Gereja HKBP dalam Mempertahankan Identitas Kultural Diaspora Etnis Batak Toba di Kota Denpasar
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2023.v7.i01.p02
p-ISSN: 2528-4517 e-ISSN: 2962-6749
Gereja HKBP dalam Mempertahankan Identitas Kultural Diaspora Etnis Batak Toba di Kota Denpasar
Tony Hasudungan Batee*, I Wayan Suwena, I Nyoman Sama
Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [bateetony@gmail.com] [wayan_suwena@unud.ac.id] [nyoman_sama@unud.ac.id] Denpasar, Bali, Indonesia
*Corresponding Author
Abstract
Huria Kristen Batak Protestant (HKBP) is a Protestant Christian church in the Toba Batak ethinc group. HKBP cannot be separated from the life of the Toba Batak people. although basically the HKBP is a fellowship of Christians from all ethnic groups and groups. This study discusses the role of the church in an effort to maintain the cultural identity of the Toba Batak diaspora in Denpasar. and implications for both the congregation and the community around the church. This study uses the Functionalism Theory from Talcott Parsons and Symbolic Interaction Theory from Herbert Blumer. Qualitative research methods through data collection techniques in the form of observation, interviews, and documentation as well as using inductive data analysis techniques. Based on the results of the study, it was found that the Protestant Batak Christian Huria Church (HKBP) played a major role in maintaining the cultural identity of the Toba Batak diaspora in Denpasar. The implication of establishment of the Protestant Batak Christian Huria Church (HKBP) in Denpasar is the emergence of an exclusive and inclusive attitude from the congregation.
Keywords: Cultural Identity, the Role of the Church, Toba Batak Ethnicity, Implications
Abstrak
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) merupakan Gereja yang beraliran Kristen Protestan di Etnis Batak Toba. HKBP tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak Toba. Walaupun pada dasarnya HKBP adalah persekutuan orang Kristen dari segala suku dan golongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang peran gereja dalam upaya mempertahankan identitas kultural diaspora etnis Batak Toba di Denpasar dan implikasi baik bagi jemaat maupun masyarakat di sekitar gereja. Penelitian ini menggunakan Teori Fungsionalisme dari Talcott Parsons dan Teori Interaksi Simbolik dari Herbert Blumer. Metode penelitian kualitatif melalui teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi serta menggunakan teknik analisis data induktif. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa bahwa Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) berperan besar dalam upaya mempertahankan identitas kultural diaspora etnis Batak Toba di Denpasar. Implikasi dari didirikan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Denpasar adalah munculnya sikap eksklusif dan inklusif dari jemaat.
Kata kunci: Identitas Kultural, Peran Gereja, Etnis Batak Toba, Implikasi
Sunari Penjor : Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
PENDAHULUAN
Suku Batak Toba pada umumnya generasi muda sudah cukup banyak yang tidak mengenal budayanya sendiri, khususnya mereka yang tinggal pada perkotaan. Suku Batak Toba yang masih mempertahankan kebudayaannya merupakan warga Batak toba yang sebagai jemaat di Gereja Huria Kristen Batak Protestan. Faktor yang mempengaruhi etnis Batak untuk melakukan kegiatan mobilitas atau diaspora ke Bali adalah adanya keinginan untuk berkembang atau mencari kehidupan yang lebih baik dalam hal pendidikan dan mata pencaharian, dimana perkembangan pariwisata Bali menyebabkan mereka mengambil keputusan berdiaspora ke Bali.
Perkembangan teknologi membawa dampak pada mobilitas areal manusia. Manusia dapat berpindah dari daerah asal ke daerah tujuan dalam waktu singkat. Seiring dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi mendorong berbagai etnik yang ada di Indonesia untuk keluar dari tempat asalnya untuk menetap sementara maupun permanen di daerah baru yang dihuni oleh salah satu suku bangsa yaitu suku bangsa asal daerah tersebut. Etnis Batak Toba mayoritas agama Kristen (baik Katolik maupun Protestan) dan juga ada yang menganut agama Islam dan agama lainnya. Namun terdapat juga yang menganut agama lokal yakni Malim, dimana pemeluknya disebut Parmalim yang menganut kepercayaan nenek moyang atau animisme. Walaupun kini jumlah penganut ajaran ini telah berkurang, dimana orang Batak Toba sekarang lebih dominan beragama Kristen.
