DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2019.v3.i02.p05

p-ISSN: 2528-4517

Lelangan sebagai Sistem Perekonomian Tradisional di Desa Julah

Nitiprabhu Pramatatya*, Bambang Dharwiyanto Putro, I Nyoman Suarsana Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

[[email protected]], [[email protected]], [[email protected]]

Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author

ABSTRACT

Julah village is an old village called Bali Mula village or Bali beginings, it is located in Tejakula District, Buleleng Regency, Julah village has a traditional economic system called lelangan or traditional auction market, the auction market is managed and maintained by the Julah Traditional Organization, especially as a valuable asset which is the main income for customary cash. To examine this problem, there are certain formulation used in this research, namely : 1) What are the characteristics of the traditional auction market in Julah village? 2) Why does the traditional auction market stll exist in Julah village? 3) What are the implications of the existence of a traditional auction market on social life in Julah village? The types of data used in this study are qualitative data and quantitave data as a secondary data sources obtained through observation, interviews, literature study and documents, the analysis used is descriptive analysis. This research uses Functionalism theory from Bronislaw Malinowski, Hierarcy of Needs theory from Abraham Maslow and theory of Personalitic Economics from Dewey and Szanton. The concepts in this research are existence, traditional auction market and modernization. The existence of the lelangan in the middle of the modernization era is due to cultural conservation carried out by the Julah Community and Customary Organization itself, the utilization of Julah’s natural resources in the form of village abian land or village – owned gardens whose garden products are auctioned off as a source of income for adat, besides that the community also has socio – economic function and functions of the arena of social interaction for the Julah Cummunity

Keyword : Lelangan, Function, Modernization, Exist

ABSTRAK

Desa Julah merupakan desa tua yang disebut dengan Desa Bali Mula atau Bali permulaan yang berada di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Desa Julah memiliki sebuah sistem perekonomian tradisional yang disebut dengan lelangan atau pasar lelang tradisional, tentunya lelangan tersebut dikelola dan dipertahankan oleh Organisasi Adat Julah terutama sebagai aset berharga yang merupakan penghasilan utama bagi kas adat. Untuk membedah permasalahan tersebut, terdapat rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1) Bagaimana karakteristik pasar lelang tradisional di Desa Julah? 2) Mengapa pasar lelang tradisional tetap eksis di Desa Julah? 3) Apa implikasi dari keberadaan pasar lelang tradisional terhadap kehidupan sosial di Desa Julah?. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data kualiatitif dan data kuantitatif sebagai penunjang. Sumber data yang digunakan adalah jenis sumber data primer dan sekunder yang diperoleh melalui observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan dokumen. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan teori dari Bronislaw Malinowski teori Fungsionalisme, teori Hierarki Kebutuhan Manusia dari Maslow Abraham dan teori Ekonomi Personalistik dari Dewey dan Szanton. Adapun beberapa konsep di dalam penelitian ini yaitu eksistensi, pasar lelang tradisional dan modernisasi. Eksisnya lelangan di tengah era modernisasi dikarenakan adanya konservasi

Sunari Penjor: Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud

budaya yang dilakukan Masyarakat dan Organisasi Adat Julah itu sendiri, pemanfaatan sumber daya alam Julah berupa tanah abian desa atau kebun milik desa yang hasil kebunnya di lelangkan sebagai sumber penghasilan bagi adat, selain itu juga bagi masyarakatnya memiliki fungsi sosio – ekonomi dan fungsi arena interaksi sosial Masyarakat Julah.

Kata Kunci : Lelangan, Fungsi, Modernisasi, Eksis

PENDAHULUAN

Kebudayaan sangat erat kaitannya dengan masyarakat, pada hakikatnya kehidupan budaya masyarakat sangat erat dengan kegiatan perekonomian, kehidupan sehari – hari manusia tidak lain digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari, dengan mengetahui kehidupan ekonomi dari suatu masyarakat, secara otomatis dapat mengetahui seluruh kehidupan sosial maupun kebudayaan masyarakat tersebut (Sairin et al, 2002 : 1- 3). Pasar tradisional tidak hanya dimaknai sebagai pranata ekonomi semata yang hanya berfungsi mendominasi transaksi perdagangan pembeli dan penjual dalam kehidupannya yang statis tetapi lebih dari itu, pasar tradisional juga berfungsi sebagai ruang sosial dan kultural yang berlangsung secara satu kesatuan antara mata pencaharian masyarakat yang beragam (Jati, 2012 : 1).

