p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura

DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v12.i01.p04

pastura Vol. 12 No. 1 : 15 - 19

Pengaruh Penggunaan Tepung Kemangi (Ocimum basilicum) sebagai Feed Additive Alami terhadap Produksi Telur Ternak Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Dhimas Teta Ferdiansyah, Noferdiman, dan Sestilawarti

Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung kemangi dalam ransum terhadap produksi telur dan konversi ransum pada ternak puyuh. Alat yang digunakan yaitu tempat minum, tempat pakan dan 20 unit kandang. Materi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan puyuh betina berumur 21 hari sebanyak 200 ekor, bahan pakan yang digunakan adalah jagung, tepung ikan, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak kelapa, CaCo3, topmix dan tepung kemangi. Perlakuan yang dicobakan adalah penambahan tepung kemangi dalam ransum meliputi: P0 (0% kemangi), P1 (1% kemangi), P2 (2% kemangi), dan P3 (3% kemangi). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Peubah yang diamati merupakan konsumsi ransum, produksi telur, bobot telur, massa telur, dan konversi ransum. Data yang terhimpun dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung kemangi dalam ransum sampai taraf 3% tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, produksi telur, bobot telur, massa telur dan konversi ransum. Hasil penelitian disimpulkan bahwa penambahan tepung kemangi sampai taraf 3% tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur ternak puyuh.

Kata kunci: kemangi, puyuh, produksi

The Effect of Using Basil (Ocimum basilicum) Flour as A Natural Feed Additive on Livestock Eggs Production Quick (Coturnix coturnix japonica)

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of using basil flour in rations on egg production and ration conversion in quail. The tools used include a drinking place, a feeder and 20 cage units. The material used in this study were 200 female quails 21 days old, the feed ingredients used were corn, fish meal, fine bran, soybean meal, coconut meal, coconut oil, CaCo3, topmix and basil flour. The treatment that was tried was the addition of basil flour in the ration including: P0 (0% basil), P1 (1% basil), P2 (2% basil), and P3 (3% basil). The experimental design used was a completely randomized design (CRD) using 4 treatments and 5 replications. The observed variables were ration consumption, egg production, egg weight, egg mass, and ration conversion. The collected data were analyzed by using analysis of variance. The results showed that the addition of basil flour in the ration to a level of 3% had no significant effect (P>0.05) on ration consumption, egg production, egg weight, egg mass and ration conversion. The results of the study concluded that the addition of basil flour to a level of 3% had no significant effect on the production of quail eggs.

Keywords: basil, quail, production

PENDAHULUAN

Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan unggas yang sudah banyak diternakkan karena produksi telurnya tinggi. Produksi telur burung puyuh dalam satu tahun berkisar antara 200-300 butir (Amo et al., 2013). Faktor yang terpenting dalam pemeliharaan puyuh adalah pakan, sebab 60 - 70%

biaya yang dikeluarkan peternak digunakan untuk pembelian pakan. Zat-zat gizi yang dibutuhkan harus terdapat dalam pakan, kekurangan salah satu zat gizi yang diperlukan akan memberikan dampak buruk (Listyowati dan Kinanti, 2005).

Penggunaan antibiotik dari bahan kimia ternyata menimbulkan dampak negatif yang merugikan karena timbulnya residu bahan kimia yang membahaya-

kan kesehatan konsumen dan dapat menimbulkan resistensi (kekebalan) bakteri terhadap antibiotik. Menurut Menteri Pertanian No 14 tahun 2017 tentang klasifikasi obat hewan, pelarangan penggunaan antibiotik growth promotor (AGP) efektif berlaku mulai Januari 2018, peraturan ini ditetapkan karena jika antibiotik digunakan secara berlebihan atau tidak bijak, maka dapat menjadi ancaman pada kesehatan hewan dan manusia, sehingga penggunaan antibiotik alami terutama dari tanaman herbal menjadi alternatif pilihan yang menguntungkan. Larangan ini berlaku pada antibiotik sebagai imbuhan pakan (feed additive), sehingga semua antibiotik harus digunakan sebagai terapi dan masuk sebagai obat keras yang dalam pelaksanaannya dibawah pengawasan dokter hewan.