Ada suatu poda (nasihat) yang diberikan para orang tua kepada anak-anak mereka yang hendak merantau meninggalkan Tanah Batak. Baik dalam rangka melanjutkan pendidikan atau mencari pekerjaan di daerah lain. Poda
(nasihat) yang selalu di berikan kepada anak-anak mereka “Unang gabe lupa lului Garejam dohot lului natoras mu” Artinya “Jangan sampai lupa mencari Gereja mu dan mencari orang tua mu”. Nasihat tersebut bukan hanya berisi pesan agar generasi Batak Toba di tano parserakan (tanah perantauan) tetap memelihara imannya, tetapi juga sebagai agen pelestari budaya Batak Toba (Harahap & Siahaan, 1987). Pada umumnya para orang tua Batak Toba, sangat menginginkan para keturunannya tetap mengenal dan menjaga kebudayaan Batak Toba dimanapun dia berada.
HKBP merupakan Gereja yang beraliran Kristen Protestan pada Etnis Batak Toba. Gereja ini artinya yang terbesar di antara Gereja-gereja Protestan yang terdapat di Indonesia. HKBP tak dapat dipisahkan asal kehidupan orang Batak Toba. Walaupun pada dasarnya HKBP adalah perkumpulan kaum Kristiani dari segala suku bangsa dan golongan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah jemaat HKBP mayoritas orang Batak Toba). Ciri khas yang membedakan HKBP dengan gereja Protestan yang ada. yaitu penggunaan Bahasa Batak Toba dalam ibadah kebaktian. Dalam kebaktian-kebaktian khusus seperti Natal. Paskah dan hari besar keagamaan lainnya menggunakan alat musik tradisional Batak (gondang). dan hiasan ulos sebagai kain tradisional orang Batak Toba. Gereja HKBP juga mendukung kelompok-kelompok marga agar tetap bersekutu dalam ibadah membicarakan dan diskusi masalah adat batak dan juga membuat seminar adat Batak yang diterangi injil.
METODE
Penelitian ini memakai metode kualitatif, lokasi penelitian di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Kota Denpasar Bali dengan melakukan observasi sebagai langkah awal dan juga
peneliti melakukan wawancara yang mendalam kepada informan yang terlibat, juga dibantu dengan studi kepustakaan dan dokumentasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data primer, data primer merupakan data langsung yang didapatkan oleh peneliti di lapangan melalui observasi dan wawancara kepada informan dan data sekunder sebagai data penunjang (Black, 1999). Teori yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian adalah teori fungsionalisme dari Talcott Parsons. Parsons (dalam Turama, 2018) mengungkapkan dalam teori fungsionalisme, masyarakat ialah “suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan serta saling menyatu pada kesimbangan. Perubahan yang terjadi satu bagian akan membawa perubahan juga terhadap bagian lain. Masyarakat ditinjau menjadi sebuah sistem di mana semua struktur sosialnya terintegrasi sebagai satu masing-masing mempunyai fungsi yang dibedakan tapi saling berkaitan dan menciptakan mufakat dan keteraturan sosial serta keseluruhan elemen akan saling beradaptasi baik terhadap perubahan internal dan eksternal.
Parsons percaya bahwa terdapat empat imperatif fungsional yang diharapkan atau sebagai ciri semua sistem adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan pemeliharaan pola. Secara bersama–sama. keempat imperatif fungsional tersebut disebut juga dengan menggunakan skema AGIL. Agar bertahan hidup maka sistem harus menjalankan keempat fungsi tersebut
Penelitian ini juga memakai teori interaksi simbolik dari Herbert Blumer (dalam Derug, 2015) Teori Interaksi simbolik adalah teori yang memiliki hipotesis bahwa insan membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori interaksi simbolik mengandung tiga hipotesis yaitu: (a) Insan bertindak sesuai
makna yang diberikan insan lain kepada mereka, (b) Makna itu didapat dari interaksi antar insan, dan (c) Makna disempurnakan pada saat proses interaksi sosial sedang berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Gereja HKBP dalam Mempertahankan Identitas Kultural Diaspora Etnis Batak Toba di Denpasar
Gereja HKBP bila diamati sekilas maka akan nampak bahwa gereja ini memiliki kesamaan dengan gereja-gereja lainnya. Namun bila didalami lebih jauh maka akan kelihatan perbedaan yang sangat besar antara HKBP dengan gereja lainnya di Denpasar. Gereja HKBP yang mulai dirintis sejak 7 November 1971 ini memiliki keunikan pada tujuan pendiriannya. Persekutuan ibadah suku Batak yang dimulai dari kerinduan berkumpul untuk membicarakan adat istiadat ini selanjutnya memunculkan kebersamaan dalam situasi suka dan duka. Dengan pertemuan ini telah membuahkan juga kerinduan untuk bersekutu bersama yang dimulai dengan kebaktian rumah tangga menggunakan liturgi bahasa Batak di rumah anggota.
