DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2020.v4.i01.p03

p-ISSN: 2528-4517

Ata Sodha dalam Tarian Gawi Desa Tenda Kecamatan Wolojita Kabupaten Ende NTT

Hiasynta Merdeka Ayu Heppi

Program studi Antropologi,Fakultas Ilmu Budaya,Unud [[email protected]]

Denpasar,Bali,Indonesia *Corresponding Author

Abstrac

Gawi dance’s one of the dance that has recorded as an Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) but has not been designated as a national cultural. Literally, the meaning of the word GAWI is defined as follows: GA means reluctant or shy while WI means interesting, in the sense of uniting oneself.Ata Sodha is a poet using language of customs. Ata Sodha possess a role as a leader of Gawi dance and it belongs to a part of traditional ceremony. The probleems of this stuudy comprise of (1) How is the role of Ata Sodhain traditional ceremony Gawi dance of Tenda village community? (2) How is the perception of community regarding to Ata Sodha?. The theories being used in this research, namely role theory and simbolic interpretative theory.The concepts that are used among other: roles, Ata Sodha, Gawi dance and perception. In this reserch, descriptive qualitative method’s adopted, by the data source namely primary and secondary in which the data are collected by observing, interviewing literature review.The findings In this research points out that an Ata Sodha has an unseparable role in traditional ceremony. The brainwave that they obtain from their ancestors in form of ability to chant prayer and praise verses by using traditional language to make Ata Sodha have sufficient important role. In traditional ceremony, Ata Sodha plays the role as the lader in Gawi dance. Society expects that the existence of Ata Sodha remains exist in traditional ceremony

Keywords : Ata Sodha, Gawi Dance, Poet

Abstrak

Tari gawi merupakan salah satu tarian yang sampai saat ini sudah tercatatkan kedalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tetapi belum ditetapkan sebagai warisan budaya nasional. Tarian Gawi berasal dari kata berikut : GA artinya segan atau sungkan sedangkan WI artinya menarik, dalam arti menyatukan diri.Ata Sodha adalah seorang pelantun syair menggunakan bahasa adat. Ata Sodhamempunyai peran sebagai pemimpin tarian Gawi dan itu sendiri merupakan bagian dalam upacara adat. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi (1) Bagaimana peranan Ata Sodha dalam tarian Gawi upacara adat masyarakat desa Tenda? (2) Bagaimana persepsi masyarakat tentang Ata Sodha?.Teori yang digunakan, yakni teori peranan dan teori interpretatif simbolis. Konsep yang digunakan antara lain: peranan, Ata Sodha, tari Gawi dan persepsi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan sumber data yaitu data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil yang ditemukan dalam penelitian memperlihatkan bahwa seorang Ata Sodha memiliki peran yang tidak dapat dipisahkan dalam upacara adat.. Ilham yang ia dapatkan dari para leluhur berupa kemampuan melantunkan syair doa dan pujian menggunakan bahasa adat membuat Ata Sodha memiliki peran yang cukup penting. Dalam upacara adat, Ata Sodha berperan sebagai pemimpin tarian Gawi. tari Gawi sendiri merupakan puncak dari upacara adat. Masyarakat berharap agar eksistensi Ata Sodha tidak hilang dalam upacara adat

Kata kunci : ata sodha, tari gawi, pelantun syair

Sunari Penjor: Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud

PENDAHULUAN

Kabupaten Ende adalah daerah yang terletak tepat di tengah Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ende didiami oleh dua Suku, Suku Ende dan Suku Lio.Lail (2015) mengungkapkan bahwa budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosiobudaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Terdapat 20 kecamatan di Kabupaten Ende dan memiliki berbagai upacara adat yang masih dilestarikan secara baik. Setiap suku memiliki ciri khas masing-masing.

