PENAMBAHAN INOKULUM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JERAMI KEDELAI EDAMAME (Glycine max var Ryokhoho) SEBAGAI PAKAN TERNAK
on
pastura Vol. 2 No. 1 : 25 - 29
ISSN : 2088-818X
PENAMBAHAN INOKULUM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JERAMI KEDELAI EDAMAME (Glycine max var Ryokhoho) SEBAGAI PAKAN TERNAK
Nafiatul Umami, Heny Marlina Wijayanti, Dyah Afryana Miftah Nurdani, Ristianto Utomo, R. Djoko Soetrisno, Bambang Suhartanto, Bambang Suwignyo, Cahyo Wulandari
Lab. Hijauan Makanan Ternak dan Pastura, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Fauna No 3 Kampus Bulaksumur UGM, Yogyakarta, 62 274 513 363, [email protected]
ABSTRAK
Pengaruh umur panen dan penambahan inokulum rhizobium terhadap produktivitas kedelai edamame diamati dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan dalam rumah kaca dengan menggunakan tanah regosol dalam polybag, dirancang dengan pola faktorial 2x2 faktor perlakuan dengan 5 kali ulangan dalam desain rancangan acak lengkap dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s multiple range test (DMRT). Faktor umur panen (U) terdiri dari 65 hari (U1) dan 75 hari (U2); faktor inokulasi (I) terdiri dari penambahan inoculum (I1) dan tanpa penambahan inokulum (I0). Hasil menunjukkan bahwa pada berat kering tanaman bagian bawah, produksi bahan kering (BK) dan produksi bahan organik (BO) jerami, protein kasar (PK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) lebih tinggi (P<0,01) dan abu jerami lebih tinggi (P<0,05) pada U1 dibandingkan dengan U2. Produksi BK dan produksi BO polong pada U1 lebih tinggi (P<0,05) daripada U2. Pada U2 menghasilkan serat kasar (SK) lebih tinggi (P<0,01) daripada U1. Produksi BK dan BO jerami serta PK jerami lebih tinggi (P<0,01) dan BK tanaman bagian bawah, SK, BETN jerami lebih tinggi (P<0,05) pada I1 daripada I0. Abu jerami pada I0 lebih tinggi (P<0.05) daripada I1. Interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh (P<0.05) terhadap PK dan abu jerami. Interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap BK tanaman bagian bawah, SK, BETN, produksi BK dan produksi BO jerami dan polong kedelai edamame. Faktor I, U dan interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap ekstrak ether (EE) jerami. Pada analisis kecernaan bahan kering in vitro, dan kecernaan bahan organik in vitro menunjukkan bahwa legin tidak berpengaruh pada kecernaan jerami. Pada U1 menunjukkan kecernaan yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan U2. Interaksi kedua faktor tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering in vitro.
Kata kunci: kedelai edamame, umur panen, inokulum, produktivitas, komposisi kimia, kecernaan in vitro.
THE EFFECT OF RHIZOBIUM INOCULATION ON INCREASING PRODUCTIVITY OF EDAMAME SOYBEAN STRAW (Glycine max var. Ryokhoho) AS FEEDING MATERIAL.
ABSTRACT
This research was conducted to investigated the effect of rhizobium inoculation and harvesting time on the productivity of edamame and the chemical composition in the straw edamame. This study was planted edamame soy bean seed. This experiment was carried out in green house used regosol soil in polybag, 2x2 factorial experiment with five replication was arranged in completely randomized design, continued by Duncan’s multiple range test (DMRT) for the significant result. The first factor was harvesting time (U) consisting of harvested at 65 days (U1) and harvested at 75 days (U2); the second factor was inoculant (I) consisting of with inoculation (I1) and without inoculant (I0). The result of the study showed, that underground dry weight (DW) mass yield and DM and OM straw productions, crude protein (CP), nitrogen free extract (NFE) of UP1 were higher (P<0.01) and ash of straw were higher(P<0.05) than UP2. DM and OM pod productions of UP1 was also superior (P<0.05) than UP2. UP2 resulted better fiber crude (FC) (P<0.01) than UP1. Inoculation (L1) resulted better DM and OM straw productions and CP of straw (P<0.01), and underground DW mass yield, FC, NFE of straw were affected (P<0.05) by interaction between treatments. Underground DW mass yield, FC, NFE, DM and OM of straw, and pods productions were not affected by interaction. And all the treatments were also not affected ether extract (EE) of straw.The results of experiment shown that legin factor not signification of in vitro digestibility. The harvest time (U1) was higher (P<0.05) than harvested at 75 days. Interaction among two factors not significant on in vitro organic matter digestibility.
