Eksistensi Ritual Matani di Desa Manikliyu
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2019.v3.i02.p03
p-ISSN: 2528-4517
Eksistensi Ritual Matani di Desa Manikliyu
I Wayan Agus Darma Ariasa*, Ida Bagus Gde Pujaastawa, Bambang Dharwiyantyo Putro
Prodi Antropologi,Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]][[email protected]] [[email protected]]
Denpasar, Bali, Indonesia *Coreresponding Author
ABSTRACT
Globalization already widespread in every regions of the world, it’s feared that the impact of globalization will have a negative influence on culture and one example of that culture is the matani ritual that’s owned by people of Manikliyu Village, Kintamani District, Bangli Regency, Bali. Formulation of problems in this study include 1) What’s form of matani ritual in Manikliyu Village? 2) What’s function of matani ritual fo Manikliyu’s people? 3) How’s existence of the matani ritual in the globalization era? Generaly this research is focusing on existence of the matani ritual in Manikliyu Village as part of traditional culture in Bali Aga community. 2) Specifically from this study aims to explain, the form, function and existence of the ritual matani. The theories used in this research are, theory of Religion, Structural Functional theory, and theory of globalization impact, because these theories can be basis of thinking in assessing the existence of matani rituals. Concepts used include: existence, influence of globalization and matani ritual. In this study, descriptive qualitative is the research method. With data sources called primary and secondary. The data collection techniques are observation, interviews, and literature study. The results found after conducting research are that ritual of matani still exists in midst of the globalization era, the people of Manikliyu Village have a special strategy in planting cultural values to next generation of villages so that culture possessed today especially matani rituals can survive and exist even in middle of globalization era.
Keywords: matani rituals, existence, globalization
ABSTRAK
Globalisasi pada saat ini telah meluas di berbagai wilayah belahan dunia, dikhawatirkan pengaruh dari adanya globalisasi tersebut memberikan pengaruh negatif pada suatu budaya tertentu dan salah satu contoh budaya tersebut ialah ritual matani yang dimiliki oleh masyarakat Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Adapun rumusan masalah, ialah sebagai berikut: 1) Bagaimana bentuk ritual matani di Desa Manikliyu ? 2) Apa fungsi ritual matani bagi masyarakat Desa Manikliyu ? 3) Bagaimana eksistensi ritual matani di tengah era globalisasi ?. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan eksistensi ritual matani di Desa Manikliyu sebagai bagian dari kebudayaan tradisional masyarakat Bali Aga. 2) Secara khusus bertujuan untuk menjelaskan, bentuk, fungsi dan eksistensi dari ritual matani. Teori yang digunakan yakni, teori Religi, teori Fungsional Strukural, dan teori Dampak Globalisasi karena teori-teori tersebut dapat menjadi landasan berpikir dalam mengkaji eksistensi ritual matani.Sedangkan konsep yang digunakan antara lain: eksistensi, pengaruh globalisasi dan ritual matani. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data ialah melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil yang ditemukan setelah melakukan
Sunari Penjor: Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
penelitian adalah ritual matani tetap eksis di tengah era globalisasi, masyarakat Desa Manikliyu memiliki strategi khusus dalam penanaman nilai budaya kepada generasi penerus desa sehingga budaya yang dimiliki pada saat ini khususnya ritual matani dapat bertahan dan eksis walaupun di tengah era globalisasi.
