PERILAKU MAKAN RUMINANSIA SEBAGAI BIOINDIKATOR FENOLOGI DAN DINAMIKA PADANG PENGGEMBALAAN
on
pastura Vol. 3 No. 1 : 1 - 4
ISSN : 2088-818X
PERILAKU MAKAN RUMINANSIA SEBAGAI BIOINDIKATOR FENOLOGI DAN DINAMIKA PADANG PENGGEMBALAAN
Suhubdy Yasin
Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang Penggembalaan Kawasan Tropis, Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram-NTB e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Padang rumput (penggembalaan) merupakan “meja makan” bagi ternak ruminansia dan/atau herbivora lainnya untuk menopang hidupnya. Ketercukupan kebutuhan dan asupan zat gizi utama seperti bahan kering, protein dan energi sangat ditentukan oleh mutu dan fenologi tumbuhan pakan tersebut. Fenologi tumbuhan pakan secara langsung mempengaruhi cara dan pola konsumsi (ingestive behaviour) dari ternak herbivora. Pada saat merumput, ruminansia memiliki kecenderungan memilih dan menyenggut hijauan pakan yang gampang disenggut untuk memenuhi kebutuhan bahan kering pakannya. Oleh sebab itu, memonitor dan merekam karakteristik aktivitas merumput (grazing) dan pola makan harian ruminansia dan/atau herbivora lainnya menjadi salah satu petunjuk biologis (bioindikator) yang mungkin sangat berguna untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi terhadap padang penggembalaan dan aspek ini pula pada gilirannya menjadi salah satu faktor manajemen strategis pengelolaan padang penggembalaan. Makalah ini mereview dan mendiskusikan tentang perilaku makan (ingestive behaviour) ternak ruminansia sebagai salah satu bioindikator fenologi dan dinamika padang penggembalaan alam dan/atau pastura.
Kata kunci: bioindikator, fenologi tumbuhan, padang penggembalaan, padang rumput, perilaku makan ruminansia
ABSTRACT
Grazing land or rangeland is an “eating table” of ruminants and/or other herbivores for supporting their life. The adequacy and uptake of essential nutrients such as dry matter, protein and energy are very much determined by quality and phenology of pasture vegetation. The phenology of grass influences directly to ingestive behaviour of the herbivores. During grazing time, ruminant animals/herbivores tend to select the pastures that are easy to be prehended for fulfilling their dry matter requirement. Therefore, monitoring and recording the diurnal ingestive or grazing behaviour of ruminant animals or other herbivores would be as useful bioindicator for understanding the change of growth and availability of grass on pasture and/or rangeland. This behavioral aspect of ruminants is also useful clue and effective information to be considered for managing the grassland developments. This paper reviews and discusses the ingestive behaviour of ruminants as one of bioindicators determining the phenology of grass and dynamics of grasslands or rangelands.
Keywords: bioindicator, ingestive behaviour, plants phenology, pastures, rangelands.
PENDAHULUAN
Secara alamiah, ternak ruminansia atau herbivora lainnya mengandalkan hijauan pakan dan/atau padang penggembalaan sebagai sumber zat gizi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ternak ini memenuhi kebutuhan bahan kering, protein, dan energi dengan cara merumput secara bebas di atas padang penggembalaan. Pemeliharaan ruminansia berbasis padang pengembalaan sangat intensif dilakukan di negara-negara yang sistem peternakannya sudah maju, seperti misalnya di Australia, Amerika, dan New Zealand. Sedangkan di Indonesia, pemanfaatan padang rumput secara maksimal untuk produksi ternak ruminansia masih relatif terbatas, kecuali di beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Selatan (Sulsel).
Secara tradisional (sistem pemeliharaan ternak
berbasis cut-and-cary), sumber hijauan pakan untuk ternak ruminansia cenderung diperoleh dari lahan-lahan marginal seperti pinggir jalan raya, tepi sungai, areal persawahan, dan tanah lapang yang berdekatan dengan tempat pemeliharaannya. Peternak mengarit hijauan pakan dan diberikan secara langsung kepada ternaknya di kandang dan pada kondisi seperti ini ternak piaraannya tak ada kesempatan untuk menyeleksi atau memilih bahan pakan yang akan dikonsumsinya. Hal ini dimungkinkan karena ternak tersebut tidak ada kebebasan untuk memilih atau karena keterbatasan jumlah dan/atau tempat pemeliharaannya. Sedangkan pada padang penggembalaan, ternak herbivora mempunyai kesempatan dan kebebasan untuk memilih hijauan pakan seluas-luasnya karena disamping ragam dan jenisnya yang banyak juga tempatnya yang luas. Pada kondisi seperti ini, jumlah dan jenis pakan yang disenggut (dikonsumsi) sangat dipengaruhi oleh
karakteristik morfologi (fisik), biologi, kimia, dan fenologi (fase pertumbuhan - vegetatif dan generatif) tumbuhan pakan yang tersedia di atas padang penggembalaan. Ruminansia atau herbivora mempunyai kecenderungan memilih dan menyenggut hijauan (rerumputan, semak, dan/atau belukar) yang mudah disenggut untuk memenuhi kebutuhan bahan keringnya (Forbes, 1995; Gregorini, dkk., 2008; Prache, dkk., 1998; Yasin, 2012).
