PRODUKSI BAHAN KERING, KOMPATIBILITAS BIOLOGIS DAN KUALITAS TANAMAN CAMPURAN RUMPUT BENGGALA (Brachiaria decumbens) DAN CENTRO (Centrosema pubescens)
on
pastura Vol. 2 No. 1 : 17 - 20
ISSN : 2088-818X
PRODUKSI BAHAN KERING, KOMPATIBILITAS BIOLOGIS DAN KUALITAS TANAMAN CAMPURAN RUMPUT BENGGALA (Brachiaria decumbens) DAN CENTRO (Centrosema pubescens)
Muhammad Rusdy
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Jl.Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar
No.HP. 130878533, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menentukan produksi bahan kering, kompatibilits biologis dan kualitas tanaman campuran rumput benggala (Panicum maximum) dengan centro (Centrosema pubescens) yang ditanam pada populasi yang berbeda. Populasi rumput benggala yang ditanam adalah 4, 3, 2, 1 dan 0 tanaman /pot yang dikombinasikan dengan penanaman centro dengan populasi 4, 3, 2, 1 dan 0 tanaman/pot. Tanaman dipupuk dengan pupuk fosfat dengan dosis 0, 100 dan 200 kg/ha dan dipanen dengan interval 30, 45 dan 90 hari. Hasil penelitian memperlihatka bahwa produksi bahan kering tanaman campuran lebih tinggi dari pada rumput benggala atau centro yang ditanam secara monokultur. Rumput benggala kompatibel ditanam bersama dengan centro karena produksi relatifnya lebih besar dari 1. Dengan meningkatnya proporsi centro dan makin pendeknya interval panen, kadar NDF dan ADF makin menurun dan sebaliknya nilai pakan relatif dan kualitas hijauan relatif makin meningkat. Berdasakan kriteria kadar serat, kualitas rumput benggala dan centro, baik yang ditanam sendiri-sendiri maupun yang ditanaman bercampur centro tergolong rendah sampai sedang.
Kata kunci: Brachiaria decumbens, Centrosema pubescens, proporsi tanam, interval panen, pemupukan fosfat,produktivitas, kadar serat.
DRY MATTER YIELD, BIOLOGICAL COMPATIBILITY AND FIBRE QUALITY OF Brachiaria decumbens – Centrosema pubescens MIXTURES
ABSTRACT
The objectives of this experiment to determine dry matter yield, biological compatibility and quality of guinea grass (Panicum maximum)- centro (Centrosema pubescens) mixtures planted at different population. Population of guinea grass planted were 4, 3, 2, 1 and 0 plants/pot combined with 0, 1, 2, 3, 4 and 0 of centro/pot. The plants were fertilized with phosphate fertilizer at the doses of 0, 100 and 200 kg P2O5/ha and harvested at interval of 30, 45 and 90 days. Results of experiment showed that dry matter yields of mixed plant were higher than those of guinea grass or centro planted as monoculture. Guinea grass was compatible when planted with centro because their relative yield totals > 1. With increasing centro planting population and decreasing harvest interval, relative feed value and relative forage quality increased. Based on fibre content and quality, the quality of guniea grass and centro, both planted as sole crops and mixture are categorized as low to medium.
Key words : Brachiaria decumbens, Centrosema pubescens, planting proportion, harvested interval, phosphate fertilization, productivity, fibre content.
PENDAHULUAN
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang pertumbuhan penduduknya cukup tinggi tetapi tidak diimbangi dengan kemajuan dalam bidang industri peternakan menyebabkan populasi ternak ruminansia cenderung konstan atau turun. Hal ini disebabkan karena makin banyakya lahan penggembalaan yang dikonversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, industri dan perumahan.
Konversi lahan penggembalaan menjadi lahan pertanian banyak disebabkan karena petani menganggap bahwa dengan beternak sapi pendapatannya lebih rendah dari pada mengusahakan tanaman pangan atau industri. Anggapan ini memang benar apabila petani hanya mengandalkan rumput alam sebagai sumber
pakan yang produktivitasnya rendah dan disertai dengan cara beternak yang masih tradisional. Hasil-hasil penelitian menujukkan betapa rendahnya pertumbuhan sapi yang dipelihara pada rumput alam yaitu hanya 15,8 kg/ha/tahun (Leew, 1981) dan 47 kg/ha/tahun. Namun di sisi lain, terbukti pula betapa tingginya produktivitas rumput unggul seperti rumput gajah kerdil yang mampu menghasilkan pertambahan berat badan 5,88 kg/ha/ hari (Ako, 2006) atau rumput benggala yang mampu menghasilkan pertambahan berat badan 9,24 kg/ha/ hari (Lugao et al. 2009).