Kata kunci: ritual matani, eksistensi, globalisasi
PENDAHULUAN
Pulau Bali memiliki berbagai budaya unik. Pulau Bali juga dikenal dengan sebutan “Pulau Dewata”, karena masyarakat Hindu di Bali percaya akan adanya banyak Dewa sesuai dengan konsep Tri Murti dalam agama Hindu (Wastika, 2005 : 72). Terkait dengan kepercayaan Agama Hindu yang dianut oleh sebagian besar penduduknya, di Bali terdapat banyak tempat suci yang disebut pura. Oleh karena itu, Pulau Bali juga dijuluki sebagai “Pulau Seribu Pura”. Pulau Bali dengan segala pesona alam dan budayanya, menjadi salah satu destinasi wisata populer di dunia. Maka dari itu, Pulau Bali menghadapi berbagai macam pengaruh kebudayaan asing yang dikhawatirkan akan menimbulkan perubahan terhadap kebudayaan lokal. Perubahan tersebut dapat berupa akulturasi atau asimilasi budaya. Akulturasi timbul apabila suatu kelompok manusia yang memiliki latar budaya yang berbeda saling mempengaruhi satu sama lain, tanpa menimbulkan perubahan pada identitas budaya yang dimiliki. Sedangkan, asimilasi adalah hubungan budaya yang beragam dan menciptakan suatu budaya baru (Suwena, 2018 : 81).
Berkembangnya sektor kepariwisataan di Bali merupakan bagian dari proses globalisasi yang melanda berbagai belahan dunia. Steger menunjukkan sejumlah konsep globalisasi yang secara singkat menegaskan bahwa globalisasi adalah proses ekonomi, proses politik, dan proses kultural (Campbell, 2011 : 1). Sementara itu dalam telaahnya tentang
globalisasi, Appadurai menyatakan bahwa globalisasi dipengaruhi oleh pergerakan lima arus global, yaitu: (1) ethnoscape, mobilitas manusia antar negara seperti turis dan kaum migran; (2) technoscape, menyebarnya teknologi ke berbagai negara; (3) finanscape, mengalirnya modal finansial melintasi batas-batas nasional; (4) mediascape, penyebaran informasi ke berbagai belahan dunia; dan (5) ideoscape, menyebarnya gerakan yang mengusung ideologi Barat (Ardhana, 2011 : 140). Jadi berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka globalisasi dapat dikatakan sebagai fenomena yang kompleks atau multidimensional. Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian tersebut, telah mengakibatkan dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang memisahkan negara satu dengan negara yang lain. Sejalan dengan proses tersebut tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat dan budayanya sebagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi sungguh sulit dihindari, sehingga kini tidak jarang realitas kehidupan sosial budaya suatu masyarakat telah jauh berbeda dengan realitasnya di masa lampau.
Walaupun globalisasi diiringi oleh perubahan masyarakat dan kebudayaan, globalisasi tidak mudah untuk masuk ke dalam suatu kelompok karena pengaruh budaya global juga dapat membangkitkan hasrat untuk menegaskan keunikan budaya sendiri. Pada konteks inilah kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori globalisasi. Beberapa ahli memandang
globalisasi dapat melemahkan identitas kultur sendiri sedangkan beberapa ahli lainnya memandang globalisasi justru dapat menguatkan identitas kultur sendiri (Vickers, 2011 : 34).
Desa Manikliyu adalah salah satu desa di Bali yang tergolong dalam desa Bali Aga. Desa Manikliyu berlokasi di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Istilah Aga berasal dari Jawa Kuno, yang secara harfiah berarti pegunungan. Istilah ini menunjukkan suatu penduduk yang tinggal di wilayah pegunungan. Bali Aga merupakan simbol sosial untuk kelompok yang terpinggirkan, dan dianggap sebagai penduduk asli (Swanendri, 2016 : 146). Desa Manikliyu memiliki suatu ritual yang unik yakni ritual matani. Ritual matani berupa tarian sakral. Ritual matani dilaksanakan pada saat perayaan Galungan Nadi. Galungan Nadi adalah hari raya umat Hindu, yang jatuh pada Buda Kliwon, Wuku Dungulan, dan bertepatan dengan bulan purnama. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, para penari yang berpartisipasi dalam ritual matani harus memiliki rasa tulus ikhlas dan rasa bakti yang tinggi kepada Sang Pencipta. Jika tidak, maka para penari akan seketika tidak dapat menarikan tarian sakral ini, dan juga tidak dapat mendengarkan suara gambang dan selonding yang mengiringi tarian tersebut.