Pola makan ruminansia dan/atau herbivora non-ruminansia pada padang penggembalaan dipengaruhi disamping oleh karakteristiknya, juga oleh fenologi dan karakteristik tumbuhan pakan itu sendiri. Sekecil apa pun perubahan yang terjadi pada tumbuhan pakan baik karena faktor iklim maupun intervensi manusia akan tercermin secara cepat pada pola merumput ternak herbivora.
Di Indonesia, interaksi antara tumbuhan pakan dengan herbivora pada padang penggembalaan masih relatif belum banyak diperhatikan atau diungkapkan baik secara praktis maupun ilmiah (Yasin, 2012 dan Yasin, 2013). Makalah ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mendiskusikan pola makan ruminansia (ingestive behaviour) sebagai salah satu bioindikator fenologi dan dinamika padang penggembalaan. Dan selanjutnya, informasi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam mengelola dan mengembangkan padang penggembalaan sebagai basis pengembangan dan peningkatan produksi ternak ruminansia.
FENOLOGI DAN KARAKTERISTIK NUTRISI TUMBUHAN PAKAN
Fenologi tumbuhan didefinisikan sebagai siklus perubahan biologi tumbuhan yang erat kaitannya dengan faktor iklim (MacAdam, 2009 dan Gibson, 2009). Pada saat musim penghujan, rerumputan yang potensial sebagai hijauan pakan tumbuh dengan baik dan produksi biomassanya relatif berlimpah. Akan tetapi pada musim kemarau, produktivitasnya relatif sedikit. Artinya, faktor pembatasnya adalah ketersediaan air bukan hujan. Jika air dapat disediakan secara memadai sepanjang tahun maka produksi dan ketersediaan hijuan pakan tak akan menjadi kendala.
Fenologi tumbuhan pakan sangat mempengaruhi nilai gizi dan tabiat makan dan/atau ruminasia (Flores, dkk., 1993; Minson, 1990; Prache, 1997; Prache, dkk., 1998;). Pada fase vegetatif kandungan protein kasar cenderung tinggi dan kadar seratnya relatif rendah. Demikian sebaliknya, kadar serat cenderung semakin meningkat pada saat mencapai fase generatif (Brazle., dkk., 2000). Tingginya kadar serat berkaitan erat dengan tingkat lignifikasinya. Hijauan pakan biasanya disukai oleh ternak jika diberikan biomassa pada saat fase vegetatif dan kurang diminati jika diberikan pada saat sudah menua. Pada kondisi padang penggembalan, hijauan pakan yang sudah menua akan menyulitkan ternak mengkonsumsinya hal ini berkaitan dengan kesulitan dalam hal menyenggut dan mengunyahnya (Yasin, 2012), disamping itu, nilai nutrisinya (daya
cerna) pun cenderung menurun (Tabel 1, Minson, 1990).
