Kebertahanan Seni Tari Legong Ratu Dedari Terhadap Pengembangan Kesenian di Desa Ketewel
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2020.v4.i01.p05
p-ISSN: 2528-4517
Kebertahanan Seni Tari Legong Ratu Dedari Terhadap Pengembangan Kesenian di Desa Ketewel
I Komang Indra Putra*, I Nyoman Suarsana, I Ketut Kaler
Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud [[email protected]], [[email protected]], [[email protected]]
Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author
Abstract
The persistence of Legong Ratu Dedari Dance in Ketewel Village is very well known as a classical Balinese dance group that has very complex movements and the accompanying percussion is the influence of Gambuh. In its preservation, the uniqueness of this dance can be seen in its very sacred performances and wearing masks during its performance. The purpose of this research is to find out how the development process of Legong Ratu Dedari Dance in the Globalization Era. The results of the study explain the persistence of the Legong Ratu Dedari dance, which is a sacred and unique type of dance because there are several angel masks that are characteristic of classical dance in Ketewel Village. The Legong Ratu Dedari dance is the most famous legong dance before the creation of other legong dances in Bali. As for the development of the Legong Ratu Dedari Dance, there is a special social organization formed by Ketewel Village, namely the Indra Parwati Organization. The organization was formed from a group of young people and girls in Ketewel Village, as a special organization in preserving and maintaining the sustainability of the Legong Ratu Dedari Dance. Indra Parwati's organization educates and looks for a girl who is not menstruating so that she can dance the legong dance. In this effort, it can save and preserve the typical culture of Ketewel Village to become more developed and beneficial for the welfare of the Ketewel Village community.
Keywords: Ketewel Village, Globalization Era, Sustainability, Legong Ratu Dedari.,
Abstrak
Kebertahanan Seni Tari Legong Ratu Dedari di Desa Ketewel sangat dikenal sebagai kelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendarahan gerak yang sangat kompleks dan tabuh pengiringnya merupakan pengaruh dari Gambuh. Pada pelestariannya keunikan tarian tersebut dapat dilihat dalam pertunjukkannya yang sangat sakral dan menggunakan topeng saat penampilannya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses berkembangnya Tari Legong Ratu Dedari di Era Globalisasi. Hasil penelitian menjelaskan tentang kebertahanan Tari Legong Ratu Dedari yang menjadi jenis tari yang sakral dan unik karena terdapat adanya beberapa topeng bidadari yang menjadi ciri khas tari klasik yang ada di Desa Ketewel. Tari Legong Ratu Dedari adalah tarian legong yang paling tertu sebelum terciptanya jenis tari legong lainnya yang ada di Bali. Adapun dibalik perkembangan Tari Legong Ratu Dedari, ada sebuah Organisasi sosial khusus yang dibentuk oleh Desa Ketewel yaitu Organisasi Indra Parwati. Organisasi tersebut terbentuk dari sekumpulan pemuda dan pemudi yang ada di Desa Ketewel, sebagai organisasi khusus dalam melestariankan dan menjaga kebertahanan Tari Legong Ratu Dedari. Organisasi Indra Parwati mendidik dan mencari seorang gadis yang belum menstruasi agar dapat menarikan tari legong tersebut. Pada upaya tersebut dapat menyelamatkan dan melestarikan budaya khas Desa Ketewel menjadi lebih berkembang dan bermanfaat bagi kehidupan kesejahteraan masyarakat Desa Ketewel
Kata Kunci: Desa Ketewel, Era Globalisasi, Kebertahanan, Legong Ratu Dedari.
Sunari Penjor: Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
PENDAHULUAN
Kesenian tari merupakan salah satu aspek penting dalam penunjang budaya Bali. Seni tari sangat berpengaruh dalam segi adat, budaya, dan juga pariwisata yang ada di Bali. Seiring dengan perkembangan jaman seni tari di Bali sudah banyak mengalami perubahan. Makin banyaknya bermunculan jenis tarian baru yang terpengaruhi dengan modernisasi seperti Tari kreasi, tari kontemporer dan sebagainya. Namun tari tradisional Bali masih memiliki daya tarik khusus untuk dinikmati meskipun berada di tengah-tengah tari-tari kreasi baru yang semakin canggih dan memanfaatkan sebagai teknologi. (Sumiari & Setyarini, 2015:620).