Mereka yang diwajibkan untuk berpartisipasi dalam ritual matani adalah golongan remaja dengan rentang usia 15 sampai 17 tahun yang sudah terdaftar sebagai anggota Seka Truna. Ritual matani dilaksanakan di Jaba Sisi Pura Bale Agung Desa Manikliyu dan dihadiri oleh seluruh warga desa adat setempat. Penari yang berpartisipasi dalam ritual matani berjumlah relatif banyak, karena seluruh remaja yang ada di Desa Manikliyu diikut sertakan untuk menarikan tarian sakral ini. Hal tersebut
menyebabkan ritual matani dapat berlangsung dalam waktu yang cukup panjang, yakni dari malam hari sampai menjelang pagi hari.
Desa Manikliyu tidak luput dari pengaruh globalisasi yang membawa implikasi terhadap dinamika kehidupan masyarakatnya, termasuk dinamika kehidupan dalam bidang keagamaan. Seperti yang dikemukakan oleh Robertson, globalisasi dapat diartikan sebagai proses yang menghasilkan dunia tunggal (Kusuma, 2017 : 151). Maka dari itu, tradisi matani yang merupakan bagian dari ritual keagamaan di kalangan masyarakat Desa Manikliyu, juga dikhawatirkan tidak luput dari pengaruh globalisasi.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka kajian ini akan mencoba memahami dan menjelaskan eksistensi ritual matani melalui sebuah penelitian yang berjudul, “Eksistensi Ritual Matani di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli”.
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahnya sebagai berikut: 1) Bagaimana bentuk ritual matani di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ? 2) Apa fungsi ritual matani bagi masyarakat Desa Manikliyu ? 3) Bagaimana eksistensi ritual matani di tengah era globalisasi ?.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Secara umum bertujuan untuk menjelaskan eksistensi ritual matani di Desa Manikliyu sebagai bagian dari kebudayaan tradisional masyarakat Bali Aga. 2) Secara khusus bertujuan untuk memaparkan, bentuk, fungsi dan eksistensi dari ritual matani.
METODE
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Inti dari penelitian kualitatif yaitu upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna tersebut terekspresi secara langsung dalam bahasa dan diantara makna yang diterima, banyak yang disampaikan secara tidak langsung melalui kata-kata dan perbuatan. (Budiasih, 2014 : 20). Data yang diperoleh seperti hasil wawancara, hasil pengamatan, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif (Eni, 2018 : 270).
KERANGKA TEORI
Teori yang digunakan pada penelitian ini yakni, teori Religi dari Emile Durkheim yang menyatakan bahwa sebuah ritual memiliki fungsi lain yang berada di luarnya (Narasatriangga, 2018 : 3), teori Fungsional Strukural dari Radcliff Brown membahas mengenai fungsi dari masing-masing struktur yang ada di dalam masyarakat (Malarsih, 2004 : 2), dan teori Dampak Globalisasi menjelaskan pengaruh dan dampak dari globalisasi terhadap suatu kebudayaan tertentu (M.Inysa, 2015 : 3). Teori-teori tersebut digunakan karena teori-teori tersebut dapat menjadi landasan berpikir dalam mengkaji eksistensi ritual matani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ritual matani merupakan salah satu ritual sakral yang wajib dilaksanakan pada hari raya Galungan Nadi dan Galungan Mabunga. Ritual matani berbentuk tarian sakral yang ditarikan oleh para daha dan truna. Ritual tersebut dilaksanakan di Jaba Pura Bale Agung Desa Manikliyu dan disaksikan oleh seluruh masayarakat desa. Pelaksanaan ritual tersebut diiringi dengan alunan musik tradisional yaitu gambang yang dimainkan oleh seka gambang.
