhan” saja, melainkan bersyukur dengan hati, perkataan, perbuatan, serta dengan harta benda yang dimiliki (Sumiarti, 2018). Wujud syukur masyarakat Dusun Bongso Wetan ditunjukkan dengan mempersembahkan berbagai hasil panen kepada suatu tempat keramat yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai tempat tinggal sesepuh pada zaman dulu, yakni Mbah Buyut Lani.

  • 2.    Memohon Keselamatan bagi

Masyarakat Dusun Bongso Wetan

Pada upacara Tegal Deso masyarakat berdoa dengan harapan akan diberi keselamatan selama hidup di dunia. Keselamatan tersebut berupa kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Masyarakat beranggapan bahwa nikmat keselamatan tersebut datang dari Tuhan Yang Maha Esa dengan perantara danyang sing

mbaurekso deso, yakni Mbah Buyut Lani. Hal tersebut sudah diyakini secara turun temurun oleh masyarakat Dusun Bongso Wetan. Sehingga jika masyarakat tidak melaksanakan upacara Tegal Deso, maka selama hidup di dunia pasti mendapat musibah, seperti pertaniannya kurang subur atau bahkan berdampak pada sakitnya salah satu anggota keluarga.

  • b.    Fungsi Sosial dan Budaya

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, entah yang bersifat sosial maupun keagamaan pasti terdapat fungsi sosial dan budaya yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini seperti pada upacara Tegal Deso yang mempunyai fungsi sosial dan budaya sebagai berikut:

  • 1.    Menghormati Tradisi Leluhur

Masyarakat Dusun Bongso Wetan

Upacara Tegal Deso berfungsi untuk menghormati tradisi leluhur masyarakat Dusun Bongso Wetan. Dimana tradisi Tegal Deso sudah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun sejak sesepuh yang menjadi cikal bakal dusun masih hidup. Masyarakat memastikan bahwa upacara Tegal Deso pertama kali dilaksanakan ketika Mbah Buyut Lani sudah tinggal dan menetap di Dusun Bongso Wetan. Untuk itu, Tegal Deso dilaksanakan hingga saat ini karena dianggap bahwa tradisi tersebut harus dilestarikan secara turun temurun agar generasi yang akan datang dapat mengetahui indentitasnya (Dzofir, 2017).

  • 2.    Sebagai Alat Integrasi Masyarakat

Dusun Bongso Wetan

Upacara Tegal Deso berfungsi sebagai alat integrasi masyarakat Dusun Bongso Wetan, karena pada saat upacara Tegal Deso masyarakat setempat berkumpul di punden, yang mana merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat Dusun Bongso Wetan (Firmansyah & Putrisari,

  • 2017) . Di punden tersebutlah upacara Tegal Deso dilaksanakan oleh seluruh masyarakat setempat tanpa memandang latar belakang keyakinan masing-masing. Untuk sekedar berkumpul dengan seluruh masyarakat setempat yang berasal dari latar belakang keyakinan yang berbeda merupakan hal yang sulit, sehingga upacara Tegal Deso dianggap sebagai saat yang tepat untuk mengintegrasikan masyarakat (Umikalsum & Fauzan, 2019).

  • c.    Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi dalam upacara Tegal Deso bersifat perorangan. Dimana pada saat upacara berlangsung, atau pada saat pertunjukan berbagai hiburan kesenian terdapat orang-orang yang berjualan, mulai dari berjualan makanan, minuman, hingga aksesoris dan mainan anak-anak (Jauhari, 2018). Biasanya yang menjual berbagai makanan dan minuman tersebut sebagian besar merupakan masyarakat asli Dusun Bongso Wetan, dan tak jarang pedagang yang berasal dari luar Dusun Bongso Wetan bahkan dari luar wilayah Desa Pengalangan juga menggelar dagangannya pada saat upacara Tegal Deso di Dusun Bongso Wetan.

  • d.    Fungsi hiburan

Dalam setiap pelaksanaan upacara keagaaman pasti terdapat suatu pertunjukan kesenian. Pertunjukan berbagai kesenian dalam upacara keagamaan bertujuan sebagai bentuk hiburan bagi masyarakat setempat. Pada umumnya masyarakat melakukan upacara keagamaan bukan hanya sebagai saat yang tepat untuk melakukan doa bersama, melainkan juga termasuk saat yang tepat untuk berkumpul bersama sembari menyaksikan berbagai hiburan kesenian. Pertunjukan hiburan kesenian juga dianggap sebagai bentuk memeriahkan upacara Tegal Deso (Setiyarini, 2011).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai Upacara Tegal Deso di Dusun Bongso Wetan Desa Pengalangan Kecamatan Menganti      Kabupaten      Gresik

bahwasannya proses pelaksanaan upacara Tegal Deso terdiri dari enam tahapan, yakni diawali dengan musyawarah untuk menetapkan hari dilaksanakannya upacara Tegal Deso. Kemudian pada saat menjelang      upacara      dilakukan

