PEMANFAATAN LAHAN DI BAWAH POHON KELAPA UNTUK HIJAUAN PAKAN SAPI DI SULAWESI UTARA
on
pastura Vol. 2 No. 1 : 21 - 25
ISSN : 2088-818X
PEMANFAATAN LAHAN DI BAWAH POHON KELAPA UNTUK HIJAUAN PAKAN SAPI DI SULAWESI UTARA
Artise H.S. Salendu1 dan Femi H. Elly2
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Bahu Kleak Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia e-mail: 1[email protected]/08124426056 2[email protected]/081310980175
ABSTRAK
Ternak sapi di Sulawesi Utara memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan. Permasalahannya produktivitas ternak sapi rendah yang disebabkan karena pemberian hijauan tidak sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka perlu suatu pengkajian tentang pemanfaatan lahan di bawah kelapa untuk hijauan pakan ternak sapi. Dasar pemikirannya, pertanian di Sulawesi Utara didominasi oleh perkebunan kelapa yang merupakan brand image daerah ini. Pengembangan ternak sapi dapat dilaksanakan dengan model terintegrasi di bawah pohon kelapa yang belum dimanfaatkan secara optimal. Tantangan terbesar dalam pengembangan ternak sapi di Sulawesi Utara pada umumnya adalah masalah pakan. Salah satu faktor yang menentukan produktivitas ternak sapi adalah terjaminnya ketersediaan hijauan pakan yang bermutu. Rumput berkualitas yang dapat diintroduksi yaitu rumput dwarft, dapat menghasilkan produksi rumput sebanyak 288 ton/tahun, setara dengan 22,5 UT/tahun. Kesimpulan, pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan sistem integrasi kelapa-ternak sapi. Lahan di bawah pohon kelapa di Sulawesi Utara dapat dimanfaatkan untuk pengembangan hijauan pakan ternak sapi yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi petani peternak. Saran yang dapat disampaikan bahwa perlu intervensi untuk introduksi hijauan berkualitas dengan memanfaatkan lahan di bawah kelapa.
Kata kunci: ternak sapi, hijauan, pakan, kelapa
LAND UTILIZATION UNDER THE COCONUT TREE TO FORAGE FOR CATTLE IN NORTH SULAWESI
ABSTRACT
Cattle in North Sulawesi has a comparative advantage to develop.The problem of low productivity of cattle caused by the provision of forage does not comply with the recommended requirements. Based on these ideas it is necessary to an assessment of the use of land under coconut for forage. Rationale, agriculture in North Sulawesi is dominated by coconut plantation which is the brand image of this area. Cattle development can be implemented with the integrated model under a coconut tree that has not been used optimally. The biggest challenge in the development of cattle in North Sulawesi in general is a matter of the feed. One of the factors that determine the productivity of cattle is ensuring availability of quality forage. Grass quality is introduced to dwarft grass which can produce as much as 288 tons/year, equivalent to 22.5AU/year. Conclusion, cattle development can be done with system of coconut-cattle integration. Land under coconut trees in North Sulawesi can be utilized for the development of cattle forage that can provide greater benefits for farmers. The advice can be given that the necessary interventions to introducing forage quality by utilizing land under coconut.
Keywords : cattle, forage, feed, coconut
PENDAHULUAN
Sektor pertanian di Sulawesi Utara merupakan sektor yang memberikan kontribusi cukup besar bagi perkembangan perekonomian baik lokal, regional maupun nasional, sehingga pembangunan pertanian dan pedesaan menjadi prioritaspembangunan di Sulawesi Utara.Paradigma pembangunan pertanian masa depan menurut Salendu (2011) adalah pembangunan pertanian berkelanjutan yang berbudaya industri, berdaya saing global, dan berpendekatan ekosistem. Paradigma pembangunan tersebut berlaku juga untuk pembangunan pertanian di Sulawesi Utara.