Adapun beberapa rangkaian ritual yang diadakan pada saat hari raya Galungan Nadi dan Galungan Mabunga ialah sebagai berikut: 1) Nanceb (memasang) Penjor, 2) Membuat Candi Bentar dan Gelung Kuri, 3) Melasti, 4) Sampiyan Oyod, 5) Matoh-tohan, 6) Matani, 7) Matalun Desa dan 8) Mabuang. Semua rangkaian ritual tersebut saling memiliki hubungan satu sama lain, maka dari itu segala ritual harus dilaksanakan. Karena masyarakat Desa Manikliyu yakin dan percaya pada setiap ritual yang ada akan menimbulkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat desa. Radcliff-Brown menyatakan bahwa segala tingkah laku atau kebiasaan masyarakat memiliki fungsi untuk melestarikan struktur masyarakat (dalam Ekayani, 2017 : 344). Selanjutnya Emile Durkheim menyatakan bahwa dalam semua sistem religi di dunia terdapat suatu fungsi yang berada di luarnya. Emile Durkheim menyebut fungsi tersebut dengan istilah in forno externo (dalam Agus, 2018 : 169). Upacara-upacara keramat tersebut diyakini dan dipercaya oleh masyarakat pendukungnya. Upacara-upacara tersebut diyakini karena mengandung nilai-nilai luhur pada setiap rangkaian ritual yang dilakukan.
Secara keseluruhan ritual matani berfungsi untuk mempererat hubungan
kekerabatan antara masyarakat yang diam di desa dan pergi ke luar desa. Dengan adanya ritual tersebut, anggota keluarga yang berada di lua desa dapat berkumpul kembali dan saling berinteraksi satu sama lain. Selain itu pada saat mempersiapkan ritual masyarakat saling bergotong royong, bahu membahu untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan pada saat ritual berlangsung. Disanalah rasa kekerabatan akan dipupuk kembali dan menimbulkan rasa memiliki yang tinggi pada desa dan budaya yang mereka miliki. Selain fungsi sosial tersebut, tentu saja ritual matani memiliki fungsi yang lain diantara lain : 1) Fungsi Ekonomi, 2) Fungsi Religi dan 3) Fungsi Psikologi.
Ritual matani memiliki fungsi ekonomi karena pada saat perayaan hari Galungan Nadi dan Galungan Mabunga masyarakat lebih giat bekerja untuk memenuhi sarana dan prasarana upacara yang dibutuhkan pada saat hari tersebut, dimana sarana yang dibutuhkan menghabiskan dana yang besar. Lalu fungsi religi yang ada pada ritual matani adalah, pada saat ritual matani diadakan masyarakat Desa Manikliyu akan kembali mengintensifkan hubungan mereka kepada para leluhur dan Sang Pencipta. Dan fungsi psikologi dari ritual matani ialah rasa kepuasaan batin dari masyarakat setelah terlaksananya ritual tersebut, masyarakat merasa tenang dan aman karena mereka telah melaksanakan kewajiban mereka sebagai masyarakat desa dan sebagai masyarakat Hindu di Bali.
Adapun faktor pendukung lain bahwa ritual matani tetap eksis di dalam era globalisasi, yakni dengan melihat dan mengetahui wawasan masyarakat terkait ritual matani pada hari Galungan Nadi dan Galungan Mabunga. Tidak hanya wawasan masyarakat, namun juga strategi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya yang
telah mereka miliki. Strategi tersebut tercipta karena kesadaran masyarakat akan pengaruh globalisasi yang rawan memberikan perubahan pola pikir, gaya hidup dan pandangan masyarakat terkait segala hal yang salah satunya ialah terhadap budaya yang mereka miliki. Adapun wawasan dan strategi yang dimiliki oleh masyarakat Desa Manikliyu terkait ritual matani pada hari Galungan Nadi dan Galungan Mabunga ialah sebagai berikut.
KESIMPULAN
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa globalisasi sudah menyentuh segala wilayah di berbagai belahan dunia. Globalisasi memberikan pengaruh terhadap pola tingkah laku, gaya hidup, teknologi, bahasa, dan berbagai aspek sosial lainnya. Maka dari itu, globalisasi dikhawatirkan memberikan pengaruh terhadap kebudayaan nasional yang terkandung nilai-nilai luhur di dalamnya. Globalisasi dapat saja memudarkan nilai-nilai dari budaya tradisional suatu daerah tertentu, namun juga sebaliknya, globalisasi justru dapat memperkuat nilai-nilai dari budaya tradisional suatu daerah tertentu.