Tari Bali sangat erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Sejak jaman primitif, pra-Hindu, feodal hingga kini tari Bali terus dikembangkan dengan kurangnya ide-ide para seniman penciptanya, tetapi ia betul-betul hadir dan menjadi suatu kebutuhan didalam roda kehidupan, ia hadir dalam lintasan sejarah dan membentuk komunitas yang khas (Eny, 2000:75).
Perkembangan tersebut dapat dilihat dari usaha seniman yang terus berusaha agar seni yang mereka ciptakan atau seni sudah ada pada jaman nenek moyang tetap terjaga dan bertahan pada masa era globalisasi. Dimasa globalisasi ini sangatlah penting untuk para seniman mengetahui bagaimana proses yang akan dilaluinya. Globalisasi memberi dampak yang cukup signifikan untuk perkembangan seni di daerah Bali khususnya pada Desa Ketewel. Kesenian Bali sesungguhnya tidak pernah mengalami kemandegan. Apalagi kemacetan kreatifitas. Kesenian yang dikenal sangat dinamis, fleksibel, dam adaptif ini terus berubah dan berkembang mengikuti dinamika perubahan masyarakatnya (Dibia, 1994: 11).
Menurut Hegel (dalam Bastomi, 1990:36) menyatakan bahwa
Perkembangan seni mengakibatkan tumbuhnya bermacam-macam seni. Seni adalah penceminan jiwa atau gagasan yang tertuang dalam bermacam-macam bentuk dengan berbagai media ungkapan.
Pada hakekatnya globalisasi membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Pertunjukan seni tari sebagai sebuah seni tari bernuansa kearifan lokal Bali dalam keberlangsungan estetika seni tari tradisional di Bali pada era globalisasi (Ruastiti, 2017:169). Melalui media yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan (Sigit, 2013: 29).
Keberhasilan mengembangkan suatu kesenian khas di Bali khususnya di beberapa daerah sangat diperankan oleh seorang pemuda dan pemudi di berbagai daerah, mereka selalu mempunyai inspirasi dan kreatifitas untuk selalu berkarya. Pemuda sebagai elemen penting masyarakat dalam pembangunan daerah. Pentingnya pemuda memposisikan diri dan mengambil peran-peran strategis dalam pelestarian budaya lokal saat ini (Sitti, 2017:6)
Peran pemuda khususnya di Bali sangatlah penting untuk menjadi pemimpin dalam mengatur dan mengurusi sebuah organisasi. Seperti halnya dalam menciptakan sebuah sanggar tari, sanggar tari merupakan sarana untuk melakukan aktifitas kesenitarian bersama-sama oleh beberapa orang. Sanggar tari biasanya selain menyelenggarakan seni tari. Pendidikan dan pelatihan tari ada juga ada dalam mengembangkan seni tari. Pelatihan di sanggar tari mempelajari tarian-tarian yang sudah ada baik berupa tari klasik, tari kreasi, maupun tarian modern,
sedangkan dalam pengembangan tari, sebuah sanggar merekonstruksi, menciptakan tarian baru, maupun mengkreasi tari yang sudah ada (Mirdamiwati, 2014:2).
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Ketewel, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Desa Ketewel dipilih karena desa ini merupakan salah satu desa yang mempunyai kesenian unik dan sakral di Bali dan di Indonesia pada umumnya. Selain itu Desa Ketewel terdapat keterlibatan langsung terhadap organisasi dan pemuda-pemudi khusus dibidang kesenian dalam mengembangkan seni tari yang ada di Desa Ketewel. Kabupaten Gianyar terkenal dengan kesenian yang sangat popular di Bali. Seni adalah kiprah manusia dalam memadukan apa yang ditemukan oleh ilmu dan teknologi agar menjadi karya yang adiguna dan bermanfaat bagi umat manusia (Thamrin, 2012:1). Khususnya di Desa Ketewel yang menjadi objek peneltian ini, terdapat warga lokal menjadi partisipasi penting dalam mengembangkan kesenian di daerah tersebut. Terbukti dengan pengembangan dan usaha dari pihak Desa Ketewel dapat memperkenalkan kesenian khas mereka yaitu Tari Legong Ratu Dedari tampil dalam pagelaran Pesta Kesenian Bali (PKB).
