pastura Vol. 11 No. 2 : 75 - 80

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura

DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v12.i01.p01

Kualitas Fisik Pelet Ransum Kelinci yang Mengandung Berbagai Tingkat Trichanthera gigantea

Annisa Nur Alawiyah, Rd. Hery Supratman, dan Mansyur

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Sumedang 45363 e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penggunaan Trichanthera gigantea terhadap kualitas fisik pelet ransum kelinci. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian terdiri dari 4 macam perlakuan yaitu P0, P1, P2, dan P3 (0%, 10%, 20% dan 30% Trichanthera gigantea dalam ransum) dengan 5 kali ulangan. Kualitas fisik yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu densitas, berat jenis, dan durabilitas. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh penggunaan Trichanthera gigantea menunjukkan hasil yang perpengaruh nyata terhadap densitas namun tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis dan durabilitas. Densitas pelet terbaik diperoleh pelet ransum yang mengandung 30% Trichanthera gigantea (605,69 kg/m3).

Kata kunci: Trichanthera gigantea, pelet kelinci, kualitas fisik

Physical Quality of Rabbit Ration Pellets Containing Various Levels of Trichanthera gigantea

ABSTRACT

The aim of this study were to determine the effect of using Trichanthera gigantea on the physical quality of rabbit ration pellets. The method used in this study was an experimental method with CRD (completely randomized design). The study consisted of 4 treatments, was P0, P1, P2 and P3 (0%, 10%, 20% and 30% Trichanthera gigantea in rations) with 5 replications. The results showed that the effect of using Trichan-thera gigantea showed a significant effect on density but did not effect on specific gravity and durability. The best density was obtained in a pellet ration containing 30% Trichanthera gigantea (605.69 kg / m3).

Keyword: Trichanthera gigantea, rabbit pellet, physical quality

PENDAHULUAN

Kelinci memiliki ciri khas pada sistem pencernaannya. Hewan ini memiliki sekum yang mempunyai fungsi seperti rumen pada ternak ruminansia. Sekum kelinci mengandung mikroba yang dapat membantu dalam pemecahan dinding sel selulosa dari tanaman. Walaupun kelinci memiliki sekum yang besar tapi kelinci tidak dapat mencerna serat kasar sebanyak ternak ruminansia. Hal itu disebabkan karena waktu transit bahan pakan berserat yang lebih cepat di dalam saluran pencernaan dari ternak ruminansia. Oleh karena itu kelinci harus diberikan pakan hijauan yang berserat kasar rendah. Hijauan yang sering digunakan untuk pakan kelinci diantaranya yaitu rumput lapangan, limbah sayuran, daun kacang tanah, dan lain sebagainya. Kelemahan dari penggunaan by product sebagai pakan ternak adalah tidak terjaminnya

nilai nutrisi.

Trichanthera gigantea merupakan hijauan yang berkualitas dan dapat digunakan sebagai pakan kelinci. Banyak peternak di negara lain yang telah menggunakan trichantera sebagai pakan hijauan untuk kelinci. Daun Trichanthera gigantea yang telah dikeringkan memiliki nilai nutrisi yang tinggi, yaitu kadar air 17,4%; protein kasar 18,6%; serat kasar 12,5%; abu, 21,8%; lemak kasar 2,66 %; energi 2893 kkal/kg; Ca 5% dan P 0,44 % (Jaya et al., 2008).

Penggunaan Trichanthera gigantea dalam bentuk pelet merupakan cara yang tepat karena pelet akan membuat bahan pakan menjadi lebih mudah ditangani, lebih terjamin tingkat pengadaannya dan kontinuitas untuk mempertahankan kualitas pakan. Jika dibandingkan dengan pengawetan cara lain seperti silase dan hay, pengolahan pelet tidak terpengaruh

oleh cuaca dan tidak membutuhkan ruang yang luas. Trichanthera gigantea juga mengandung karbohidrat terlarut dan pati yang cukup tinggi yaitu 43,2 g/kg dan 248 g/kg (Rosales, 1997). Hal tersebut menjadi landasan bahwa Trichanthera gigantea dapat berperan sebagai (binder) pengikat dalam pelet.

