DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2023.v7.i02.p05

p-ISSN: 2528-4517 e-ISSN: 2962-6749

Ata Mbeko Tepo: Pilihan Pengobatan Tradisonal Patah Tulang pada Masyarakat Desa Ruang

Maria Restiana Nuheng*, I Gusti Putu Sudiarna, Ida Ayu Alit Laksmiwati Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]] [[email protected]] [[email protected]]

Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author

Abstract

The development of the modern medical system is sometimes less able to efficiently answer various health problems experienced by the community. In handling fractures, the people of Ruang Village in come to ata mbeko tepo. This can be seen in the beliefs and habits of the people of Ruang Village who use the services of ata mbeko tepo. This study aims to explain the fracture treatment technique through ata mbeko tepo and explain the survival factors of ata mbeko tepo. Using the service of ata mbeko tepo in the treatment of fractures by the people of Ruang Village will use the theory of health behavior and theory of symbolic interaction, meanwhile the reason for the people of Ruang Village still choose ata mbeko tepo for the treatment of fractures using the theory of health belief model. This research uses qualitative research methods with ethnographic research models through observation techniques and interview. The result of the research show that the fracture treatment technique through ata mbeko tepo, improved massage techniques, massaged, and pulled the broken bone to return it to its original position.

Keywords: Ata Mbeko Tepo, Traditional Medicine, Medical System

Abstrak

Perkembangan sistem medis modern kadang kala kurang mampu menjawab berbagai persoalan kesehatan yang dialami oleh masyarakat secara efisien. Dalam penanganan pengobatan patah tulang, masyarakat Desa Ruang datang ke ata mbeko tepo. Ini terlihat pada kepercayaan serta kebiasaan masyarakat Desa Ruang yang menggunakan jasa ata mbeko tepo. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan teknik pengobatan patah tulang melalui ata mbeko tepo dan menjelaskan faktor kebertahanan ata mbeko tepo. Menggunakan jasa ata mbeko tepo dalam pengobatan patah tulang oleh masyarakat Desa Ruang ditelisik menggunakan teori perilaku kesehatan dan teori interaksi simbolik, sementara itu alasan masyarakat Desa Ruang masih memilih ata mbeko tepo untuk pengobatan patah tulang menggunakan teori health belief model. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model penelitian etnografi melalui teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik pengobatan patah tulang melalui ata mbeko tepo, mempergunakan teknik memijat, mengurut, dan menarik bagian tulang yang patah untuk mengembalikan ke posisi semula.

Kata kunci: Ata Mbeko Tepo, Pengobatan Tradisional, Sistem Medis


Sunari Penjor : Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud


PENDAHULUAN

Ketika menderita sakit, masyarakat Desa Ruang menggunakan pengobat tradisional sebagai pengobatan alternatif, diimbangi dengan pengobat sistem medis modern. Adapun masyarakat Desa Ruang menyebut profesi pengobat tradisional patah tulang dengan istilah ata mbeko tepo. Pilihan pengobatan tradisional patah tulang atau ata mbeko tepo dalam bidang kesehatan pada masyarakat Desa Ruang, merupakan kebiasaan dan kepercayaan masyarakat Desa Ruang terhadap ata mbeko tepo yang mampu menyembuhkan penyakit yang dideritanya.

Foster dan Anderson (2006), membagi sistem medis yang berkembang di masyarakat ke dalam dua kelompok besar. Pertama adalah kategori sistem medis modern, yang di kembangkan oleh para ahli kesehatan dari Barat, sehingga dikenal juga sebagai sistem medis Barat. Ciri utamanya adalah adanya standarisasi dalam pendidikan profesi pengobatan, melalui dokter, perawat, bidan, dan paramedis lain pengobatan mulai dari jenis obat dan zat aktifnya, dosis dan pencampurannya, institusi perawatan, antara lain rumah sakit, dan sistem perawatan modern, mulai dari gaya hidup sehat sampai berolahraga. Sistem medis modern secara spesifik melihat unsur manusia sebagai makhluk biologis yang memerlukan kondisi khusus agar dapat bertahan dengan baik, karenanya dikenal juga sebagai sistem biomedis. Di sisi yang lain, dikenal pula sistem medis lokal yang bertumbuh dan berkembang pada suatu komunitas berdasar pengetahuan medis tradisional mereka bergenerasi lampau, atau sebagai akibat dari berbagai praktek di masa kini yang diterima sebagai bagian dari kebiasaan.