Kesadaran ini telah membuat orang Batak selalu mencari sukunya dan selanjutnya bersekutu bukan hanya secara sosial namun juga secara spiritual. Berbagai perbedaan ini lebih kepada peran sosial gereja kepada jemaatnya. Peran religi gereja-gereja tersebut secara umum adalah sama, dengan tergabungnya seluruh gereja tersebut ke dalam PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia). Peran utama gereja sebagai tempat ibadah Umat Kristen dan tempat untuk membangun kedekatan antara manusia dengan Tuhan tetap dapat dijalankan dengan baik. Gereja berkeyakinan bahwa identitas budaya itu merupakan anugerah dari Tuhan, sehingga bila harus dipertahankan maka
itu merupakan kehendak Tuhan. Bila Tuhan berkehendak untuk menghapus identitas itu maka manusia diyakini tidak akan mampu menolaknya. Sejalannya kepentingan agama dengan kepentingan menjaga jati diri sebagai etnis Batak Toba ini salah satunya dapat diambil contoh pada pementasan tari Tor Tor yang merupakan tari khas dari etnis Batak Toba.
-
a. Peran Gereja dalam
Mempertahankan Adat
Hasil observasi menunjukkan gereja HKBP berusaha untuk menunjukkan hakikat gereja kepada jemaat. Kehakikian gereja yang sebenarnya, bahwa gereja adalah orangnya. Artinya, gereja tidaklah hanya struktur bangunannya, tetapi gereja adalah insan-insan yang menyatu dan mempunyai visi serta misi yang sekata. Gereja ialah orangnya juga dapat dinyatakan bahwa bagaimanapun gereja tadi, baik kualitas dan identitas gereja tersebut sendiri bisa dilihat dari insaninsan atau umat yang menjadi bagian gereja. Sehingga benarlah bisa dilihat kenyataannya bahwa gereja harus diamati dari orang yang tergabung di dalamnya, bukan sekedar dilihat dari struktur bangunan tempat ibadah dilakukan. Wujud pelestarian kebudayaan
khususnya dalam pelestarian adat dapat diamati secara nyata baik dalam pergaulan antar jemaat maupun kegiatan peribadatan. Pergaulan antar jemaat masih mempertahankan norma dan etika khususnya hubungan antara kaum muda dengan orang tua. Kegiatan adat dalam bentuk ritual yang masih dipertahankan adalah ritual pernikahan.
Pernikahan suku Batak Toba terdiri dari dua prosesi yaitu Marhusip dan Martumpol. Deskripsi dari kedua proses tersebut adalah sebagai berikut: a) Marhusip
Deskripsi secara umum dari Prosesi Marhusip adalah sebagai berikut: (a) Pengantin laki-laki dan pihak keluarga
berdiri di depan teras atau pada depan tempat tinggal pengantin wanita dengan membawa sipanganon na margoar (daging babi dengan bagian-bagian tertentu). (b) Penyambutan yang dilakukan pihak keluarga yang berasal dari pengantin wanita dan dongansahuta (tetangga sekitar) dengan mengumpulkan sipanganon yang telah dibawa oleh pihak keluarga pengantin laki-laki.
-
b) Martumpol
Deskripsi secara umum dari Prosesi Martumpol adalah sebagai berikut: (a) Prosesi dilaksanakan di gereja. Pengantin laki-laki dan pengantin perempuan bersama pihak keluarga memasuki pelataran gereja. (b) Acara yang dibuat/ dirangkai oleh gereja dimulai. Kedua pengantin, baik pengantin laki-laki maupun pengantin wanita berjalan dengan diikuti oleh orang tua dan Tulang (paman) untuk menandatangani surat perjanjian menyetujui menikah.
