Penganut Hare Krishna: Proses Ritual Aliran Gaudiya Vaisnawa
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2019.v3.i02.p04
p-ISSN: 2528-4517
Penganut Hare Krishna: Proses Ritual Aliran Gaudiya
Vaisnawa
Kadek Widyantari*, I Gusti Putu Sudiarna, I Nyoman Sama
Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Udayana [[email protected]], [[email protected]], [[email protected]]
Denpasar, Bali, Indonesia
*Coreresponding Author
ABSTRACT
This research tries to examine the rituals of the Gaudiya Vaisnawa sect in Pasraman Sri-Sri Jagannatha Gaurangga as a gathering place for learning Vedicism, Japa. The problem in this research is focused on (a) the lifestyle of Hare Krishna adherents (b) the general ritual processes of Hare Krishna adherents. These problems are analyzed using the Theory of Principles of Religion and Theory of Lifestyle. This study uses a qualitative method. Data collection was carried out through observation, interview, and document study techniques. The results of the analysis of the problem conclude that the Pasraman lifestyle which is usually called the Pasraman rules and regulations has a meaning as service to Sri Krishna. Gaudiya Vaisnava is worship (bhakti) of Radha and Krishna. Hare Krishna is a devotional movement to Lord Krishna initiated by Sri Caitanya Mahaprabhu who himself is considered an incarnation of God, in this post-ceremony he worships the statues of Jagannatha, Baladeva, Subhadra, Sri Narasimha, Srila Prabhupada, and the parampara school line.
Keywords: Sri-Sri Jagannatha Gaurangga's Pasraman, lifestyle and rituals.
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mengkaji ritual aliran Gaudiya Vaisnawa di Pasraman Sri-Sri Jagannatha Gaurangga sebagai tempat berkumpul untuk belajar Weda, Berjapa. Permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada (a) Gaya hidup penganut Hare Krishna (b) proses ritual umum penganut Hare Krishna. Permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan Teori Azas Religi dan Teori Gaya Hidup. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil analisis terhadap permasalahan menyimpulkan bahwa Gaya hidup di pasraman yang biasa disebut aturan dan peraturan pasraman memiliki makna sebagai pelayanan kepada Sri Krishna. Gaudiya Vaisnawa adalah pemujaan (bhakti) kepada Radha dan Krishna. Hare Krishna merupakan gerakan bhakti kepada Tuhan Krishna yang diprakarsai oleh Sri Caitanya Mahaprabhu ia sendiri dianggap inkarnasi dari Tuhan, di pasraman ini memuja arca Jagannatha, Baladeva, Subadra, Sri Narasimha, Srila Prabhupada, dan garis perguruan parampara.
Kata kunci: Pasraman Sri-Sri Jagannatha Gaurangga, gaya hidup dan ritual.
PENDAHULUAN
Penganut Hare Krishna, yang juga dikenal sebagai Gaudiya Vaishnava atau Chaitanya Vaishnava, dipromosikan oleh
International Society for Krishna Consciousness (ISKCON). Penganut Hare Krishna adalah sekte mistik dari Agama Hindu. Para Hare Krishna
Sunari Penjor: Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
percaya bahwa semua dewa dan ilah-ilah adalah penjelmaan satu Allah, yakni Vishnu atau Krishna, Gerakan Hare Krishna dimulai pada abad ke-15 (tahun 1486), ketika pendirinya, Chaitanya Mahaprabhu, mulai mengajar bahwa Krishna adalah Tuhan tertinggi dari semua allah lainnya. Mahaprabhu menganjurkan metode kebaktian agama Gaudiya Vaishnava dimana pemeluknya masuk ke dalam hubungan dengan Krishna dan menyatakan pemujaannya pada Krishna melalui dansa dan pembacaan mantra. Tampilan pemujaan Mahaprabhu bagi Krishna di muka umum menarik banyak pengikut, penganut Hare Krishna juga masih berkiblat pada Bhagavad Gita, kitab suci Hindu, dan doktrin reinkarnasi serta karma.Tujuan utama penganut Hare Krishna adalah hubungan kasih yang transenden dengan Tuhan Krishna. Hare berarti kenikmatan Krishna yang manjur.