Pengobatan tradisional didapatkan secara turun temurun dan hanya berdasarkan pada keyakinan, bukan berdasarkan penelitian ilmiah.

Pengobatan tradisional telah menjadi bagian hidup dari masyarakat perdesaan mengakar dalam kehidupan sehari-hari dan dipercaya masyarakat sebagai alternatif penyembuhan suatu penyakit. Bahkan pengobatan tradisional ini juga telah merambah ke kota besar karena masyarakat sering mencari alternatif pemecahan masalah kesehatannya dengan mencoba-coba, misalnya untuk menghindari prosedur operasi (Mratihatani, 2008).

Masyarakat Manggarai merupakan masyarakat yang masih memegang teguh dan memelihara adat-istiadat dan budaya warisan leluhur termasuk dari segi praktik pengobatan. Salah satunya adalah pengobatan patah tulang. Orang Manggarai di Desa Ruang dan umumnya orang Manggarai di Flores mengenal sistem perawatan patah tulang yang khas. Pada setiap kecamatan dijumpai praktisi medis tradisional dengan kemampuan menangani patah tulang. Upaya penyembuhan patah tulang yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ruang sebagian besar datang ke pengobatan tradisional yaitu ata mbeko tepo.

Pengobatan medis modern juga telah disediakan pada masyarakat Desa Ruang, yakni adanya puskesmas pembantu, namun keadaannya tidak terlalu mempengaruhi masyarakat dalam menyikapi suatu penyakit atau sakit. Masyarakat masih tetap datang ke pengobatan tradisional ata mbeko tepo yang telah ada sejak zaman dahulu. Sistem medis modern dewasa ini sudah relatif berkembang, termasuk yang berkaitan dengan penanganan patah tulang seperti orthopedic dan traumatology. Namun demikian, sistem pengobatan tradisional seperti ata mbeko tepo masih tetap menjadi pilihan banyak orang. Mereka yang memanfaatkan jasa ata mbeko tepo tidak terbatas hanya masyarakat di Desa Ruang saja, melainkan juga dari daerah-daerah

lainnya seperti Kupang dan Makassar. Tidak sedikit dari mereka yang memanfaatkan jasa ata mbeko tepo tersebut berasal dari daerah perkotaan yang merupakan representasi dari masyarakat modern.

Hingga saat ini keberadaan ata mbeko tepo para praktisi sistem medis lokal, masih bertahan dan menjalankan fungsi pengobatan patah tulang. Meskipun pengobatan medis modern cukup populer akan tetapi ata mbeko tepo tetap menjadi pengobat utama dalam pengobatan patah tulang. Penulis memilih ata mbeko tepo sebagai kajian untuk diteliti karena melihat keberadaan sistem medis lokal yaitu ata mbeko tepo yang sangat terkait dengan sistem budaya dan praktek tradisional kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Ruang, dan para ata mbeko tepo bukan hanya sebagai pengobat, tetapi juga mampu membawa keselarasan dalam menciptakan kondisi sosial yang baik. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mendalam untuk mengetahui hal apa yang menyebabkan masyarakat lebih memilih pengobatan patah tulang lokal dibandingkan pengobatan modern serta bagaimana proses pengobatan patah tulang melalui ata mbeko tepo dilakukan.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipan dimana peneliti melakukan pengamatan dengan ikut terjun langsung ke lapangan serta mengikuti secara langsung aktivitas keseharian para ata mbeko tepo. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara secara mendalam kepada para informan yang terlibat. Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni data primer, data primer merupakan data langsung yang didapatkan oleh peneliti di lapangan melalui observasi dan wawancara kepada informan dan data

sekunder sebagai data penunjang. Penelitian ini menggunakan teori perilaku kesehatan Lawrence W. Green, teori health belief model Stretcher dan Rosenstock, serta teori interaksi simbolik Herbert George Blumer yang dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini.

