PENGARUH EKSTRAK DAUN JARAK (Jatropa curcas L) TERHADAP MORTALITAS CACING Haemonchus contortus YANG DIUJI SECARA IN VITRO
on
p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura
DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v11.i02.p12
pastura Vol. 11 No. 2 : 134 - 138
PENGARUH EKSTRAK DAUN JARAK (Jatropa curcas L) TERHADAP MORTALITAS CACING Haemonchus contortus YANG DIUJI SECARA IN VITRO
Jamila Mustabi, Muqarramah, dan Ratmawati Malaka
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin-Makassar e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Ternak yang terkena cacing umumnya akan berdampak pada produktivitasnya dan merupakan masalah utama yang harus diselesaikan karena menimbulkan berbagai macam kerugian baik secara klinis maupun ekonomi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun jarak (Jatropa curcas L) terhadap mortalitas cacing Haemonchus contortus yang diuji secara in vitro. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, dengan perlakuan R0 (NaCl fisiologis 0,9%), R1 (Albendazole 10 mg/ml), R2 (Ekstrak daun jarak konsentrasi 10%), R3 (Ekstrak daun jarak konsentrasi 25%), R4 (Ekstrak daun jarak konsentrasi 50%) dan R5 (Ekstrak daun jarak konsentrasi 100%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan R0 tidak ada kematian cacing sampai jam ke-4, R1 mortalitas cacing 100% pada jam ke-2, R2 dan R3 mortalitas cacing 100% pada jam ke-4, R4 dan R5 mortalitas cacing 100% pada jam ke-2 setelah pemberian ekstrak daun jarak. Kesimpulan, perlakuan R2 (10%) dan R3 (25%) mampu mematikan cacing Haemonchus contortus 4 jam setelah pemberian ekstrak daun jarak (Jatropa curcas L). Tidak ada perbedaan waktu kematian antara R4 (50%) dan R5 (100%) dengan R1 (pemberian Albendazole) mampu mematikan cacing 100% pada jam ke 2.
Kata kunci: ekstrak daun jarak, obat cacing
THE EFFECT OF CASTOR (Jatropa curcas L.) LEAF EXTRACT ON THE MORTALITY OF Haemonchus contortus WORM WHICH TESTED IN VITRO
ABSTRACT
Livestock affected by worms will generally have an impact on their productivity, and is a major problem causes various kinds of losses both clinically and economically. The aim of the study was to determine the effect of Jatropha leaf extract (Jatropa curcas L) on the mortality of the Haemonchus contortus worm which was tested in vitro. The design used was a completely randomized design, with treatments of R0 (physiological NaCl 0.9%), R1 (Albendazole 10 mg/ml), R2 (Jatropha leaf extract concentration 10%), R3 (Jatropha leaf extract concentration 25%), R4 (Jatropha leaf extract concentration 50%) and R5 (Jatropha leaf extract concentration 100%). The results of this study showed that there was no worm mortality until the 4th hour at R0 treatment, 100% worm mortality at the second hour at R1, 100% worm mortality at the 4th hour at R2 and and R3 treatments, 100% worm mortality at the second hour after given castor leaf extract at R4 and R5. In conclusion, treatments R2 (10%) and R3 (25%) were able to kill the Haemonchus contortus worm four hours after being given castor leaf extract (Jatropa curcas L). There was no difference in the time of death between R4 (50%) and R5 (100%) with R1 (Albendazole) being able to kill 100% worms in the second hour.
Key words: Anthelminthic, leaf extract
PENDAHULUAN
Produktivitas ternak sapi di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah pakan yang diberikan pada ternak kurang berkualitas, manajemen kesehatan ternak yang belum memadai, jumlah betina
produktif di Indonesia yang masih rendah, adanya pemotongan betina produktif, dan rendahnya tingkat kelahiran. Selain itu, adanya angka kematian pada anak sapi yang cukup tinggi, peningkatan bobot badan ternak yang rendah, serta kondisi kesehatan ternak yang buruk membuat produktivitas ternak sapi di Indonesia semakin menurun. Salah satu penyebab
kondisi kesehatan ternak yang buruk ialah penyakit cacingan.
Cacing pada ternak sapi masih menjadi masalah yang sering ditemukan di Indonesia. Salah satu jenis cacing yang menyerang sapi ialah Haemonchus con-tortus. Ternak yang terkena cacing umumnya akan berdampak pada produktivitas ternak, dan merupakan masalah utama yang harus diselesaikan karena menimbulkan berbagai macam kerugian baik secara klinis maupun ekonomis. Secara klinis cacing dapat menyebabkan penurunan bobot badan, kekebalan tubuh, mutu karkas, produksi susu, wool, telur, daging bahkan dapat menyebabkan kematian ternak (Candra et al., 2008).