Peran gereja HKBP sangat besar dalam prosesi Martumpol yang menjadi ciri khas dari suku Batak Toba. Gereja HKBP hanya menerima pernikahan secara adat Batak Toba dikarenakan HKBP adalah gereja kesukuan etnis Batak Toba. Pernikahan yang menjadi awal dari kehidupan baru ini difasilitasi oleh gereja. Peran ini menunjukkan besarnya peran gereja dalam menjaga adat Batak Toba.
-
b. Peran Gereja dalam
Mempertahankan Bahasa
Pengamatan yang dilakukan pada gereja HKBP menunjukkan ada dua bahasa yang digunakan dalam komunikasi antara pendeta dengan jemaat dan antara sesama jemaat. Dua bahasa tersebut ialah bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba. Kedua bahasa ini digunakan bukan hanya dalam pergaulan yang bersifat informal, namun juga pada saat peribadatan. Penyampaian firman Tuhan oleh Pendeta kepada jemaat
disampaikan dalam Bahasa Batak Toba. Penggunaan Bahasa Batak Toba secara kental memang lebih banyak disampaikan kepada jemaat kaum tua. Penggunaan Bahasa Indonesia untuk memperjelas arti dari Bahasa Batak Toba dipakai pada jemaat anak-anak dan remaja. Menurut Sibarani (2015) hal tersebut dibuat bukan hanya untuk memperjelas firman Tuhan yang disampaikan, namun juga sebagai upaya pembelajaran bahasa Batak Toba kepada anak-anak dan remaja.
Penggunaan Bahasa Batak Toba oleh pihak gereja ini menunjukkan peran yang besar dari gereja HKBP dalam upaya menjaga kelestarian bahasa daerah ini. Gereja HKBP Denpasar berhasil melakukan pelestarian bahasa daerah bahkan jauh di luar wilayah penutur bahasa aslinya di Sumatera Utara.
-
c. Peran Gereja dalam
Mempertahankan Marga
Marga merupakan bagian dari sistem kekerabatan dalam masyarakat Batak. Upaya peningkatan pelestarian marga dan sistem kekerabatan ini dilakukan dengan memperkuat peran Punguan parsahutaon.
Punguan parsahutaon adalah perkumpulan etnis Suku Batak Toba yang berada di daerah perantauan. Punguan parsahutaon sangat terlibat dalam kegiatan anak dan remaja di gereja. Pemahaman akan arti penting marga bagi masyarakat Suku Batak Toba banyak diberikan saat ibadah maupun kegiatan gereja lainnya. Pemberian pemahaman akan marga dan sistem kekerabatan ini selalu diselaraskan dengan kebenaran-kebenaran Kristen sesuai masukan dari pendeta. Punguan parsahutaon ini juga sangat giat merancang kegiatan ibadah di rumah masing-masing jemaat. Kegiatan ibadah di rumah jemaat secara terjadwal rutin ini digunakan oleh Punguan parsahutaon
sebagai media mempererat hubungan antar keluarga yang berada dalam satu marga maupun antar marga yang terangkum dalam Suku Batak Toba. Kedekatan antar marga ini digunakan gereja untuk lebih memperkuat keyakinan pada kristen. Manfaat lain yang dirasakan oleh jemaat dengan adanya kegiatan ini adalah kesadaran adanya hubungan kekeluargaan yang terikat erat oleh marga.
-
d. Peran Gereja dalam
mempertahankan seni
Simbolon (2020) menyatakan bahwa seni yang dimiliki Suku Batak Toba merupakan seni yang memiliki banyak keragaman dan merupakan salah satu seni yang berkembang sudah sejak lama dibandingkan suku lainnya di Sumatera Utara. Identifikasi seni dari Suku Batak Toba yang masih dilestarikan Gereja HKBP Denpasar hingga saat ini adalah sebagai berikut: a) Pakaian Adat
Baju adat Batak Toba memakai kain yang ditenun hingga menjadi ulos yang kemudian dipakai dengan cara dibalut menutupi tubuh yang menggunakan. Pengamatan yang dilakukan pada aktivitas Gereja HKBP Denpasar menunjukkan busana adat yang merupakan karya seni leluhur ini masih sering digunakan pada acara-acara tertentu. Acara yang dimaksud adalah acara pernikahan, natal dan ulang tahun gereja. Tidak semua jemaat
menggunakan busana adat ini secara utuh dan lengkap. Ada beberapa orang yang memang sengaja ditunjuk dan dipersiapkan untuk menggunakan busana adat ini secara utuh dan lengkap seperti kondisi aslinya.