Kebutuhan akan pasar tradisional di masyarakat merupakan salah satu alasan utama mengapa pasar tradisional dapat bertahan di era modernisasi, keinginan dan kebutuhan masyarakat akan adanya sistem tawar menawar dan langganan pada pasar tradisional yang tidak dapat ditemukan pada pasar modern dengan mengutamakan efisiensi dan efektif dalam prosesnya (pramudyo, 2014 : 78 – 79.

Desa Julah merupakan salah satu desa kuno di tanah Bali, diantara kesekian banyak desa yang terbilang kuno di tanah Bali, Julah salah satunya. Desa Bali Mula juga sebagai sebutan untuk desa Julah, terdapat banyak peninggalan megalitik di desa Julah, peninggalan tari sakral juga ada, aneka

bangunan tua dan pingit serta tata adat dan pemerintahan yang unik (Sandiase & Sari, 2015 : 40 – 41).

Desa Julah memiliki sebuah sistem perekonomian tradsional berupa pasar lelang tradisional, masyarakat lokal menyebutnya dengan lelangan, lelangan tersebut dikelola oleh desa adat sebagai sumber pemasukan utama kas adat yang dipergunakan untuk keperluan adat dan pura.

Sistem perekonomian tradisional dapat eksis di Desa Julah hingga saat ini karena dipertahankannya tanah pelaba pura di Desa Julah, tanah tersebut dinaungi oleh desa adat dengan organisasi adatnya dan masih menggunakan sistem pencatatan yang sama dengan landasan dasar kepercayaan antar masyarakat, tanah pelaba pura yang luas dirawat oleh Juru abian dengan sistem nyakap untuk mengolah tanahnya dan menghasilkan bagi desa tentunya juga untuk kenutuhan pribadi penyakap, di tengah proses pencatatan yang sama dari dulu hingga sekarang, seharusnya terjadi kecurangan – kecurangan seperti pengalihan fungsi lahan untuk pribadi, tetapi uniknya tidak terjadinya kecurangan – kecurangan tersebut (Monliasih et al, 2017 : 2 – 3).

Lelangan sebagai sistem perekonomian tradisional dijadikan tempat memasarkan hasil bumi atau hasil panen dari abian desa sebagai tanah pelaba pura, hasil pelelangannya dimasukkan ke kas adat yang nantinya dipergunakan untuk keperluan adat berupa upacara, pemugaran pura dan lain sebagainya. Bagi Masyarakat Julah itu sendiri lelangan tersebut memiliki kegunaan dari segi fungsi ekonomi,

sosial dan juga budaya, lelangan tersebut dijadikan tempat berkumpul bagi masyarakat selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masing – masing.

Adapun beberapa batasan masalah yang akan dibahas dalam topik penelitian ini, yang pertama karakteristik pasar lelang tradisional di Desa Julah, kedua Eksistensi pasar lelang di Desa Julah, ketiga implikasi pasar lelang tradisional terhadap kehidupan sosial masyarakat Desa Julah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitaf yang sifatnya menyeluruh dan mendalam guna mendapatkan native’s point of view dari masyarakat Julah mengenai konsepsi perkawinan manesin di Desa Julah dalam memperoleh data secara langsung hasil dari melakukan observasi dan wawancara mendalam (indept interview) terhadap orang-orang yang memiliki kategori sebagai informan yang telah ditentukan dalam penelitian ini yang disebut dengan sumber data primer. Selain itu penelitian ini ditunjang dengan melakukan studi kepustakaan dan dokumentasi yang mengacu dengan penelitian ini untuk sumber data sekunder (Spradley, 2007: 5). Metode ini mengutamakan seorang peneliti untuk melihat fenomena secara kondisi alami yang sebenarnya (natural setting), sehingga aspek – aspek yang diteliti tidak terlepas dari konteks yang sebenarnya terjadi di lapangan. Oleh karena itu, peneliti berpartisipasi dalam situasi atau kegiatan yang ditelitinya, dalam arti lain peneliti diharapkan berbaur secara akrab dengan sumber informasi penelitian (Yusuf, 2014: 388 – 389). Data primer dan sekunder yang didapatkan dianalasis dengan metode kualitatif ditekankan pada deskriptif intetrpretatif dengan teori yang digunakan untuk dapat menarik kesimpulan dari permasalahan ini.