Kesadaran Krishna di Indonesia diperkenalkan oleh Srila Prabhupada tahun 1973, Beliau datang ke Indonesia pada bulan Maret di Jakarta dan sempat memberi ceramah di beberapa tempat, antara lain di lembaga administrasi negara dan juga mengadakan diskusi di Pura Rawamangun dengan beberapa tokoh rohaniawan di Indonesia pada waktu itu (Srila Prabhupada 1996: 525), organisasi ini resmi diterima oleh departemen agama, persekutuan hindu dharma indonesia (PHDI), dan sah secara hukum dengan nama ISKCON. Gaudiya Vaisnawa yaitu garis perguruan Weda yang berasal dari dewa Brahma, Rsi Wiasa, Madhawa, sampai Sri Chaitanya Mahaprabhu. Ritual aliran Gaudiya Vaisnawa terlihat sejak adanya asram – asram di Bali. Kesadaran Krishna mempelajari tentang Weda dan etika vaisnawa dari garis perguruan parampara yaitu bersikap rendah hati, bersujud, memusatkan pikiran kepada arca, sikap duduk, berbicara, pakaian dan
penampilan, menghadiri ceramah, menghadiri upacara arati, menghormati maha prasadam dan lain sebagainya (Brajabihari das 2007: vi).
Pasraman Sri-Sri Jagannatha-Gaurangga merupakan tempat berkumpul untuk belajar Weda, berjapa, di pasraman ini memuja arca Jagannatha, Baladeva, Subadra, Sri Narasimha, Srila Prabhupada, dan garis perguruan parampara, Hare Krishna merupakan gerakan bhakti kepada Tuhan Krishna yang diprakarsai oleh Sri Caitanya Mahaprabhu ia sendiri dianggap inkarnasi dari Tuhan. Kesadaran Krishna di Indonesia diperkenalkan oleh Srila Prabhupada tahun 1973. Jumlah pengikut 120 kepala keluarga, dengan 76 pemuda (youth) dan 250 jiwa yang belun tercatat, pengikut Kesadaran Krishna bukanlah semacam sekte untuk orang-orang tertentu. Alur ini berlaku untuk seluruh kehidupan manusia tanpa memandang umur, suku, ras, agama, dan negara. peneliti merumuskan beberapa permasalahan diantaranya (1) Bagaimana gaya hidup penganut Hare Krishna? (2) Bagaimana proses ritual umum penganut Hare Krishna ?
Lokasi penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini dilakukan di Pasraman Sri-Sri Jagannatha-Gaurangga di Desa Sidakarya, Denpasar Selatan. Penentuan lokasi ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu, adanya rasa penasaran dari peneliti mengenai gaya hidup dan ritual umum penganut Hare Krishna.
METODE
Peneliti menggunakan metode observasi partisipasi. Lokasi penelitiannya dilakukan di di Pasraman Sri-Sri Jagannatha-Gaurangga di Desa Sidakarya, Denpasar Selatan.
Data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Metode analisis data dalam
penelitian ini ialah analisis data oleh Miles dan Huberman.
Penelitian ini menggunakan Teori Azas Religi dari Durkheim dan Teori Gaya Hidup (Life Style) dari Levi Strauss yang dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaya Hidup Penganut Hare Krishna
-
1. Dampak Gaya Hidup Hare Krishna
Terhadap Dirinya Sendiri
Dampak yang paling utama adalah dampak yang terjadi pada diri pelaku sendiri. Meskipun Hasrat mereka untuk mengonsumsi barang serta gaya hidup masa kini telah terpengaruhi, disisi lain tentunya pelaku merasa nyaman tidak ada tekanan apapun dari keluarga. Gaya hidup Hare Kishna memberi dampak positif bagi diri sipelaku.
Pasraman Sri-Sri Jagannatha-Gaurangga, Tukad Balian yang merupakan salah satu tempat belajar Veda dan mempunyai gaya hidup. kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh para penyembah, khususnya bagi para Brahmacari yang tinggal di ashram dan dibawah control guru kerohanian senantiasa menjadikan pikiran, perkataan, dan perbuatannya sibuk dan tekun dalam melakukan pelayanan bhakti/sadana kepada Tuhan dan guru kerohanian. seperti: bangun pagi – pagi, mandi bersujud, bersembahyang, mendengarkan Bhagavad – gita dan Srimad Bhagavatam tentang kegiatan dan keagungan Tuhan dari seorang sadhu/guru kerohanian, kemudian selalu memuji nama suci Tuhan (berjapa) atau secara beramai – ramai dengan penuh keriangan (sankirtana), melayani arca (murti Tuhan) seperti menghias arca, persembahan, puja arati,
mempersembahkan doa – doa pujian,
mencari bunga untuk persembahan, puja arati, mempersembahkan doa – doa pujian, mencari bungga untuk persembahan, membersihkan tempat suci dan makan – makanan yang suci (makanan yang sudah dipersembahkan yang disebut prasadam/lungsuran), proses pelayanan seperti ini dilakukan setiap hari dengan ketabahan hati, keyakinan yang kuat dan penyerahan diri yang dalam.