Keywords: Edamame straw, harvesting time, inoculation, productivity, chemical composition, in vitro digestibility.
PENDAHULUAN
Kedelai termasuk jenis kacang-kacangan. Batangnya kecil, bercabang banyak, buahnya berbentuk polong, bijinya banyak, mengandung protein dan lemak (Yandianto, 2003). Kedelai merupakan salah satu legum yang sangat penting untuk pangan dan juga pakan. Kandungan protein yang tinggi pada kedelai sangat penting untuk suplai asam amino esensial bagi manusia maupun ternak. Penggunaan kedelai sebagai bahan pakan dapat dari biji ataupun jeraminya. Semakin meningkatnya kebutuhan protein hewani asal ternak, semakin meningkat pula kebutuhan pakan untuk ternak. Pemenuhan kebutuhan ini dapat diupayakan untuk diatasi dengan usaha peningkatan kualitas produksi tanaman pakan yang sekaligus limbahnya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Permasalahan dalam pengadaan bahan pakan, terutama hijauan makanan ternak adalah minimnya lahan yang digunakan secara khusus untuk menanam tanaman pakan serta kurangnya lahan produktif. Kedelai dikenal sebagai pakan ternak, baik ternak ruminansia maupun non ruminansia, dengan memanfaatkan biji juga jeraminya. Biji kedelai biasanya digunakan dalam bentuk tepung dan bungkil, sedangkan jerami dapat diberikan dalam bentuk segar atau awetan.
Edamame adalah kedelai yang berasal dari Jepang yang memiliki ukuran tanaman dan biji lebih besar dari kedelai biasa juga memiliki umur panen yang relatif singkat. Adisarwanto (2006) menyatakan bahwa tanaman kedelai membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhan dan produktivitasnya. Kedelai memiliki kemampuan menggunakan nitrogen bebas udara untuk dijadikan sumber N bagi tanaman, kemampuan ini dikarenakan adanya simbiosis mutualisme dengan bakteri rhizobium. Rhizobium tidak tersedia di tanah jika belum pernah ditanami kedelai. Selain itu untuk pembentukan bintil akar yang efektif diperlukan kesesuaian rhizobium dengan tanaman legumnya. Oleh karena itu inokulasi bakteri tersebut kedalam tanah yang belum pernah ditanami kedelai menjadi penting (Sumarno dan Harnoto, 1983). Inokulasi rhizobium merupakan salah satu cara meningkatkan efektivitas tanaman kedelai edamame untuk memenuhi kebutuhan akan N.
Tanaman kedelai dibudidayakan sebagai penghasil biji dan hijauan pakan, oleh karena itu penentuan umur panen yang tepat sangat penting untuk menjamin kualitas dan kuantitas biji dan jerami yang dihasilkan. Kedelai edamame dapat dipanen saat polong masih segar untuk konsumsi sayur maupun pada saat polong sudah tua untuk pembuatan tempe, tahu, kecap dan produk makanan lainnya. Panen pada saat masih muda menyebabkan nilai gizi yang terkandung dalam polong juga tinggi dengan kandungan air yang juga lebih tinggi dibandingkan panen pada saat sudah tua.
Sistem perakaran kedelai terdiri dari akar tunggang dan serabut, pada akar inilah terdapat simbiosis dalam pemanfaatan nitrogen. Nitrogen dibutuhkan tanaman kedelai dalam jumlah banyak untuk menunjang
pertumbuhan dan produktivitasnya. Kelebihan tanaman kedelai sebagai tanaman legum adalah kemampuannya memenuhi kebutuhan nitrogen dari nitrogen udara bebas. Kemampuannya menggunakan nitrogen bebas karena adanya simbiosis dengan bakteri rhizobium. Adisarwanto (2006) menyatakan rhizobium terdapat dalam tanah yang sering ditanami kedelai, tetapi tidak ada pada tanah yang belum ditanami. Selain itu rhizobium yang serasi diperlukan untuk menjamin terbentuknya bintil akar yang efektif. Oleh karena itu penularan (inokulasi) bakteri tersebut kedalam tanah yang belum pernah ditanami kedelai sangatlah penting (Sumarno dan Harnoto, 1983). Inokulasi rhizobium merupakan salah satu cara meningkatkan efektivitas tanaman kedelai edamame untuk memenuhi kebutuhan akan N.