Penelitian mengenai Kebertahanan Seni Tari Legong Ratu Dedari dalam mengembangkan kesenian khas di Desa Ketewel menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan pemahaman suatu fenomena sosial budaya nyata. Data yang diperoleh melalui informan dengan observasi dan wawancara dan ditunjang dengan studi kepustakaan yang terkait dengan topik penelitian.
Teori Evolusi Sosial digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan teori ini
dikemukakan oleh Herbert Spencer“Survi val Of The Fittest” dapat digambarkan berkaitan dengan peningkatan ukuran masyarakat. Masyarakat yang tumbuh melalui perkembangan individu dan penyatuan kelompok-kelompok. Peningkatan ukuran masyarakat menyebabkan struktur makin luas dan makin terdiferensiasikan serta meningkatkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya. Disamping pertumbuhan ukurannya, masyarakat berubah melalui penggabungan, yakni makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Seperti hal kaitannya dengan Kebertahanan Seni Tari Legong Ratu Dedari yang pada dasarnya, kesenian khas Desa Ketewel Tari Legong Ratu Dedari masih menggunakan kebiasaan dan budaya yang lama tanpa ada perubahan kebiasaan yang modern pada era globalisasi ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Seni Tari Legong Ratu Dedari di Desa Ketewel
Sebagaimana yang sudah banyak diketahui dan dikenal bahwa pengembangan kesenian yang ada di Kabupaten Gianyar sudah sangat popular, karena seni yang tercipta dari berbagai desa yang ada di Kabupaten Gianyar sangat bernilai, unik, dan sakral. Seperti contohnya pada seni tari yang ada di Desa Ketewel yaitu Tari Legong Ratu Dedari. Jenis tari legong ini adalah tari legong yang tertua yang ada di Bali sebelum terciptanya jenis-jenis tari legong yang lainnya di Bali. Tari legong adalah suatu bentuk kesenian klasik/tradisional ke banggaan masyarakat Bali dan salah satu sumber penting dalam seni pertunjukan di Bali (Dibia, 1999:2).
Tari Legong Ratu Dedari atau biasa disebut Tari Legong Ratu Dari dan Tari Legong topeng mempunyai sejarah yang
unik dan tentunya bersifat sakral, bermula pada awal kisahnya bahwa Raja Kediri mendapatkan pawisik dari Ida Hyang Pasupati yang berstana di Gunung Semeru untuk membuat 7 buah Topeng Dedari yang terbuat dari kayu Jorjenar. Maksud dari pembuatan 7 buah Topeng Dedari itu sendiri adalah untuk dipersembahkan kepada Para Dewata yang bersemayam di Gunung Semeru. Pembuatan Topeng Dedari diperintahkan oleh Raja Kediri dan menunjuk Ki Lampor sebagai orang pembuatnya dan langsung dipersembahkan ke para Dewata yang ada di Gunung semeru. Ki Lampor berasal dari suku kerajaan Daha dan sekaligus menjadi orang kepercayaan dari puri Daha yang membuat 7 buah Topeng Dedari dan akan di persembahkan di Gunung Semeru. Selama 42 hari Bhatara di Gunung Semeru merasa puas sehingga Topeng Dedari tersebut dikirim ke Pura yang ada di Bali yaitu Pura Kahyangan payogan Agung. Pura tersebut bertempat di Desa Ketewel Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar yang mempunyai ikatan erat dengan Gunung Semeru.