KERANGKA TEORI

Penelitian ini menggunakan teori fungsionalisme dari Bronislaw Malinowski. Malinowski menekankan teorinya pada sistem perekonomian suatu masyarakat yang menurutnya apabila berhasil diidentifikasi, secara langsung dapat mengetahui keseluruhan kehidupan sosial maupun budaya masyarakat tersebut, Malinowski dalam teorinya mengemukakan sebuah prinsip resiprositas atau prinsip timbal balik yang mengaktifkan hubungan ekonomi, terdapat juga fungsi pranata sosial dari adat yaitu tingkah laku manusia dan pengaruhnya terhadap adat, kebutuhan suatu adat dan pranata sosial dan pengaruhnya agar mencapai maksudnya dan pengaruh atau efek terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu (Koentjaraningrat, 2014: 160172). Abraham Maslow mengemukakan teori kebutuhan manusia (hierarcy of needs). Maslow menyatakan bahwa pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan dan keinginan, diantara kedua unsur tersebut, Maslow mengatakan bahwa manusia harus memenuhi kebutuhan terlebih dahulu sebelum ia memenuhi keinginannya. Tahapan kebutuhan dan keinginan oleh Maslow di klasifikasikan lagi menjadi 5 tahapan yaitu (1) Kebutuhan fisiologis, (2) Kebutuhan akan rasa aman, (3) Kebutuhan akan rasa kasih sayang atau cinta, (4) Kebutuhan akan harga diri, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri atau perwujudan diri (Maslow, 1984: 39 – 42). Dewey dan Szanton mengemukakan teori ekonomi personalisme (personalized exchange), dalam teorinya dtekankan pada hubungan – hubungan sosial yang terbangun dalam pasar tradisional dari sistem jual – beli yang ada pasar tersebut, di dalamnya terdapat juga sebuah konsep hubungan langganan yang membuat sebuah ikatan dan membuat pasar tersebut tetap

bertahan, terutama hubungan antara pedagang dan pembeli di pasar (Sairin et al, 2002 : 204 – 205).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lelangan di Desa Julah merupakan sebuah perekonomian tradisional yang dikonservasi oleh desa adat terutama sebagai penghasilan utama kas adat, lelangan tersebut juga menyediakan kebutuhan sehari – hari bagi Masyarakat Julah. Pasar dengan mekanisme lelang dalam proses jual belinya menjadi keunikan tersendiri terutama di Desa Julah sebagai pihak yang mempertahankan agar pasar tersebut tetap ada dan dipergunakan sesuai fungsinya.

Karakteristik Dan Keberadaan Lelangan di Desa Julah

Mata pencaharian yang dimiliki Masyarakat Julah di dominasi sebagai petani, budaya agraris sangat dipegang teguh oleh Masyarakat Julah, walaupun termasuk daerah pesisir tetapi kuatnya kehidupan agraris Masyarakat Julah yang lebih diminati sebagai mata pencaharian utamanya. Keadaan geografis yang terletak pada dataran rendah dengan iklim yang panas atau suhu yang tinggi membuat jarangnya pasokan air yang ada di Desa Julah, sehingga pertanian yang ada di Desa Julah bukanlah pertanian lahan basah seperti sawah melainkan pertanian lahan kering atau kebun dengan menanam tanaman holtikultura, masyarakat lokal menyebutnya dengan abian atau tegalan.

Tanaman yang ditanam oleh para petani Julah yaitu tanaman yang bersifat produktif berupa kelapa, mangga, papaya, rambutan, pisang, jagung, umbi – umbian, kacang, komak, kare dan lain sebagainya. Lelangan tersebut menjadi faktor utama desa adat Julah dapat bertahan khususnya dalam mempertahankan adat – istiadat dalam bentuk upacara adat, sebagian besar

pemasukan kas adat berasal dari pelelangan hasil bumi dari abian desa Julah, 90% hasil pelelangannya akan masuk ke kas adat dan sisanya sebesar 10% akan diberikan kepada juru lelang sebagai penjual atau penengah dalam lelangan tersebut. Mekanisme pengelolaan aset bagi suatu daerah merupakan hak bagi organisasi di daerah tersebut untuk memanfaatkannya untuk keuntungan daerah tersebut, keuntungan bersama tersebut lebih diutamakan karena adanya sebuah kepentingan bersama dibalik penentuan keputusan yang dilaksanakan dari hasil perundingan bersama yang telah disepakati bersama pula, di Bali di sebut dengan tanah ayahan desa atau tanah pelaba pura (Witari et al, 2020 : 118).