Ciri khas atau identitas tersebut antara lain meliputi bahasa, pakaian, tarian, rumah adat, makanan dan minuman (Evadila,2016 :28). Ciri khas tersebut juga dimiliki oleh masyarakat Suku Lio yang menempati Desa Tenda, Kecamatan wolojita, Kabupaten Ende. Desa ini sendiri memiliki banyak keunikan serta nuansa budayanya yang masih sangat tradisional. Gunawanet al. (2005) mengatakan bahwa Seni tari adalah ungkapan perasaan jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak rit mis yang indah dan diiringi musik. Tari merupakan alat komunkasi melalui ruang gerak dan waktu membawa misi-misi untuk disampaikan kepada penontonnya (Nursyam& Supriando, 2018: 499). Menurut Khutniah (2012) mengungkapkan tari adalah bentuk gerak yang indah, lahir dari tubuh yang bergerak, berirama dan berjiwa sesuai dengan maksud dan tujuan tari.

Pada masyarakat desa tenda tarian yang sering ditampilkan dalam berbagai acara maupun kegiatan ialah tari gawi.Tari gawi merupakan simbol faktual entitas yang merupakan daya pemersatu kalangan antara kaum bangsawan dan kaum jelata etnik Ende Lio di masa lampau (Ekaet al.,2017: 182). Tarian ini mengungkapkan rasa syukur kepada

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang berlimpah pada hasil panen serta kehidupan yang sejahtera. Dalam tarian gawi terdapat Ata sodha yang merupakan pemimpin tari gawi yang bertugas melantunkan syair pujian dan doa. Ata sodha adalah masyarakat biasa yang bertugas untuk memimpin tarian gawi. Ata sodha memiliki kemampuan khusus untuk melantunkan syair-syair pujian dan doa adat tanpa membaca teks, serta mengetahui adat istiadat masyarakat setempat. Sosok seorang ata sodha sangat penting dan selalu dibutuhkan saat memimpin tarian gawi dalam upacara adat.

Ata sodha juga disebut dengan Solis. Ata adalah sosok atau seseorang dan sodha adalah cerita mengenai sejarah suku dan doa yang dibawakan berupa nyanyian. Kemampuan menghafal rangkaian syair-syair dipelajari secara otodidak tanpa ada pendidik khusus untuk peran itu. Karena keterbatasan orang yang memiliki kemampuan bernyanyi menyampaikan syair-syair adat sesuai konteks kegiatan menyebabkan jumlah ata sodha terbatas. Tidak semua orang mampu menjalankan peran sebagai ata sodha. Jika pada satu kampung tidak ada orang yang mampu menjalankan peran sebagai ata sodha, maka warga dapat mendatangkan ata sodha dari kampung lain ataupun upacara adat akan dilaksanakan tanpa adanya tarian gawi di dalamnya.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kualitatif adalah tipe metode analisis yang lebih menekankan pada isi (kualitas) dari data tersebut dan bukan pada angka.Data-data dan hasil analisis yang akan disajikan dalm bentuk kata-kata, kalimat, gambar dan tidak mengarah pada angka. (Pratiwi. 2017: 175). Penelitian ini bersifat kepustakaan dengan objek seni tari tradisional. Data berupa hasil penelitian dan teori terkait

variabel. Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif.(Retnoningsih, 2017:1). Model penelitian menggunakan abstraksi dan sintesis antara teori dan permasalahan yang dijelaskan menggunakan bagan dan gambar. Gambaar ataau baagan tersebut dibuat unntuk memberikan gambaran umum dalam penelitian tersebut. Adanya bagan model penelitian diharapkan dapat mempermudah dalam mendapatkan jawaban atas tersebut.