Pura Payogan Agung Merupakan stana dari Sang Hyang Pasupati dengan gelar Ida Bhatara Hyang Murtining Jagat. Berdasarkan sumber Usana Bali dan Purana, Pura Payogan Agung pada waktu jagat bali belum stabil keberadaannya, Ida Hyang Pasupati yang berstana di Gunung Semeru membawa Puncak Gunung Semeru ke jagat Bali. Pecahan Puncak Gunung Semeru yang dibawa ditangan kanan adalah Beliau Katiwak di Besakih menjadi Gunung Agung dan yang dibawa ditangan kirinya adalah Beliau Katiwak di Batur menjadi Gunung Batur. Pura Payogan Agung termasuk salah satu Pura kuno yang ada di Bali dan juga dibuktikan dengan adanya situs purbakala seperti Lingga Yoni, Patung Siwa Maha Dewa, dan situs-situs lainnya. Selanjutnya Diceritakan I Dewa Agung Made Anom Karna sebagai Raja
Sukawati pada zaman dulu menciptakan ragam gerak tari Topeng secara baku, seperti yang ditarikan sekarang. I Dewa Agung Made Anom Karna menciptakan ragam gerak Tari Topeng Legong, terinspirasi dari mimpinya dalam yoga semadi, dalam gerak ragam tersebut terlukiskan gerakan ragam bidadari yang menari-nari di Kahyangan (Surga). Sejak saat itu terciptalah Tari Legong Ratu Dedari beserta iringannya yang berupa gamelan Semarpegulingan dan diberi nama Tabuh Wali Subandar.
Adapun nama ketujuh topeng dedari yang tersimpan di Pura Payogan Agung yaitu:
-
1. Topeng Bidadari Supraba
-
2. Topeng Bidadari Nilotama
-
3. Topeng Bidadari Sulasih
-
4. Topeng Bidadari Tunjung Biru
-
5. Topeng Bidadari Gagar Mayang
-
6. Topeng Bidadari Aminaka
-
7. Topeng Bidadari Gudita.
Ketujuh Topeng Bidadari tersebut mempunyai manfaat dan arti yang terdapat dalam ketujuh topeng tersebut yang pada umumnya pertunjukan Tari Legong Ratu Dari tersebut dapat membawakan dampak positif bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Desa Ketewel. Topeng tersebut tersimpan khusus di Pura Payogan Agung yang dinamakan Gedong Agung. Tidak sembarangan orang bisa menyentuh topeng tersebut hanya orang-orang tertentu saja seperti Pemangku. (Ayu & Indriyanto, 2018:2) menyatakan bahwa bentuk setiap tari selalu mengarah pada keindahan, karena mempunyai keunikan menurut ciri khas yang melekat berdasarkan faktor yang melingkupinya seperti pendidikan, sosial, budaya, kondisi geografis, agama, dan penduduk. Manfaat Dilestarikan Tari Legong Ratu Dedari Terhadap Kehidupan Masyarakat Desa Ketewel
Masyarakat Desa Ketewel percaya bahwa hal yang sifatnya spiritual dapat
membawa hal baik atau positif bagi kehidupan dan keselamatan warga Desa Ketewel. Seperti halnya pada sebuah upacara-upacara keagamaan yang ada di Desa Ketewel. Pelaksanaan upacara keagamaan tersebut salah satunya dapat diwakili dari bidang kesenian klasik yaitu sebuah Tarian. Tarian yang dimaksud adalah Tari Legong Ratu Dedari, selain sebelumnya dipertunjukkan di Pura Payogan Agung saja Tarian Topeng
Legong ini juga dipertunjukan di rumah-rumah warga. Kesenian sebagai bagian integral dari kebudayaan merupakan salah satu sarana pemenuhan kebutuhan integrative manusia (Nunik, 2013: 2).
Pertunjukkan Tari Legong Ratu Dedari di rumah warga konon dapat membawakan hal yang baik bagi kehidupan warga Desa Ketewel yang mempunyai upacara-upacara keagamaan seperti piodalan di merajan atau sanggah sebagai tempat persembahyangan di rumah. Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sangat dekat dimasyarakat. Bahkan banyak yang salah mengartikan bahwa agama dan kebudayaan adalah satu kesatuan yang utuh. Masyarakat sudah mulai terbuka dengan perkembangan yang ada karena terjadi perubahan sosial pada masyarakat, keterbukaan terhadap kebudayaan luar, serta adanya modernisasi dan globalisasi yang secara tidak sadar merubah kebudayaan yang ada pada masyarakat (Irhandayaningsih, 2018:21).
Dalam kaidah, sebenarnya agama dan kebudayaan mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak disatukan, karena agamalah yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada kebudayaan. Namun keduanya
mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan bermasyarakat. Suatu agama pastilah juga mempengaruhi bentuk kesenian didalamnya, karena ada norma-norma dan juga aturan didalam agama tersebut yang membatasi bentuk
penyajian dan apa fungsi dari kesenian tersebut dilakukan (Lihar, 2019:2).