Latar dan tempat beradanya pasar tradisional mempengaruhi seluruh sistem pasar itu sendiri, kondisi fisik yang dimiliki termasuk arsitektur pasar tradisional tersebut menjadi salah satu faktor utama bagaimana karakteristik pasar tradisional tersebut dan juga mempengaruhi keberadaan dan kebertahanan pasar tersebut di suatu masyarakat (faahitah et al, 2014 : 3). Secara fisik lelangan Julah tidak memiliki bangunan fisik pasar, pelelangan di Desa Julah secara rutin berlangsung di areal jaba tengah Pura Bale Agung pada saat berlangsungnya sangkepan tilem atau rapat adat yang bersamaan dengan bulan mati pada kalender Bali, apabila hasil abian sudah panen tetapi tidak saatnya sangkep, juru lelangan akan melelangnya di bale banjar adat Julah dengan mengumumkannya terlebih dahulu, sarana informasi yang digunakan oleh juru lelangan yaitu dengan memukul kentungan atau masyarakat local menyebutnya dengan kul – kul yang berada di pintu masuk bale banjar sambil berteriak jenis barang yang akan di lelangkan, sebagai pertanda bahwa lelangan akan berlangsung. Cara tersebut

tentunya untuk menarik perhatian masyarakat sekitar Desa Julah apabila ada yang tertarik untuk membeli barang di lelangan tersebut.

Lelangan di Desa Julah tentunya memiliki mekanisme atau sistem pasar yang dibuat oleh desa adat untuk menjaga keberadaannya, ada beberapa mekanisme yang dibangun oleh desa adat yaitu 1) Mekanisme pengelolaan abian desa, 2) Mekanisme tawar menawar pada lelangan dan 3) aktor dalam lelangan di Desa Julah. Ketiga unsur dalam mekanisme lelangan tersebut merupakan satu kesatuan dan saling berhubungan satu sama lainnya. Unsur – unsur tersebut yang dibuat oleh desa adat merupakan alasan mengapa lelangan di Desa Julah tetap bertahan terutama di era modernisasi ini, dari sistem pengelolaan abian desa berupa sistem nyakap untuk menanam tumbuhan yang memiliki nilai jual dan juga sistem komunikasi kekeluargaan antara penyakap dengan para juru abian sehingga memunculkan sebuah kesinambungan dalam hal panen, bagi hasil dan lain sebagainya.

Hingga sistem tawar – menawar dengan jenis lelang yaitu pembeli saling menawar ke harga yang lebih tinggi yang dikenal dengan saling unjuk – unjukin antara pembeli menghadirkan suasana persaingan antar pembeli yang aktif pada lelangan tersebut tidak lupa memperhatikan etika sesame pembeli dalam saling menawarkan harga Ketika lelangan berlangsung. Tidak lupa aktor – aktor pada lelangan tersebut yaitu juru lelangan sebagai penengah dan penjual pada saat lelangan berlangsung dan tentunya pembeli yang datang dengan beragam kebutuhan hidupnya. Pengelolaan tanah pelaba pura oleh masing – masing desa adat khususnya dengan adanya pura kahyangan tiga sebagai di setiap desa adat di Bali, merupakan sebuah sistem yang wajib dibangun oleh masing – masing organisasi adat terutama demi

keberlangsungan pura kahyangan tiga terutama tanahnya dipergunakan untuk kebutuhan pura tersebut (Aldiasta et al, 2017 : 4 – 5).

Hubungan – hubungan sosial yang terbangun dari proses transaksi ekonomi pada pasar khususnya pasar tradisional memiliki nilai ketahanan bagi pasar itu sendiri, iklim sosial yang berkesinambungan terbangun secara otomatis seiring terjadinya proses jual – beli yang termasuk di dalamnya tawar – menawar, secara langsung hubungan yang kuat tersebut menjadi faktor utama bagi pasar untuk menjaga keberadaannya (Rajesh, 2010 : 73).

Modernisasi yang terjadi terutama pada skala nasional dimana pembangunan mental dan fisik terus digalakkan, dirasakan juga di Desa Julah yang sedikit banyak mempengaruhi Masyarakat Julah itu sendiri, terutama lelangan tersebut sebagai sistem perekonomian tradisional di Desa Julah mengalami tantangan – tantangan modernisasi yang muncul di Desa Julah, akan tetapi lelangan tersebut tetap bertahan dari gempuran – gempuran modernisasi yang ada. Sebuah pasar tradisional agar keberadaannya tetap eksis di suatu masyarakat ada dua unsur utama yang mempengaruhinya yaitu lingkungan fisik maupun sosial pasar, etika dalam bertransaksi dan fungsi bagi masyarakat itu sendiri (Sasanto & Yusuf, 2010 : 6 – 7).