Penambahan inokulum rhizobium dan umur panen sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil biji dan jerami yang berkualitas baik sebagai bahan pakan dan pangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan inokulum dan umur panen terhadap produktivitas kedelai edamame. Untuk mengetahui kualitas bahan pakan yang baik dapat diamati dari parameter tingkat kecernaan pakan. Pada penelitian ini dilakukan uji kecernaan secara in vitro untuk mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan organiknya.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di green house Fakultas Pertanian dan di Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Pastura, Universitas Gadjah Mada. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai edamame varietas Ryokhoho. Inokulasi dengan menggunakan Rhizobium japonicum yang didapat dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Tanah penelitian dengan menggunakan tanah jenis regosol dari Karangmalang Yogyakarta.
Penelitian dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola factorial 2x2 (Steel dan Torrie, 1993) yaitu umur panen sebagai faktor pertama dan legume inokulan (legin) sebagai faktor kedua. Masing masing berlevel dua yaitu U1 (umur panen 65 hari), U2 (umur panen 75 hari) dan I0 (benih tanpa diinokulasi) serta I1 (benih dengan diinokulasi). Masing masing perlakuan dengan lima ulangan.
Sebanyak 10 kg tanah dimasukkan di polybag dengan penempatan di rumah kaca dengan jarak 0,5 x 0,5 m dan penempatan dilakukan secara acak. Pupuk TSP, KCl dan urea diberikan sebagai pupuk dasar dan pupuk selama pemeliharaan. Rhizobium legin diberikan dengan dosis 30 g untuk 8 kg benih kedelai. Penanaman dilakukan dengan melubangi sedalam 2 cm di sekeliling polybag sebanyak 4 lubang, dengan satu benih pada setiap lubangnya. Penjarangan dilakukan pada umur 10 hari dari tanam dengan menyisakan 2 tanaman pada setiap polybag. Penyiangan dan pemberantasan hama dilakukan selama pemeliharaan. Penyiraman dilakukan satu hari
sekali sampai mencapai kapasitas lapang. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 65 hari (U1) dan 75 hari (U2). Pemisahan antara komponen bagian atas dan bagian bawah dilakukan dengan memotong bagian atas tanaman 5 cm diatas permukaan tanah di polybag. Akar yang tertinggal dalam polybag disiram dengan air selang secara perlahan agar bintil akar tidak lepas dari akar sampai terpisah dari tanah. Bintil yang efektif dihitung dengan cara mengamati jumlah bagian dalam bintil yang berwarna kemerahan. Sampel jerami, polong dan bagian bawah kedelai diambil dan dianalisis untuk mengetahui berat kering (gram/ polybag) untuk tanaman bagian bawah. Sedangkan untuk jerami dan polong dianalisis bahan kering dan bahan organiknya menggunakan metode AOAC (2005). Sampel jerami dilanjutkan uji analisis proksimat untuk mengetahui komposisi kimianya dilanjutkan analisis kecernaan bahan kering dan bahan organic secara in vitro.