Pada pertunjukan Tari Legong Ratu Dedari di salah satu rumah warga dapat menunjukan bahwa kebertahanan Tari Legong Ratu Dedari tetap terjaga dan menambah minat warga Desa Ketewel untuk tetap melestarikannya. Pelestarian tersebut juga dapat membawa dampak baik bagi masyarakat Desa ketewel. Tidak luput dari keikut sertaan mereka untuk mengajak anak putrinya yang masih di bawah umur untuk ikut serta dalam meningkatkan dan menjaga budaya lokal tersebut agar tidak punah atau menurun di masa-masa yang akan datang. Proses perkembangan tesebut menjadi tolak ukur untuk kebertahanan agar selalu terjaga keeksistensiannya dimasa era globalisasi ini. Pengaruh globalisasi sangat terasa dalam dunia kesenian Indonesia, hal itu minimal tampak dari pesatnya perkembangan teknologi komunikasi sehingga menyebabkan karya-karya seni-seniman suatu bangsa dapat menembus dan dinikmati secara langsung oleh bangsa-bangsa lain (Bisri, 2000:1).
Sejarah Organisasi Indra Parwati
Organisasi Indra Parwati adalah sekumpulan pemuda dan pemudi atau kelompok seni yang ada di Desa Ketewel. Awal terbentuknya organisasi Indra Parwati adalah pada aba ke-16/17 Masehi dan organisasi indra parwati sempat vakum lama karena terkendala jumlah peminat pada sebaliknya juga warga Desa Ketewel lebih mementingkan mencari nafkah untuk mencari mata pencahariannya. Setelah Indonesia merdeka organisasi tersebut kembali terbentuk karena adanya perintah dari Jero Mangku Gede Payogan Agung dan Kepala Desa adat Ketewel yang ada di Pura Payogan Agung. Hingga kini di era globalisasi yang modern, organisasi Indra Parwati mempunyai keanggotaan berjumlah 30 orang yang semua terdiri
dari laki-laki berjumlah 18 orang dan perempuan berjumlah 12 orang yang semuanya penduduk asli Desa Ketewel. Keanggotaan di dalam organisasi lokal pada umumnya bersifat sukarela, mempunyai hubungan interpersonal dan biasanya memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat (Widodo & Suradi, 2011: 200).
Pada jumlah keanggotaan organisasi Indra Parwati terdiri atas 3 pengurus inti yang meliputi 1 Penyarikan dan 2 Sinoman, jumlah tersebut sudah termasuk dalam ke-30 orang yang rata-rata berumur 17 tahun ke atas. Dilihat dari pola kinerja organisasi Indra Parwati selalu mendapat perintah dari Jero Mangku untuk menyiapkan seorang penari untuk mengiri sebuah upacara-upacara adat di Pura maupun di rumah warga. Persiapan tersebut butuh waktu lama untuk menghasilkan seorang penari yang memang benar sanggup untuk memegang tanggung jawab sebagai penari, karena sifatnya sakral dan tidak seolah-olah orang biasa yang dapat menarikan Tari Legong Topeng tersebut. Pada jumlah keanggotaan organisasi Indra Parwati dari tahun-tahun sudah mulai meningkat jumlah peminatnya dibidang seni, karena dampak sebelumnya para pemuda dan pemudi di Desa Ketewel sudah sadar akan pentingnya melestarikan budaya lokal untuk kehidupan kesejahteraan warga Desa Ketewel.
Peran Penting Organisasi Indra Parwati dalam Melestarikan Kesenian di Desa Ketewel
Di Desa Ketewel khususnya sebuah perkumpulan atau kelompok kerja yang sangatlah diandalkan dalam sebuah tugas yang diberikan. Peran penting dalam mengemban sebuah tanggung jawab adalah tugas yang sangat mulia dan harus melewati berbagai rintangan agar tujuan yang dicapai sesuai dengan harapan. Seorang pemimpin harus memiliki sikap pelopor, berani, memberikan contoh dan
teladan yang baik serta rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat (Martinus, 2013:1-2). Khususnya pada sebuah kelompok kesenian di Desa Ketewel, kesenian di Desa Ketewel sangatlah dikenal oleh masyarakat Bali maupun warga asing yang berkunjung.