-
b) Seni Suara
Orang Batak telah lama dikenal memiliki kualitas suara yang baik dan kemampuan menyanyi yang hebat. Hal ini tidak aneh karena sejak masa leluhur
orang Batak khusus Batak Toba dikenal memiliki banyak sekali memiliki lagu-lagu daerah yang sesuai dengan kesukuannya masing-masing. Lagu-lagu ini telah diperdengarkan sejak seseorang masih bayi dan mulai menyanyikannya saat masuk ke usia yang sangat belia. Lagu-lagu ini bukan hanya dinyanyikan dalam lingkungan keluarga inti, namun juga pada seluruh perhelatan adat hingga pada kegiatan-kegiatan penting di gereja. Lagu-lagu daerah Batak Toba yang ditampilkan di gereja HKBP Denpasar hanya terjadi pada saat upacara pernikahan. Lagu-lagu ini umumnya ditampilkan usai pemberkatan.
-
c) Seni Musik
Alat musik memiliki peran yang sangat penting pada kehidupan bermasyarakat dan budaya pada Batak Toba. Dikarenakan hampir setiap acara adat memakai musik menjadi pengiring. Alat musik yang dipakai berbeda pada setiap acara dan mempunyai makna tersendiri. Salah satu alat musik yang paling sering dimainkan pada berbagai acara pada masyarakat Batak Toba ialah Gondang. Alat musik Gondang adalah beberapa gendang dan gong yang ditata jadi satu kesatuan. Gondang biasanya dipakai pada acara-acara tertentu pada adat, yakni pesta pernikahan, pesta kematian dan lain sebagainya. Penggunaan alat musik tradisional secara fisik dapat ditemukan di gereja HKBP Denpasar. Jemaat tetap mengenal dan mengetahuinya karena bunyi musik ini dihadirkan pada saat perayaan pernikahan, natal dan ulang tahun gereja. d) Seni Tari
Tari Tor-tor merupakan pertunjukan utama pada setiap acara istimewa yang diadakan di Gereja HKBP Denpasar. Acara istimewa yang dimaksud adalah perayaan pernikahan, Natal dan ulang tahun gereja. Pertunjukan ini dipersiapkan dengan baik oleh para jemaat dan pengurus gereja. Kegiatan
latihan dilakukan jauh hari sebelum acara dilaksanakan. Penari Tor-tor bukan hanya dari kalangan tua, namun remaja dan dewasa diperkenankan menampilkan tarian ini. Adapun tari Tor-tor dapat di lihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Tari Tor-Tor
Sumber: Dokumen HKBP Denpasar, 2021
-
e) Seni Arsitektur
Masyarakat Batak Toba memiliki seni arsitektur yang berbeda bila dibandingkan dengan suku Batak lainnya. Seni arsitektur ini dapat diamati dari keberadaan rumah adatnya. Batak Toba mempunyai rumah adat yang dikenal dengan Ruma yang mempunyai relief tradisional pada dinding rumah luar dan depan rumah adat. Gorga ialah motif yang dibuat dengan cara memahat lalu diberi tiga warna, yakni merah, putih, hitam dan dikenal dengan sebutan Tiga Bolit. Implementasi seni arsitektur secara lengkap dan utuh tidak ditemukan pada bangunan Gereja HKBP Denpasar. Implementasi seni ini sangat minimalis. Implementasi seni ini hanya dapat ditemukan pada atap gereja yang menyerupai atap Ruma. Sedangkan bentuk ukiran dan pewarnaan seperti pada Ruma tidak ditemukan pada bangunan gereja.
-
e. Pendapat Jemaat pada Peran Gereja
HKBP Denpasar
Berbagai pendapat dari informan yang berhasil dihimpun menunjukkan bahwa gereja selain sudah menjalankan peran dalam sistem religi juga sudah
menjalankan fungsi sosial, Parsons (dalam Turama, 2018) menjelaskan dalam teori fungsionalisme.
