Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
on
p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-84444
https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura
DOI: https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v12.i01.p03
pastura Vol. 12 No. 1 : 10 - 14
Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
Gde Dandi Wiraputra, M. Anuraga Putra Duarsa, I Wayan Suarna
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar-Bali e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha sangat berpotensi menjadi tanaman pakan ternak unggul dengan beberapa kelebihan yang belum banyak diketahui oleh peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi serta pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran kambing yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. Penelitian berlangsung selama 3 bulan, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, variabel hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis terhadap semua variabel kecuali variabel jumlah batang. Waktu dekomposisi 2 dan 4 minggu nyata memberikan respon lebih baik dibanding 0 minggu. sedangkan pada perlakuan dosis 30 ton ha-1 memberikan hasil terbaik pada tanaman Asystasia.gangetica (L.) subsp. Micrantha. Disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis serta perlakuan waktu dekomposisi 4 minggu dan dosis 30 ton ha-1 memberikan respon terbaik.
Kata kunci: Asystasia gangetica, dekomposisi, hasil, limbah VCO, pertumbuhan
The Effect of Decomposition Time and Dosages of Goat Manure on The Growth and Yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
ABSTRACT
Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha has the potential to become a superior animal feed plant with several advantages that are not widely known by breeders. This study aimed to determine the interaction and effect of the best decomposition time and dose of goat manure on the growth and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. The research was conducted at the Greenhouse, Sesetan Research Station, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University on Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. The study lasted for 3 months, using a completely randomized design (CRD) with a factorial pattern. There were 12 treatment combinations and each treatment was repeated four times, so there were 48 experimental units. The variables observed were growth variables, yield variables, and plant growth characteristics variables. The results showed that there was an interaction between decomposition time and dose on all variables except for the number of stems. The decomposition time of 2 and 4 weeks gave a better response than 0 weeks. while at a dose of 30 tons ha-1 treatment gave the best results on Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. It was concluded that there was an interaction between the decomposition time and the dose and the treatment with a decomposition time of 4 weeks and a dose of 30 tons ha-1 gave the best response.
Keywords: Asystasia gangetica, decomposition, growth, goat manure, yield
PENDAHULUAN
Hijauan merupakan sumber pakan yang sangat penting bagi ternak, karena sebagian besar hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia. Maka dari itu peningkatan produksi ternak ruminansia harus diikuti dengan pengembangan hijauan yang bagus, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Potensi wilayah dalam penyediaan hijauan pakan ternak dan kebutuhan untuk mencukupi pakan ternak perlu diketahui agar dapat diusahakan pemanfaatan sumber daya hijauan secara optimal dengan memperhatikan kesinambungan penyediaan hijauan sepanjang tahun (Rukmana, 2005).
Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha memiliki palatabilitas dan daya cerna yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak (Grubben et al., 2004), memiliki kadar protein kasar sebesar 19,3% (Adigun et al., 2014) hingga 33% tergantung pada bagian tumbuhan yang dimanfaatkan (Putra, 2018). Pemanfaatan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dalam jangka panjang sebagai pakan ternak memerlukan budidaya yang tepat agar tersedia secara kontinyu dan terjaga kualitasnya.
Untuk menunjang pertumbuhan tanaman ini, maka diperlukan pupuk yang dapat menumbuhkan tanaman ini agar tumbuh lebih subur. Pada saat ini pemakaian pupuk organik sudah menjadi perhatian dari pemerhati lingkungan dan pertanian yang ingin meniadakan atau mengurangi akibat negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan-bahan kimiawi seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang dapat menyebabkan degradasi lahan dan merusak kesehatan (Sutanto, 2002). Pupuk organik adalah salah satu pilihan yang baik disamping untuk mengurangi konsumsi pupuk anorganik yang memiliki dampak negatif pada tanah. Salah satu limbah yang berpotensi dikembangkan sebagai pupuk organik adalah limbah padat kotoran kambing.