Ada 9 (sembilan) proses bhakti yaitu: sravanam, kirtanam, smaranam, pada sevanam, arcanam, vandanam, dasyam, sakhyam, dan atma nivedanam. Seseorang dapat maju dalam kerohanian dengan menekuni salah satu dari ke-9 proses tersebut, tetapi dari segi pentingnya masa era globalisasi seiring Kali-yuga sekarang ini, seseorang dianjurkan mengikutin proses sravanam, kirtanam dan smarana. Sebabnya adalah tanpa melakukan ke tiga proses bhakti ini, prema yaitu cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat berkenbang didalam hati seseorang. Sepuluh jenis kesalahan terhadap nama suci Tuhan sebagai berikut: (1) Menghina penyembah Tuhan yang sudah menyerahkan dirinya untuk mengajarkan nama suci Tuhan, (2) Mempersamakan nama dewa – dewa dengan nama suci Tuhan Sri Krishna misalnya mempersamakan nama Brahma atau Siwa dengan nama suci Sri Krishna atau menganggap nama dewa – dewa tidak tergantung kepada Sri Krishna, (3) Melanggar perintah – perintah guru kerohanian, (4) Menghina kitab suci Veda atau kesusastraan lain, (5) Menganggap bahwa cara mengungkapkan Maha Mantra Hare Krishna adlah salah satu khayalan, (6) Menafsirkan tentang nama suci Tuhan Sri Krishna, (7) Berbuat dosa sambil mengucapkan nama suci Tuhan Sri Krishna dengan maksud diampuni nanti kesalahannya, (8) Menganggap bahwa
cara mengucapkan nama suci Tuhan Sri Krishna adalah salah satu kegiatan yang saleh atau kegiatan yang membuahkan hasil (karma kanda), (9) Mengajarkan kepada orang yang tidak beriman tentang kemuliaan nama suci Tuhan Sri Krishna, (10) Masih ragu – ragu dalam mengucapkan nama suci Tuhan Sri Krishna dan masih memelihara perikatan duniawi walaupun suda banyak mengerti mengenai ajaran hal itu. Selain sepuluh jenis kesalahan yang harus di hindari, seseorang yang ingin maju dalam rohani dia harus bisa memegang teguh empat tiang dharma yaitu: (1) Tidak makan daging termasuk ikan dan telor dan bahan-bahan seperti bawang merah, bawang putuh dan jamur, (2) Tidak mengkonsumsi bahan yang memabukan meliputi minuman keras, teh, kopi, tembakau, buah pinang (paan), (3) Tidak berzinah (tidak melakukan hubungan seks siluar nikah dan idealnya tidak melakukan hubungan seks dalam pernikahan kalau tidk untuk memperoleh keturunan), (4) Tidak berjudi termasuk berspekulasi di bursa saham dalam hubungan bisnis, lotre dan permainan ‘lotto’. Sikap rendah hati orang hendaknya jangan pernah masuk ke kuil dengan ditandu atau naik mobil atau dengan masih memakai sepatu. Maksudnya adalah bahwa orang hendaknya melepas mentalitas sebagai penguasa dan tuan, apa pun kualifikasi pribadi, kemampuas dan kedudukan sosialnya. Di antara para penyembah Tuhan, khususnya di kuil, satu – satunya julukan yang berlaku ialah “pelayan dari pelayan” (Brajabihari, anantavijaya das 2007: 05).