Trichantera gigantea dengan bahan pakan lainnya bisa dibuat menjadi ransum komplit berbentuk pelet. Pemberian ransum komplit berbentuk pelet dapat memberikan keuntungan bagi peternak, karena meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, membantu membunuh bakteri patogen, memperpanjang lama penyimpanan. Selain itu, kelinci lebih menyukai pakan dengan bentuk pelet dari pada mash. Pelet ransum komplit yang diberikan kepada kelinci harus memenuhi kualitas yang baik dari kandungan nutrisi maupun kualitas fisik pelet. Kualitas fisik dapat dilihat dari densitas, durabilitas, berat jenis dan efisiensi mesin. Selain itu, penggunaan Trichantera gigantea sebagai pakan kelinci masih belum banyak yang mengkaji. Dengan keunggulan dari Trichant-hera gigantea maka dilakukan penelitian mengenai penggunaan Trichanthera gigantea terhadap kualitas fisik pelet ransum kelinci.

MATERI DAN METODE

Materi

Trichanthera gigantea yang pada penelitian ini berasal dari kebun Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran sebanyak 90 kg bahan segar menjadi 20 kg bahan kering dan dicampur dengan 5 bahan pakan lainnya sebagai pakan ransum dalam bentuk pelet.

Peubah yang diamati

  • 1.    Durabilitas

Durabilitas pelet diukur dengan cara pelet utuh dimasukkan ke dalam Tumbling Durability Tester sebanyak 500 g dengan kecepatan putaran sebesar 50 rpm selama 10 menit. Pelet dikeluarkan dari mesin tumbling dan disaring menggunakan siever 8 mm. Pelet yang tertahan di dalam siever ditimbang dan dibandingkan dengan berat pelet sebelum diuji (McEl-hiney, 1994). Nilai durabilitas pelet dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (1).

Berat pelet yang telah diuji durabilitas

Nilai Durabilitas =                                    x 100%

Berat pelet sebelum di uji

(1)

  • 2.    Densitas

Densitas pelet diukur dengan cara memasukan pelet ke dalam volumetrix dengan kapasitas 1 liter

kemudian diangkat 15 cm dan dijatuhkan lurus ke bawah sebanyak dua kali. Pelet diukur volume dan beratnya setelah dijatuhkan. Nilai densitas pelet dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (2).

massa (kg)

Densitas =              x 100%               (2)

volume (m3)

  • 3.    Berat Jenis

Berat jenis diukur dengan cara memasukkan pelet utuh sebanyak 10 gram ke dalam gelas, tunggu semua pelet turun ke dasar gelas ukur dan lakukan pembacaan volume akhir setelah volume konstan. Nilai berat jenis pelet dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (3).

bobot sampel (grsm) (kg)

Berat Jenis =                                     (2)

volume (cm3)

Metode

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) terdiri atas 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Adapun masing masing dari perlakuan adalah sebagai berikut:

P0 : 0% Trichanthera gigantea dalam ransum

P1 : 10% Trichanthera gigantea dalam ransum P3 : 20% Trichanthera gigantea dalam ransum P3 : 30% Trichanthera gigantea dalam ransum Adapun formulasi ransum tiap perlakuan terdapat pada Tabel 1 dan kandungan nutrisi ransum terdapat pada Tabel 2.

Tabel 1. Formulasi Ransum Setiap Perlakuan

P0

P1

P2

P3

Bahan Pakan

.%...............

Trichanthera gigantean

0,00

10,00

20,00

30,00

Gaplek

23,51

23,10

21,32

19,44

Dedak Padi Halus

21,94

21,56

19,93

21,33

Bungkil Kedelai

5,23

5,14

4,79

7,58

Bungkil Kelapa

31,57

22,74

17,27

4,09

Pollard

17,76

17,46

16,14

17,27

Premix

0,1

0,1

0,1

0,1

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Setiap Perlakuan

Perlakuan

Kandungan Nutrisi

BK

PK

SK

............%.

Ca

P

Pati

DE kcal/kg

P0

88,09

15,76

11,53

0,53

0,99

31,84

2725

P1

88,34

15,15

11,72

0,75

0,96

33,75

2778

P2

88,64

15,02

12,49

0,96

0,91

33,99

2809

P3

88,81

15,00

12,08

1,15

0,90

35,77

2866

Prosedur penelitian dilakukan sebagai berikut:

  • 1.    Persiapan Bahan Penelitian

Trichanthera gigantea dipanen dan dicacah sebanyak 90kg, selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 800C selama ±12 jam. Setelah Trichanthera gigantea kering, digiling menggunakan mesin hammermill ukuran screen 2 mm hingga menjadi tepung.