Frisch (1978) menyatakan bahwa peningkatan populasi ternak di Indonesia banyak ditentukan oleh keberhasilan penanaman rumput unggul dan pemanfaatannya oleh ternak. Di Sulawesi Selatan banyak jenis rumput unggul yang dikembangkan dan dapat beradaptasi dengan baik
pada kondisi edafik setempat. Salah satu diantaranya adalah rumput benggala (Panicum maximum). Rumput ini sering dijadikan sebagai rumput potongan tetapi kadang-kadang pula dijadikan sebagai rumput gembala. Produksinya cukup tinggi walaupun tidak bias menyamai rumput gajah tetapi kualitasnya lebih baik (Sarjimin dkk, 1004).
Karena produksinya cukup tinggi dan secara berkala harus diambil daunnya, untuk bertumbuh kembali dengan baik, rumput benggala memerlukan kesuburan tanah yang tinggi. Untuk mempertahankan produksi yang tinggi dalam waktu yang lama, dibutuhkan pemberian nutrien dalam jumlah yang cukup. Namum pemupukan dengan dosis tinggi dalam waktu yang lama, membutuhkan biaya besar dan dapat mencemari lingkungan sehingga mengurangi margin keuntungan peternak. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diupayakan untuk mengurangi ketergantungan pada pemupukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan melakukan penanaman campuran dengan legum. Pertanaman campuran rumput dengan legum dapat mengurangi biaya pemupukan karena N yang difiksasi oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis pada legum dapat digunakan oleh legum dan rumput untuk memenuhi kebutuhan nitrogennya.
Pada pertanaman campuran rumput–legum, untuk mempertahankan produksi dan kualitas yang tinggi, harus diusahakan agar spesies penyusunnya dapat hidup kompatibel sehingga produksi tanaman campuran lebih tinggi dari pada tanaman tunggal. Untuk meningkatkan produktivitas dan kompatibilitas biologis tanaman campuran rumput benggala dengan centro harus diusahakan agar daya saing centro dapat ditingkatkan. Daya saing centro berhubungan dengan kecukupan nutrien terutama fosfor dan manajemen panen (Whiteman, 1980). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompatibilitas biologis dan kualitas tanamam rumput benggala dan centro, baik yang ditanam sendiri maupun yang ditanam bercampur berdasarkan kadar serat.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pastura Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dari bulan Mei sampai Desember 2010. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pot-pot kapasitas 5 kg yang diisi dengan tanah yang diambil dari lahan yang ditumbuhi centro. Tanahnya jenis ultisol dengan tekstur lempung liat berpasir dengan pH 7,67, kandungan N total, P205 dan K20 masing-masing 0,40%, 15,54 mg/100 g dan 10,47 mg/100 mg.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan 5 populasi tanam/pot sebagai faktor pertama, 3 interval panen sebagai faktor kedua dan 3 dosis pemupukan fosfat sebagai faktor ketiga. Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Adapun kelima populasi tanam adalah 4 rumput benggala 0 centro (B0C4), 3 rumput benggala 1 centro (B3C1), 2
rumput benggala 2 centro (B2C2), 1 rumput benggala 3 centro (B1C3) dan 0 rumput benggala 4 centro (B0C4)/ pot. Ketiga dosis pupuk fosfat adalah 0, 100 dan 200 kg TSP/ha dan ketiga frekuensi panen adalah panen 3 kali (umur 30, 60 da 90 hari), panen 2 kali (umur 45 dan 90 hari) dan 1 kali panen (umur 90 hari).
Penanaman rumput benggala menggunakan anakan sedangkan centro dengan biji, untuk memperoleh pertumbuhan awal yang seragam, centro ditanam 30 hari sebelum rumput ditanam. Pemupukan fosfat dilakukan 1 minggu sebelum penanaman centro. Untuk merangsang pertumbuhan awal, pada waktu ditanam, centro dipupuk dengan urea dengan dosis 50 kg/ ha. Pada waktu panen, bagian tanaman 5 cm di atas permukaan tanah dipotong lalu dimasukkan ke dalam oven pada temperatur 650 C selama 72 jam. Parameter yang diukur adalah produksi bahan kering, dan kadar NDF dan ADF. Produksi bahan kering relatif (rumput benggala dan centro) dan produksi bahan kering total digunakan untuk menghitung kompatibilitas biologis sedangkan kadar NDF dan ADF digunakan untuk menghitung nilai pakan relatif (relative feed value) dan kualitas hijauan relatif (relative forage quality).