Goo (2019: 4) menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian sumber data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara secara langsung di lokasi penelitian yaitu Desa Tenda, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, Flores-NTT. Kemudian data sekunder diperoleh dari dokumen. Catatan serta berbagai refrensi seperti jurnal serta laporan. Teknik yang dilakukan peneliti saat penelitian adalah observasi, wawancara dan studi pustaka yang diperoleh dan dikumpulkan dengan menggunakan panca indra, teknik wawancara dengan menentukan informan pangkal dan informan kunci melalui teknik purposive sampling agar data yang diperoleh bisa representatif (Sugiono,2005: 218-219) dan teknik studi kepustakaan yang didapat dari buku, majalah dan jurnal sebagai referensi tambahan.Peneliti menggunakan tahapan analisis data. Analisis data sangat penting dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. Data deskriptif kualitatif bersumber pada kerja lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pedoman wawancaranya. Dalam data deskriptif kualitatif tersebut peneliti berusaha mendeskripsikan atau menjelaskan peranan ata sodha dalam tarian gawi.

KERANGKA TEORI

Pada penelitian ini penulis menggunakan teori peranan. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran. Peranan mencakup dalam tiga hal yaitu: 1). Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 2). Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3). Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat (Soekanto, 2012:212).

Sedangkan teori interpretatif simbolis Menurut (Saifudddin, 2006: 288) mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai: (1) suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol yang dengan makna dan symbol tersebut individu-individu mendefenisikan dunia mereka,mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan, pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi mengontrolperilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu simbol maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peranan Ata Sodha Dalam Tarian Gawi

Tari tradisional disetiap daerah banyak mengalami perkembangan sehingga peran seorang penata tari memungkinkan untuk ikut menjaga eksistensi tarian tersebut, agar tetap bertahan dan lestari. (Apriliana, 2014:2) Begitu juga dengan Ata Sodha yang merupakan pemimpin tarian gawi yang juga memiliki peran dalam menjaga kelestarian tarian adat tersebut. Selain memiliki peran untuk menjaga eksistensi tarian gawi, Ata Sodha juga memiliki peran dalam tarian gawi. Peranan Ata Sodha Dalam Tarian Gawi Upacara AdatMasyarakatDesa Tenda, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, yaitu sebagai berikut:

Upacara Adat Masyarakat Desa Tenda

Upacara adat merupakan satu bentuk realisasi wujud kebudayaan yang berupa suatu komplek aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyrakat atau sering disebut sistem sosial. (Embon, 2019:3). Salah satu rangkaian upacara adat adalah adanya kesenian. Dalam kehidupan manusia agama dan budaya jelas tidak dapat berdiri sendiri, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya selaras menciptakan dan kemudian saling menegaskan (Bauto,2014: 24). Dalam upacara adat terdapat ritualkeagamaan atau disebut juga dengan ritus. Ritus merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya dan kelestarian hidupnya. Ritus juga sebagai alat manusia religius untuk melakukan perubahan. (Dzofir,2017: 113).

Kehidupan religi ditandai pula dengan peristiwa dalam wujud ritual yang sacral sifatnya dan yang melalui ritual itu pula tercipta suasana emosional dan relasi yang transendental dengan kekuatan dan kekuasaan yang adrikodati.

Kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan hubungan dengan Du’a Bapu dan atau Du’a Ngga’e, dengan tana watu, alam, juga hubungan dengan para leluhur itu muncul dalam kehidupan masyarakat desa Tenda . Perilaku masyarakat yang dilakukan secara terus menerus maka akan menjadi tradisi dan budaya dalam masyarakat (Hilipitoet al., 2019: 35).

Perlu dijelaskan pula bahwa ritualritual dalam masyarakat Etnik Ende-Lio khususnya desa Tenda tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan berpesta atau dalam bahasa setempat dikenal dengan Nggua-Bapu. Setelah seserahan diberikan, mosalaki mengelilingi tubu musu sambil membacakan doa dan menyerukan syair adat tanda upacara adat akan berlangsung. Dalam kegiatan penanaman ataupun panen, masyarakat desa melakukan berbagai upacara. Masyarakat desa percaya bahwa para leluhur turut andil dalam hasil panen yang mereka dapatkan sehingga ucapan syukur dan terimakasih wajib dilakukan. Adapun berbagai upacara adat yang dilaksanakan di desa tenda yaitu :

  • 1)    Kibi

Adalah upacara adat pada fase pembukaan lahan, acara ini bertujuan untuk meminta hujan kepada para leluhur melalui nyanyian syair dan pantun.Acara berlangsung setiap tahun biasanya di bulan Agustus-September.