Untuk mendapatkan produksi yang maksimal dan berkualitas maka diimbangi dengan pemberian pakan yang berkualitas pula. Penambahan feed aditif dalam ransum dapat meningkatkan zat nutrien dan menyamai kualitas ransum komersial dan juga untuk meningkatkan kualitas ransum, biasanya pada ransum buatan ditambahkan suatu zat yang bersifat aditif. Menurut Fathul et al. (2013), zat aditif yaitu suatu substansi yang ditambahkan ke dalam ransum dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan nilai kandungan zat makanan untuk memenuhi kebutuhan khusus. Penggunaan feed additive dalam ransum berfungsi untuk melengkapi atau meningkatkan ke-tersedian zat nutrisi yang seringkali kandungannya dalam ransum kurang, meningkatkan produktivitas dan kesehatan ternak serta meningkatkan efesiensi produksi, salah satu alternatifnya dengan menggunakan tepung kemangi (Ocimum basilicum) sebagai feed additive alami terhadap produksi telur puyuh (Coturnix coturnix japonica).

Kemangi (Ocimum basilicum) adalah salah satu dari keanekaragaman hayati yang memilki potensi untuk dikembangkan. Kemangi merupakan tanaman yang mudah didapat tersebar hampir diseluruh Indonesia karena dapat tumbuh liar maupun dibudidayakan. Kemangi memiliki bau dan rasa yang khas, dan memiliki berbagai macam khasiat (Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008). Kemangi juga memiliki kandungan minyak atsiri yang bagus untuk tubuh ternak, minyak atsiri dapat meningkatkan respon usus halus terhadap penyerapan nutrisi pertumbuhan yang optimal. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan Beraroma khas. Pada bagian bunga kemangi terkandung minyak atsiri 0,28%, pada bagian daun terkandung minyak atsiri 0,16%. Komponen utama dari minyak atsiri kemangi terdiri metil eugenol (4,88%), linalool (2,03%), flavonoid 3,72%, fenol

0,19%, tanin 0,04% (Mandey dan Pontoh, 2020). Manfaat lain dari minyak atsiri pada kemangi yaitu dapat meningkatkan nafsu makan untuk ternak puyuh, sehingga jika nafsu makan meningkat maka produksi telur puyuh menjadi lebih optimal. Selain itu kemangi juga memiliki manfaat antidiabetik, anti hiperglikemik, juga dilaporkan memiliki manfaat anti inflamatori dan mempunyai efek aktivitas antioksidan (Idrus et al., 2013).

Mengacu kepada kemampuan kemangi yang dapat memperbaiki fungsi saluran pencernaan, sebagai growth promoters dan antimicrobial serta residu yang ditimbulkan pada daging yang tidak berbahaya. Maka selain mengharapkan pertambahan bobot badan yang ditampak dari ternak puyuh, pemberian tepung kemangi dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan produksi telur puyuh. Christian et al., (2016) menyatakan bahwa penggunaan tepung daun kemangi dengan taraf 0%, 0,75%, 1,25%, 1,75%, dan 2,25% tidak memberikan pengaruh terhadap performans itik. Selain itu belum banyak publikasi mengenai penggunaan tepung kemangi sebagai feed additive alami terhadap produksi telur puyuh.

Bedasarkan uraian diatas dan masih belum banyaknya publikasi mengenai tanaman kemangi (Oci-mum basilicum) maka perlu dilakukan suatu penelitian yang berjudul pengaruh penggunaan tepung kemangi (Ocimum basilicum) sebagai feed additive alami terhadap produksi telurp puyuh (Coturnix co-turnix japonica).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung kemangi (Ocimum basilicum) dalam ransum terhadap produksi telur ternak puyuh.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kandang percobaan Fapet Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi dari 11 Agustus 2021 sampai 06 Oktober 2021. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak puyuh yang berumur 21 hari sebanyak 200 ekor, yang didapatkan dari usaha ternak puyuh Sumber Berkah Mandiri Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi. Ransum yang digunakan adalah ransum yang diformulasikan sendiri dengan menggunakan bahan untuk menyusun ransum adalah jagung kuning, tepung ikan, dedak halus, bungkil kedele, bungkil kelapa, CaCo3, topmix dan penambahan tepung kemangi. Kemangi yang digunakan diperoleh dari petani di Jl. Sarma Paal Merah, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi. Sedangkan bahan penyusun ransum di dapatkan di Poultry Shop yang ada di Muaro Jambi

dan Kota Jambi.