Analisis data dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 x 2 dilanjutkan dengan Duncan multiple range test (DMRT) apabila perlakuan berpengaruh signifikan (Steel dan Torrie, 1993). Data dianalisis dengan bantuan SPSS versi 10.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Stadia pertumbuhan vegetatif kedelai edamame pada I0 dan I1 tidak menunjukkan perbedaan. Hal ini dikarenakan tanaman mendapat perlakuan yang sama dan nutrienn yang sama dari unsur hara di dalam tanah. Sampai pada pembentuakan stadia buku kedua (hari ke 11) proses pembentukan nintil akar dan fiksasi N belum dimulai. Vincent (1970) menyatakan bahwa proses pembentukan bintil akar dan fiksasi N dimulai saat umur tanaman 14 sampai 34 hari dan efektivitas fiksasi n berakhir pada umur tanaman 8 sampai 12 minggu. Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup, air tanah dalam keadaan kapasitas lapang baik untuk perkecambahan biji. Pitojo (2003) menyatakan bahwa stadia pemunculan kotiledon ditandai dengan pemunculan kotiledon dari permukaan tanah tempat biji kedelai ditanam. Stadia buku pertama dimana daun terbuka penuh pada buku unfoliat. Setelah stadia kotiledon terjadi, daun primer akan terbuka dan dilanjutkan pada pembentukan daun bertangkai tiga. Stadia pertumbuhan generatif kedelai edamame ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Stadia pertumbuhan generatif kedelai edamame dengan dan tanpa penambahan inokulum (hari ke-)
Hari ke- | |||||
R1 |
R2 |
R3 R4 |
R5 |
R6 | |
I0 |
24 |
27 |
32 34 |
36 |
38 |
I1 |
24 |
26 |
31 34 |
36 |
38 |
Dari Tabel 1. Terlihat bahwa penambahan inokulum dan tanpa penambahan inokulum mempunyai hari pertumbuhan generatif, R1(mulai berbunga), R2 (berbunga penuh), R3 (mulai berpolong), R4 (berpolong penuh), R5 (mulai pembentukan biji) dan
R6 (berbiji penuh), yang relatif sama sampai dengan berbiji penuh. Penambahan inokulum (I1) pada saat stadia pertumbuhan generatif dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji dan pemasakan biji. Umur keluarnya bunga pada kedelai tergantung pada varietasnya, pengaruh suhu dan penyinaran matahari. Kedelai membutuhkan penyinaran pendek selama sekitar 12 jam per hari. Dalam pembentukan bunga tersebut dipengaruhi oleh periode gelap yang diterima setiap hari. Umur sampai berbunga beragam antara 30 – 50 hari, tergantung varietasnya (Sumarno dan Harnoto, 1983). Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong (Pitojo, 2003).
Diameter batang dihitung dari selisih antara kenaikan diameter batang tanaman untuk mengetahui pertumbuhan tanaman. Kenaikan diameter batang dengan dan tanpa penambahan inokulum dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata kenaikan diameter batang kedelai edamame dengan dan tanpa penambahan inokulum (mm)
Inokulasi |
Umur Panen |
Rata-rata | |
U1 |
U2 | ||
I0 |
0,96 |
0,91 |
0,93b |
I1 |
1,15 |
1,26 |
1,20a |
Rata-rata ns |
1,05 |
1,08 |
ns Non signifikan
a,b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Analisis variansi menunjukkan bahwa kenaikan diameter batang dipengaruhi (P<0.05) oleh penambahan inokulum rhizobium. Kenaikan diameter tersebut menunjukkann bahwa tanaman mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman yang baik adalah pada tanaman dengan penambahan inokulum. Kenaikan diameter batang yang dipengaruhi oleh penambahan inokulum pada umur sampai dengan 49 hari dapat dilihat dan hasilnya menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada perlakuan penambahan inokulum rhizobium kenaikan diameter batang lebih besar disbanding tanpa penambahan inokulum. Sumarno dan Harnoto (1983) menyatakan bahwa bakteri rhizobium mampu mengikat N2 dari udara, yang kemudian dilepas dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman kedelai.
Berat kering tanaman bagian bawah kedelai edamame pada berbagai perlakuan menunjukkan bahwa berat kering tanaman bagian bawah kedelai edamame sangat dipengaruhi (P<0.01) oleh umur panen. Perlakuan U1 menghasilkan berat kering tanaman bagian bawah (2,3 gram/ polybag) yang lebih tinggi daripada panen pada U2 (1,3 gram/ polybag). Pada U2 banyak daun yang mengalami penuaan, oleh Karen aitu berat kering tanaman bagian bawah juga semakin rendah. Penuaan umumnya dianggap karena adanya mobilisasi dan redistribusi mineral dan nutrient organic ke daerah pemakaian yang lebih kompetitif, seperti daun muda, buah dan akar. Sumbangan daun ke organ-organ tersebut semakin menurun seiring dengan menuanya daun (Gardner et al. 1991). Penuaan bagian-bagian
vegetatif dan redistribusi mineral serta hasil asimilasi ke buah merupakan salah satu penyebab berkurangnya pertumbuhan akar.