Pada era modern dalam kemajuan teknologi, membantu kinerja dalam berproses menuju pengembangan sebuah kesenian. Di Indonesia, hampir setiap propinsi memiliki kebudayaan tradisionalnya sendiri. Oleh karena itu Indonesia dijuluki sebagai negara yang kaya akan budaya (Andri, 2016: 25). Mulai dari awal contohnya yaitu menggunakan surat edaran yang biasa diperankan dalam oleh seorang sinoman dan menuju keera yang lebih modern pada saat ini adalah dengan menggunakan ponsel. Peran sinoman tersebut terjadi di Desa Ketewel dalam mengembangkan sebuah tarian Legong Ratu Dedari. Peran organisasi Indra Parwati sangatlah penting karena dapat menunjang kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Desa Ketewel. Selain ke manfaat ke masyarakat juga berdampak kemajuan Desa Ketewel.
Pada hakekatnya organisasi Indra Parwati sudah semakin berkembang, karena berkat dukungan dari beberapa pihak dari Desa Ketewel. Dalam perkembangan tersebut terbukti, bahwa usaha mengembangkan kesenian khas Desa Ketewel yaitu Tari Legong Ratu Dedari sudah dikenal oleh masyarakat Bali pada umunya dan beberapa kali mendapat undangan pementasan di salah satu ajang terfavorit di bali. Orang Bali memelihara Legong dengan sangat baik sehingga tari itu berkembang sangat cepat ke seluruh Pulau Bali (Bandem, 1996:49). seperti permentasan PKB (Pesta Kesenian Bali). Pada pementasan terbesar di Bali tersebut menjadikan hasil capaian yang maksimal bagi organisasi Indra Parwati dalam usahanya
mengembangkan kesenian khas Desa Ketewel. Masyarakat Desa Ketewel sangat antusias karena kebudayaan miliknya bisa dikenal orang banyak termasuk orang asing dan menjadi salah satu daya tarik wisata yang bernilai
SIMPULAN
Tari Legong Ratu Dedari adalah tarian legong sakral dan unik yang terdapat di Desa Ketewel. Tarian legong tersebut diciptakan oleh Raja Kediri yaitu I Dewa Made Anom Karna. Berdasarkan jenisnya Tari Legong Ratu Dedari mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan jenis tari legong lainnya yang ada di Bali. Keunikan tersebut dapat dilihat dari pertunjukannya, penampilan Tari Legong Ratu Dedari menggunakan topeng dan saat seorang penari menarikan tarian legong tersebut dalam keadaan kerasukan bidadari. Penggunaan Topeng tersebut terinspirasi dari mimpinya dalam yoga semadi I Dewa Agung Made Anom Karna yang melihat 7 bidadari cantik dari kahyangan. Topeng tersebut dibuat menyerupai 7 bidadari yang ada dalam mimpi I Dewa Agung Made Anom Karna. Kemudian Topeng bidadari tersebut dibuat oleh Ki Lampor.
Bertahannya tradisi tarian khas Desa Ketewel tersebut tidak luput dari adanya sebuah organisasi yang ada. Desa Ketewel mempunyai organisasi khusus yang dinamakan organisasi Indra Parwati yang dibentuk berdasarkan kriteria tertentu untuk mengurusi Tari Legong Ratu Dedari tersebut. Organisasi Indra Parwati adalah sekumpulan para pemuda dan pemudi di Desa Ketewel yang mempunyai bakat dan minat dibidang kesenian. Pemuda dan pemudi tersebut dulunya juga menjadi seorang penari dan penabuh dan seiring bertambahnya umur mereka sudah menjadi seorang senior yang akan mengajarkan dan mendidik anak perempuan yang akan menarikan tarian tersebut. Organisasi Indra Parwati
dibentuk berdasarkan kehendak
masyarakat Desa Ketewel karena untuk mengurusi khusus perkembangan Tari Legong Ratu Dedari. Tidak luput dari perkembangannya usaha dalam
mengembangkan tarian tersebut menjadi lancar, dan banyak wisatawan asing yang berkunjung dalam pertunjukannya khususnya pada peneliti asing.