  • 2.    Pencampuran Bahan Penelitian

Trichanthera gigantea yang telah menjadi tepung, dicampur dengan bahan pakan lainnya sesuai dengan formulasi tiap perlakuan, kemudian dimasukkan ke dalam mixer sampai homogen. Pengaturan kadar air campuran juga diatur sebesar 30%.

  • 3.    Pembuatan Pelet

Bahan-bahan yang sudah tercampur rata kemudian dimasukkan ke dalam mesin pencetak pelet dengan rata-rata temperatur 60-70ºC. Pelet yang dicetak memiliki diameter 3 mm dan panjang 1-2,5 cm

  • 4.    Pengeringan Pelet

Pelet yang telah dibuat dikumpulkan kemudian dikeringkan dan didinginkan. Pelet dijemur di bawah sinar matahari dan dimasukkan ke dalam oven sampai kering agar memperoleh kualitas fisik yang baik.

  • 5.    Pengujian Kualitas Fisik Pelet

Diambil sampel pada setiap perlakuan untuk perhitungan durabilitas, densitas, berat jenis dan efisiensi mesin pelet diulangi sebanyak 5 kali untuk menentukan pengaruh penambahan Trichanthera gigantea terhadap kualitas fisik pelet kelinci dan pada konsentrasi berapa Trichanthera gigantea dapat menghasilkan pelet dengan durabilitas, densitas dan berat jenis yang terbaik.

Analisis data

Data yang didapat akan dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (Gaperz, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Trichanthera gigantea terhadap Durabilitas Pelet Kelinci

Nilai durabilitas pelet kelinci dengan penggunaan berbagai tingkat Trichanthera gigantea dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil dari pengukuran durabilitas pelet kelinci menujukkan kisaran antara 97,64-97,84%. Kisaran ini sesuai dengan pernyataan dari Acedo-Rico et al. (2010) bahwa durabilitas pelet kelinci tidak boleh kurang dari 97%, selain itu data tersebut juga tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran dura-

bilitas pelet kelinci komersial yang berkisar antara 98,2-99,2%. Hal ini menandakan bahwa pelet pada penelitian ini mempunyai daya tahan yang tinggi, kuat dan tidak mudah hancur pada saat penanganan dan pengangkutan.

Nilai rata-rata durabilitas setiap perlakuan yang dihasilkan diurutkan dari yang terendah sampai tertinggi yaitu P1 (97,64%), P2 (97,68%), P3 (97,84%), P0 (97,88%). Hasil sidik ragam antar perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal itu disebabkan oleh komposisi dalam pelet terdapat gaplek dan pollard yang merupakan bahan mengandung pati yang cukup tinggi, sehingga berperan sebagai binder juga.

Tabel 3. Rataan Nilai Durabilitas Pelet Kelinci dengan Berbagai Tingkat T. gigantea

Perlakuan

Rataan durabilitas (%) ± SD

P0

97,88 ± 0,23

P1

97,64 ± 0,22

P2

97,68 ± 0,30

P3

97,84 ± 0,26

Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu kandungan nutrisi, dimana kandungan nutrisi keempat perlakuan hampir sama. Menurut Ginting (2009) kualitas fisik pakan pelet seperti durabilitas dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan penyusun pelet yaitu seperti pati, lemak, serat, serta protein. Pati berfungsi sebagai pengikat dan perubahan selama proses mekanik dapat meningkatkan gelatinisasi pati. Semakin tinggi persentase gelatinisasi pati akan menyebabkan semakin tinggi persentase gelatinisasi pati, sehingga semakin tinggi daya tahan pelet. Protein jika terkena panas akan mengalami gelatinisasi dan berfungsi sebagai pengikat juga. Serat tidak larut dalam air juga mempengaruhi durabilitas, karena karakteristik ketahanan seperti elastisitas dan kekakuan membuat serat tidak dapat membuat ikatan yang baik antar partikel, maka kandungan serat yang tinggi dalam pelet dapat menyebabkan titik-titik lemah yang mengakibatkan penurunan nilai durabilitas. Lemak berperan sebagai pelumas pelet pada saat pencetakan, gesekan dan tekanan dalam pencetak rendah akan menghasilkan daya tahan pelet rendah. Selain itu, kandungan lemak lebih dari 5,6% dalam ransum bisa merusak daya tahan pelet (Kaliyan dan Morey, 2009).