  • 2)    Jokaju

Adalah acara adat untuk tolak bala, penyakit, hama kebun, dan kesialan lainnya. Acara ini dilakukan selama lima hari dan dilakukan ditempat yang berbeda. Acara ini berlangsung setiap tahun biasanya di bulan Februari.

  • 3)    Ngguwa Are Kaka

Merupakan upacara adat yang dilakukan pada saat petani hendak melakukan tanam. Acara ini berlangsung setiap tahun biasanya di bulan November.

  • 4)    Ngguwa Mbopo

merupakan upacara adat yang dilakukan pada saat menyambut panen atau memetik hasil panen.Acara ini berlangsung setiap tahun biasanya di bulan Maret-April.

  • 5)    Sepa

Merupakan upacara adat yang dilakukan untuk mensyukuri hasil panen dengan membuat persembahan yang dibuat dari padi dan jagung kemudian digantung di batang aur dan ditancapkan ketanah seperti tiang bendera. Sepa ini dilakukan di depan rumah masing-masing. Acara berlangsung setiap tahun biasanya di bulan Mei

Ata sodha adalah masyarakat biasa yang tidak memiliki kedudukan apapun di struktur adat. Ata sodha memiliki peran yang berbeda dengan mosalaki. Mosalaki adalah kepala suku yang ada di desa. Mosalaki memimpin desanya saat upacara adat berlangsung sedangkan ata sodha merupakan pemimpin dalam tarian gawi, yang di mana tarian gawi nanti nya akan dilaksanakan pada saat upacara adat. Sebelum ia memulai perannya sebagai ata sodha, ia bertemu kepala suku (mosalaki) untuk bertanya tentang tema ritual, kedudukannya (mosalaki) dalam ulayat adat, silsilah keluarga, tujuan ritual dilakukan, perannya dalam ritual, peserta ritual dan batas-batas wilayah adat.

Hal inilah yang membuat ata sodha menjadi sosok yang istimewa saat mulai memimpin tarian gawi. Tanpa membaca teks beliau mampu membawakan cerita yang ia peroleh dari mosalaki dengan sangat lancar dan mempengaruhi

masyarakat peserta gawi untuk lebih bersemangat menari. Dalam syair yang ia bawakan terselip doa dan harapan agar desa terhindar dari segala hal buruk, masyarakat percaya doa dan permohonan yang dibawakan oleh ata sodha akan didengar dan dikabulkan oleh para leluhur sehingga masyarakat semakin bersemangat sampai akhir ritual dilaksanakan.

Ata sodha merupakan komponen gawi yang sangat penting, karna tanpa ata sodha gawi menjadi tidak bermakna. Hal ini dibenarkan oleh Bapak Fabianus. Beliau mengatakan bahwa pesan yang disampaikan pada saat gawi ialah bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada leluhur selain itu juga merupakan bentuk keberasamaan dan perdamaian antar sesame masyarakat. Pesan tersebut hanya disampaikan melalui gerakan akan tetapi ata sodha hadir untuk mempertegas pesan bagi para leluhur. Sosok ata sodha adalah penyambung lidah antara masyarakat dan para leluhur, semua doa dari masyarakat disampaikan oleh ata sodha dengan cara berlantun dan dikemas dalam bentuk lagu mengiringi masyarakat agar menari dengan semangat. Sebagai ata sodha Bapak Fabianus Kea selalu mendapat panggilan untuk sodha di luar desa tenda.