Peralatan yang digunakan pada penelitian pemeliharaan puyuh ini adalah 20 unit kandang dengan ukuran 65 x 35 x 40 cm3 per unit, kandang dilengkapi tempat pakan, tempat minum, dan lampu pijar. Timbangan digital dengan merk “camry” kapasitas 5 kg yang digunakan untuk menimbang pakan, bobot badan puyuh dan bobot telur puyuh dengan skala 1 g.

Pembuatan Ransum

Ransum yang digunakan terdiri dari jagung giling, tepung ikan, bungkil kedele, dedak, bungkil kelapa, CaCo3, top mix dan ditambahkan feed additive alami berupa tepung kemangi (Ocimum basilicum). Ransum yang digunakan disusun sesuai dengan kebutuhan zat makanan puyuh. Perlakuan yang diberikan tepung kemangi (Ocimum basilicum) dalam ransum puyuh terdiri dari P0 = pakan basal + 0,0% tepung kemangi, P1 = pakan basal + 1,0% tepung kemangi, P2 = pakan basal + 2,0% tepung kemangi, P3 = pakan basal + 3,0% tepung kemangi.

Table 1. Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan (%)

Zat Makanan

Perlakuan

P0

P1

P2

P3

Protein kasar

17,51

17,78

18,06

18,34

Lemak kasar

4,53

4,57

4,60

4,64

Serat kasar

3,94

4,05

4,16

4,28

Kalsium

2,50

2,55

2,59

2,64

Fosfor

0,85

0,85

0,86

0,86

Energi metabolik (Kkal/kg)

2786,99

28,14,60

2842,21

2869,82

Keterangan: Ransum dianalisa berdasarkan metode Analisis Proximate di Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi (2021).

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan (Steel dan Torrie, 1984). Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum (g/ekor/hari), produksi telur (%), bobot telur (g/butir), massa telur (g/ekor/hari), dan konversi ransum. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (analisis of variance). Bila terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji lanjut BNT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan konsumsi ransum, produksi telur, bobot telur, massa telur, dan konversi ransum yang diberi ransum dengan penambahan tepung kemangi 0%, 1%, 2%, dan 3% dapat dilihat pada Tabel 2.

Konsumsi Ransum

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung kemangi (Ocimum basilicum) sampai taraf 3% dalam ransum puyuh fase layer tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Hal ini diduga karena minyak atsiri yang terkandung di dalam kemangi mengalami penguapan sehingga tidak memberikan efek yang nyata. Data konsumsi yang diperoleh dari penelitian ini adalah 23,71 – 24,82. Menurut Kantra (2016), bentuk ransum yang diberikan kepada puyuh juga dapat mempengaruhi konsumsi ransum, bahan pakan dalam bentuk tepung mengakibatkan ransum menjadi berdebu sehingga dapat mengganggu palatabilitas.

Hasil penelitian ini lebih tinggi dari Subekti (2013), bahwa rataan konsumsi ransum puyuh yang diberi penambahan vitamin C berkisar antara 21,34-24,40 gram/ekor/hari dengan rataan konsumsi pada kontrol yaitu 21,34 g/ekor/hari.

Produksi Telur

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung kemangi (Ocimum basilicum) sampai taraf 3% dalam ransum puyuh fase layer tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap produksi telur. Hal ini diduga karena konsumsi ransum pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata yang membuat kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam perlakuan tidak dapat digunakan secara optimal, sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap produksi telur. Data yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 46,60 – 48,57 pada rataan produksi telur puyuh umur 7-11 minggu. Hal ini sependapat dengan penelitian Ahmadi (2014) bahwa rataan produksi telur puyuh umur 8-14 minggu yang diberi ransum komersil adalah 67,89%.