Semua perlakuan memiliki nilai durabilitas di atas 80%, ini menunjukkan bahwa pelet tersebut memiliki durabilitas yang tinggi. Menurut Colley et al. (2006), nilai durabilitas pelet hijauan yang tinggi ketika lebih dari 80%, dikatakan sedang jika bernilai diantara 70% - 80% dan bernilai rendah ketika kurang dari 70%. Pelet yang mempunyai nilai durabilitas tinggi akan

lebih tahan benturan dan gesekan, lalu mengurangi pakan yang terbuang dan sangat kecil kemungkinan terjadinya de-mixing atau terurai kembali. Sesuai dengan pernyataan Widiyastuti (2004) keuntungan dari pelet yang memiliki durabilitas tinggi yaitu memudahkan penanganan dari gudang sampai pelet diberikan ke ternak. Pelet yang mempunyai durabili-tas tinggi terutama pada saat transportasi maupun penyimpanan dapat menyebabkan kestabilan ukuran partikel pelet dan kekompakkan nutrisi yang terkandung pada pelet akan tetap terjamin.

Pengaruh Trichanthera gigantea terhadap Densitas Pelet Kelinci

Nilai densitas pelet kelinci dengan penggunaan berbagai tingkat Trichanthera gigantea dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Nilai Densitas Pelet Kelinci

Perlakuan

Rataan densitas (kg/m³) ± SD

P0

595,56ab ± 11,16

P1

573,50a ± 6,87

P2

593,32ab ± 16,83

P3

605,69b ± 25,38

Nilai densitas dalam penelitian ini berkisar antara 573,5-605,69 kg/m³. Kisaran ini tidak sama seperti hasil pengukuran densitas dari pelet komersial yang berkisar antara 693,9-758,8 kg/m³. Nilai rata-rata densitas setiap perlakuan yang dihasilkan diurutkan dari yang terendah sampai tertinggi yaitu P1 (573,50 kg/m³), P2 (593,32 kg/m³), P0 (595,56 kg/m³), P3 (605,69 kg/m³). Rataan densitas antar perlakuan hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan Trichanc-hera gigantea pada pelet ransum kelinci berpengaruh nyata. Oleh sebab itu, dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui letak perbedaan setiap perlakuan dengan menggunakan Uji Duncan.

Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa P1 tidak berbeda nyata dengan P0 dan P2, tapi berbeda nyata P3. Perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan P0 dan P2. Perlakuan P2 dan P0 pun tidak berbeda nyata. Dari semua perlakuan, P3 memperoleh nilai densitas yang paling tinggi. Hal itu disebabkan P3 mengandung Trichanthera gigantea yang paling tinggi dan diduga ukuran partikel tepung daun Trichanthera gigantea lebih halus dari pada komposisi bahan pakan lainnya yang terkandung dalam perlakuan. Tekstur bahan dan ukuran partikel yang halus bisa menghasilkan pelet yang padat dan kompak karena memiliki ketahanan yang baik, sehingga pelet mempunyai ketahanan dan kekuatan yang baik selama proses penanganan dan transportasi (Behnke, 2001). Hal tersebut mengaki-

batkan semakin luas permukaan kontak antar partikel di dalam pelet, maka semakin kuat ikatan partikel antar penyusun pelet yang menyebabkan pelet tidak mudah hancur (Saenab et al., 2010).

Densitas pelet tinggi menunjukkan bahwa pelet tersebut kokoh dan kompak. Menurut Khalil (1999) fungsi dari densitas dapat digunakan untuk mengetahui tekstur pakan dan kekuatan pelet. Tekstur pakan yang kompak akan tahan terhadap penekanan, sehingga ikatan antar partikel komponen penyusun pakan menjadi sangat kuat dan ruang antar partikel komponen penyusun pelet tidak terisi rongga udara. Dapat diartikan bahwa perlakuan P3 merupakan pelet yang kompak karena memiliki nilai densitas paling tinggi.

Keuntungan densitas pelet tinggi adalah dapat mengurangi tempat penyimpanan dan keambaan, memudahkan penanganan pakan dan menekan biaya transportasi. Densitas pelet yang tinggi akan mengurangi pakan yang tercecer dan meningkatkan konsumsi pakan. Selain itu densitas pelet tinggi juga dapat mencegah demixing atau penguraian kembali komponen penyusun pelet (Coleman dan Lawrance, 2000).