Beberapa saran yang dapat dijadikan perimbangan untuk mempertahankan dan menjaga eksistensi dari Tari Legong Ratu Dedari yang ada di Desa Ketewel yaitu sebagai berikut: Pada masyarakat Desa Ketewel dan masyarakat Bali pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk tetap melestarikan budaya lokal seperti mencari bibit-bibit muda untuk dapat melestarikan kesenian khas daerah yang ada di Bali. Tari Legong Ratu Dedari yang ada di Desa Ketewel memiliki fungsi yang sangat penting untuk kehidupan kesejahteraan masyarakat Desa Ketewel. Oleh karenanya tarian tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar menjadi warisan budaya yang unik dan sakral di Desa Ketewel.
REFERENSI
Irhandayaningsih, A. (2018). Pelestarian Kesenian Tradisional Sebagai Upaya Dalam Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang. Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, dan Informasi 2(1), 19-27.
Andri R.M, Laura. (2016). Seni Pertunjukan Tradisional di
Persimpangan Zaman: Studi Kasus Kesenian Menak Koncer
Sumowono Semarang. Jurnal Humanika 23(2), 25-31.
Ayu & Indriyanto. (2018). Kajian
Dinamika Pertunjukan Tari Rumeksa Di Kota Purwokerto. Jurnal Seni Tari, 7(1), 1-12.
Bandem, I. M. (1996). Evolusi Tari Bali. Yogyakarta: PT Kanisius
Bastomi, S. (1990). Apresiasi Seni. Semarang. IKIP Semarang. 1990.
Dibia, I. W. (1999). Tari Legong Dalam Modernisasi Budaya Bali. Jurnal Seni Budaya. ISSN 0854-3461.
Dibia, I. W. (1994). Tari Tarian Bali Kreasi Baru: Bentuk, Pertumbuhan dan perkembangannya. Jurnal of Art and Culture 2(1).
Eny, I. V. (2000). Tari Bali: Sebuah Telaah Historis (Bali Dance : A Historical Research). Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni 1(2), 75-90.
Bisri, M.H. (2000). Pengelolaan Organisasi Seni Pertunjukan. Journal Of Arts Research and Education 1(1).
Sumiari N.K,. & Setyarini, N.P. (2015). Perancangan Media Publik Kesenian Tari Bali Berbasis Web. Stmik Jurnal Sistem dan
Informatika (KNS&1).
Lihar, Pane. (2019). Nilai Religius Tari Hanggu Pada Masyarakat Nias di Desa Toreloto Nias Utara. Unimed
Mirdamiwati, S.M. (2014). Peran Sanggar Seni Kaloka Terhadap
Perkembangan Tari Selendang Pemalang di Kelurahan Pelutan Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Jurnal Seni Tari 3(1), 2014.
Martinus, U. (2013). Fungsi
Kepemmpinan Kepala Adat Dalam Pembangunan Desa Kelubir Kecamatan Tanjung Palas Utara Kabupaten Bulungan. Jurnal Administrasi Negara, 1(4), 1232
1244.
Nunik, P. (2013). Eksistensi Tari Topeng Ireng Sebagai Pemenuhan
Kebutuhan Estetik Masyarakat Pandesari Parakan Temanggung. Catharsis 2(1).
Ruastiti, N.M. (2017). Membongkar Makna Pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari Di Pura Saren Agung Ubud, Bali Pada Era Global. Jurnal Seni Budaya 32(2)
Sigit, S, (2013). Dampat Globalisasi Media Terhadap Seni dan Kebudayaan Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi 2(1).
Sitti, R. A. A. (2017). Mengembangkan Kapasitas Pemuda
dengan Meningkatkan Keterlibatan dalam Melestarikan Budaya Lokal Sebagai Aset Kekayaan Nasional. Academia.edu.
Thamrin, M. (2012). Kesenian dan Masyarakat. Jurnal Imajinasi 1(4). 2012.
Widodo & Suradi. (2011). Profil dan peranan Organisasi Lokal Dalam Pembangunan Masyarakat. Jurnal Sosio Konsepsia 16(2), 197-208.
Discussion and feedback