Sub sektor peternakan di Sulawesi Utara merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian saat ini dan ke depan. Menurut Salendu dan Elly (2011), peternakan di Sulawesi Utara masih didominasi oleh ternak sapi yang merupakan komoditas andalan daerah ini. Ternak sapi memiliki potensi untuk dikembangkan dilihat dari peranan ternak sapi bagi masyarakat dan potensi sumberdaya yang tersedia di Sulawesi Utara. Beberapa peran dari ternak sapi diantaranya, sebagai sumber bahan makanan bagi masyarakat berupa daging, sumber pendapatan bagi rumahtangga di pedesaan, sumber tenaga kerja, penyedia lapangan kerja, tabungan dan sumber devisa yang potensil serta sumber pupuk organik
untuk perbaikan kualitas tanah. Potensi sumberdaya lahan, pakan, sumberdaya ternak dan sumberdaya manusia yang tersedia sangat mendukung pengembangan ternak sapi di Sulawesi Utara. Kondisi seperti dijelaskan di atas menunjukkan bahwa Sulawesi Utara memiliki keunggulan kompartif sektor peternakan khususnya ternak sapi. Tetapi menurut Najoan (2011), keunggulan komparatif ternak sapi di Sulawesi Utara masih perlu ditingkatkan sebagai upaya merespon program pemerintah dalam swasembada daging sapi 2014.
Permasalahannya produktivitas ternak sapi di Sulawesi Utara dilihat dari dalam kemampuannya dalam penyediaan daging masih rendah. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi maka dilakukan impor. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi permintaan daging yang semakin meningkat dan diikuti dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat (Tumober, 2012).Rendahnya produktivitas ternak sapi di Sulawesi Utara diantaranya disebabkan karena pemberian pakan (hijauan) yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak sapi. Selain itu, sebagian besar petani peternak masih memanfaatkan rumput yang tumbuh liar dan limbah pertaniansebagai pakan sapi.Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyediaan pakan hijauan adalah memanfaatkan lahan di bawah pohon kelapa. Berdasarkan pemikiran di atas maka perlu suatu pengkajian tentang pemanfaatan lahan di bawah pohon kelapa untuk hijauan pakan ternak sapi di Sulawesi Utara.
DASAR PEMIKIRAN
Pertanian di Sulawesi Utara masih didominasi oleh perkebunan kelapa yang merupakan brand image daerah ini (Salendu dan Elly, 2011). Hal ini dapat dilihat dari penggunaan lahan untuk perkebunan (termasuk perkebunan kelapa) sebesar 20,09% dari luas lahan di Sulawesi Utara. Petani peternak memanfaatkan lahan di bawah kelapa untuk menggembalakn ternak sapi. Sebagian petani memanfaatkan lahan perkebunan kelapa dengan tanaman jagung, tetapi sebagian besar lahan di perkebunan kelapa tidak dimanfaatkan.
Menurut Haryanto (2009) bahwa perlu dilakukan beberapa cara sebagai upaya peningkatan produktivitas ternak sapi, diantaranya dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pakan lokal. Salah satu cara yang merupakan alternatif yang dapat dipilih untuk mencukupi kebutuhan pakan adalah integrasi tanaman kelapa dan ternak sapi (Salendu, 2012). Salendu dan Elly (2011) mengemukakan bahwa pengembangan ternak sapi di Sulawesi Utara dapat dilaksanakan dengan model terintegrasi di bawah pohon kelapa yang sekarang ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pola integrasi tanaman kelapa-ternak sapi mempunyai banyak keuntungan diantaranya tersedianya sumber pakan (Mansyur, et al. 2009). Lahan di bawah pohon kelapa dimaksud dapat dimanfaatkan sebagai lahan untuk pengembangan hijauan makanan ternak.
PEMBAHASAN
Secara umum bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh hewan atau ternak, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al. 1983). Pakan sendiri dapat digolongkan ke dalam sumber protein, sumber energi dan sumber serat kasar. Hijauan makanan ternak merupakan sumber serat kasar yang utama. Yang dimaksud dengan hijauan makanan ternak adalah semua pakan sumber serat kasar yang berasal dari tanaman, khususnya bagian tanaman yang berwarna hijau. Menurut Devendra (1990), pakan ternak bisa dibagi menjadi lima jenis yaitu hijauan makanan ternak, sisa hasil pertanian, hasil ikutan pertanian, limbah agroindustri dan pakan non konvensional.
Hijauan makanan ternak merupakan salah satu bahan pakan ternak sapi dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar terdiri dari rumput gajah, rumput australia, daun jagung, rumput setaria, glirisidia, daun lamtoro, daun gamal. Hijauan kering terdiri dari: jerami padi dan jerami jagung.