Tabel 1. Daya cerna (in vitro) lima species rumput tropis (Minson, 1990)
Tumbuhan Pakan |
Daya Cerna Bahan Kering | ||
Monthly Regrowths |
Mature Regrowths |
Rata-rata | |
Setaria sphacelata var. splendida |
0,65 |
0,58 |
0,62 |
Digitaria decumbens |
0,63 |
0,57 |
0,60 |
Chloris gayana |
0,61 |
0,54 |
0,58 |
Panicum maximum |
0,61 |
0,52 |
0,57 |
Pennisetum clandestinum |
0,60 |
0,52 |
0,56 |
Rata-rata |
0,62 |
0,55 |
0,59 |
Month
Gambar 1. Hasil pantauan perubahan biomassa (□) dan standing CP (■) dan kandungan CP (○) dari tiga tingkat penggembalaan (a) NG: non-grazed grassland, (b)LG: lightly grazed grassland, (c)MG: intermediately grazed grassland, dan (d)HG: heavily grazed grassland) pada stepa Xilingol, Mongolia (Kawamura dan Akiyama, 2010)
Perubahan kualitas hijauan pakan dapat dimonitor secara langsung dan tidak langsung. Cara jitu dan sahih untuk menilai kualitas hijauan pakan adalah dengan menyajikannya kepada ternak. Respons ternak ruminansia terhadap hijauan yang dikonsumsinya dapat dimonitor dari pertambahan bobot badan dan produksi air susunya. Namun, melakukan percobaan pemberian pakan biasanya relatif membutuhkan waktu, biaya, dan fasilitas yang mahal (NRC, 1962; ‘t Mannetje dan Jones, 2000). Pada kondisi padang penggembalaan, kualitas dan kuantitas hijauan pakan sesungguhnya dapat diamati setiap saat dengan memperhatikan tabiat atau pola makan ternak herbivora (Forbes, 1995). Gambar 1 mengilustrasikan perubahan kandungan nutrient (CP) dan biomassa hijauan pada padang penggembalaan di Xilingol stepa di Mongolia (Kawamura dan Akiyama, 2010). Dari ilustrasi (Tabel 1 dan Gambar 1) menunjukkan bahwa fenologi nampak mempengaruhi kandungan protein, jumlah biomassa hijauan, dan daya cerna tumbuhan pakan.
FENOLOGI, PERILAKU MAKAN RUMINANSIA, DAN DINAMIKA PADANG PENGGEMBALAAN
Berbagai ahli nutrisi ternak ruminansia telah melaporkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara fenologi tumbuhan pakan, pola makan, dan dinamika padang penggembalaan (Bailey, dkk., 1996; Baumont, dkk., 2000; Boland dan Scaglia, 2011). Selanjutnya Bau-mont dkk., (2000) menyimpulkan bahwa pada pastura, konsumsi, komposisi pakan, dan dampak merumput terhadap perkembangan vegetasi merupakan interaksi yang kompleks antara ternak dan vegetasi. Dinamika padang penggembalaan sesungguhnya sangat komplek melibatkan komponen utama yaitu peternak, ternak, dan vegetasi. Ternak dan tumbuhan pakan sangat rentan perubahan akibat perubahan pengaruh iklim. Oleh sebab itu, untuk kontinyuitas hubungan ini, peternak harus mampu mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi terutama dalam beradapatsi pada kondisi lokal-setem-pat. Kepekaan peternak untuk memantau dan merekam setiap perubahan yang terjadi akan mendapatkan informasi yang akurat dalam mengelola padang rumput alami maupun pastura.
Ternak herbivora mengeksploitasi vegetasi padang penggembalaan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering dan zat makanan esensial lainnya. Konsumsi pakan merupakan penentu utama keberlangsungan hidup dan berproduksi. Pada kondisi padang penggembalaan yang kompleks, fenologi tanaman pakan secara langsung mempengaruhi pola makan. Sebagai contoh, jika hijauan pakan yang tersedia relatif sedikit dan tinggi tanaman relatif rendah untuk disenggut secara maksimal, maka herbivora akan memperpanjang waktu merumput agar mendapatkan total jumlah senggutan yang diharapkan (Baumont, dkk, 2000; Brazle, dkk., 2000; Kirch, dkk, 2007; Gregorini, dkk, 2006; 2008; 2009; Boland dan Scaglia, 2011; Yasin, 2012). Jika hijauan yang tersedia sangat padat dan komposisi botaninya relatif seragam maka herbivora akan mempersingkat waktu merumput akan tetapi memperpanjang waktu ruminasi (Bailey, dkk., 1996; Gregorini, dkk., 2008; Yasin, 2012).
Ingestive behaviour dari ternak ruminansia ditentukan oleh karakeristik vegetasi, kondisi fisiologi, dan aktivitas rongga mulut (buccal cavity) (Coleman, dkk., 1989; Yasin, 2012). Komponen pola makan dapat dijadikan parameter untuk menentukan konsumsi pakan harian dan secara keseluruhan hubungan antar komponen ingestive behaviour seperti diilustrasikan pada Gambar 2 (Gordon dan Lascano, 1993).