pembersihan makam dan doa bersama, dilanjutkan dengan Khotmil Qurʼan, hiburan kesenian, lalu upacara inti Tegal Deso, serta diakhiri dengan pertunjukan tradisi gulat okol. Upacara Tegal Deso juga mempunyai beberapa fungsi, yakni fungsi keagamaan (sebagai wujud ungkapan syukur masyarakat dan memohon keselamatan), fungsi sosial (untuk menghormati tradisi leluhur dan sebagai alat integrasi masyarakat), serta fungsi hiburan pada saat pertunjukan kesenian. Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap kepada peneliti-peneliti lanjutan yang akan melakukan penelitian berkaitan dengan upacara Tegal Deso agar kajian yang dilakukan lebih mendalam lagi.

REFERENSI

Abdullah, M. N. A., & Putra, R. R. S.

  • (2020) . Nyangku: Implementasi Nilai-Nilai Sosial Melalui Ritual Upacara Adat Desa Panjalu Ciamis Jawa Barat. Jurnal Studi Masyarakat dan Pendidikan, 1(2).

Bayuadhy, G. (2015). Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa. Yogyakarta: Dipta.

Dewanto. (2018). Bentuk, Fungsi, Dan Makna Leksikon “Kabumeh” Pada Masyarakat Keturunan Madura Di Menganti,     Gresik.     Jurnal

Kebudayaan, 13(2).

Dzofir, M. (2017). Agama Dan Tradisi Lokal (Studi Atas Pemaknaan Tradisi Rebo Wekasan di Desa Jepang, Mejobo, Kudus). Jurnal Ijtimaiya, 1(1).

Firmansyah, E. K., & Putrisari, N. D. (2018). Sistem Religi dan Kepercayaan Masyarakat Kampung Adat Kuta Kecamatan Tambaksari Kabupaten    Ciamis.    Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(4).

Harfita, H. Dirman. L. O, & Samsul, S. (2019). Tradisi Ritual Sungkawiano Sangia Pada Etnis Buton di Kecamatan Siompu Kabupaten Buton Selatan. Jurnal Penelitian Arkeologi, 3(1).

Hidayatulloh, F. S. (2013). Sedekah Bumi Dusun Cisampih Cilacap. Jurnal el Harakah, 15(1).

Jauhari, H. (2018). Makna dan Fungsi Upacara Adat Nyangku Bagi Masyarakat Panjalu. Jurnal Peradaban Islam, 15(2).

Marzali, A. (2006). Struktural-Fungsionalisme.      Antropologi

Indonesia, 30(2).

Mulyadi, M. (2011). Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif serta Pemikiran                 Dasar

Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi dan Media, 15(1).

Mustolehudin, M. (2014). Merawat Tradisi Membangun Harmoni: Tinjauan Sosiologis Tradisi Haul dan Sedekah Bumi di Gresik. Jurnal      Multikultural      &

Multireligius, 13(3).

Riyadi, A. (2018). Tradisi Keagamaan dan Proses Sosial pada Kaum Muslim Pedesaan. International Jurnal Ihyaʼ ʻUlum Al-Din, 20(2).

Setiyarini, S. (2011). Ritual Grebeg Besar di Demak Kajian Makna, Fungsi dan Nilai. Jurnal PP, 1(2).

Setiawan, F., & Handayaningrum, W.

  • (2020) . Budaya Visual Dalam Tradisi     Siklus     Kehidupan

Masyarakat Jawa di Tulungagung. Jurnal Seni Rupa dan Desain, 23(1).

Simanjuntak, B. A.  (2016). Tradisi,

Agama, dan Akseptasi Modernisasi pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Jakarta:  Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Sumiarti, S., & Miftahudin, A. (2018). Tradisi Adat Jawa Menggali Kearifan Lokal Tradisi Sedekah Bumi Masyarakat Banyumas. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.

Sutiyono, S. (1998). Tumpeng Dan Gunungan:  Makna Simboliknya

Dalam  Kebudayaan  Masyarakat

Jawa.     Jurnal     Cakrawala

Pendidikan, 1(1).

Syam, Y. H. (2012). Sabar dan Syukur Bikin Hidup Lebih Bahagia. MedPress Digital.

Umikalsum, A., & Fauzan, F. (2019). Integrasi       Sosial      Dalam

Membangun      Keharmonisan

Masyarakat. Jurnal JAWI, 2(1).

Wahyu, R. (2016). “Makna Simbolik Tradisi Sedekah Bumi Legenanan Pada Masyarakat Desa Kalirejo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan”. Skripsi Sosiologi dan

Antropologi Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Yusuf, A. M. (2017). Metode Penelitian: Kuantitatif,     Kualitatif,     dan

Penelitian Gabungan. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri.