POTENSI PENINGKATAN PRODUKSI PAKAN DAN KESUBURAN LAHAN SEBAGAI DAMPAK DARI PENANANAMAN HMT PADA LAHAN PINGGIR PEMBATAS TEGALAN DAN KEBUN (STUDI KASUS KECAMATAN GEROKGAK KABUPATEN BULELENG BALI)
on
pastura Vol. 2 No. 2 : 102 - 105
ISSN : 2088-818X
POTENSI PENINGKATAN PRODUKSI PAKAN DAN KESUBURAN LAHAN SEBAGAI
DAMPAK DARI PENANANAMAN HMT PADA LAHAN PINGGIR PEMBATAS TEGALAN DAN KEBUN (STUDI KASUS KECAMATAN GEROKGAK KABUPATEN BULELENG BALI)
I M. R. Yasa, I N. Adijaya dan I N. Suyasa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali
ABSTRAK
Penelitian untuk menganalisis potensi peningkatan produksi pakan dan kesuburan lahan sebagai dampak dari penananaman hijauan makanan ternak (HMT) pada lahan pinggir pembatas tegalan dan kebun telah dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali dari bulan April 2010 sampai Maret 2011. Metoda yang digunakan adalah pendekatan sistem dinamik didukung metode Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk identifikasi sistem. Parameter yang dianalisis adalah produksi hijauan dan potensi peningkatan tambahan unsur N ke lahan. Hasil analisis menunjukkan, penanaman HMT berupa tanaman gamal diselang selingi lamtoro dengan jarak tanam 1 (satu) meter dan, dibawahnya ditanami rumput raja dengan jarak tanam 0,5 meter sebagai tanaman pinggir pembatas kebun dan tegalan, berpotensi meningkatkan produksi pakan rata-rata 83,1%, atau sebanyak 46.468 ton/tahun 2011 dan bahkan menjadi 60.754 ton pada tahun 2034 dibandingkan produksi aktual. Selain itu penanaman legum pohon (gamal dan lamtoro) tersebut berpotensi meningkatkan pasokan unsur nitrogen ke lahan yaitu dari 83,3 ton menjadi 91,6 ton.
Kata kunci : optimalisasi lahan pinggir, produksi pakan hijauan
THE POTENTIAL OF FORAGE PRODUCTION AND LAND FERTILITY INCREASE AS IMPACT OF PLANTING FORAGES AT DRY LAND AND GARDENS BOUNDARY
(A CASE STUDY AT GEROKGAK, BULELENG, BALI)
ABSTRACT
The research was carried out from April 2010 – March 2011 to analyze the potential increase of food production and soil fertility as an impact of planting green fodder (HMT) at dry land and gardens boundary of Gerokgak, Buleleng, Bali. The method was using dynamic system approach supported by Participatory Rural Appraisal (PRA) method for identification system. The parameters being analyzed were forage production and potential N addition to soil. The results showed that planting of forage crops interspersed with gamal and lamtoro at 1 (one) meter spacing and underneath them planted with king grass at 0.5 meters as plant boundary of dry land and gardens which potential to increase food production on the average of 83, 1%, or 46 468 tons / year in 2011 and up to 60.754 tons in 2034 compared to the actual production. Besides, planting legume trees (Gliricidia and lamtoro) would be potential to increase nitrogen supply to soil from 83.3 tons up to 91.6 tons.
Keywords: optimizing land boundary, forage production
PENDAHULUAN
Kecamatan Gerokgak merupakan salah satu wilayah yang memiliki populasi sapi tertinggi yakni 46.084 ekor atau 33,8% dari populasi sapi yang ada di Kabupaten Buleleng, atau 7,2% dari populasi sapi yang ada di Bali pada tahun 2011 (Disnak Bali, 2011). Kepadatan populasi sapi untuk wilayah tersebut telah mencapai 129 ekor per KM2, lebih tinggi dibandingkan rata-rata kepadatan populasi sapi di Bali yang mencapai 113 ekor/km2.
Wilayah Gerokgak dengan agro ekosistem lahan kering beriklim kering atau sering disebut lahan marginal memiliki permasalahan yang kompleks untuk dikembangkan, baik untuk usahatani tanaman maupun ternak. Pengembangan ternak khususnya sapi pada saat ini di wilayah Gerokgak selain berdampak positif sebagai sumber pendapatan petani, di sisi lain juga
berdampak negatif seperti pemanfaatan hutan sebagai sumber pakan. Permasalahannya adalah bahwa ternak sapi sebagai penyebab erosi dan hama bagi tanaman; sementara itu pengembangan usaha konservasi tidak dapat berkembang tanpa adanya ternak (Abdurahman et al. 1998).
Lebih dari 70% wilayah Gerokgak berupa kawasan hutan (BPS Buleleng, 2010), sehingga Pemda Bali diprogramkan sebagai wilayah prioritas untuk penanganan lahan kritis (Perda Bali No 3 tahun 2005), selain itu oleh Pemda Kabupaten Buleleng juga diprogramkan menjadi wilayah sumber bibit sapi Bali untuk Bali (Puspaka, 2008). Menurut Yasa et al. (2007), sapi di wilayah tersebut setiap musim kemarau (MK) mengalami paceklik pakan. Sebagai dampaknya, petani memanfaatkan tanaman penghijauan di kawasan hutan untuk pakan, sehingga menghambat program
penanganan lahan kritis di daerah ini.
Tanaman lamtoro (Leucaena sp) dan gamal (Gliricidia sp ) merupakan tanaman hijauan pakan yang memiliki beberapa keunggulan seperti tahan kekeringan (Winugroho et al. 1997), tanaman pohon leguminosae sebagai sumber pakan bergizi merupakan pilihan terbaik bagi lahan kering beriklim kering Bamualim (2010). Dianjurkan pula untuk menanam kombinasi jenis tanaman legum seperti lamtoro dan gamal (Gliricidia sepium), atau pun turi (Sesbania granddiflora) untuk mengurangi resiko terjadinya serangan hama.Lamtoro dan gamal mengandung protein yang cukup tinggi. Lamtoro mengandung protein kasar (PK) sekitar 25,9% (Wargadipura dan Johan 1997); mengandung bahan kering (BK) 10,8%, PK 28,8% dan SK 21,5% (Zulbardi et al., 2000), cocok dikembangkan untuk perbaikan dan konservasi tanah. Tanaman legum dapat memperbaiki kesuburan tanah karena pada akarnya ada bakteri yang mampu mengikat nitrogen dari udara (Metzner, 1987) dan memiliki kemampuan untuk mencegah erosi. Karena permasalahan pakan merupakan permasalahan kompleks dan dinamis, yakni terkait dengan perubahan tataguna lahan, jenis tanaman serta populasi ternak, maka model disusun dengan pendekatan sistem dinamis.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali dari bulan April 2010 sampai Maret 2011. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem dinamik didukung metode Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk identifikasi sistem. Parameter yang diamati adalah: produksi hijauan dan potensi peningkatan tambahan unsur N ke lahan. Software yang digunakan untuk melakukan simulasi model adalah Powersim Constructor versi 2.5d. Simulasi data disusun dengan jangka waktu 25 tahun (jangka panjang). Tingkat validitas model, baik terhadap sub model produksi maupun konsumsi pakan, dianalisis dengan metode Mean Absolut Percentage Error (MAPE) sesuai dengan Hauke, et al. (2001). Data-data yang divalidasi adalah data populasi ternak, tata guna lahan, data luas tanam komoditas pertanian, dan perkebunan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi pakan
Sub model ini disusun karena dinamika tata guna lahan menentukan dinamika produksi pakan. Permodelan neraca tata guna lahan disusun untuk mengetahui perkembangan luas dari masing-masing lahan yang ada di Kecamatan Gerokgak. Data dan asumsi yang digunakan adalah data tata guna lahan dari tahun 2000 sampai 2009 mengacu pada Data Pokok Kecamatan Gerokgak Tahun 2005 dan 2009 serta laporan Kecamatan Gerokgak Dalam Angka 2010. Berdasarkan laporan, wilayah Gerokgak terbagi atas: hutan, tegalan, perkebunan, sawah, pemukiman, tambak, kuburan dan lainnya. Hasil analisis menunjukkan luas hutan di Ke-
camatan Gerokgak berpotensi terus menyusut menjadi 22.874 ha pada tahun 2034 dari 25.935 ha luas hutan yang ada pada tahun 2009 (Gambar 41). Sebagai dampaknya proporsi luas hutan yang mencapai 73,1% pada tahun 2009 akan menjadi 63,3% pada tahun 2034. Di sisi lain, proporsi tegalan bertambah dari 18,1% menjadi 22,7%, perkebunan dari 3,7% menjadi 6,4%, luas sawah dari 1,6% menjadi 2,7% permukiman dari 1,6% menjadi 2,2%, lainnya dari 1,1% menjadi 2%, tambak tetap 0,8% kecuali kuburan yang tetap 0,05% (Gambar 1).
Gambar 1. Proyeksi dinamika tata guna lahan di Kecamatan Gerokgak tahun 2009-2034
Tanaman lamtoro (Leucaena sp) dan gamal (Gliricidia sp ) merupakan tanaman hijauan pakan yang memiliki beberapa keunggulan seperti :
– Merupakan tanaman legum pohon yang tahan kekeringan selain kaliandra (Calliandra sp), dan turi (Sesbania sp) (Winugroho et al., 1997). Menurut Bamualim (2010) tanaman pohon leguminosae sebagai sumber pakan bergizi merupakan pilihan terbaik bagi lahan kering beriklim kering. Dianjurkan pula untuk menanam kombinasi jenis tanaman legum seperti lamtoro dan gamal (Gliricidia sepium), atau pun turi (Sesbania granddiflora) untuk mengurangi resiko terjadinya serangan hama.
– Lamtoro dan gamal mengandung protein yang cukup tinggi. Lamtoro mengandung protein kasar (PK) sekitar 25,9% (Wargadipura dan Johan 1997) sedangkan gamal yang merupakan akronim dari “ganyang mati alang-alang” (Anonimous, 2001) mengandung bahan kering (BK) 10,8%, PK 28,8% dan SK 21,5% (Zulbardi et al., 2000). Induk sapi bali yang sumber pakannya hanya dari merumput dibandingkan dengan yang diberikan tambahan pakan daun gamal 3 kg/ekor/hari melahirkan anak dengan bobot lahir masing-masing 12,57 kg dan 14,22 kg (Pongsapan et al., 1993 dalam Pasambe et al., 2000); hampir sama dengan laporan Pasambe et
al. (2000), pemberian pakan dasar rumput gajah secara ad libitum dikombinasikan dengan dedak padi menghasilkan pedet dengan bobot lahir 12,39 kg, sedangkan kombinasi tersebut ditambah dengan pemberian 3 kg daun gamal menghasilkan pedet dengan bobot lahir 13,55 kg.
– Cocok dikembangkan untuk perbaikan dan konservasi tanah. Tanaman legum dapat memperbaiki kesuburan tanah karena pada akarnya ada bakteri yang mampu mengikat nitrogen dari udara (Metzner 1987). Tanaman gamal mampu mengikat nitrogen dari udara bebas sebanyak 13 kg/ha/tahun sedangkan lamtoro lebih banyak lagi yaitu 274 kg/ha/tahun (McDicken 1994 diacu oleh Elevitch dan Francis, 2006). Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial untuk produksi tanaman di Indonesia karena umumnya tanah di Indonesia mengandung sedikit nitrogen (Hindersah dan Simarmata 2004).
– Memiliki kemampuan untuk mencegah erosi, sehingga cocok ditanam sebagai pagar kayu hidup pada tanah miring. Pagar hidup ini akan menahan tanah yang dibawa erosi karena perakarannya yang baik (panjang) sehingga memudahkan pembentukan teras-teras (Metzner 1987). Selain itu, dilaporkan pula bahwa akar lamtoro mampu menerobos lapisan tanah yang keras. Penanaman campuran tanam legum dengan tanaman rumput selain untuk konservasi, juga untuk meningkatkan kandungan PK rumput dan sekaligus menurunkan kandungan SK_nya (Ratuwalou dan Marunduri, 2005). Dengan jarak tanam 0,40 x 0,40 m, atau dengan populasi 9 rumpun per m2, pada MK mampu menghasilkan rumput raja segar sebanyak 9 kg /potong/m2 atau 1 kg BK/potong/m2 atau setara dengan 1 kg/rumpun; sedangkan pada musim hujan (MH) menghasilkan 10,17 kg rumput segar dan 1,13 kg BK. Dilaporkan pula bahwa rumput raja dapat dipanen dengan interval 40 hari, atau sebanyak 9 kali per tahun. Dengan demikian, potensi produksi BK rumput raja di lahan kering dapat mencapai 9 kg/tahun (Nuschati et al., 2000). Skenario ini mendukung Abdurahman et al. (1998), bahwa pengembangan usaha konservasi akan dapat berkembang dengan adanya ternak.
– Potensi produksi pakan dari tanaman Lamtoro lokal saat ini berpotensi dapat ditingkatkan. Lamtoro KX2 hybrid yang berumur 13,5 bulan mampu menghasilkan hijauan segar sebanyak 1.433 gram/ pohon atau 431 gram BK. Hasil tersebut jauh lebih banyak dibandingkan lamtoro varietas L leucecephala KX28, L leucecephala dan L colinsii yang berturut-turut menghasilkan hijauan segar 166,4 gram, 238,8 gram dan 268,5 gram. Dari bobot segar tersebut dihasilkan BK berturut-turut 69,2 gram, 51,8 gram, dan 63,0 gram; atau berturut-turut sebanyak 8,27 ton, 1,48 ton, 1,42 dan 1,53 ton hijauan segar atau 2,88 ton, 0,46 ton, 0,36 ton, dan 0,42 ton bahan kering pada populasi tanaman 6667 tanaman/ha. Untuk lamtoro KX2 hybrid berumur 26,5 bulan mampu menghasilkan hijauan dalam bentuk BK sebanyak 0,551 kg per pohon ((Purwantari 2005).
a. Produksi pakan aktual dan penanaman HMT pembatas tegalan dan kebun (ton/tahun)
b. Potensi tambahan produksi pakan (ton/tahun)
Gambar 2. Potensi peningkatan produksi pakan di wilayah Gerokgak Kabupaten Buleleng melalui penanaman HMT sebagai pembatas kebun dan tegalan tahun 2011.
Untuk wilayah Gerokgak, tanaman lamtoro yang telah berumur 10 tahun rata-rata menghasilkan hijauan segar sebanyak 16,50 kg/pohon tiap 6 bulan sekali atau 33 kg hijauan segar/pohon/tahun. Dengan mengacu pada Hartadi et al. (1997), bahwa lamtoro mengandung BK 30%, maka tersedia 9,9 kg BK/ pohon/tahun. Hasil ini setara dengan penambahan produksi lamtoro dalam Purwantari (2005), sebanyak 40 gram per bulan, sehingga sampai berumur 10 tahun dapat berproduksi 9,84 BK/pohon.
– Satu pohon gamal dapat menghasilkan daun 2,5 kg/ bulan/petik (Mathius 1989 diacu dalam Isbandi et al. 2002). Gamal rata-rata berproduksi 2-5 kg/potong dan dapat dipanen daunnya sebanyak 3-4 kali/tahun. Hasil analisis menunjukkan, penanaman HMT sebagai tanaman pinggir pembatas tegalan berpotensi menambah produksi pakan rata-rata 83,1%, atau sebanyak 46.468 ton/Tahun 2010 dan bahkan menjadi 60.754 ton pada tahun 2034 dibandingkan produksi aktual (Gambar 2). Tingginya tambahan pasokan S2 disebabkan oleh tingginya potensi peningkatan populasi produksi tanaman rumput raja. Meskipun demikian, secara parsial tidak ada satu skenario pun dapat memenuhi kebutuhan pakan yang berkelanjutan.
Dampak dari penanaman legum pohon sebagai lahan pembatas tegal dan kebun untuk sumber pakan
Untuk melihat perilaku model potensi peningkatan tambahan unsur hara N (nitrogen) ke dalam tanah, data awal dari asumsi dan peubah yang digunakan adalah sebagai berikut:
– Luas lahan perkebunan dan tegalan mengacu pada Data Pokok Kecamatan Gerokgak Tahun 2005 dan Data Pokok Kecamatan Gerokgak Tahun 2009, yakni masing-masing 1.073 ha dan 5.870 ha.
– Potensi penambahan populasi tanaman legum pohon (gamal dan lamtoro) serta rumput raja di lahan tersebut. Berdasarkan perhitungan, satu hektar lahan tegalan atau pun perkebunan memiliki keliling 400 meter, apabila ditanami gamal diselingi lamtoro dengan jarak tanam 1 meter dan di bawahnya ditanami rumput raja dengan jarak 0,5 meter, akan tertanam 400 tanaman lamtoro atau pun gamal atau masing-masing 200 pohon serta 800 stek rumput raja. Pada
saat ini populasi tanaman lamtoro dan gamal sebagai tanaman pinggir berturut-turut 98 pohon dan 193 pohon serta 79 pohon gamal dan 176 lamtoro pada lahan perkebunan. Lamtoro yang ditanam adalah lamtoro lokal. Bakteri pengikat nitrogen (N) pada akar tanaman gamal dan lamtoro mampu mengikat nitrogen dari udara (Metzner, 1987), dengan potensi mengikat N dari udara bebas kedua tanaman tersebut adalah 13 kg/ha/tahun untuk gamal dan 274 kg/ha/ tahun untuk lamtoro (McDicken 1994 diacu Elevitch dan Francis, 2006).
– Untuk menghitung potensi pengikatan unsur N per pohon, dilakukan dengan mengalikan populasi tanaman gamal dan lamtoro dengan kemampuannya mengikat N masing-masing.
– Untuk konserversi unsur N ke dalam bentuk urea, menggunakan standar kandungan N pada pupuk urea yang beredar di pasaran yakni 46%.
Hasil analisis menunjukkan, penanaman legum pohon (gamal dan lamtoro) pada lahan pinggir pembatas tegalan dan perkebunan sebagai sumber pakan berpotensi meningkatkan kandungan unsur nitrogen di dalam tanah dalam jangka panjang, yaitu dari 83,3 ton menjadi 91,6 ton (Gambar 73). Nitrogen adalah unsur hara makro esensial untuk produksi tanaman di Indonesia karena tanah di Indonesia umumnya mengandung sedikit nitrogen (Hindersah dan Simarmata 2004).
Gambar 3 Potensi peningkatan unsur N dan urea dari tambahan penanaman tanman legum pohon pada lahan pembatas tegalan dan perkebunan di Kecamatan Gerokgak tahun 2009-2034
SIMPULAN DAN SARAN
– Penanaman HMT berupa tanaman gamal diselingi lamtoro dan rumput raja sebagai tanaman pimggir pembatas kebun dan tegalan berpotensi menambah pasokan pakan rata-rata 83,1%, atau sebanyak 46.468 ton/Tahun 2010 dan bahkan menjadi 60.754 ton pada tahun 2034 dibandingkan produksi aktual
– Penanaman legum pohon (gamal dan lamtoro) pada lahan pinggir pembatas tegalan dan perkebunan sebagai sumber pakan berpotensi meningkatkan kandungan unsur nitrogen di dalam tanah dalam jangka panjang, yaitu dari 83,3 ton menjadi 91,6 ton
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman A, BR Prawiradiputra, T Prasetyo, HM Toha dan H Nataatmaja. 1993. Laporan Akhir UACP-FSR. P3HTA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
[Disnak Bali] Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2011. Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali Tahun 2011. Dinas Peternakan Provinsi Bali. Denpasar.
Elevitch, C. R. and J. K. Francis. 2006. Gliricidia sepium (gliri-cidia). Species profiles for pacific island agroforestry. www. traditionaltree.org. [Jumat, 8 April 2011].
Hartadi, H. S. R. dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke empat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hauke, J. E, D. E. Wicharn and AY Reitch. 2001. Business Forecasting. Practise-Hall Inc. New Jersey.
Mathius, I W., D. Yulistiani, W Puastuti dan K Supriyati. 2001. Pakan imbuhan batang pisang untuk ternak ruminansia (kandungan nutrien dan prospek pemanfaatannya). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Mataram 30-31 Oktober 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hlm: 275- 281.
Metzner, J. 1987. Pelestarian lingkungan hidup dan kemungkinan untuk meningkatkan penggunaan lahan dengan bantuan lamtoro di Kabupaten Sikka Flores. Dalam: Ekofarming (Bertani Selaras Alam). Penyunting: J Metzner dan N Daildjoeni. Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hlm: 293-315.
Nuschati U, B. Utomo dan Suharno. 2000. Produktivitas rumput raja (Pennisetum purpureophoides) yang dintroduksikan dalam mendukung penyediaan pakan sapi di daerah marginal. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Denpasar, 23-24 Oktober 2000. Kerjasama Puslibang Sosek Pertanian dengan Universitas Udayana Denpasar. Hlm: 453-455.
Purwantari N.D. 2005. Forage production of some lesser-known leucaena species grown on acid soil. Indonesian J. Agri Sci 6 (2): 46-51.
Puspaka D. K. 2008. Kebijakan pengembangan pertanian lahan kering di Kabupaten Buleleng. Makalah disampaikan dalam Seminar Pengelolaan Wilayah Lahan Kering Beririgasi yang berkelanjutan yang Berorientasi Agri-bisnis. Buleleng Bali.
Wargadipura S.R., dan E Johan. 1997. Pemberdayaan lamtoro tahan kutu (hantu) utuk pakan ternak. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hlm: 975-979.
Winugroho ,M., B. Haryanto dan K. Ma’sum. 1997. Konsep pelestarian pasokan hijauan pakan dalam usaha optimalisasi produktivitas ternak ruminansia. Prosiding Seminar nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Nopember 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hlm: 195-201.
Yasa I.M.R., I N, Adijaya, IG.A. K’ Sudaratmaja, I K.l. Mahaputra, I W. Trisnawati, J, Rinaldi, DA Eli zabeth, A.K. Wirawan dan A Rachim. 2007. Laporan Akhir Prima Tani di Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Kering Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.
Zulbardi, M., Kuswandi, M. Martawidjaja, C. Thalib dan D. B. Wiyono. 2000. Daun gliricidia sebagai sumber protein pada sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 September 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hlm: 233-241.
105
Discussion and feedback