Persepsi Masyarakat Tentang Ata Sodha

Pada umumnya masyarakat mengungkapkan tiga pola sikap berbeda dalam relasinya dengan lingkungan sekitar. Pada zaman dahulu, ketika manusia tidak mampu menjelaskan dan menguasai alam semesta dengan teknologi, dia melihat alam sekitarnya sebagai suatu yang sakral.Manusia yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi mulai merasa diri sanggup menguasai alam. Lingkungan sekitarnya dilihat sebagai objek yang harus dieksploitasi sebanyak mungkin demi kepentingan dirinya. Namun, dalam

perkembangannya, ternyata eksploitasi yang tak terbendung akhirnya mengancam hidup manusia itu sendiri. Manusia akhirnya mengubah sikap kedalam alur posmodernisme yang mulai melihat alam sebagai subjek lain yang sederajat dengan dirinya. Dalam pandangan ini alam harus dihormati dan dikelola dengan sewajarnya (Kleden, 1994: 314-321).

Masyarakat Desa Tenda sejak mula melihat kosmos sebagai suatu yang sakral dan sebagai manifestasi dari yang ilahi. Pengalaman keterbatasan ini diungkapkan dalam keyakinan akan penguasa semesta Esa yaitu Du’a gheeta lullu wulla Ngga’e ghalle wena tanah. Di samping penguasa alam semesta, masyarakat desa tenda meyakini adanya kekuatan roh lain dalam lingkungan mikro yang bisa menginterfensi manusia. Kekuatan lain itu dikenal sebagai embu mamo kajo (arwah para leluhur). Embu mamo kajo akan menjadi kekuatan destruktif jikalau masyarakat tidak menjaga keseimbangan hidup sosial dan dalam hubungan dengan alam (Mbete, 2006: 96-97).

Masyarakat melakukan upacara adat sebagai bentuk rasa syukur atas perlindungan dan keberkahan hasil panen yang berlimpah. Dalam upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari sosok seorang ata sodha dan mosalaki. Priyohartono (2012: 189) mengatakan bahwa keduanya memiliki peran penting dalam upacara adat. Masyarakat melihat mosalaki sebagai tetua adat dan pemimpin berbagai kegiatan ritual adat dalam sistem sosial,politik, dan ekonomi masyarakat sedangkanata sodha sebagai seseorang yang mampu berbicara langsung kepada para leluhur. hal ini dilihat dari perannya sebagai pemimpin tari gawi. Tari gawi bukanlah sembarang tarian yang dilakukan oleh masyarakat, ada tahapan-tahapan upacara adat yang dilewati sebelum pada akhirnya ditutup dengan

tarian. Untuk memulai memimpin tari gawi, ata sodha memohon berkat campur tangan kepada para leluhur dengan cara berdiam diri sejenak dan menundukan kepalanya diluar kanga (tempat tarian gawi berlangsung). Setelah itu, ia naik dan masuk ke dalam lingkaran gawi dan mulai bersodha.

SIMPULAN

Masyarakat Desa Tenda masih memegang teguh tentang kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang yang diyakini selalu hadir dalam kehidupan. Oleh Karena itu, berbagai upacara adat selalu dilakukan untuk mendekatkan diri dengan roh nenek moyang agar memperoleh keselamatan dan terpenuhi segala kebutuhan hidup. Beberapa upacara adat tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan berpesta, dalam hal ini masyarakat akan bersukacita dan menari bersama. Tarian yang dibawakan saat upacara adat disebut dengan Gawi. Tarian gawi merupakan tarian khas yang menegaskan persekutuan antara perangkat adat (mosalaki) dengan para penggarap lahan (fai walu ana kalo).

Tarian gawi dipimpin oleh seorang ata sodha. Ata sodha menjadi sosok yang istimewa saat mulai memimpin tarian gawi. Tanpa membaca teks beliau mampu membawakan cerita yang ia peroleh dari mosalaki dengan sangat lancar dan mempengaruhi masyarakat peserta gawi untuk lebih bersemangat menari. Dalam syair yang ia bawakan terselip doa dan harapan agar desa terhindar dari segala hal buruk, masyarakat percaya doa dan permohonan yang dibawakan oleh ata sodha akan didengar dan dikabulkan oleh para leluhur sehingga masyarakat semakin bersemangat sampai akhir ritual dilaksanakan.