Salah satu faktor yang menentukan baik buruknya pertumbuhan ternak sapi adalah pakan potensial. Ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan kendala utama dalam pengembangan ternak sapi. Keterbatasan pengadaan hijauan ini berakibat rendahnya produksi ternak khususnya selama musim kemarau. Secara umum kondisi tersebut dapat menghambat peluang pengembangan populasi ternak sapi.
Tantangan terbesar dalam pengembangan ternak sapi di Sulawesi Utara bahkan di Indonesia pada umumnya adalah masalah pakan (Elly, 2008). Selanjutnya salah satu faktor yang menentukan produktivitas ternak sapi adalah terjaminnya ketersediaan hijauan pakan yang bermutu. Menurut Mansyur et al. (2005), padang rumput sebagai penghasil hijauan pakan telah banyak tergusur dan beralih fungsi menjadi pemukiman, tanaman pangan, dan industri akibat laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi.Tola et al (2007) mengemukakan bahwa berkurangnya lahan-lahan subur menyebabkan pengembangan peternakan menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama terhadap ketersediaan sumberdaya lahan.Tersedianya pakan ternak yang cukup jumlah maupun mutunya dan berkesinambungan, merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan ternak sapi.
Seperti diketahui, pakan hijauan merupakan sumber makanan utama bagi ternak sapi. Menurut Santoso (1989), ternak besar akan mengkonsumsi hijauan sebesar 10% dari berat badannya atau sekitar 20 - 25 kg/ekor/hari. Dengan demikian, kebutuhan ternak tersebut tentunya sangat diperlukan penyediaan pakan yang cukup dan berkesinambungan. Haryanto (2009) mengemukakan bahwa kemampuan produksi ternak yang relatif rendah tergantung kualitas dan kuantitas pakan yang tersedia.
Pengembangan peternakan berkelanjutan di Sulawesi Utara menurut Salendu dan Elly (2011) dapat dilakukan
dengan mengembangkan model integrasi kelapa dan ternak sapi. Integrasi yang tinggi dari tanaman dan ternak sering dipertimbangkan sebagai langkah ke depan (Rota dan Sperandini, 2010). Lebih lanjut menurut Ahmed et al (2011) bahwa pola usahatani terintegrasi adalah sistem pertanian terbaik dalam hal sumberdaya, efisiensi, produktivitas, produksi dan suplai makanan.
Sebagian petani peternak di Sulawesi Utara memelihara ternak sapi di bawah pohon kelapa. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa petani peternak melakukan proses produksi kelapa dan ternak sapi tidak saling terintegrasi. Lahan di bawah pohon kelapa belum dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan hijauan pakan ternak.
Menurut Salendu (2012), proses produksi yang terintegrasi di Minahasa Selatan menunjukkan lahan di bawah pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk tanaman pakan ternak (hijauan atau leguminosa). Menurut Dolev and Kimhi (2010), faktor luas lahan adalah penentu kelangsungan hidup pertanian termasuk sub sektor peternakan.
Pengembangan hijauan di bawah pohon kelapa dapat dilakukan dengan mengintroduksi rumput yang berkualitas, misalnya rumput dwarft. Upaya ini menunjukkan adanya inovasi tehnologi pakan ternak. Inovasi tehnologi ini dapat dilakukan melalui sistem integrasi kelapa ternak sapi. Sistem integrasi ini menurut Haryanto (2009) dapat memberikan peluang yang menggembirakan menuju green and clean agricultural development.
Untuk 1 Ha lahan kelapa dihitung sebesar 0,8 Ha lahan hijauan membutuhkan bibit rumput dwarft sebanyak 16.000 stek. Rumput tersebut dapat ditanam di bawah pohon kelapa dengan jarak 1 m X 0,5 m. Produksi rumput dwarft sebanyak 4 kg per m2. Dalam satu tahun dapat dilakukan 9 kali pemotongan rumput, dengan demikian rumput yang dihasilkan untuk 1 Ha lahan di bawah kelapa adalah sebesar 288 ton per tahun. Rumput yang dihasilkan sebanyak 288 ton setara dengan 22,5 UT (Unit Ternak)/tahun.
Hasil penelitian Salendu (2012) di Kabupaten Minahasa Selatan menunjukkan bahwa jumlah ternak sapi milik petani peternak sebagai responden berkisar antara 2 – 8 ekor atau rata-rata 3,4 ekor. Total pemilikan ternak sapi sebanyak 297 ekor (< 1 tahun 34 ekor; 1-<2 tahun 61 ekor dan >2 tahun 202 ekor) adalah setara dengan 241 UT. Berarti rata-rata unit ternak per responden adalah 2,80 UT (Salendu, 2012). Apabila lahan di bawah pohon kelapa seluas 1 ha ditanami rumput dwarft dapat dimanfaatkan oleh 22,5 UT/tahun. Kondisi ini menunjukkan ternak sapi masih bisa ditambahkan lagi sebanyak 19,70 UT per tahun untuk setiap responden di Kabupaten Minahasa Selatan sesuai hasil penelitian Salendu (2012). Hasil perhitungan pendapatan yang diperoleh apabila petani mengembangkan hijauan pakan ternak untuk lahan di bawah pohon kelapa seluas 1 ha dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani hijauan di bawah pohon kelapa seluas 1 ha*)
No |
Uraian |
Jumlah (Rp/Tahun) |
1 |
Biaya sarana produksi | |
A. Biaya bibit |
1.600.000,00 | |
B. Biaya pupuk kompos |
3.750.000,00 | |
2 |
Biaya tenaga kerja |
480.000,00 |
3 |
Total biaya |
5.830.000,00 |
4 |
Penerimaan |
144.000.000,00 |
Pendapatan (4-3) |
138.170.000,00 |
Keterangan : *) Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang diperhitungkan
Analisis pada Tabel 1 dilakukan dengan menggunakan asumsi : 1) biaya bibit rumput dwarft Rp 100/stek; 2) biaya pupuk untuk 1 Ha lahan menggunakan pupuk kompos mengacu pada Suwandi (2005), sebesar 1.25 ton/Ha dengan harga pupuk kompos Rp 3000/kg; 3) biaya tenaga kerja dihitung berdasarkan upah sewa yang berlaku Rp 60.000/hari untuk olah lahan dan tanam; 4) harga jual rumput Rp 500/kg.
Berdasarkan data pada Tabel 1 mengindikasikan bahwa apabila lahan di bawah pohon kelapa ditanami rumput berkualitas dan rumput tersebut dijual kepada petani peternak lain maka petani peternak yang memiliki lahan kelapa seluas 1 Ha dapat memperoleh penerimaan sebesar Rp 138.170.000 per tahun. Selain itu, penanaman hijauan pakan ternak juga dapat bermanfaat dalam mengurangi emisi CO2 (Salendu, 2012). Fenomena ini menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di bawah pohon kelapa dapat memberikan manfaat lebih besar bagi petani peternak di Sulawesi Utara.
Pengelolaan penanaman rumput di bawah pohon kelapa harus sesuai dengan yang dianjurkan (Salendu, 2012). Artinya penggembalaan harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi over grazing. Menurut Rahim (2006), permasalahan erosi dapat timbul akibat rumput penutup (cover grass) digembalai secara berlebihan (over grazing). Menurut Salendu (2012), pengendalian erosi di lahan penggembalaan sangat ditentukan oleh jumlah ternak yang digembalakan pada satu areal padang rumput (stocking rate). Lebih lanjut dinyatakan bahwa jumlah ternak yang digembalakan sebaiknya tergantung pada kapasitas tampung (carring capacity) lahan di bawah pohon kelapa. Menurut Kementerian Pertanian (2010), kapasitas tampung adalah kemampuan lahan untuk menampung ternak per satuan ternak per satuan luas sehingga memberikan hasil yang optimal. Nilai kapasitas tampung (carring capacity) di Kabupaten Minahasa Selatan sesuai hasil analisis Salendu (2012) diperoleh sebesar 27,53. Artinya berdasarkan luas lahan kelapa yang tersedia maka populasi riil masih dapat ditingkatkan sampai 27,53 kali.
SIMPULAN DAN SARAN
Pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan sistem integrasi kelapa-ternak sapi. Lahan di bawah pohon kelapa di Sulawesi Utara dapat dimanfaatkan untuk pengembangan hijauan pakan ternak sapi yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi petani peternak.
Saran yang dapat disampaikan bahwa perlu intervensi
untuk introduksi hijauan berkualitas dengan memanfaatkan lahan di bawah kelapa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, N., K. K. Zander and S. T. Garnett. Socioeconomic aspects of rice-fish farming in Bangladesh: opportunities, challenges and production efficiency. Australian J. Agric and Resour Ec. 55 (2011), 2 (April) : 199–219.
Devendra, C. 1990. Feed Resource Development and Utilisation in Crop-Animal System in the Asian region. Paper presented at the 3rd Crop-Animal Farming Systems Workshop, Dhaka, Bangladesh.
Dolev, Y and A. Kimhi. 2010. Do family farms really converge to a uniform size? The role of unobserved farm efficiency. Austr J. Agric and Resourc Ec. 54 (2010), 1 (January) : 119-136.
Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya Transaksi Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Haryanto, B. 2009. Inovasi Tehnologi Pakan Ternak Dalam Sistem integrasi Tanaman-Ternak Berbasis Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Pengembangan Innovasi Pertanian 2 (3). 2009: 163-176.
Kementerian Pertanian. 2010. Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian Dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan. Blue Print. Kement-erian Pertanian, Jakarta.
Mansyur., N.P. Indrani dan I. Susilawati. 2005. Peranan Legu-minosa Tanaman Penutup pada Sistem Pertanian Jagung untuk Penyediaan Hijauan Pakan. Seminar Nasional Tehnologi Peternakan dan Veteriner.
Mansyur., N.P. Indrani., I. Susilawati dan T. Dhalika. 2009. Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Pakan di Bawah Naungan Perkebunan Pisang. Lemlit Universitas Padjadjaran, Bandung.
Najoan, M. 2011. Respon Fakultas Peternakan Dalam Menunjang Pembangunan Peternakan yang Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional : Strategi Pembangunan Peternakan Masa Depan Melalui Pendekatan Eco-Farming. Di Tompaso 13 September 2011. Fakultas Peternakan UNSRAT, Manado.
Rahim, S.E. 2006. Pengendalian Erosi Tanah. Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Akasara, Jakarta.
Rota, A and S. Sperandini. 2010. Integrated Crop-Livestock Farming Systems. Livestock Thematic Papers. Tools for Project Design. IFAD, International Fund for Agricultural Development, Rome, Italy.
Salendu, A.H.S dan F.H. Elly. 2011. Model Integrasi Kelapa-Ternak Sapi Sebagai Suatu Pendekatan Ecofarming di Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Nasional. Strategi Pengembangan Peternakan Masa Depan Melalui Pendekatan Eco-Farming. Fakultas Peternakan. UNSRAT, Manado, Sulawesi Utara.
Salendu, A.H.S. 2011. Pengembangan Ternak Sapi Lokal Berwawasan Lingkungan di Sulawesi Utara. Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi dan Kesehatan. Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat bagi Pembangunan di Indonesia. Vol. 2, No 1 Th 2011. Unisba, Bandung.
Salendu, A.H.S. 2012. Perspektif Pengelolaan Agroekosistem Kelapa-Ternak Sapi di Minahasa Selatan. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Santoso. B. T. 1989. Farm Forestri Penyediaan Hijauan Makanan Ternak. Poultry Indonesia. No 118 Th ke-X. Hal : 47 - 50.
Suwandi. 2005. Keberlanjutan Usahatani terpadu Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu Di Kabupaten Sragen : Pendekatan RAP-CLS. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tillman, A. D., H. Hari., R. Soedomo., P. Soeharto dan L. Soekanto. 1983. Ilmu Makan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Prees. Fakulas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Tola, T, P.T. Balla, dan B. Ibrahim. 2007. Analisis Daya Dukung dan Produktivitas Lahan Tanaman Pangan Di Kecamatan Batang Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan.Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 7 No. 1 (2007). p: 13-22.
Tumober, I.F., F.H. Elly., J. Lainawa dan F.N. Oroh. Analisis Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Di Sulawesi Utara. Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional “Teknologi dan Agribisnis Peternakan Dalam Menunjang Pemenuhan Protein Hewani Nasional” Tanggal 9 Juni 2012 di Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto.
24
Discussion and feedback