Lelangan Julah memiliki beberapa komponen yang membuat keberadaanya tetap eksis terutama di Masyarakat Julah, 1) etos kerja pelaku lelangan, 2) modal sosial pada lelangan dan 3) fungsi dari lelangan tersebut. Etos kerja itu sendiri memiliki arti kepribadian suatu individu maupun kelompok yang berkaitan dengan cara pandang, ekspresi dan memaknai suatu hal, yang diharapkan dapat memberikan dorongan untuk meraih hasil yang optimal sehingga jalinan pada hubungan sosial antar

manusia terpelihara dengan baik (Hendraswati, 2016 : 100). Terdapat setidaknya 4 unsur di dalam etos kerja pelaku pasar pada lelangan di Julah yaitu kejujuran antara penjual dan pembeli, saling menghargai yang dicerminkan dengan tidak ada pembedaan status antara pembeli yang datang walaupun terdiri dari berbagai kalangan sosial yang berbeda, gotong royong yang dicerminkan dalam tradisi ngayah yang sudah mengakar pada setiap sendi – sendi Masyarakat Julah dan berpikir secara rasional.

Modal sosial yang ada pada pasar tradisional terutama dalam kontak sosial masing – masing berbagai kelompok pada masyarakat, menyebabkan bertahannya sebuah sistem perekonomian yang eksis di masyarakat, memperkuat pula keberlangsungan dari pasar tersebut (Riyanti, 2013 : 54). Modal – modal sosial yang melekat pada kegiatan lelangan di Desa Julah mengakibatkan semakin kuatnya kegiatan ekonomi tradisional tersebut pada masyarakatnya, terdapat 4 unsur modal sosial pada lelangan di Desa Julah yaitu timbulnya rasa percaya dengan kualitas barang yang di lelang, terciptanya keadaan sosial yang ramah bagi kenyamanan pembeli, tidak ada pembatalan yang dapat dilakukan diatas kesepakatan yang sudah disepakati bersama dalam lelangan tersebut dan timbulnya kepercayaan yang dibangun terhadap pembeli yang membayar belakangan.

Fungsi – fungsi yang terdapat pada lelangan Julah merupakan sebuah akar yang kuat terutama bagi Masyarakat Julah itu sendiri, terutama untuk memenuhi kebutuhan masing – masing pihak, terdapat 2 fungsi utama yaitu fungsi sosio ekonomi dan fungsi sebagai arena interaksi sosial masyarakat. Fungsi sosio – ekonomi mencakup 3 fungsi turunan yaitu fungsi memenuhi kebutuhan hidup, fungsi untuk mendapatkan penghasilan dan fungsi

pertukaran nilai budaya serta pengetahuan, sedangkan fungsi pasar sebagai arena interaksi sosial memiliki 2 fungsi turunan yaitu fungsi interaksi dalam hubungan informasi dan fungsi interaksi sosial dalam menghasilkan resiprositas, Fungsi – fungsi pasar lelang tersebut memiliki sebuah kegunaan untuk memperkuat relasi sosial, khususnya bidang pemasaran baik dari segi komunikasi, ekonomi dan budaya pada masyarakat yang membutuhkan pasar lelang tersebut (Anugrah, 2004 : 109).

Implikasi lelangan terhadap kehidupan sosial Masyarakat Julah

Implikasi merupakan sebuah pemikiran yang dilandasi melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh sebuah sistem atau kelompok tertentu baik tradisional maupun modern. Dengan kata lain implikasi merupakan kumpulan akibat dari proses pelaksanaan kebijakan yang di aplikasikan di tengah masyarakat, konsekuensi tersebut bisa bersifat positif maupun negatif tergantung dari cara kebijakan tersebut yang dilaksanakan secara riil di masyarakat (Islamy, 2003 : 114-115). Kumpulan akibat atau konsekuensi dari eksisnya lelangan di Desa Julah mempengaruhi kehidupan sosial dan juga budaya Julah, terdapat 2 implikasi dari adanya lelangan tersebut, yaitu 1) implikasi terhadap masyarakat dan 2) implikasi terhadap desa.

Konsekuensi kepada masyarakat terkait implikasinya mempengaruhi beberapa aspek pada Masyarakat Julah seperti, aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek budaya masyarakat. Pada aspek ekonomi masyarakat, konsekuensi yang ditimbulkan dari eksisnya lelangan tersebut yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat dan juga dipergunakan oleh Masayarakat Julah untuk meraih keuntungan, pengingkatan pendapatan pada masyarakat terlihat pada petani yang memasarkan hasil buminya pada

lelangan tersebut, para petani di Desa Julah memutuskan untuk memasarkannya pada lelangan tersebut dikarenakan hasil keuntungan yang didapatkan lebih banyak dibandingkan dijual langsung kepada pedagang perantara atau pengepul, dengan mendapatkan keuntungan yang lebih dari hasil pemasaran di lelangan, munculnya gairah – gairah untuk lebih giat dalam berkebun dan menghasilkan barang yang berkualitas bagi pembeli. Salah satu akibat dari keberadaan pasar tradisional di tengah masyarakat tradisional maupun modern yaitu mengaktifkan kembali kegiatan – kegiatan ekonomi dan juga pola pikir ekonomis dalam kehidupan sehari – hari manusia, sehingga secara otomatis kebutuhan – kebutuhan manusia akan terpenuhi (Sarwoko, 2008 : 108 – 109).