Pada zaman modern saat ini sosok ata sodha masih eksis di tengah masyarakat. Keberadaan ata sodha dibutuhkan pada saat upacara adat yang

dimana terdapat tarian gawi. selain upacara adat yang tidak memerlukan gawi dan kegiatan gawi yang bersifat non ritual, sosok ata sodha tidak diperlukan. Sosok ata sodha diterima baik di tengah masyarakat. Masyarakat yang berasal dari desa tenda maupun yang berasal dari desa lain sangat senang dengan pribadinya. Mendapat berkat dan karunia dari leluhur tidak membuat sosok ata sodha menjadi sombong. Melihat dengan kebutuhan ata sodha dalam upacara adat dan kurangnya ata sodha di tengah masyarakat membuat Bapak Fabianus Kea mendapat respon yang baik oleh masyarakat desa tenda maupun masyarakat luar desa tenda.

REFERENSI

Apriliana, F. A. D. (2014). Rekonstruksi Tari Kuntulan Sebagai Salah Satu Identitas Kesenian Kab. Tegal: 3 (1) : 2

Bauto, M. L. (2014). Perspektif Agama dan Kebudayaan Masyarakat Indonesia. Kendari: 23 (2) : 24.

Dzofir, M. (2017). Agama dan Tradisi Lokal. Jawa Tengah: 1 (1) : 113.

Eka, Y. O., Dey, Y. D., Kadafil, A. (2017). Peran Konselor Dalam Menumbuhkan        Semangat

Kebangsaan Melalui Tari Gawi. Ende-Flores: 1 (1) : 182.

Embon, D. (2019). Sistem Simbol Dalam Upacara Adat Toraja Rambu Solo : Kajian Semiotik. Sulawesi Tengah : 4 (2) : 3

Evadila. (2016). Tari Tradisi Dagong Pada Upacara Perkawinan Di Desa Bantan. Riau: 3 (2) : 28.

Goo, A. M. (2019). Upacara Suu Ine Mbupu Wangga Ame Uwa di Komunitas Adat Wodo watu Desa Udiworowatu Kecamatan Keo Tengah. Nagekeo: 25 (2) : 4

Gunawan, P., Syai, A., Fitri, A. (2016). Eksistensi Tari Likok Pulo. Aceh Besar: 1 (4) : 281.

Hilipito, K., Moh A., Sugiarso, A. B., Memahit. J D. (2019). Tarian Adat Kebela     Daerah     Bolaang

Mongondow    dalam    Kartu

Augmented Reality. Sulawesi Utara: 14 (1) : 35.

Khutniah, N.    (2012).    Upaya

Mempertahankan Eksistensi Tari Kridha Jati Di Sanggar Hayu Budaya Di  Kelurahan Pengkol

Jepara 1 (1) : 2

Kleden, I. (1897). Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan.Jakarta: LP3ES.

Lail, J. (2015). Belajar Tari Tradisisnal Dalam Upaya Melestarikan Tarian Tradisional. Yogyakarta: 4 (2) : 1

Mbete, A. M. (2006). Khazanah Budaya Lio-Ende.Ende:  Pustaka Larasan

dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende.

Nursyam, Y & Supriando. (2018). Makna Simbolik Tari Ilau Nagari Sumani Kabupaten Solok. Sumatra Barat: 28 (4) : 499

Pratiwi, C. A. (2017). Harai : Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat. Surabaya : 5 (2) : 175

Priyoharyono, J. E. M. (2012). Indonesian Journal and Cultural Anthropology. Jakarta:  33  (3)  :

189.

Retnoningsih, D. A. (2017). Eksistensi Konsep Seni Tari Tradisional Terhadap Pembentukan Karakter Siswa Sekolah Dasar, Brebes: 7 (1)

Saifuddin, A. F. (2006). Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana

Sugiono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung: Alfabeta

Soekanto, S. (1981). Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta : Rajawali.