Bersujud kedua lengan menopong badan dan kedua lengan harus terjulur (Brajabihari das, anantyavijaya das 2007: 06). Setelah bersujud kepada arca hendaknya “darsana” kepada arca dengan penuh rasa bhakti dan memohon karunia arca. Namun hendaknya
penyembah jangan langsung memandang wajah arca secara penuh. Cara yang benar untuk “darsana” kepada Tuhan di uraikan dalam Srimad-Bhagavatam (2.2.13). Saat duduk penyembah tidak boleh memperlihatkan kaki kepada arca atau menjalurkan kaki ke arah. Tulasi-devi dan lain sebagainya. Telapak kaki harus selalu ditutupi. Penyembah boleh berbicara dihadapan arca kepada tamu dan penyembah berbicara jika membantu pengajaran atau meningkatkan Kesadaran Krishna mereka.
-
2. Pakaian dan Penampilan
Pakaian seorang penyembah harus sederhana, bersih dan khas, yang bisa mengingatkan orang lain tetang krishna, para penyembah hendaknya berpakaian sebagian berikut: Laki-laki mengenakan dhoti dan kurta sedangkan perempuan mengenakan sari (kepala ditutup di hadapan laki-laki) (Brajabihari das, anantavijaya dasa 2007: 08-09). Sri Caitanya menyatakan bahwa seorang Vaisnawa adalah orang yang ketika kita lihat mengingatkan kita kepada Krishna. Tilaka adalah tanda yang dibuat di badan dengan menggunakan berbagai bahan. Urdhva- pundra artinya dua tanda vertikal yang dibuat di kening dan anggota badan lainnya untuk memperlihatkan penyerahan-diri kepada Sri Visnu. Kitab padma purana dan Yajur Veda menyatakan bahwa urdhva – pundra melanbangkan kaki - padma Visnu, dua belas bagian badan yang ditandai dengan urdhva – pundra bukanlah sembarang tempat. Kanthi-Mala adalah kalung yang dibuat dari kayu tulasi dalam bentuk bulatan sebesar biji kacang hijau dilubangi dengan jarum kemudian dirangkai dengan panjang tiga kali putaran dileher. Japa – mala adalah untaian manik-manik berupa bulatan yang terbuat dari kayu tulasi lebih kecil dari biji kelereng yang disusun satu demi satu dengan jarak agak renggang agar
mudah menghitung, jadi berjapa untuk mengendalikan pikiran. Pola hidup vegetarian penganut Weda di asram Sri-Sri Jagannath-Gaurangga adalah Vegetarian, mereka tidak memakan daging, ikan, telur, bawang merah, bawang putih, teh, coklat, dan kopi. Menghadiri upacara arati arati juga disebut niranjana atau drsti, yang artinya mempersembahkan benda – benda bertuah dengan cara memutarkannya di hadapan seseorang untuk menghilangkan pengaruh dan unsur – unsur kurang mujur, dengan tujuan perlindungan. Hari-Nama-Sankirtana berarti memuji dengan mengumandangkan, menyanyikan, mengidungkan secara kelompok dan menari dengan penuh kegembiraan.
Ritual Umum dalam Hindu Vaisnava di Pasraman Sri Sri Jagannatha Gaurangga
-
1. Sejarah Munculnya Sri Krishna
Pelanet Bumi
Sri Krishna merupakan sosok awatara yang maha sempurna dibandingkan awatara-awatara Tuhan sebelumnya. Disebut sempurna, karena Krishna memiliki sifat-sifat ketuhanan yang di dalam Bhagavad Gita disebut sebagai Kepribadian Tuhan yang Maha Esa. Sosok Sri Krishna yang merupakan tokoh pewayangan dalam Mahabharata bukan cerita semata-mata. Sri Krishna adalah seorang sosok kebenaran Weda. Bagi yang yakin dengan Weda beserta ajarannya, maka Mahabharata adalah bagian dari Pancama Weda. Sehingga Sri Krishna tidak usah diragukan lagi. Ungkapan yang serius itu dilontarkan Agastya das dari Asram Sri-Sri Jagannatha Gaurangga, Tukad Balian. Sri Krishna dilahirkan ketika negeri Mathura dipimpin seorang raja bernama Kamsa. Kamsa putra Ugrasena yang berasal dari keluarga besar Bhoja ini dikenal sangat
sakti tetapi memiliki tabiat yang sangat jahat.