Komposisi kimia jerami kedelai edamame yang terdiri dari analisis serat kasar (SK), Ekstrak ether (EE), protein kasar (PK), abu dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kecernaan pada berbagai perlakuan inokulum dan umur panen tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata hasil analisis komposisi kimia dan kecernaan in vitro jerami kedelai edamame pada berbagai perlakuan inokulum dan umur panen (%)
Perlakuan (%) |
SK (%) |
EE (%) |
PK (%) |
Abu (%) BETN (%) |
Kecer-naan BK |
Kecer-naan BO | |
U1 |
25,96b |
4,74 |
12,82a |
Umur panen (U) 11,17e 36,67a |
62,68a |
51,38a | |
U2 |
37,71a |
4,05 |
12,37b |
10,01f |
28,89b |
54,60b |
42,04b |
I0 |
29,88f |
4,77 |
11,29d |
Legin (I) 11,18g 31,39f |
59,52ns |
48,02ns | |
I1 |
33,79e |
4,02 |
13,90c |
9,99h |
34,18e |
59,76ns |
48,53ns |
U X I U1I0 |
25,17 |
5,03 |
11,33g |
11,20ef |
37,96 |
60,92e |
50,38ns |
U1I1 |
26,74 |
4,44 |
14,31e |
11,13h |
37,96 |
64,45f |
52,81ns |
U2I0 |
34,59 |
4,51 |
11,26gh |
11,16eh |
27,39 |
56,00g |
43,93ns |
U2I1 |
40,83 |
3,60 |
13,49f |
8,86g |
30,40 |
53,90gh |
42,04ns |
a, b, c, d Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
e, f, g, h Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
ns Non Signifikan.
Pada Tabel 3. Terlihat bahwa pada saat U2, kandungan SK jerami lebih tinggi daripada U1, dan pada U1 kandungan PK jerami lebih tinggi daripada U2. Kandungan abu jerami pada perlakuan U1 lebih tinggi (P<0,05) daripada U2. Kandungan PK dan abu jerami kedelai edamame sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh interaksi antara kedua perlakuan inokulasi dan umur panen. Sedangkan EE jerami tidak dipengaruhi oleh penambahan inokulum, umur panen dan interaksi keduanya. Kadar air tanaman menurun dengan makin tuanya umur tanaman dan pada saat biji terbentuk. Protein tanaman berhubungan erat dengan aktivitas jaringan, sehingga daun mengandung lebih banyak protein dibandingkan dengan batang. Apabila tanaman telah masak, kadar protein berkurang dikarenakan ratiop daun dan batang berkurang. Biji tanaman mengandung lebih banyak protein daripada kadar protein seluruh tanaman. Daun mengandung banyak lemak dibandingkan batang (Tillman et al., 1998). Adisarwanto (2006) menyatakan bahwa jerami kedelai pada saat berumur sekotar 60-70 hari setelah tanam mempunyai produktivitas maksimal sebagai hijauan makanan ternak, karena daun dan polong sudah tidak bertambah berat lagi. Kandungan nutrisi pada batang dan daun cukup tinggi sehingga bisa dijadikan sebagai pakan ternak.
Kecernaan in vitro bahan kering tertinggi didapatkan pada jerami U1. Hal ini disebabkan umur panen yang lebih awal mampu meningkatkan kecernaan pakan karena komposisi kimia terutama kandungan nutrient mudah tercerna masih dalam kadar yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Church et al., (1995) yang menyatakan bahwa tingkat kedewasaan tanaman maka kandungan
serat kasar, total karbohidrat dan lignin semakin tinggi, sedangkan nilai cernanya cenderung menurun. Penambahan inokulasi tidak mampu meningkatkan kecernaan bahan kering. Pada Tabel 3. Terlihat bahwa kecernaan bahan organik juga tidak dipengaruhi oleh inokulasi rhizobium dan interaksi inokulasi rhizobium dan umur panen.