Pada khazanah teori health belief model, Stretcher dan Rosenstock (dalam Dalal, 1997) mengungkapkan bahwa suatu model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. Health belief model ini berfokus pada persepsi ancaman dan evaluasi perilaku terkait kesehatan sebagai aspek primer untuk memahami bagaimana seseorang mempresentasikan tindakan sehat.

Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya ada empat variabel kunci yang terlibat dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakan melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. Interaksionisme simbolik yang menekankan pada pola interaksi secara terus-menerus, melalui proses ini individu menginterpretasikan lingkungannya, saling menginterpretasi, sehingga terjadi proses pemahaman makna secara bersama, atau definisi tentang situasi yang dimiliki bersama. Dalam hal ini individu secara aktif mengkonstruksikan tindakan-tindakannya, dan proses interaksi dimana individu menyesuaikan diri dan mencocokkan berbagai ragam tindakannya dan mengambil peran dalam komunikasi simbolik (Blumer, 1996).

Dalam hal ini interaksi simbolik menekankan pada tiga premis, yakni : (1) semua manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang mereka pahami secara bersama, (2) makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain, (3) makna tersebut diinterpretasi dan dimodifikasi pada suatu proses interaksi sosial tersebut berlangsung. Dengan kata lain Herbert Blumer menjelaskan bahwa individu tidak bertindak terhadap kebudayaan, struktur sosial dan sejenisnya, akan tetapi individu bertindak terhadap kebudayaan, struktur sosial dan sejenisnya, akan tetapi individu bertindak atas situasi atau respon situasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses dan Mekanisme Pengobatan Patah Tulang oleh Ata Mbeko Tepo di Desa Ruang

Pengobatan tradisional patah tulang oleh ata mbeko tepo merupakan sebagai salah satu pengobatan lokal masyarakat Desa Ruang. Ketiga ata mbeko tepo yang ada di Desa Ruang memiliki teknik yang sama dalam proses pengobatan, salah satunya adalah teknik gepe yaitu teknik dengan cara menopang tulang yang patah menggunakan kayu.

Semua ata mbeko tepo menceritakan proses perolehan ilmu dan keterampilan mengobati patah tulang dengan struktur cerita yang sama. Pertama, mereka berasal dari keturunan ata mbeko tepo atau setidaknya orang yang mengerti dan menguasai sistem magi Manggarai di masa lalu. Tidak harus keturunan pertama, bisa saja kakek atau kakek buyutnya yang memiliki ilmu dan keterampilan tersebut.

Kedua, semua mengatakan bahwa proses belajar mengobati itu tidak disampaikan secara langsung. Umumnya pengajaran dilalui dengan cara mimpi. Bapak Rafael secara detail menceritakan bahwa dalam mimpinya, ia bertemu

dengan kakek buyutnya, atau setidaknya nenek moyangnya, dan belajar pengobatan. Dalam mimpi tersebut ia seperti bersekolah. Ada beberapa murid juga yang memperdalam ilmu tentang magi Manggarai sebagai dasarnya. Menurutnya, sebagian murid berhenti sampai menguasai ilmu magi dan pulang, lalu menjadi orang yang berilmu. Kebanyakan dari mereka menggunakan ilmu tersebut selain sebagai bela diri, ada yang bersifat agresif dan menjadi praktisi ilmu hitam.

Ketiga, para calon ata mbeko tepo tidak langsung mempraktekan ilmunya setelah mereka selesai proses belajar. Ada peristiwa-peristiwa tertentu yang sepertinya tidak disengaja yang membuat mereka menjadi ata mbeko tepo. Peristiwa tersebut bisa amat personal, seperti kerabatnya sakit, lalu diobati sang calon ata mbeko tepo. Atau tiba-tiba saja ada orang yang tertimpa kemalangan dan ia berada di dekatnya, dan memberi pertolongan. Peristiwa-peristiwa ini menjadi pembuka untuk masuk ke dalam profesi sebagai ata mbeko tepo.

Keempat, sebagai ata mbeko tepo, ada banyak kode etik yang harus mereka penuhi. Aturan ini merentang dari memastikan kemujaraban dan terapi yang diberikan oleh ata mbeko tepo sampai pada keselamatan pasien dan ata mbeko tepo. Setiap kali proses dimulai, berbagai persiapan harus dilakukan dengan baik. Air putih menjadi sarana penting yang tak boleh ketinggalan dalam ritual penyembuhan.

Para ata mbeko tepo membagi fenomena patah tulang menjadi dua kategori besar yaitu kondisi patah tulang tertutup dan terbuka. Apabila kondisi pasien patah tulang tadi tidak sampai ada luka yang merobek jaringan daging dan kulit, atau sampai menyebabkan luka dan berdarah, maka ata mbeko tepo menganggapnya sebagai kondisi yang ringan. Sebaliknya bila ada luka terbuka,

sampai terlihat tulang, dan cukup banyak mengeluarkan darah, maka pasien berada dalam kondisi parah.

Patah tulang yang ringan biasanya akan dapat disembuhkan dalam waktu dua-tiga minggu. Tidak terlalu banyak yang harus ditangani oleh ata mbeko tepo. Mereka biasanya hanya akan berusaha mengembalikan tulang yang patah ke posisi semula. Ada beberapa cara untuk mengembalikan posisi tulang yang bergeser, patah atau retak. Pertama, cara yang sederhana adalah dengan mengurut bagian yang patah sehingga kembali ke kondisi semula.

Kedua, adalah dengan menarik bagian anggota badan di mana ada tulang yang patah, lalu berusaha menempatkannya ke kondisi semula. Ketiga, adalah cara yang paling ekstrim, secara magis, ata mbeko tepo akan akan meremukkan bagian tulang yang patah, kemudian merekonstruksinya dengan cara mengurut-urut bagian tersebut menjadi kembali pada kondisi semula. Apapun teknik pengobatan yang dipakai, tentu rasa sakit akan amat terasa bagi pasien. Di sinilah peran ata mbeko tepo diuji.

Selain air putih, media penyembuhan lain yang umum dipakai ata mbeko tepo adalah ramuan herbal dengan bahan dan komposisi tertentu. Beberapa ata mbeko tepo membuka isi dari ramuan ini walaupun tidak terlalu detail. Unsur-unsur kelapa, beras, jahe, bunga-bunga tertentu misalnya adalah contoh isi ramuan. Nampaknya ada unsur yang bersifat minyak seperti kelapa, yang akan memudahkan ata mbeko tepo untuk mengurut bagian yang patah. Unsur jahe untuk memberikan rasa hangat yang memberikan rasa nyaman pada pasien. Sementara unsur herbal tertentu dipakai untuk antiseptik dan menghentikan pendarahan. Proses pembuatan ramuan tersebut bersifat rahasia. Komposisi dan dosis, hanya diketahui oleh ata mbeko

tepo. Ada kesan bahwa pembuatannya juga diinspirasi atau disampaikan secara gaib oleh agen-agen supranatural.

Selain fungsional, media penyembuhan yang dipergunakan para ata mbeko tepo juga bersifat simbolik. Kayu yang dipakai untuk merangkai bagian tulang yang patah sebelum dibalut kain putih, misalnya ada ata mbeko tepo yang mempergunakan kayu biasa, ada yang memilih paralon untuk menjaga tulang yang telah dirawat tidak bergeser lagi, tetapi ada juga yang memakai kayu tertentu.

Terdapat perbedaan, persamaan kelebihan, dan kekurangan baik dari teknik pengobatan, cara memperoleh keterampilan sebagai ata mbeko tepo, status sosial dalam masyarakat maupun khasiat pengobatan yang dilakukan oleh ketiga para ata mbeko tepo. Terdapat perbedaan dari ketiga para ata mbeko tepo diantaranya biaya/tarif. 1) Bapak Rafael menetapkan tarif atau biaya pengobatan kepada pasien, 2) Bapak Gaspar tidak menetapkan tarif dan biaya pengobatan, 3) Bapak Marsel tidak menetapkan tarif biaya pengobatan kepada pasien.

Selain perbedaan terdapat pula persamaan diantara ketiga ata mbeko tepo yaitu: dari segi teknik pengobatan. ketiganya menggunakan teknik gepe (ditopang menggunakan kayu) untuk menopang tulang yang patah, ramuan yang dipakai dalam pengobatan ialah jahe, kelapa dan air putih, tetap berinteraksi dan tidak ada larangan untuk menggunakan pengobatan medis modern, selain dari pada itu adapun kelebihan yang dimiliki oleh ketiga ata mbeko tepo yaitu interaksi antara ata mbeko tepo dan sistem medis modern berlangsung harmonis , selain itu ata mbeko tepo juga tidak mendasari profesionalismenya berdasarkan upah semata, meskipun ada yang menetapkan tarif, para ata mbeko tepo mengaku tidak dapat menolak

membantu mereka yang bayarannya kurang. Akan tetapi ata mbeko pun tetap memiliki kelemahannya adalah tidak adanya pengenalan sistem medis modern terkait penanganan patah tulang kepada ata mbeko tepo yang bisa membuat pengetahuan dan keterampilan para ata mbeko tepo dapat meningkat.

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Masyarakat Desa Ruang memilih Ata Mbeko Tepo dalam Pengobatan Patah Tulang

Saat ini, sistem ide mengenai penyakit, penyembuhan, praktisi dan sistem perawatan kesehatan berorientasi kepada sistem medis modern. Di tingkat komunitas, seperti di Desa Ruang kehadiran sistem modern ini seperti menjadi tamu. Datang sebagai bagian dari program yang diintroduksi negara, sistem medis modern tidak serta merta menggantikan sistem medis lokal yang bersifat tradisional.

Pada kasus ata mbeko tepo, para praktisi sistem medis lokal masih bertahan dalam menjalankan fungsi pengobatan patah tulang tidak muda mengganti sistem ide. Walaupun nama penyakit, diagnosis, obat dan dokter menjadi populer, tetapi ata mbeko tepo tetap dicari. Masyarakat Desa Ruang meyakini bahwa ata mbeko tepo mampu mengobati patah tulang dengan sempurna. Mereka membandingkan dengan sistem medis modern yang berkesan mengerikan. Pasien harus disuntik, ditusuk dengan jarum untuk memasukan zat tertentu, adalah hal yang tak dikenal dalam pengetahuan medis sebelumnya. Demikian pula dengan operasi, membedah jaringan daging untuk mengobati patah tulang, memasang logam untuk menyambung tulang patah. Hal yang paling mengerikan bagi masyarakat adalah kata amputasi yang sering terdengar manakala bagian yang patah gagal disembuhkan.

Ata mbeko tepo menurut masyarakat Desa Ruang memiliki kemampuan lain untuk menyembuhkan patah tulang. Ata mbeko tepo memiliki cara lain yang dianggap tidak menyakiti dan merusak anggota badan karena dilakukan secara magis. Masyarakat telah amat akrab dengan pengetahuan ata mbeko tepo. Di sisi lain, karena berada dalam sosialisasi kebudayaan yang sama, mereka juga tahu dan dapat menerima logika para ata mbeko tepo ketika menerangkan sebab-sebab sakit dan cara pengobatannya. Ketika mereka mulai terpapar dengan kampanye kesehatan bahwa sistem medis modern, dokter, puskesmas, rumah sakit dan obat-obatan adalah sumber terbaik untuk pencegahan, pengobatan dan perawatan kesehatan, masyarakat menyaksikan hal sebaliknya.

Ketika kondisi patah tulang amat besar, misalnya puskesmas acapkali menolak dengan alasan harus dirujuk ke rumah sakit, dan ketiadaan dokter spesialis bedah tulang menjadi alasan mengapa masyarakat lebih memilih berobat ke ata mbeko tepo. Keyakinan bahwa ata mbeko tepo mampu mengobati patah tulang menimbulkan efek sugesti bagi mereka. Air putih dengan mantra dan ramuan rahasia yang dibuat oleh ata mbeko tepo semakin memantapkan pasien. Dampak positifnya adalah para pasien merasakan kesembuhan dari terapi ata mbeko tepo.

Secara antropologis, penerimaan terhadap suatu terapi dan kemujarabannya memang dipengaruhi oleh orientasi sistem budayanya. Pernyataan bahwa pasien sembuh setelah ditangani ata mbeko tepo dengan demikian juga menjadi klaim subjektif para pasien. Rasa atau keluhan yang barangkali dirasakan sesudah terapi dinyatakan selesai bukan merupakan sesuatu yang dapat diukur secara medis. Pada beberapa kasus, ata mbeko tepo berupaya merespon ketidakyakinan orang

akan terapinya dengan meminta pasien melakukan foto rontgen untuk memastikan kondisi tulang yang patah pascaterapi.

Pada kasus-kasus yang dialami oleh ata mbeko tepo terdapat kombinasi antara kuatnya orientasi masyarakat pada adat dan tradisi, pengalaman berobat ke ata mbeko tepo yang positif, bermainnya simbol-simbol yang dipakai oleh ata mbeko tepo, dan pembuktian-pembuktian subjektif yang dinyatakan oleh para pasien. Di sisi lain terlihat pula bagaimana imaji pelayanan kesehatan modern yang tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Ketika mereka mulai terpapar dengan kampanye kesehatan bahwa sistem medis modern, dokter, puskesmas, rumah sakit dan obat-obatan adalah sumber terbaik untuk pencegahan, pengobatan dan perawatan kesehatan, warga menyaksikan hal yang sebaliknya.

Eksistensi sistem medis lokal, khususnya ata mbeko tepo di Desa Ruang dapat dilihat sebagai konsekuensi dari lima hal berikut ini. Pertama, sistem medis lokal, yang amat terkait dengan sistem budaya dan praktek tradisional, masih amat berperan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, sistem medis lokal inheren dalam gagasan dan praktek mengenai kehidupan sosial yang ideal, sehingga sakit seringkali dianggap sebagai konsekuensi dari pelanggaran atas harmoni sosial. Ketiga, para ata mbeko tepo bukan hanya sebagai pengobat, tetapi juga mampu membawa keselarasan dalam menciptakan kondisi sosial yang baik. Keempat, sistem medis modern masuk dan mulai diterima sebagai sesuatu yang baru dalam masyarakat, namun penyediaan fasilitas dan infrastruktur di wilayah Desa Ruang belum mencukupi. Kelima, ada interaksi antara sistem medis modern dan lokal yang positif bagi penguatan sistem medis lokal.

Masyarakat Desa Ruang hingga kini tetap memilih ata mbeko tepo dalam perawatan kesehatan patah tulangnya, dapat dikatakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kedekatan pasien dengan ata mbeko tepo, faktor latar belakang budaya yang sama, faktor kepercayaan masyarakat bahwa mereka dapat sembuh apabila berobat kepada seorang ata mbeko tepo, faktor khasiat pengobatan oleh ata mbeko tepo, dan faktor biaya yang terbilang dapat dijangkau oleh masyarakat.

SIMPULAN

Proses dan mekanisme pengobatan patah tulang melalui ata mbeko tepo, mempergunakan teknik memijat, mengurut, dan menarik bagian tulang yang patah untuk mengembalikan ke posisi semula. Para ata mbeko tepo juga menggunakan potongan kayu atau bambu sebagai penopang pada bagian tulang yang patah. Selain itu para ata mbeko tepo juga menggunakan aneka ramuan, seperti minyak yang isinya dari tumbuhan dan/atau bagian tubuh binatang serta minyak dan air.

Pengobatan tradisional patah tulang melalui ata mbeko tepo hingga saat ini masih tetap dipilih masyarakat Desa Ruang di tengah perkembangan medis modern yang semakin pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor kedekatan pasien dengan ata mbeko tepo, faktor latar belakang budaya yang sama, faktor kepercayaan masyarakat bahwa mereka dapat sembuh apabila berobat kepada seorang ata mbeko tepo, faktor khasiat pengobatan oleh ata mbeko tepo, dan faktor biaya yang terbilang dapat dijangkau oleh masyarakat. Cara memperoleh keahlian sebagai ata mbeko tepo diperoleh secara otomatis atau peran bawaan (ascribed roles) yang mana diartikan kemampuan mengobati didasarkan atas keturunan.

Pilihan proses pengobatan terhadap ata mbeko tepo merupakan strategi adaptif kultural masyarakat Desa Ruang dalam bidang kesehatan.

REFERENSI

Andri, W. (2012) “Pengobatan Tradisional Dalam Naskah Kuno Koleksi Surau Tarekat Syattariyah di Pariangan”. Wacana Etnik, 3(1), pp.                             1-28.

http://dx.doi.org/10.25077/we.v3.i1 .27

Blumer. (1996). Symbolic Interactionism: Perspektif and Method. University of California Press.

Dalal, A.K. (1997). Cultural Psychology of Health in India: Well-being, Medicine And Traditional Health Care. SAGE Publishing.

Daulay, N.M. (2010). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Memilih Pengobatan Alternatif Akupunktur di Kota Medan”. Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dermawan, R. (2013). “Peran Batrra dalam Pengobatan Tradisional pada Komunitas Dayak Agabag di Kecamatan  Lumbis  Kabupaten

Nunukan”.   eJournal Sosiologi

Konsentrasi, 1(4), pp. 50-61.

Fadhila. (2015).  “Pembiayaan pada

Pengobatan     Patah     Tulang

Tradisional”.     Jurnal     Ilmu

Keperawatan, 3(1), pp. 50-58.

Foster, G.M., dan Anderson B.G. (2006). Antropologi Kesehatan. UI-Press.

Koentjaraningrat. (2007). Manusia dan Kebudayaan     di    Indonesia.

Djambatan.

Mratihatani, R. (2008). “Pengobatan Tradisional Dukun Beranak: Regulasi     Dan     Kebutuhan

Masyarakat Dikaitkan Dengan Angka Kematian Ibu Di Kabupaten Grobogan”.     Tesis    Program

Magister   Hukum Kesehatan

Universitas Katolik Soegijapranata.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.

Nurrani, L., Tabba, S., dan Mokodompit, H.S. (2015). “Kearifan Lokal Dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Provinsi Maluku Utara”. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 12(3), pp. 163-175.

Semiarto, A.P., Nasution, Z., dan Samayosi, B. (2016). Mbeko Patah Tulang: Tradisi Pengobatan Patah Tulang Pada Etnik Manggarai. Kanisius.

Yulianti., Moita, S., dan Upe, A. (2018). “Konstruksi Sosial Dalam Praktik Pengobatan Oleh Dukun Dan Medis (Studi di Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah)”. Neo Societal, 3(2), pp. 374-380. http://dx.doi.org/10.52423/jns.v3i2. 4024