Produksi bahan kering relatif dihitung berdasakan rumus De Wit (1960):
RYG = DMYGC/DMYGG dan
RYC = DMYCG/DMYCC
Dimana:
RYG : produksi bahan kering rumput benggala RYC : produksi bahan kering centro
DMYGG : produksi bahan kering rumput benggala yang ditanam monokultur
DMYCC : produksi bahan kering centro yang ditanam monokultur
DMYGC : produksi bahan kering rumput benggala yang ditanam bersama dengan centro
DMYCG : produksi bahan kering centro yang ditanam bersama dengan rumput benggala
Produksi relatif total (relative yield total) atau nilai kesetaraan lahan (land equivalent ratio) dihitung menurut rumus De Wit (1960):
RYT = (DMYGC/DMYGG) + (DMYCG/DMYCC)
Nilai pakan relatif = (intake bahan kering x daya cerna bahan kering (%)/1,29
Dimana: Intake bahan kering (% berat badan) = 120/% NDF
Daya cerna bahan kering = 88,9 – (0,779 x% ADF) Kualitas hijauan relatif (KHR): Intake bahan kering x nutrien total dapat dicerna. Namum karena pad penelitian ini kadar protein kasar, lemak, protein kasar NDF,daya cerna NDF dan karbohidrat bukan serat tidak dianalisis, untuk memprediksi nilai kualitas hijauan dari nilai pakan relatif digunakan persamaan garis lurus menurut Ward (2008) :
KHR = 1,2464 x KHR – 14,721
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi bahan kering
Produksi bahan kering tanaman monokultur dan
tanaman campuran dapat dilihat pad tabel 1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa populasi tanam dan interval panen memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap produksi bahan kering sedangkan pemupukan fosfat da interaksi populasi tanam dengan interval panen dan dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata.
Tabel 1. Produksi bahan kering tanaman campuran rumput benggala dengan centro (g/pot) pada beberapa populasi tanam dan interval panen
Populasi tanam (per pot) |
Interval panen | |||
30 hari |
45 hari |
90 hari |
Rataan | |
B4CO |
8,63 |
8,90 |
10,10 |
9,20a |
B3C1 |
13,92 |
13,93 |
16,60 |
14,83b |
B2C2 |
14,66 |
14,86 |
17,4 |
15,64b |
B1C3 |
13,40 |
14,83 |
17,50 |
15,24b |
B0C4 |
10,17 |
7,80 |
10,17 |
8,52a |
Rataan |
14,35b |
12,06a |
11,64a |
Keterangan: Huruf yang berbeda pada rataan yang sama menunjukkan perbedaan yang sama (P < 0,05)
Pada Tabel 1 terlihat bahwa produksi bahan kering tanaman campuran rumput benggala dengan centro lebih tinggi dari pada pertanaman murni. Tingginya produksi bahan kering tanaman campuran rumput dengan legum dibandingkan dengan monokultur telah banyak dilaporkan di literatur. Hal ini terutama disebabkan karena terjadinya fiksasi N atmosfir oleh bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar legum. Disamping itu mungkin disebabkan karena perbedaan morfologi dan fisiologi antara rumput benggala dan centro yang memungkinkan dapat memanfaatkan sumber daya pertumbuhan yang lebih efisien.
Makin pendek interval panen, makin rendah produksi bahan kering (Tabel 1). Ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan produksi bahan kering yang tinggi, tanaman campuran atau monokutur membutuhkan interval panen yang panjang. Rendahnya produksi bahan kering pada interval panen 90 hari mungkin disebabkan karena rendahnya kemampuan fotosintesis akibat rendahnya luas daun yang tersisa dan rendahnya kadar karbohidrat cadangan pada pangkal batang dan akar.
Kompatibilitas biologis
Kompatibilitas biologis yang diukur dari produksi relatif dan produksi total dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 2 terlihat produksi relatif total keriga jenis populasi tanaman campuran semuanya >1. Ini
Tabel 2. Produksi relatif rumput benggala (PRB), produksi relatif centro (PRC) dan produksi relatif total (PRT) tanaman campuran rumput benggala-centro
Proporsi Interval 30 hari Interval 45 hari Interval 90 hari
Tanaman PRB PRC PRT PRB PRC PRT PRB PRC PRT
B3C1 0,74 0,76 1,50 0,82 0,85 1,67 0,90 0,781,68
B2C2 0,73 0,79 1,52 0,78 0,79 1,57 0,82 0,851,6
B1C3 0,63 0,77 1,40 0,68 0,80 1,48 0,68 0,821,50
menunjukkan bahwa ketiga populasi tanaman campuran cukup kompatibel untuk ditanam bersama. Selanjutnya terlihat bahwa bahwa tanaman campuran B3C1 dan B2C2 yang dipanen dengan interval 90 hari menghasilkan produksi relatif total tertinggi. Tinggiya produksi relatif total rumput benggala yang ditanam bersama dengan legum lain seperti tropical kudzu (Ezenwa et al., 1996), Stylosanthes guyanensis dan Aeschynomene histrix (Ajayi et al., 2007) juga telah dilaporkan. Hal ini mungkin disebabkan karena terjadinya fiksasi N oleh legum yang dapat dimanfaatkan oleh rumput benggala dan pemanfaatan sumber daya pertumbuhan tanaman yang lebih efektif dan efisien.