Ritual matani merupakan sebuah tarian sakral yang dimiliki oleh masyarakat Desa Manikliyu. Ritual matani tergolong dalam ritual yang langka karena tidak dilaksanakan rutin setiap tahun. Melainkan dalam jangka waktu yang relatif lama dan tidak menentu kedatangannya. Karena ritual tersebut hanya akan dilaksanakan pada hari Galungan Nadi dan Galungan Mabunga. Galungan Nadi dan Galungan Mabunga adalah hari raya Galungan yang jatuh bertepatan dengan hari bulan purnama. Peluang untuk hari Galungan dan hari bulan punama bertemu pada satu hari yang sama ialah sangat langka. Maka dari itu, ritual tersebut termasuk ritual
yang menurut waktu pelaksanaannya sangat langka untuk dijumpai.
Ritual matani diikuti oleh para remaja (truna dan daha) yang ada di Desa Manikliyu. Pelaksanaan ritual tersebut ialah pada hari Galungan Nadi dan Galungan Mabunga. Lokasi dari pelaksanaan ritual tersebut ialah pada Jaba Sisi Pura Bale Agung. Ritual matani tersebut disaksikan oleh semua masyarakat desa dan diawasi oleh para Ulu Apad. Berdasarkan analisis penelitian mengenai ritual matani di Desa Manikliyu, Kecamatan Kintamani, maka dibuatlah simpulan yang didasarkan pada tiga rumusan masalah, yaitu.
Pertama, yaitu bentuk ritual matani berupa tarian sakral, yang dilaksanakan pada saat perayaan Galungan Nadi dan Galungan Mabunga. Ritual matani dipercaya masyarakat setempat sebagai wadah untuk mempersembahkan rasa tulus ikhlas dan bakti kepada Sang Pencipta. Pelaksanaan ritual matani diiringi oleh alunan gambang dan selonding. Ritual matani dilaksanakan di Jaba Sisi Pura Bale Agung Desa Manikliyu. Mereka yang diwajibkan untuk berpartisipasi dalam ritual matani adalah golongan remaja dengan rentang usia 15 sampai 17 tahun yang sudah terdaftar sebagai anggota Sekaa Truna. Ritual ini dipimpin oleh Jero Mangku Rsi dan Ulu Apad yang bertugas untuk memastikan seluruh rangkaian ritual pada hari Galungan Nadi dan Galungan Mabunga berjalan dengan lancar.
Kedua, ritual ini memiliki fungsi dan makna dalam pelaksanaannya. Fungsi dan makna tersebut yakni dapat mempererat kembali ikatan kekerabatan masyarakat yang menghabiskan waktunya di ladang atau merantau keluar desa. Ritual ini juga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pengetahuan mereka terkait nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur mereka. Selain itu, ritual tersebut
juga menghabiskan biaya yang tidak sedikit, seperti halnya membeli hewan kurban dan membeli bahan-bahan untuk sesaji, tentunya hal ini akan memacu masyarakat untuk lebih giat lagi dalam bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ritual matani dapat juga dikatakan sebagai media komunikasi masyarakat. Karena dalam pelaksanaannya ritual tersebut membutuhkan interaksi dan komunikasi yang baik antara sekaa truna dan daha, sekaa gambang, para Ulu Apad, Jero Mangku Rsi dan para masyarakat setempat. Apabila interaksi dan komunikasi yang tercipta diantara pelaku ritual tersebut berjalan dengan baik, maka prosesi jalannya ritual akan lancar dan berjalan dengan lancar. Dengan melaksanakan ritual tersebut masyarakat Desa Manikliyu berharap agar selalu mendapatkan perlindungan dari Sang Pencipta dan para leluhur.