-
a) Adaptasi
Adaptasi telah berhasil dilakukan oleh jemaat. Jemaat tetap sadar akan jati dirinya sebagai bagian dari etnis Batak Toba. Kesadaran ini tidak serta merta membuat jemaat menuntut realisasi berbagai budaya Batak Toba diimplementasikan di gereja yang berlokasi jauh dari kampung halamannya. Pola adaptasi telah terbangun dengan baik.
-
b) Pencapaian Tujuan
Tujuan utama dari gereja adalah mengabarkan kebenaran dari konsep ajaran Kristen. Namun uniknya nara sumber penelitian ini mengakui bahwa tujuan jemaat untuk mendapatkan memori dan kesadaran etnis Batak Toba juga dapat diwujudkan.
-
c) Integrasi
Gereja HKBP Denpasar telah berhasil membangun sistem yang mengintegrasikan antara kepentingan gereja untuk menyiarkan berbagai firman Tuhan berikut dengan kebenaran-kebenarannya dan kepentingan jemaat untuk selalu sadar akan jati dirinya.
-
d) Latency (Pemeliharaan Pola)
Sistem yang telah dibangun Gereja HKBP menurut jemaat telah berhasil membuat pola–pola budaya sehingga menghasilkan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Implikasi Keberadaan Gereja HKBP di Denpasar
Penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran Gereja HKBP membawa dua implikasi yaitu sebagai berikut.
-
a. Sikap Eksklusif
Sikap eksklusif sebagai dampak dari hadirnya gereja HKBP bukan suatu hal yang negatif. Karena sikap eksklusif ini hanya bersifat internal. Sikap eksklusif ini memperkuat identitas budaya dari
jemaat yang merupakan bagian dari etnis Batak Toba. Kehadiran gereja ini telah membuat orang Batak semakin semangat dan kokoh dan kuat persatuannya. Hubungan saling tolong-menolong satu dengan lainnya juga dapat diciptakan. Dampak lebih jauhnya menunjukkan gereja ini menjadi pemersatu bagi masyarakat Batak dari etnis Batak Toba. Implikasi dari Gereja HKBP untuk mewujudkan sikap eksklusif dari jemaat dan kemampuan gereja untuk membangkitkan kesadaran akan jati diri tampak jelas. Eksklusivitas ini diakui oleh para informan bukan suatu hal yang negatif di lingkungan Gereja HKBP. Hal ini ditunjukkan oleh kesadaran dari informan bahwa orang Batak khususnya Etnis Batak Toba masih sangat menyadari bahwa jemaat adalah bagian dari Negara Indonesia yang memiliki keragaman budaya dan dinaungi semangat Bhinneka Tunggal Ika, Eksklusivitas ini bukan untuk menunjukkan bahwa etnis ini berbeda dari yang lain dengan keunggulan yang lebih hebat dari etnis lainnya di Indonesia. Sikap ini hanya ditujukan untuk menunjukkan kemampuan mereka menjaga warisan budaya sebagai implementasi dari petuah orang tua, eksklusivitas ini justru dapat digunakan sebagai upaya menjaga keberagaman di Indonesia (Gultom, 1992). Sikap eksklusif yang ditunjukkan jemaat HKBP sebagai bagian dari etnis Batak Toba tidak terlepas dari pesan-pesan orang tua yang terus disampaikan dari generasi ke generasi dan berhasil diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
-
b. Sikap Inklusif
Gereja HKBP di Denpasar bukan hanya menjalankan peran sebagai rumah ibadah, namun mempunyai peran pendidikan (Boiliu, 2021 & Faridi, 2020). Hal ini dibuktikan dengan adanya Sekolah Minggu yang secara lengkap
merangkul lapisan mulai remaja, pemuda hingga Ina (Ibu) dan Ama (Bapak). Pendidikan agama di HKBP Denpasar terbukti sudah mampu membangun sikap inklusif bagi jemaatnya. Ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kegiatan sosial yang dilakukan.