Dalam waktu yang relatif lama (pada padang penggembalaan), konsumsi harian dapat diestimasikan sebagai hasil kali antara massa senggutan (bite weight), laju senggutan (bite rate), dan waktu merumput (grazing time). Sedangkan pada tingkatan individual rumpun (patch) dan dalam waktu yang relatif singkat/terbatas maka konsumsi pakan ditentukan oleh bite weight dan bite rate. Jadi pada kondisi padang penggembalaan, pola makan menjadi sangat komplek akibat interaksi antara fenologi tumbuhan pakan, jenis ternak, fase fisiologi,
Long-Term
Short-Term
Daily intake = Γ^
- Bite
Weiglit
Bite1 Grazing
Rate ^ Time
Bite Bulke dendity of
Volume * grazed horizon
Bite
Area
Bite depth
Gambar 2. Skema hubungan ingestive behaviour dengan konsumsi pakan harian ruminansia (Gordon dan Lascano, 1993)
serta faktor biotik dan abiotik lainnya (Coleman, dkk., 1989).
Pola makan ruminansia dan/atau herbivora lainnya sangat bervariasi mulai dari tingkatan individu tumbuhan pakan hingga pada skala lanskap (Coleman, dkk., 1989). Minson (1990) mengutip hasil penelitian Kibon dan Holmes (1987) mengilustrasikan bahwa tinggi tanaman rumput berpengaruh terhadap pola makan, konsumsi, dan produktivitas sapi laktasi (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh tinggi tumbuhan pakan terhadap pola makan, konsumsi, dan produksi ternak sapi laktasi (Minson, 1990)
Komponen |
Tinggi Hijauan Pakan (cm)* | |
4,8 |
6,4 | |
Produksi hijauan (kg OM/ha) |
1810 |
2734 |
Kepadatan anakan (1000/m2) |
17 |
16 |
Proporsi dedaunan |
0,51 |
0,55 |
Kebutuhan hijuan (kg OM/sapi/hari) |
17 |
21 |
Daya cerna hijauan yang disenggut (OM) |
0,76 |
0,77 |
Waktu merumput (menit/hari) |
575 |
565 |
Total senggutan (000/hari) |
44,7 |
43,3 |
Ukuran senggutan (mg OM/senggutan) |
282 |
345 |
Konsumsi hijauan (kg OM/sapi/hari) |
12,7 |
15,1 |
Produksi susu (kg FCM/hari) |
26,3 |
28,1 |
Perubahan bobot badan (kg/hari) |
-067 |
+0,15 |
Keterangan: * diukur dengan menggunakan plate meter dengan tekanan sebesar 4,8 kg/m2;
OM: organic matter; FCM: fat corrected milk
Dari informasi pada Tabel 2 terindikasi bahwa fenologi tumbuhan pakan (misalnya tinggi tumbuhan pakan) dapat mempengaruhi pola makan dan produksi ternak ruminansia. Semakin tinggi rumput akan mempermudah ternak ruminansia mengkonsumsinya dan pada gilirannya total konsumsi akan cepat terpenuhi. Seperti diketahui bahwa ternak ruminansia besar (kerbau dan sapi) menggunakan lidah dan bibir untuk ternak ruminansia kecil (domba dan kambing) dan kuda sebagai eating apparatus-nya, maka ternak ruminansia besar mempunyai tinggi minimum rerumputan agar dapat disenggutnya dengan optimal. Allden dan Whittaker (1970) melaporkan bahwa ternak domba akan semakin meningkatkan jumlah senggutan per menit (biting rate) jika tinggi anakan rerumputan berkurang dari 35 cm ke 5
cm dan semakin lebih ditingkatkan jumlah senggutannya jika tingginya semakin lebih rendah dari 5 cm. Untaian diskusi singkat dalam makalah ini menyajikan cukup informasi untuk menjelaskan bahwa tingkahlaku makan (ingestive behaviour) herbivora erat hungannya dengan fenologi tumbuhan pakan dan dinamika padang rumput.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perilaku makan (ingestive behaviour) ternak ruminansia dan/atau herbivora non-ruminansia merupakan salah satu bioindikator yang praktis, sangkil dan mangkus untuk mengetahui perubahan fenologi, karakteristik tumbuhan pakan, dan dinamika padang penggembalaan.
Saran
Bioindikator ini dapat juga dijadikan petunjuk agronomis dalam memaksimalkan komposisi botani padang penggembalaan, dan pada gilirannya dapat pula dijadikan acuan ilmiah yang jitu untuk mengetahui perubahan kapasitas produksi, nilai gizi, dan strategi untuk mengembangkan ternak ruminansia berbasis padang penggembalaan.
DAFTAR PUSTAKA
Allden, WG. Dan Whittaker, IA.McD. 1970. The determinants of herbage intake by grazing sheep: The interrelationship of factors influencing herbage intake and availability. Aust. J. Agric. Res., 21:755-766.