Aspek sosial yang tercakup dalam implikasi lelangan terhadap Masyarakat Julah merupakan konsekuensi lelangan terhadap hubungan sosial yang terbangun selama adanya lelangan tersebut di Desa Julah. Kebutuhan masyarakat tidak hanya terkait kebutuhan secara ekonomi tetapi juga kebutuhan bersosial dalam membangun relasi sosial juga penting bagi masing – masing individu maupun kelompok, mengingat bahwa manusia itu merupakan mahluk sosial dan hidup bergotong – royong satu sama lainnya (Sutami, 2012 : 134). Dengan adanya lelangan tersebut memenuhi kebutuhan bersosial Masyarakat Julah khususnya diantara pengunjung pasar lelang, diantara pengunjung pasar lelang di Julah tidak semua datang untuk membeli barang tetapi juga hanya ingin berkunjung untuk menemui kawna lama yang sudah lama tidak berjumpa pada kehidupan sehari – hari yang terhalang karena perbedaan tempat bekerja, interaksi yang terjadi akibat dari kontak sosial individu pada lelangan tersebut telah mengaktifkan kembali solidaritas sosial dengan tujuan mengeratkan

hubungan – hubungan yang sempat putus di Masyarakat Julah itu sendiri.

Konsekuensi terakhir dalam implikasi terhadap masyarakat yaitu dalam aspek budaya Masyarakat Julah, selain untuk memasarkan hasil bumi para petani Julah, lelangan tersebut juga dipergunakan untuk melelang hasil bumi dari abian desa atau kebun desa dibawah naungan pura, dari hasil pelelangan dimasukan ke kas adat untuk keperluan adat. Besarnya pemasukan ke kas adat mengakibatkan tidak diperlukannya urunan oleh Masyarakat Julah apabila upacara adat akan berlangsung di Desa Julah, konsekuensi positif bagi masyarakat tersebut merupakan sebuah keuntungan bagi Masyarakat Julah untuk mengurangi pengeluaran, secara langsung lelangan tersebut juga menjadi alasan utama penguatan budaya dapat terjadi di Desa Julah itu sendiri dikarenakan dana hasil pelelangan tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan sarana upakara apabila upacara akan berlangsung.

Implikasi terhadap desa terutama bagi desa adat merupakan konsekuensi yang dirasakan desa adat secara umum khususnya bagi organisasi adat yang mengkonservasi lelangan tersebut dan juga bagi masyarakat adat itu sendiri. Manajeman pengelolaan pasar tradisional oleh desa adat melalui beberapa kontestasi dari berbagai pihak, sebagian mengatakan buruknya manajemen pengelolaaan oleh desa ataupun organisasi pasar dapat mengakibatkan kalahnya pasar tradisional dengan pasar modern, sebaliknya sebagian mengatakan justru bentuk – bentuk pasar tradisional yang ada pada masyarakat meningkatkan keunikan dan perbedaan yang signifikan dari pasar modern yang berbentuk minimalis dan mengutamakn efisien dan efektivitas, pengelolaan pasar tradisional tergantung bagaimana pengelola dapat menyerap budaya local yang ada

sehingga terlihat lebih khas dan unik (Arimbawa & Marhaeni, 2017 : 18 – 19).

Terdapat beberapa aspek di dalam implikasi lelangan terhadap Desa Julah yaitu aspek pemanfaatan kontribusi lelangan, aspek partisipasi masyarakat dan aspek pemanfaatan sumber daya alam Julah. Pemanfaatan kontribusi lahan yang dimaksud dalam implikasi tersebut yaitu terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi adat Julah yang mengemukakan pemanfaatan tanah pelaba pura tentunya untuk keperluan pura, tanah pelaba pura atau abian desa Julah ditanamkan tumbuhan yang memiliki nilai jual agar hasil pelelangannya nanti dipergunakan untuk keperluan adat tentunya aliran dananya masuk ke kas adat terlebih dahulu, sistem perekonomian tradisional berupa lelangan ini merupakan sebuah sistem yang dibuat oleh para pendahulu yang merupakan local genius Desa Julah untuk meringankan beban dan juga kemandirian ekonomi bagi masyarakatnya dalam hal keperluan upacara, dengan mengelola sumber daya alam yang ada untuk kepentingan bersama terutama kepentingan adat.