-
2. Sarana Ritual Janmasthami
Persiapan acara kemunculan Sri Krishna, para penyembah, prabhu dan mataji datang ke pasraman untuk mempersiapkan segala yang diperlukan seperti menghias altar, menghias mandir, membuat raja boga (makanan suci). Semua penyembah krishna datang ke pasraman untuk melaksanakan Gaura arati (sembahyang sore) di pimpin oleh Pujari yang sudah diksa Brahmana pukul 07.00pm dengan sarana: Bunga, tuntuk arati, api lima simbu, air, bunga, saput tangan, dupa, kerang air/sangka laksmi, kipas bulu merak, kipas camara, kerang tiup, camana, Makna yang tersirat dalam persembahan diatas untuk persembahan puja. Darmawacana merupakan suatu penyampaian ajaran-ajaran suci Agama Hindu yang sesuai dengan Sastra Weda atau kitab Suci Agama Hindu.
-
3. Komponen Penyelenggaraan Upacara Agnihotra
Api Simbol Dewa Agni, Pelaku Upacara (Hotri, Sang Yajamana, Peserta Upacara) Alat/Sarana Upacara (Kayu bakar, Air, Buah, Aneka bunga, Nasi kepel 10 buah, Jajan manis, Ghee atau mentega , Panca Amarta (susu, madu, gula merah, yogurt, ghee), Minyak untuk menghidupkan api, Beras kuning, Kunda, Sendok bertangkai panjang, Abhyuksana Patra (mangkok tirta), Mangkok Sankalpa, Bijian persembahan ke api).
-
4. Tata Cara Pelaksanaan Upacara
Agnihotra
Agnihotra adalah upacara Veda yang terpenting dalam agama Hindu, yang merupakan proses yang merupakan proses penyucian lahir dan batin melalui anugrah Deva Agni. Dengan demikian sebelum api suci yajna dinyalakan, baik Yajamana meupun para Hotri melakukan
penyucian terlebih dahulu. Makna spiritual agnihotra adalah bagaimana upacara tersebut mempengaruhi kejiwaan atau rohami penyelenggara dan pelaksana upacara agnihotra. Abhisekha yaitu memandikan Arca Radha-Krishna dengan lima panca mamrita yaitu susu murni, yogurt, madu, air gula, dan ghee secara bergilir dengan menggunakan sanca-sanka (kerang). Makna dari panca mamrita yaitu karena Tuhan sangat suka dengan produk – produk sapi jadi para penyembah krishna memandikan arca (abhiseka) dengan segala yang di sukai Tuhan dan melakukan pelayanan, air abhiseka di sebut caranamrita yang akan di bagikan kepada para penyembah agar disucikan. Makna Arca Radha-Krishna yaitu sebagai lambang cinta bhakti murni secara interaktif antara Tuhan dengan penyembah murni-Nya. Pemujaan kepada Arca Radha-Krishna, mengandung maksud dan tujuan agar setiap penyembah mampu merealisasi cinta bhakti kepada Tuhan, Sri Krishna yang murni dan dalam seperti yang ditunjukkan oleh Radharani di Vrajabhumi. Sistem upacara keagamaan sebagai salah satu unsur dari sistem ritual berwujud aktifitas dan Tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktian kepada Tuhan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan penghuni alam gaib lainnya (Koentjaraningrat, 1987: 81). Tujuan Ritual Janmasthami melalui upacara, manusia menyadarkan diri terhadap kenyataan dan kekuatan- kekuatan alam untuk dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan serta tujuan hidupnya.
-
5. Prasadam Bersama
Rincian rangkaian acara ini dimulai dari upacara penyucian makanan dari makanan yang masih bersifat bhoga menjadi prasadam yang layak untuk disantap oleh para penyembah. Proses upacara adalah sebagai berikut: (a)
memercikan air acaana kepada semua jenis makana/bhoga yang akan dipersembahkan (b) pujari membunyikan genta sambil mengucapkan doa persembahan (C) mencampurkan setiap makanan dengan mahaprasad.