Gambar 2. Bakti sosial Perayaan Jubileum dan Gotilon Sumber: Dokumentasi HKBP Denpasar, 2021
Kegiatan bakti sosial berupa pembagian sembako, seperti yang terlihat pada gambar di atas bagi masyarakat luas yang secara periodik selalu dilakukan ini menunjukkan keberhasilan pendidikan agama Kristen yang diselenggarakan Gereja HKBP di Denpasar telah berhasil membangun sikap inklusif bagi jemaatnya. Aspek inklusif yang ditunjukkan oleh jemaat HKBP adalah tindakan nyata tanpa membedakan suku, golongan, ras dan agama. Aktivitas bakti sosial jemaat tidak hanya menyasar sesama etnis Batak maupun sesama umat Kristen. Salah satu contoh yang secara nyata membuktikan sikap inklusif adalah bakti sosial ke Panti Sosial Tresna Werdha Seraya Denpasar. Panti sosial bentukan Pemerintah Provinsi Bali untuk merawat para orang tua atau lansia ini didominasi lansia yang berasal dari Suku Bali dan beragama Hindu. Bakti sosial ke panti ini merupakan program tetap yang selalu diadakan HKBP Denpasar.
SIMPULAN
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) berperan besar dalam upaya mempertahankan identitas kultural
diaspora etnis Batak Toba di Denpasar. Peran besar ini ditunjukkan dengan aktivitas internal dan eksternal gereja. Aktivitas internal ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Batak pada kegiatan ibadah bersama. Penggunaan busana adat, tampilan musik tradisional dan tari tradisional pada hari-hari peringatan tertentu. Aktivitas eksternal gereja ditunjukkan dengan peribadatan di masing-masing rumah jemaat. Pada ibadah di setiap rumah jemaat yang dilakukan secara bergiliran ini transfer pengetahuan budaya Batak Toba dilakukan lebih intensif dari generasi tua ke generasi yang lebih muda.
Implikasi dari keberadaan Gereja HKBP di Denpasar adalah sikap eksklusif dan inklusif dari jemaat. Sikap inklusif yang ditunjukkan adalah bentuk kesadaran jati diri sebagai bagian etnis Batak Toba. Keberhasilan transfer pengetahuan orang tua yang terus dilakukan dari anaknya ke keturunannya berperan besar memunculkan sikap eksklusif. Sikap eksklusif diimbangi dengan sikap inklusif. Sikap inklusif lebih ditunjukkan dengan berbagai bakti sosial yang menyasar pada kelompok atau masyarakat di luar etnis Batak Toba dan umat Kristen Jemaat HKBP.
REFERENSI
Black, J.A. (1999). Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Refika Aditama.
Boiliu, E.R. (2021). “Pembelajaran PAK di Era Digital: Sikap Inklusivisme di Tengah Kemajemukan”. Luxnos, 7 (1), pp. 77-89.
https://doi.org/10.47304/jl.v7i1.66
Derug, T.N. (2017). “Interaksionisme Simbolik Dalam Kehidupan
Bermasyarakat”. SAPA, 2(1), pp. 126-127.
https://doi.org/10.53544/sapa.v2i1.3 3
Faridi. (2020). “Urgensi Pendidikan Inklusif: Studi Kasus pada Kegiatan B’Religi di SMA Negeri 3 Malang”. J-PAI, 6 (2), pp. 119-127.
https://doi.org/10.18860/jpai.v6i2.10 125
Harahap, B.H., & Siahaan, H.M. (1987). Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak: Suatu Pendekatan terhadap Perilaku Batak Toba dan Angkola Mandailing. Sanggar Willem Iskandar.
Gultom, R.DJ. (1992). Dalihan Natolu: Nilai Budaya Suku Batak. Armanda.
Sibarani, T. (2015). “Pelestarian Bahasa Batak Toba Dari Tinjauan Sosiologi Dan Struktur Bahasa”. Medan Makna, 13(2), pp. 203-214. https://doi.org/10.26499/mm.v13i2.1 211
Simbolon, J.P. (2020). “Perancangan Museum Pusat Seni dan Budaya Batak Toba di Kota Medan dengan Penerapan Tema Arsitektur Neo Vernakular”. Skripsi Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.
Turama, A.R. (2018). “Formulasi Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons”. Eufoni, 2(2), pp. 65-66. http://dx.doi.org/10.32493/efn.v2i2.5 178
Discussion and feedback