Kedua, aspek partisipasi dari Masyarakat Julah itu sendiri, peran dari Masyarakat Julah dalam mempertahankan lelangan tersebut melalui tingkat daya beli masyarakat yang cukup tinggi dengan menjadi langganan pada lelangan tersebut, dengan kata lain Masyarakat Julah membutuhkan lelangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari, rasa memiliki Masyarakat Julah terhadap hasil dari abian desa juga menjadi faktor penting dalam kebertahanan lelangan di Desa Julah. Selain itu juga, terdapat barang yang hanya dijual di lelangan tersebut yaitu tamas yang terbuat dari ental, tamas tersebut diperuntukan bahan dasar bagi Masyarakat Julah untuk membuat canang sebagai sarana untuk sembahyang, hal ini

yang membuat lelangan ini tetap bertahan di Desa Julah.

Ketiga, yaitu aspek pemanfaatan sumber daya alam Julah, pemanfaatan lahan yang dimaksud merupakan eksploitasi alam secara positif dan digunakan secara positif pula yaitu untuk kepentingan bersama, eksploitasi yang dimaksud bukanlah secara negatif seperti pengerusakan lingkungan dan lain sebagainya, tetapi pemanfaatan yang dilakukan     dipergunakan     untuk

kepentingan adat Julah. Pemanfaatan SDA di desa Julah terlihat dari tumbuhan yang ditanam setelah panen akan di lelang pada lelangan di Desa Julah, keberadaan tanah pelaba pura memiliki konsep religio – filosofis yang memiliki nilai – nilai budaya dan harus dipertahankan, juga berfungsi ekonomis dimana tanah adat berupa sawah maupun tegalan sejak dahulu memang dipakai sebagai sumber pendapatan bagi pura atau adat. Tentunya di dalamnya terdapat aset desa yang dimiliki bersama dan dipakai bersama – sama tentunya untuk kepentingan bersama yang telah disepakati.

SIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa Pasar Lelang Tradisional atau lelangan di Desa Julah merupakan suatu kegiatan ekonomi yang penting keberadaannya bagi Masyarakat Julah, lelangan tersebut mencerminkan kehidupan Masyarakat Julah itu sendiri baik dari segi ekonomi lokal, sosial dan budayanya. Hal ini dibuktikan dengan bertahannya lelangan tersebut di tengah – tengah kehidupan masyarakatnya,     tentunya     selain

masyarakat    yang    membutuhkan

keberadaan pasar ini, begitu juga dengan dorongan dari Pemerintahan Adat Julah mengembangkan ekonomi lokal Julah yang di representasikan dalam kegiatan ekonomi dalam lelangan tersebut.

Sebagai masyarakat yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani,

lelangan tersebut merupakan sistem yang tepat kemunculannya di tengah masyarakat yang sedang membutuhkannya, terutama budaya lokal masyarakatnya yang mendukung keberadaan lelangan tersebut, local genius yang membuat sistem perekonomian tradisional tersebut merupakan sebuah ide dan pemikiran sehinggal menghasilkan aktivitas ekonomi yang tepat guna bagi masyarakat lokal Julah, tentunya sebagai sumber pemasukan utama bagi masyarakat dan desa adat Julah. Bagi Masyarakat Julah lelangan ini tidak hanya sebagai arena pertukaran ekonomi melainkan sebagai arena pertukaran sosial bagi masyarakatnya, dimana terdapat tradisi ngorta kangin kauh yang sudah mengental pada kehidupan sosial Masyarakat Julah yang menyukai perbincangan dan obrolan – obrolan pada saat pelelangan berlangsung, komunikasi secara budaya yang sudah melekat pada Masyarakat Julah tidak lain merupakan karakter utama masyarakatnya sehingga menjadi faktor bagi lelangan tersebut dapat bertahan di Desa Julah.