Juarsa et al. (2018) menyatakan bahwa telur yang dihasilkan pada permulaan fase bertelur berjumlah

Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Ransum, Produksi Telur, Bobot Telur, Massa Telur, dan Konversi Ransum

Perlakuan

Konsumsi Ransum (gr/ekor/hari)

Produksi Telur (%)

Bobot Telur (gr/butir)

Massa Telur (gr/ekor/hari)

Konversi Ransum

P0

23,71 ± 1,40

46,60 ± 7,84

9,85 ± 0,32

4,59 ± 0,76

5,24 ± 0,59

P1

24,05 ± 1,65

47,37 ± 8,07

9,75 ± 0,29

4,61 ± 0,72

5,28 ± 0,56

P2

24,52 ± 0,96

48,25 ± 4,64

9,61 ± 0,29

4,64 ± 0,46

5,33 ± 0,52

P3

24,82 ± 0,68

48,57 ± 7,50

9,63 ± 0,18

4,67 ± 0,71

5,40 ± 0,71

Keterangan : P0 (Ransum basal + 0% tepung kemangi), P1(Ransum basal + 1% tepung kemangi), P2 (Ransum basal + 2% tepung kemangi), P3 (Ransum basal + 3% tepung kemangi)


sedikit dan akan cepat meningkat seiring dengan pertambahan umur. Burung puyuh betina dapat menghasilkan telur sebanyak 200-300 butir per tahun. Produksi telur tertinggi dan terbaik adalah 80,2%, hal ini dapat dicapai bila pada periode grower mendapat ransum dengan protein 24% dan selama periode bertelur mendapat ransum dengan kadar protein 20%.

Bobot Telur

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penggunaan tepung kemangi (Ocimum basilicum) sampai taraf 3% dalam ransum puyuh fase layer tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot telur. Hal ini diduga karena protein yang digunakan dalam pakan terbilang relatif rendah. Selain itu bibit yang digunakan dalam penelitian ini juga berperan penting untuk menghasilkan rataan bobot telur yang cukup besar. Syahada (2016) menyatakan bahwa bobot telur ditentukan oleh banyak faktor antara lain genetik, dewasa kelamin, umur, beberapa obat obatan dan beberapa zat makanan dalam ransum.

Rataan bobot telur yang diperoleh selama penelitian ini yaitu 9,61-9,85 lebih rendah dibandingkan penelitian Claudia (2014) yang menggunakan penambahan rimpang kunyit, temulawak, dan temu putih dalam ransum menghasilkan bobot telur 10.0–10.67 (g/butir), juga sedikit lebih rendah dibandingkan penelitian Nuraini et al. (2012) dengan menggunakan pakan mengandung produk fermentasi dengan Neurospora crassa menghasilkan bobot telur puyuh 9,94 – 10,29 (g/butir).

Massa Telur

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penggunaan tepung kemangi (Ocimum basilicum) sampai taraf 3% dalam ransum puyuh fase layer tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap massa telur. Hal ini diduga karena produksi telur dan bobot telur pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata, sehingga massa telur juga tidak berpengaruh nyata.

Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil 4,59 – 4,67, penelitian ini mendapatkan nilai lebih rendah dari hasil penelitian Lukluil et al. (2015) dimana burung puyuh yang diberikan tepung limbah penetasan burung puyuh dalam ransumnya memiliki massa telur antara 5,43 – 6,08. Indah (2015) menyatakan massa telur dipengaruhi oleh produksi telur dan bobot telur. Akibat produksi telur yang berfluktuasi maka massa telur juga berfluktuasi.

Konversi Ransum

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penggunaan tepung kemangi (Ocimum basilicum) sampai

taraf 3% dalam ransum puyuh fase layer tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum. Hal ini diduga karena data konsumsi ransum dan massa telur tidak berpengaruh nyata, yang membuat konversi ransum pada penelitian ini juga tidak berpengaruh nyata. Sesuai dengan pendapat Maknun et al. (2015) yang menyatakan bahwa konversi ransum dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan massa telur.

Rataan konversi ransum yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 5,24 – 5,40. Hasil penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Fransela et al. (2017) dengan pemberian tepung keong mas memiliki nilai konversi sebesar 2,14 – 2, 23. Konversi ransum dipengaruhi oleh kemampun ternak dalam mencerna bahan ransum, kecukupan zat ransum untuk kebutuhan kehidupan pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis ransum yang dikonsumsi. Tingkat konversi ransum dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti mutu ransum, tata cara pemberian ransum dan kesehatan ternak yang berkaitan dengan tingkat konsumsi.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penambahan tepung kemangi (Ocimum basilicum) yang digunakan sampai taraf 3% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap produksi telur puyuh. Serta perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan taraf yang lebih tinggi dengan menggunakan tepung Kemangi (Ocimum basilicum).