Ketiga, eksistensi atau keberadaan ritual matani dikhawatirkan mulai memudar karena adanya pengaruh globalisasi yang sudah mendominasi kehidupan masyarakat. Mengingat ritual matani yang tidak rutin dilaksanakan tiap tahunnya. Namun, masyarakat Desa Manikliyu melakukan strategi untuk mempertahankan tradisi dan ritual yang telah diwariskan oleh para leluhur mereka. Strategi tersebut berupa sosialisasi kepada para generasi penerus, dimana dalam sosialisasi tersebut ditanamkan nilai-nilai dan pengalaman dari para pendahulu terhadap tradisi dan ritual sakral yang dimiliki oleh desa. Selain itu, terdapat juga buku yang disalin dari prasasti Manikliyu. Buku tersebut diharapkan nantinya para generasi dapat memperoleh segala informasi mengenai sejarah desa mereka dan mengetahui lebih dalam lagi terkait nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam budaya yang mereka miliki. Maka dari itu, diharapkan agar generasi penerus
Desa Manikliyu dapat lebih mencintai, melestarikan, menjaga dan melaksanakan tradisi serta ritual yang memiliki nilai-nilai luhur.
REFERENSI
Agus, Arnoldus Yansen. 2018. “Ritual Penti Pada Masyarakat Desa Ndehes Kecamatan Wae Ri’i Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur”. Jurnal Art and Humanities Volume 22 No.1: 169
Ardhana, I Ketut. 2011. “Globalisme dan Multi-Versalisme”. Jurnal Kajian Budaya Volume 1 No. 2: 140
Budiasih, I Gusti Ayu Nyoman. 2014. “Metode Grounded Theory dalam Riset Kualitatif”. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis Volume 9 No. 1: 20
Campbell, Siobhan. 2011. “Global Kamasan”. Jurnal Kajian Bali Volume 1 No. 2: 1
Ekayani, Ni Luh. 2017. “Ritus Keni Kesipat di Pura Penataran Desa Adat Penglipuran Kecamatan Kintamani Bangli Kabupaten Bangli”. Jurnal Art and Humanities Volume 19 No.1: 344
Eni, Kadek Yah. 2018. “Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Pemulihan Orang dengan Skizofrenia (ODS) di Bali”. Jurnal Psikologi Udayana Volume 5 No. 2: 270
PengantarIlmuAntropologi.
Jakarta: PT Ranika Cipta
Jakarta: UI Press
Kusuma, A.A.G Agung Artha. 2017. “Dampak Globalisasi Pasar dan Produksi”. Jurnal Manajemen Volume 11 No. 2: 151
Malarsih. 2004. Aplikasi Teori Struktural Fungsional Radcliff-Brown dan Talcot Parsons pada Penyajian Tari Gambyongan Tayub di Blora Jawa Tengah. Jurnal of Arts Research and Education Volume 5 No. 1 : 2
Narasatriangga, Abima. 2018. Dominasi Kultural Figur Bunda Maria dalam Ritual Semana Santa pada Masyarakat Larantuka, Flores Timur. Jurnal Art and Humanities Volume 22 No. 4 :
Nurhadiah. M. Insya Musa. 2015. Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia. Jurnal Pesona Dasar Volume 3 No. 3: 2
Pudia, Putu Cinthya Wiryani. 2017. “Tingkat Eksistensi Elemen-Elemen Subak Sebagai Sistem Sosial”. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Volume 6 No. 1: 1
Pujaastawa, I.B.G. 2006. “Wacana
Antropologi”. Pustaka Larasan
Suwena, I Wayan. 2018. “Dinamika Kebudayaan Bali”. Denpasar: Jurnal Antropologi Volume 2 No. 2: 81
Swanendri, Ni Made. 2016. “Eksistensi Tradisi Bali Aga Pada Arsitektur Rumah Tinggal di Desa Pakraman Timbrah”. Jurnal Lingkungan Binaan Volume 3 No. 2: 146
Vickers, Adrian. 2011. Balinese Art versus Global Art. Jurnal Kajian Budaya Volume 1 No.2: 34
Wastika, Dewa Nyoman. 2005. “Penerapan Konsep Tri Hita Karana dalam Perencanaan Perumahan di Bali”. Jurnal Permukiman Natah Volume 3 No. 2: 72
Discussion and feedback