Modernisasi yang terjadi dimana – mana termasuk di Desa Julah itu sendiri tidak membuat pudarnya lelangan sebagai perekonomian tradisional yang eksis di Desa Julah, dikarenakan adanya peran dari ekononomi lokal yang mandiri dan mandiri dan memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat, terlihat dari adanya etos kerja dan modal sosial dari para pelaku ekonomi pada pasar tersebut, tentunya kedua unsur tersebut yang sangat dipegang teguh oleh Masyarakat Julah. Dapat dilihat bahwa pola perekonomian pada lelangan tersebut sangat sederhana karena adanya tradisi yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, kesatuan sosial berupa banjar yang di jalankan oleh krama tegak merupakan sistem organisasi budaya yang dibangun agar mendasari perilaku masyarakatnya, dapat dibuktikan pada

tradisi ngayah yang mengedepankan gotong – royong dan kebersamaan untuk dapat membantu satu sama lain berupa keluarga, kerabat bahkan tetangga dan teman dekat.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan maka penulis bermaksud memberikan saran kepada peneliti selanjutnya yang sekiranya bermanfaat dan perlu dikembangkan lagi mengenai lelangan     sebagai     perekonomian

tradisional pada masyarakat Desa Julah. Seperti:  1. Meneliti bagaimana alur

penggunaan dana adat secara rinci 2. Untuk mengetahui secara rinci kehidupan pertanian dari segi organisasi pertanian secara rinci guna untuk dapat melengkapi kekurangan dari penelitian ini.

REFERENSI

Aldiasta, Et Al. (2017). Mengungkap

Akuntabilitas         Pengelolaan

Keuangan Pelaba Pura Kahyangan Tiga (Studi Kasus Pura Kahyangan Tiga Desa Pakraman Bitera, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar).    Jurnal    Akuntansi

program S1 8(2), 4 – 5.

Anugrah, I. S. (2004). Pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA) Dan Pasar Lelang Komoditas Dan Permasalahannya. Jurnal Agro Ekonomi 22(2), 109.

Arimbawa, I. G. N. A. A & Marhaeni, A.

A. I. N. (2017). Analisis Efektivitas Program Revitalisasi Pasar Tradisional Di Pasar Desa Adat Intaran Sanur. Jurnal Universitas Udayana 13(1), 18 – 19.

Faahitah, Et Al. (2014). Revitalisasi Pasar Terapung Lok Bintan Di Banjarmasin Dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual. Jurnal Arsitektura 12(2), 3.

Hendraswati. (2016). Etos Kerja Pedagang Perempuan Pasar Terapung Lok Baintan Di Sungai Martapura. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan 1(1), 100.

Islamy.           (2003). Prinsip-prinsip

Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta : Bina Aksara.

Jati, W. R. (2012). Dilema Ekonomi : Pasar     Tradisional     Versus

Liberalisasi Bisnis Ritel Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Studi Pembangunan 4(2), 1.

Koentjaraningrat. (2014). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Maslow, A. H. (1984). Motivasi Dan Kepribadian Dengan Ancangan Hirarki Kebutuhan Manusia. Jakarta: PT. Gramedia.

Monliasih, Et Al. (2017). Analisis Praktik Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Pelaba Pura (Studi Fenomenologi Di Desa Pakraman Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng). Jurnal Undiksha 8(2), 2 – 3.

Pramudyo, A. (2014). Menjaga Eksistensi Pasar Tradisional Di Yogyakarta.     Jurnal    Bisnis

Manajemen Dan Akuntansi 2(1), 78 – 79.

Rajesh, R. (2010). Understanding The Process Of Market Relationship : The      Indian      Experience.

International Journal Of Sociology and Anthropology 2(5), 73.

Riyanti, P. (2013). Relasi Sosial Pedagang Etnis Cina Dan Etnis Jawa Di Pasar Tradisional. Jurnal Unnes 5(1), 54.

Sairin, Et Al. (2002). Pengantar Antropologi Ekonomi. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Sandiase, I. K. & Sari, I. W. W. I. (2015). Julah : Desa Bali Mula Di Tengah Arus Globalisasi. Jurnal Undiksha 1(2), 40 – 41.

Sarwoko, E. (2008). Dampak Keberadaan Pasar Modern Terhadap Kinerja Pedagang Pasar Tradisional Di Wilayah Kabupaten Malang. Jurnal Ekonomi Modernisasi 4(2), 108 – 109.

Sasanto, R & Yusuf, M. (2010). Identifikasi Karakteristik Pasar Tradisional Di Wilayah Jakarta Selatan (Studi Kasus : Pasar Cipulir, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Bata Putih, Dan Pasar Santa). Jurnal Teknik Planologi 1(1), 6 – 7.

Spradley, J. P. (2007). Metode Etnografi. Jogjakarta: Tiara Wacana.

Sutami, W. D. (2012). Strategi Rasional Pedagang Pasar Tradisional. Jurnal Unair 1(2), 134.

Witari, Et Al. (2020). Variasi Pemanfaatan Tanah Pelaba Pura Dalem Di Desa Adat Kesiman, Denpasar. Jurnal Seni Budaya 35(1), 118.

Yusuf, A. M. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif,      Kualitatif     dan

Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.