SIMPULAN
Gaya hidup di pasraman yang biasa disebut aturan dan peraturan pasraman meliputi : bangun pagi-pagi, mandi bersujud, bersembahyang, mendengarkan Bhagavad-gita dan Srimad Bhagavatam tentang kegiatan dan keagungan Tuhan dari seorang sadhu/guru kerohanian, kemudian selalu memuji nama suci Tuhan (berjapa) atau secara beramai-ramai dengan penuh keriangan (sankirtana), melayani arca (murti Tuhan) seperti menghias arca, persembahan, puja arati, mempersembahkan doa-doa pujian, mencari bunga untuk persembahan, puja arati, mempersembahkan doa-doa pujian, mencari bungga untuk persembahan, membersihkan tempat suci dan makan-makanan yang suci (makanan yang sudah dipersembahkan yang disebut prasadam/lungsuran), proses pelayanan seperti ini dilakukan setiap hari dengan ketabahan hati, keyakinan yang kuat dan penyerahan diri yang dalam. Prinsip hidup vegetarian adalah pola atau cara hidup alamiah. Dengan hidup sebagai vegetarian, seseorang dijamin menikmati hidup sehat.
Adapun beberapa saran yang harus diperhatikan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti tentang ritual aliran Gaudiya Vaisnawa adalah: peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengkaji lebih banyak sumber atau refrensi yang terkait dengan ritual aliran Gaudiya vaisnawa.
REFERENSI
Gata, I Wayan, (2018). Filosofis Sampradaya Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Hindu di Bali. Buleleng: Jurnal Genta Hredaya, 2(1).
Suhanah, (2016). Kelompok Spiritual Sakkhi dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Keagamaan di
Indonesia. Lampung: Jurnal
Multikultural & Multireligius, 15 (22).
Supriadi, Ida Bagus Putu, (2019). Pembinaan Keagamaan Model Gaudiya Vaisnawa di Pasraman Sri-Sri Nitai Gaurangga Desa Werdhi Bhuana Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung: Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Sosial Budaya, 14(1).
Yanthi, Putu Srie Wedha, (2018).
Hubungan Antara Tingkat
Keberagaman dan Interaksi Sosial Asosiatif Pada Remaja Yang Mengikuti Gerakan Kesadaran Krishna. Bali: Jurnal Psikologi Udayana, 5 (1).
Karmani, Ni Nyoman Kanta, (2018). Prevalens dan Faktor Risiko Overweight Obesitas Pada Anak dan Remaja Vegetarian di Bali. Bali: Jurnal Medika, 7(12).
Sumada, I Ketut, (2010). Konfigurasi Tindakan Keberagaman Penganut Kelompok-Kelompok Spiritual di Kota Mataram. Mataram: GaneÇ Swara, 4(2).
Lestari, Wayan Sugi, (2018). Asupan zat gizi dan kadar glukosa darah pada vegetarian di Narayana Smrti
Ashram Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal Ilmu Gizi Indonesia, 2(1).
Puspa, Anak Agung Oka & Mandara, I Wayan Kantun. (2017). Penerapan Nilai-Nilai Pemahaman Veda Sai Study Group (SSG) Dalam Konteks Harmoni Kebangsaan. Jakarta: Jurnal Penelitian Agama, 3(1).
Gunawan, Ketut & Rante, Yohanes. (2011). Manajemen Konflik Atasi Dampak Masyarakat Multikultural di Indonesia. Bali: Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 2(2).
Juniartha, Made G. (2017). Teknik Meditasi Pada Perempuan Bali Usada di Desa Sanur Kauh Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar. Denpasar: Jurnal Vidya Samhita, 3 (3).
Yusmiati, Siti Nur Husnul & Erni Wulandari, Rahayu. (2017). Pemeriksaan Kadar Kalsium Pada Masyarakat Dengan Pola Makan Vegetarian. Sidoarjo: Jurnal
SainHealth, 1(1).
Sukma, I Wayan Bayu & Dewantari, Ni Made. (2015). Pola Konsumsi dan Status Anemia Pada Vegetarian Vegan. Denpasar: Jurnal Ilmu Gizi, 6(2).
Ranti, Irza Nanda& Barangmanise, Stevina Y. (2017). Pengaruh Waktu Makan, Status Gizi, Dan Asupan Zat Gizi Terhadap Kadar Asam Urat Pada Vegetarian Dan Non Vegetarian Di Desa Poniki Kecamatan Pasan Minahasa Tenggara. Manado: Jurnal Gizido, 9(2).
Waladow, Geiby & M. Warouw, Sarah. (2013). Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tompaso Kecamatan Tompaso. Tompaso: Jurnal
Keperawatan, 1(1).
Sari, Heni Pridia Rukmini. (2017). Analisis Keautentikan dan
Keunikan Laksa Cihideung Sebagai Kuliner Unggulan Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi. 9 (2).
Discussion and feedback