Indeks pakan relatif dan kualitas hijauan relatif
Nilai pakan relatif dan kualitas hijauan relatif diperlihatkan pada Tabel 3.
Pada tabel 3 terlihat bahwa dengan panjangnya interval panen dan makin meningkatnya populasi centro, nilai pakan relatif dan kualitas hijauan relatif makin meningkat. Ini menunjukkan bahwa dengan makin tuanya tanaman dan makin tingginya proporsi rumput benggala yang ditanam bersama dengan centro, kualitas hijauan makin menurun. Ini disebabkan karena makin tua tanaman dan makin banyak proporsi rumput, kadar karbohidrat struktural yang diukur dari kadar NDF dan ADF-nya makin tinggi.
Nilai pakan relatif 100 menunjukkan bahwa hijauan tersebut kualitasnya sama dengan alfalfa yang sudah berbunga seluruhnya dengan kadar NDF 53% dan ADF 41%. Hijauan dengan nilai pakan relatif lebih besar 100 lebih tinggi kualitasnya dari pada alfalfa yang sudah berbunga seluruhnya, demikian pula sebaliknya. Pada penelitian ini nilai pakan relatif dan kualitas hijauan relatif bervariasi antara 84,56 - 136,36. Apabila mengacu pada kualitas hijauan yang dikemukakan oleh Garcia et al. (2003) yang membagi kualitas hijauan atas prima, kelas 1 sampai 5, maka kualitas hijauan pada hasil penelitian ini termasuk kelas dua sampai kelas empat.
Tabel 3. Nilai pakan relatif dan kualitas hijauan relatif tanaman monokultur dan tanaman Campuran rumput benggala pada interval panen yang berbeda.
Populasi Tanaman |
Indeks pakan relatif Kualitas hijauan relatif Interval panen (hari) Rataan Interval panen (hari) Rataan 30 45 90 30 45 90 |
B4C0 B3C1 B2C2 B1C3 B0C4 Rataan |
100,14 92,43 84,56 92,38 110,09 100,72 90,69 100,49 108,73 105,91 88,64 101,09 127, 72 112,73 97,42 112,62 114,91 103,56 96,87 105,11 105,11 117,29 106,01 117,27 117,27 108,10 101,05 108,81 131,44 120,01 111,23 120,89 121,21 112,23 110,86 115,10 136,36 125,16 123,45 128,32 112,45 104,45 96,40 126,82 115,91 105,75 |
KESIMPULAN
-
1. Pertanaman campuran rumput benggala dengan legum sangat cocok digunakan untuk meningkatkan produksi bahan kering dan kompatibilitas biologis antara kedua spesies
-
2. Peningkatan proporsi centro pada pertanaman campuran dengan rumput benggala dan interval panen yang pendek meningkatkan mutu hijauan pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ajayi, F.T., O.J. Babayemi and A.A. Taiwo, 2007. Effects of Stylosanthes guyanensis and Aeschynomene histrixon the yield, proximate composition. Livestock Research for Rural Development, 19 (3).
Ako, A. 2006.Rotatioal grazing system of dwarf napier grass pasture by beef cows. J. Seri Hayati, 9 : 80 – 87
Ezenwa, L., A.Oluwatoyin A.Aribisala and M.E Akenova, 1996.
Research note: Dry matter yield of
Panicum and Brachiaria with nitrogen fertilization in an oil plantation. Trop.Grassld, 30: 414 - 417
Garcia,A., N. Thiex, K. Kalscheur and K. Tjardes, 2003. Interpreting Hay and haylage Analysis. College of Agriculture & Biological Sciences / South Dakota State University / USDA
Va Soest, P.J., J.B. Roberston and B.A. Lews. 1991. Methods for dietary fibre. neutral detergent fibre an non-strach polysaccharides in relation to animal production. J. Dairy Sci., 74: 3583 – 3597
Ward, R. and M.B.D. Ondorza, 2008.Relative Feed Value (RFV) vs Relative Forage Quality (RFQ). Cumberland Valley Analytical Services, Inc., Hagerstown, MD.
20
Discussion and feedback