Produksi BK polong kedelai edamame pada berbagai perlakuan inokulum dan umur panen ditunjukkan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata produksi BK polong kedelai edamame pada berbagai perlakuan inokulum dan umur panen (gram/polybag) | |||
Inokulasi |
Umur Panen |
Rata-ratans | |
U1 |
U2 | ||
I0 |
30,14 |
27,96 |
29,05 |
I1 |
32,35 |
26,99 |
29,67 |
Rata-rata |
31,24a |
27,47b | |
ns non signifikan a, b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang | |||
nyata (P<0,05). |
Hasil produksi BK jerami pada U1 lebih tinggi (20,67 gram/ polybag) karena pada saat U2 (11,97 gram/ polybag) banyak daun yang mengalami kerontokan, sehingga produksi BK juga akan semakin rendah. Perlakuan I1 menghasilkan produksi BK lebih tinggi (17,74 gram/polybag) dari pada I0 (14,90 gram/polybag). Hal ini menunjukkan bahwa adanya aktivitas fiksasi N yang lebih tinggi pada inokulum yang ditambahkan, dibandingkan dengan rhizobium alam karena rhizobium yang digunakan merupakan strain yang unggul untuk kedelai.
Produksi BO polong kedelai edamame pada berbagai perlakuan inokulum dan umur panen ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata produksi BO polong kedelai edamame pada berbagai perlakuan inokulum dan umur panen (gram/polybag)
Inokulasi |
Umur |
Panen |
Rata-ratans |
U1 |
U2 | ||
I0 |
28,01 |
25,96 |
26,98 |
I1 |
30,08 |
25,02 |
27,55 |
Rata-rata |
29,04a |
25,49b |
ns non signifikan
a, b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Pada U1 produksi BO polong lebih tinggi (29,04 gram/polybag) (P<0,05) daripada U2 (25,49 gram/ polybag). Setelah masa U1 tanaman kedelai edamame ini sudah tdk banyak memproduksi biji dan polong. Hal ini dikarenakan pada masa ini banyak daun yang telah rontok sehingga fotosintesis sudah tidak banyak terjadi lagi untuk membuat makanan yang akan disimpan dalam biji. Hasil fotosintesis tanaman disimpan dalam bentuk biji dan polong. Selain itu juga disebabkan Karen afiksasi N oleh bantuan bintil akar telah berhenti. Sumarno dan Harnoto (1983) menambahkan bahwa rhizobium memerlukan hasil fotosintesis dari tanaman kedelai. Fiksasi N diawali dengan terjadinya infeksi oleh strain rhizobium. Nodul atau bintil akar tanaman kedelai
umumnya dapat mengikat N dari udara umur 10-20 hari setelah tanam, tergantung kondisi lingkungan tanah dan suhu. Kemampuan memfiksasi N akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman, tetapi maksimal hanya sampai akhir masa berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji, kemampuan bintil akar memfiksasi N akan menurun bersamaan dengan semakin banyaknya bintil akar yang tua dan luruh. Selain itu juga dapat disebabkan oleh kompetisi fotosintesis antara proses pembentukan biji dengan aktivitas bintil akar (Adisarwanto, 2006).
SIMPULAN
Penambahan inokulum menyebabkan pertumbuhan diameter batang, berat kering tanaman bagian bawah, SK, PK dan BETN jerami, produksi BK dan produksi BO jerami kedelai edamame lebih baik daripada tanpa penambahan inokulum. Umur panen untuk menghasilkan produksi BK dan BO jerami dan polong, PK dan BETN jerami kedelai edamame terbaik pada saat umur panen 65 hari. Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami kedelai edamame menurun dengan sekamin bertambahnya umur panen dan penambahan inokulum rhizobium tidak mempengaruhi kecernaan jerami.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2006. Kedelai Budi Daya dengan Pemupu-kanYang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta.
AOAC. 2005. Official method of Analysis. 18th Ed. Association of Analytical Chemist. Washington. DC.
Church, D. C., W.G. Pond and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 2nd ed. Corvallis. OR and B Books.
Gardner, F. P., R. Brent Pearce and R. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Steel, R. G. D dan R. A. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biomatrik. Edisi Kedua. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan Cara Bercocok Tanamnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Vincent, J. M. 1970. A Manual for the Practical Study of the Root Nodule Bacteria. IPB Hand Book. No 15. International Biological Programe. London.
Yandianto. 2003. Bercocok Tanam Palawija. M2S Bandung. Bandung.
29
Discussion and feedback