Kotoran kambing merupakan salah satu limbah ternak yang bisa dipakai dalam penggunaan pupuk organik. Pupuk kotoran kambing mengandung nilai rasio C/N sebesar 21,12% (Cahaya dan Nugro-ho, 2009). Selain itu, kadar hara kotoran kambing mengandung N sebesar 1,41%, kandungan P sebesar 0,54%, dan kandungan K sebesar 0,75% (Hartatik dan Widowati, 2006).
Menurut Sutedjo (2002), kotoran kambing teksturnya berbentuk butiran bulat yang sukar dipecah secara fisik. Kotoran kambing dianjurkan untuk di-komposkan dahulu sebelum digunakan hingga pupuk menjadi matang. Ciri-ciri kotoran kambing yang telah matang suhunya dingin, kering dan relatif sudah
tidak bau.
Berdasarkan uraian di atas, pemanfaatan pupuk kotoran kambing diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada tanaman Asystasia ga-ngetica (L.) subsp. Micrantha serta didapatkan waktu dekomposisi dan dosis terbaik.
MATERI DAN METODE
Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universita Udayana dan berlangsung selama 12 minggu. Bibit yang digunakan adalah Asystasia gangetica (L.) subsp. Micr-antha, sedangkan pupuk yang digunakan merupakan pupuk kotoran kambing. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu waktu dekomposisi yang terdiri dari: 0 minggu (W0), 2 minggu (W2) dan 4 minggu (W4). Faktor kedua yaitu dosis pupuk yang terdiri dari: 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diukur berupa variabel pertumbuhan, hasil dan karakteristik tumbuh tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam (Gomez dan Gomez, 1995) dan apabila diantara nilai perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil percobaan menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan waktu dekomposisi dan dosis pupuk. Interaksi antara perlakuan waktu dekomposisi dan dosis pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil terhadap semua variabel kecuali jumlah batang. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa antara faktor waktu dekomposisi dan faktor dosis pupuk kotoran kambing dapat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Pengaruh pemberian dosis pupuk kotoran kambing yang semakin tinggi akan berinteraksi dengan waktu dekomposisi yang semakin pendek. Jumlah hara yang tersedia dari pupuk kotoran kambing dapat dicapai dengan waktu dekomposisi yang lebih panjang atau jumlah pupuk yang lebih banyak.
Pupuk kotoran kambing melalui proses dekomposisi memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan tanpa dekomposisi. Hal ini terjadi dikarenakan pada bahan organik yang telah terdekom-
Tabel 1. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Variabel Pertumbuhan Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha | ||||||
Variabel |
Dosis4) |
Dekomposisi3) |
Rataan |
SEM2) | ||
W0 |
W2 |
W4 | ||||
Tinggi tanaman (cm) |
D0 |
29,63 a B1) |
29,63 a B |
29,63 a B |
29,63 C |
1,68 |
D10 |
36,85 b A |
36,48 a A |
39,55 a A |
37,62 A | ||
D20 |
35,95 a A |
38,50 a A |
37,45 a A |
37,30 A | ||
D30 |
27,94 a B |
39,13 a A |
36,50 a A |
34,62 B | ||