Bailey, DW., Gross, JE., Laca, EA., Rittenhouse, R., Coughenour, MB., Swift, DM. dan Sims, PL. 1996. Invited Synthesis Paper: Mechanism that results in large herbivores grazing distribution patterns. J. Range Manage. 49:386-400.
Boland, HT. dan Scaglia, G. 2011. Case Study: Giving beef calves a choice of pasture type influences behaviour and performance. The Professional Animal Scientist, 27:160-166.
Boumant, R., Ptache, S., Meuret, M. dan Morand-Fehn, P.
2000. How forage characteristic influence behaviour and intake in small ruminants: a review. Ivestock Production Science, 64:15-28.
Brazle, FK., Kilgore, GL., dan Fausett, MR. 2000. Effect of season on grazing native-grass pastures. The Professional Animal Scientist, 16:30-32.
Coleman, SW., Forbes, TDA. Dan Stuth, JW. 1989. Measurements of the plant-animal interface in grazing research. Dalam: Grazing Research: Design, Methodology, and Analysis. CSSA Special Publication No. 16.
Flores, ER., Laca, EA., Griggs, TC. Dan Demment, MW. 1993. Sward height and vertical morphologyal differentiation determine cattle bite dimensions. Agron. J., 85:527-532.
Forbes, JM. 1995. Voluntary food Intake and Diet Selection in Farm Animals. CAB International, UK.
Gordon, IG. Dan Lascano, C. 1993. Foraging strategies of ruminant livestock on intensively manged grasslands: potential and constrains. Proceedings of the XVII International Grassland Congress New Zealand, p.681-690.
Gibson, DJ. 2009. Grasses and Grassland Ecology. Oxford University Press, UK.
Gregorini, P., Gunter, SA. dan Beck, PA. 2008. Matching plant and animal processes to alter nutrient supply in strip-grazed cattle: timing of herbage and fasting allocation. J. Anim. Sci., 86:1006-1020.
Gregorini, P., Gunter, SA., Beck, PA., Calwell, J., Bowman, MT., dan Coblentz, WK. 2009. Short-term foraging dynamics of cattle grazing swards with different canopy structures. J.Anim. Sci. 87:3817-3824.
Gregorini, P., Gunter, SA., Beck, PA., Soder, KJ. dan Tam-minga, S. 2008. Review: The interaction of diurnal grazing pattern, ruminal metabolism, nutrient supply, and management in cattle. The Professional Animal Scientist, 24:308-318.
Gregorini, P., Tamminga, S. dan Gunter, SA. 2006. Review: Behaviour and daily grazing patters of cattle. The Professional Animal Scientist, 16:30-32.
Hodgson, J. 1982. Influence of sward characteristics on diet selection and herbage intake by grazing animal. Dalam: J.B. hacker (Ed): Nutritional Limit to Animal Production from Pastures. Commonwealth Agricultural Bureaux, UK.
Kawamura, K. dan Akiyama, T. 2010. Simultaneous monitoring of livestock distribution and desertification. Global Environment Research, 14:29-36.
Kirch, BH., Moser, LE., Waller, SS., Klopfenstein, TJ., Aiken, GE. dan Strickland, JR. 2007. Selection and dietary quality of beef cattle grazing smooth Bromegrass, Switchgrass, and Big Bluestem. The Professional Animal Scientist, 23:672-680.
MacAdam, JW. 2009. Structure and Function of Plants. Wiley Blackwell, USA.
Minson, DJ. 1990. Forage in Ruminant Nutrition. Academic Press, Inc. San Diego, USA.
National Research Council (NRC), 1962. Range Research. National Academy of Science-National Research Council, Washington DC, USA.
Prache, S. 1997. Intake rate, intake per bite and time per bite of lactating ewes on vegetative and reproductive swards. Appl. Anim. Behav., 52:53-64.
Prache, S., Gordon, IJ. Dan Rook, AJ. 1998. Foraging behaviour and diet selection in domestic herbivores. Ann. Zootech., 47:335-345.
Prache, S., Roguet, C., dan Petit, M. 1998. How degree of selectivity modifies foraging behaviour of dry ewes on reproductive compared to vegetative swards structure. Appl. Anim. Behav., 57:91-108.
‘t Mannetje, L. dan Jones, RM. 2000. Filed and Laboratory Methods for Grassland and Animal Production Research. CABI Publishing, Wallingford, UK.
Yasin, S. 2012. Ingestive behaviour in ruminants: a methodological approach and implication to feeding management strategies. LAP Lambert Academic Publishing, Germany.
Yasin, S. 2013. Produksi Ternak Ruminansia (Kerbau dan Sapi). Pustaka Reka Cipta, Bandung.
4
Discussion and feedback