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, S.E.T. 2014. Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang Diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis Linn. f.) Dalam Ransum. Skripsi. Fakultas 10 Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Amo, M., Saerang,, M. Najoan, dan J. Keintjem. 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma domestica val) Dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Zootec, 33(1), 48. https://doi.org/10.35792/ zot.33.1.2013.3335.

Christian, C., Djunaidi, I., dan Natsir, M. 2016. Pengaruh Penambahan Tepung Kemangi (Ocimum basilicum) Sebagai Adittif Pakan Terhadap Penampilan Produksi Itik Pedaging. Ternak Tropika Journal of Tropical Animal Production. 7(2), 34–41. https://doi.org/10.21776/ub.jtap-ro.2016.017.02.5.

Claudia, R., J. L. P. Saerang., F. J. Nangoy and S.

Laatung. 2014. Penambahan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dan Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc) dalam Ransum Komersil terhadap Kualitas Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Jurnal Zootek 1: 106-113.

Fathul, F., S. Tantalo, Liman, dan N. Purwaningsih. 2013. Pengetahuan Pakan Dan Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fransela, T., C. L. K. Sarajar, M. E. R. Montong, dan M. Najoan. 2017. Performans burung puyuh (Coturnix – coturnix japonica) yang diberikan tepung keong sawah (Pila ampullacea) sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum. Jurnal Zootek. 37 No. 1 : 62 – 69.

Hadipoentyanti E dan S. Wahyuni. 2008. Keragaman selasih (Ocimum spp.) Berdasarkan karakter morfologi, Produksi Dan Mutu Herba. 14(4), 141–149.

Idrus, M. A., K. Harismah, A. Sriyanto, 2013. Pemanfaatan Kemangi (Ocimum sanctum) sebagai Substitusi Aroma pada Pembuatan Sabun Herbal Antioksidan. Simposium Nasional Teknologi Terapan ISSN: 2339-028X.

Indah, P. H. 2015. Ukuran Tubuh dan Produksi Telur Ayam Hasil Persilangan Ayam Lokal dengan Ayam Ras Pedaging. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Juarsa, A., Angraeni, dan Deden. 2018. Performa Produksi Telur Burung Puyuh yang diberi Larutan Daun Kelor (Moringa oleifera L ). Jurnal Peternakan Nusantara, 4(2), 59–66.

Kantra, I. 2016. Pengaruh Penambahan Tepung Limbah Udang Dalam Ransum Terhadap Performan Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix japonica). Pe-

kanbaru. Fakultas Peternakan. Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau.

Listyowati, E dan K. Roospitasari, 2005. Puyuh: Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lukluil M, S. Kismiati, M. Isna. 2015. Performans Produksi Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japoni-ca) dengan Perlakuan Tepung Limbah Penetasan Telur Puyuh. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 25 (3): 53-58.

Maknun, L., Sri, K dan Isna, M. 2015. Performans produksi burung puyuh (Coturnix coturnix japo-nica) dengan perlakuan tepung limbah penetasan telur puyuh. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 25 (3): 53- 58.DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub. jiip.2015.025.03.07

Mandey, J. S., dan C. J. Ponto. 2020. Fitokimia daun kemangi (Ocimum x citriodorum L.) dan pengaruhnya sebagai water additive terhadap kecer-naan nutrien pakan ayam broiler. Jurnal Ilmu Peternakan Terapan, 4(1), 42–50.

Nuraini, S. dan S. A Latif. 2012. Penampilan dan kualitas telur puyuh yang diberi pakan mengandung produk fermentasi dengan Neurospora crassa. Jurnal Peternakan Indonesia 14 (2) : 385 – 391.

Subekti, E., dan D. Hastuti. 2013. Budidaya puyuh (Co-turnix coturnic japonica) di pekarangan sebagai sumber protein hewani dan penambah income keluarga. Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang, 9 (1), 1–10.

Syahada, F. 2016. Pengaruh penambahan tepung limbah udang dalam ransum terhadap kualitas telur puyuh. Skripsi. Jurusan Ilmu Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru.

19