Rataan |
32,57 b |
35.93 a |
35,78 a | |||
Jumlah daun (helai) |
D0 |
69,75 a D |
69,75 a C |
69,75 a D |
69,75 D |
4,92 |
D10 |
127,75 b A |
114,25 b B |
177 a C |
124,33 C | ||
D20 |
100 b C |
115,75 b B |
157,25 a B |
139.66 B | ||
D30 |
112,75 c B |
135,75 b A |
208,25 a A |
152,25 A | ||
Rataan |
102,56 c |
108,87 a |
153,06 a | |||
Jumlah cabang (cabang) |
D0 |
10,25 |
10,25 |
10,25 |
10,25 A |
0,10 |
D10 |
10,00 |
10,25 |
10,00 |
10,08 C | ||
D20 |
8,50 |
11,00 |
9,50 |
9,66 BC | ||
D30 |
8,50 |
9,50 |
10,25 |
9,41 C | ||
Rataan |
9,31 b |
10,25 a |
10,00 a |
Keterangan :
1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf kapital) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) SEM = Standard Error of the Treatment Means
3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu
4) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
Tabel 2. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Variabel Hasil Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha | ||||||
Variabel |
Dosis4) |
Dekomposisi3) |
SEM2) | |||
W0 |
W2 |
W4 |
Rataan | |||
Berat kering daun (g) |
D0 |
5,77 a A1) |
5,77 a A |
5,77 a C |
5,77 B |
0,06 |
D10 |
3,90 b C |
3,62 b C |
7,35 a B |
4,95 C | ||
D20 |
3,67 c C |
4,77 b B |
6,75 a BC |
5,06 C | ||
D30 |
4,67 b B |
5,77 b B |
10,02 a A |
6,53 A | ||
Rataan |
4,50 b |
4,76 b |
7,47 a | |||
Berat kering batang (g) |
D0 |
4,47a A |
4,47 a AB |
4,47 a C |
4,47 C |
0,06 |
D10 |
4,00 b AB |
3,67 b C |
7,45 a B |
4,94 B | ||
D20 |
3,10 b C |
4,77 a AB |
6,95 a AB |
5,04 B | ||
D30 |
3,60 c BC |
5,25 b A |
8,67 a A |
5,84 A | ||
Rataan |
3,79 c |
4,54 b |
6,88 a | |||
Berat kering total hijauan (g) |
D0 |
10,25 a C |
10,25 a C |
10,25 a C |
10,25 B |
0,34 |
D10 |
7,90 b B |
7,30 b B |
14,80 a B |
10,00 B | ||
D20 |
6,77 c B |
9,55 b A |
13,70 a B |
10,25 B | ||
D30 |
8,27 b A |
10,15 b A |
18,70 a A |
12,37 A | ||
Rataan |
8,30 c |
9,31 b |
14,26 a |
Keterangan :
1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) SEM = Standard Error of the Treatment Means
3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu
4) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
posisi telah terjadi proses mineralisasi unsur hara dan terbentuk humus yang sangat bermanfaat bagi kesuburan dan kesehatan tanah (Setyorini dan Prihatini, 2003). Proses dekomposisi adalah proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi bahan humus oleh mikroorganisme sehingga unsur hara tersebut menjadi tersedia bagi tanaman.
Sesuai dengan pendapat Setyorini et al. (2006) bahwa penggunaan bahan organik segar (belum
mengalami proses dekomposisi) secara langsung yang dicampur ke dalam tanah akan mengalami proses penguraian secara aerob atau anaerob terlebih dahulu, sehingga mikroorganisme memerlukan hara N, P, dan K tanah untuk aktivitas penguraian bahan organik. Akibatnya terjadi persaingan antara tanaman dengan mikroorganisme dalam pengambilan unsur tersebut, sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat atau bahkan tanaman mati.