Pengaruh Trichanthera gigantea terhadap Berat Jenis Pelet Kelinci

Nilai berat jenis pelet kelinci dengan penambahan berbagai tingkat Trichanthera gigantea tertera pada Tabel 5. Hasil dari pengukuran berat jenis pelet kelinci menujukkan kisaran antara 1,072-1,144 g/cm3. Kisaran ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran pelet komersial yang berkisar antara 1,18-1,25. Nilai rata-rata berat jenis setiap perlakuan yang dihasilkan diurutkan dari yang terendah sampai tertinggi yaitu yaitu P0 (1,072), P3 (1,076 g/cm3), P3 (1,139 g/cm3), P0 (1,144 g/cm3).

Tabel 5. Rataan Nilai Berat Jenis Pelet Kelinci

Perlakuan

Rataan ± SD

………..% ………..

P0

1,072 ± 0,11

P1

1,139 ± 0,62

P2

1,144 ± 0,11

P3

1,1076 ± 0,13

Berdasarkan data analisis ragam yang tertera pada Tabel 5 bahwa penggunaan daun Trichanthera gi-gantea pada pelet ransum kelinci tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat jenis pelet. Hal ini diduga atas pemadatan pelet terjadi di dalam mesin yang sama sehingga ruang antar partikel di dalam pelet setiap perlakuan tidak berbeda.

Ransum atau pelet yang perbedaan berat jenis setiap komponennya cukup besar maka campuran dari komponen ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali (Khalil, 1999). Kepadatan pelet dapat mempengaruhi berat dan volume pelet, jika pelet padat maka volume akan lebih kecil dari pada berat pelet tersebut, sehingga berat jenis pelet akan semakin tinggi dan akan memudahkan penanganan dan penyimpanan pelet (Retnani, 2011).

SIMPULAN

Penggunaan berbagai tingkat Trichanthera gigan-tea pada pelet ransum kelinci memberikan pengaruh terhadap densitas namun tidak berpengaruh pada durabilitas dan berat jenis pellet. Densitas pelet terbaik diperoleh pada penggunaan 30% Trichanthera gigantea dalam pelet ransum kelinci (605,69 kg/m3).

DAFTAR PUSTAKA

Acedo-Rico, J., J. Mendez, dan G. Santomá. 2010. Feed manufacturing. Inte: de Blas, C., dan Wiseman, J. (Eds): 200-221. The Nutrition of The Rabbit. CAB Publishing.

Behnke, C. K. 2013. Factors Incluencing Pelet Quality.

Departement of Grain Science and Industry. Kansas State University, Manhattan, Kansas, USA.

Coleman, R. J. dan L. M. Lawrence. 2000. Alfalfa Cubes for Horses. Department of Animal Sciences; Jimmy C. Henning, Department of Agronomy. University of Kentucky Cooperative Extension Service. Kentucky.

Colley, Z., O. O. Fasina., D. Bransby, dan Y.Y. Lee.

2006. Moisture Effect on The Physical Cha-

racteristics of Switchgrass Pelets. T ASAE, 49: 1845-1851.

Gaperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico. Bandung.

Ginting, S. P. 2009. Prospek Penggunaan Pakan Komplit pada Kambing Tinjauan Manfaat dan Aspek Bentuk Fisik pada Kambing serta Respon Ternak. Wartazoa 19(2) : 64-75.

Jaya, A. F., M. I. L. Soriano, D. M. Vallador, R. I. Intong, dan B. B. Carpentero. 2008. Utilization of Madre De Agua (Trichanthera gigantea var guianensis) Leaf Meal As Feed For Growing-Finishing Pigs. Philippine J. Vet. Anim. Sci. 34(2): 117-126.

Kaliyan, N., dan V. Morey, R. 2009. Factors Affecting Strength and Durability of Densified Biomass Products. Biomass and Bioenergy, 33 (3): 337-359

Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadap Perubahan Perilaku Fisik Bahan Pakan Lokal: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis. Media Peternakan 22(1): 1-11

McElhiney, R. R. 1994. Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry Association, Inc. Arlington, Virginia.

Retnani, Y. 2011. Proses Produksi Pakan Ternak. Ghalia Indonesia. Bogor.

Saenab, A., E. B. Laconi., Y. Retnani., dan M. S. Mas’ud. 2010. Evaluasi Kualitas Ransum Komplit yang Mengandung Produk Samping Udang. JITV 15(1): 31-39.

Widiyastuti, T., C. B. Prayitno, dan Munasik. 2004. Kajian Kualitas Fisik Pelet Pakan Komplit dengan Sumber Hijauan dan Binder yang Berbeda. Animal Production, 6(1):43-48.

5