Tabel 3. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Variabel Karakteristik Tumbuh Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
Variabel |
Dosis4) |
Dekomposisi3) |
Rataan |
SEM2) | ||
W0 |
W2 |
W4 | ||||
Nisbah berat kering daun dengan |
D0 |
1,29 a A |
1,29 a A |
1,29 a A |
1,29 A |
0,02 |
berat kering batang |
D10 |
0,97 a B |
0,98 a B |
0,98 a C |
0,98 C | |
D20 |
1,18 a A |
1,00 b B |
0,97 b C |
1,05 C | ||
D30 |
1,30 a A |
0,93 c B |
1,15 b B |
1,13 B | ||
Rataan |
1,19 a1) |
1,10 a |
0,96 b | |||
Luas daun per pot (cm2) |
D0 |
1230,80 a A |
1230,80 a A |
1230,80 a C |
1230,80 A |
2081,39 |
D10 |
1200.30 c C |
845,70 b B |
1454,95 a B |
1166,98 B | ||
D20 |
740,03 c C |
1094,02 b A |
1576,88 a B |
1136,97 B | ||
D30 |
992,50 c B |
1211,01 b A |
1762,42 a A |
1321,98 A | ||
Rataan |
1044,91 b |
1099,39 b |
1510,27 a |
Keterangan :
1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) SEM = Standard Error of the Treatment Means
3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu
4) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
Setyorini et al. (2006) menyatakan prinsip dekomposisi adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses dekomposisi akan semakin lama. Pupuk kotoran kambing memiliki rasio C/N sebesar 191,66 (>20) sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunjukkan hasil yang optimal dikarenakan rasio C/N pupuk lebih besar daripada rasio C/N tanah sebesar 9,4.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi dosis pupuk kotoran kambing yang diberikan akan semakin baik pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micran-tha. Perlakuan 0 ton ha-1 (D0) dan 10 ton ha-1 (D10) memiliki rataan yang nyata paling rendah di semua variabel (P<0,05). Hal ini dikarenakan tanah yang dipakai untuk penelitian memiliki unsur hara yang rendah terutama pada kandungan nitrogen (N) dan C-organik dalam tanah
Tanaman memerlukan nutrisi dalam jumlah yang relatif besar, terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur hara makro tersebut diperlukan dalam jumlah yang cukup dan berimbang untuk memperoleh produksi yang optimal. Kebutuhan hara tanaman yang terpenuhi akan menyebabkan laju pembelahan, pemanjangan sel serta pembentukan jaringan berjalan cepat sehingga pertumbuhan akan meningkat (Ridwansyah et al., 2010). Tekstur tanah yang merupakan pasir berlempung juga mengakibatkan tanah kurang subur karena memiliki daya meloloskan air yang tinggi, oleh karenanya penambahan bahan organik dapat membuat tanah menjadi lebih solid dan gembur.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis serta perlakuan waktu dekomposisi 4 minggu dan dosis 30 ton ha-1 memberikan respon terbaik. Untuk mendapatkan titik optimum dapat disarankan kepada peneliti untuk selanjutnya meningkatkan dosis pupuk kotoran kambing lebih dari 30 ton ha-1 dan waktu dekomposisi lebih dari 4 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Adigun J, A. Osipitan, S. Lagoke, R. Adeyemi, S. Afo-lami. 2014. Growth and yield performance of cowpea (Vigna unguiculata (L.) walp) as influenced by row-spacing and period of weed interference in South-West Nigeria. Journal of Agricultural Science Archives. 6 (4) : 188-198
Cahaya, A.T. dan D.A. Nugroho 2008. Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu). Semarang: Teknik Kimia Universitas Diponegoro Gomez, K.A. dan A. A. Gomez. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta : UI – Press, hal :13 – 16.
Grubben, G. J. H. dan O. A. Denton. 2004. Vegetables. Wageningen : PROTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation.
Putra, R. I. 2018. Morfologi, Produksi Biomassa dan Kualitas Ara Sungsang (Asystasia gangetica (L.) T. Anderson) sebagai Hijauan Pakan di Beberapa Wilayah Jawa Barat dan Banten. Skripsi. Bogor (ID): Fakultas Peternakan IPB.
Ridwansyah, B., T. R. Basoeki, P. B. Timotiwu, A. Agus-tiansyah. 2010. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium terhadap Produksi Benih Padi
Varietas Mayang pada Tiga Lokasi di Lampung Utara. Jurnal Agrotropika. 15 (2) : 68 – 72.
Rukmana HR. 2005. Rumput Unggul : Hijauan Makanan Ternak. Yogyakarta (ID) : Kanisius.
Sutedjo, M. M. (2002). Pupuk Dan Cara Penggunaan.
Rineka Cipta. Jakarta.1245
Setyorini, D. dan Prihatini, T. 2003. Menuju “quality control” pupuk organik di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Persiapan Penyusunan Persyaratan Minimal Pupuk Organik di Dit. Pupuk dan Pestisida, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Jakarta 27 Maret 2003.
Setyorini, D., R. Saraswati, E. K. Anwar. 2006. Kompos. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
14
Discussion and feedback