Usaha penanggulangan cacing di Indonesia telah dilakukan antara lain dengan memperhatikan konstruksi dan sanitasi kandang, menjaga kebersihan kandang, menghindari penggembalaan terlalu pagi, melakukan pemeriksaan kesehatan, dan pengobatan secara teratur. Pengobatan secara teratur biasa dilakukan dengan pemberian obat-obatan anthelmintik. Pada pemberian anthelmintik dengan dosis tinggi dapat menimbulkan keracunan pada ternak. Penggunaan anthelmintika secara umum dapat dibagi ke dalam dua tujuan, yaitu tujuan terapi dan tujuan pencegahan (Demessie et al. 2016). Namun, penggunaan anthelmintik tidak sepenuhnya mengatasi masalah infestasi cacing di Indonesia karena harganya mahal. Mahalnya harga antelmentik ini membuat para peternak tidak dapat membeli obat anthelmin-tik. Akibatnya masalah infestasi cacing tidak dapat teratasi serta tidak dapat ditekan.
Anthelmintik seperti Albendazol dan Oxbendendo-zol sebagai obat ternak sintesis dapat diganti dengan anthelmintik yang berasal dari tanaman herbal seperti daun jarak. Hanifa (2010) menyatakan bahwa, ekstrak daun jarak memiliki aktivitas anthelmintik terhadap cacing pita dan cacing Ascaridia galli, karena kandungan metabolit sekunder tanin. Tanin diduga berpotensi sebagai antelmintik dengan merusak membran tubuh cacing, dimana hal ini dapat menyebabkan cacing mengalami paralisis, sehingga cacing pun mengalami kematian (Siswanto et al., 2020). Senyawa metabolit sekunder lainnya yang diduga berpotensi sebagai antelmintik yaitu saponin dapat menghasilkan aktivitas antelmintik dengan jalan mengganggu kerja asetilkolinesterase dan proteinase, sehingga menyebabkan cacing mengalami paralisis dan kematian. Hal ini disebabkan karena kerja enzim asetilkolinesterase yang dapat meningkatkan aktivitas otot cacing menjadi terhambat (Astuti et al., 2016). Tanin dan saponin merupakan senyawa aktif dengan kandungan tertinggi secara kualitatif pada ekstrak
daun jarak. Total kandungan tanin dan saponin ekstrak daun jarak pada perlakuan dengan konsentrasi tertinggi (10%) yaitu 0,74 g/kg dan 1,74 g/kg. Pemberian ekstrak daun jarak dengan konsentrasi tinggi (8-10%) dapat menggantikan Albendozole sebagai anthelmintik dilihat dari waktu dan jumlah kematian pada cacing pita dan cacing Ascaridia galli. Fitriana (2008) yang menyatakan, daun jarak yang diekstrak dengan air dan etanol mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, saponin, tanin, fenolik dan falvonoid yang dapat dijadikan sebagai anthelmintik.
MATERI DAN METODE
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, estrak daun jarak (Jatropa curcas L), cacing Hae-mochus contortus, etanol 70%, NaCl 0,9%, air, dan Albendazole 10 mg/ml, dan bahan-bahan yang digunakan pada saat uji kandungan tanin.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rotary evaporator, cawan petri, gelas ukur, gelas piala, pipet tetes, pinset, timbangan analitik, blender, pengaduk, penyaring, stopwach dan alat-alat yang digunakan pada saat uji kandungan tanin.
Metode Penelitian
Ekstraksi daun Jarak (Jatropa Curcas L)
Ekstraksi daun jarak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Daun jarak dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan ditiriskan. Daun jarak dikeringkan di bawah sinar matahari dengan cara ditutup menggunakan plastik hitam. Sampel kering kemudian dihaluskan menggunakan blender dan diayak sehingga diperoleh serbuk daun jarak dan disimpan dalam wadah bersih dan tertutup. Selanjutnya, etanol 70% sebagai pelarut ditambahkan ke dalam serbuk daun jarak. Perbandingan jumlah pelarut dengan serbuk adalah 1 : 10, dan direndam selama 2 × 24 jam dengan sesekali diaduk dan kemudian ditampung dalam suatu wadah. Hasil dari maserasi berupa ekstrak etanol daun jarak dievaporasi dengan alat rotary evapopator (40ºC dan 50 rpm) untuk menguapkan pelarutnya, sehingga diperoleh ekstrak dari daun jarak yang berupa pasta (Astarani, 2012).
Persiapan Cacing Dewasa
Cacing yang digunakan adalah cacing Haemonchus contortus pada abomasum sapi yang diambil dari rumah potong hewan (RPH) Antang. Cacing dimasukkan pada cawan petri yang berisi NaCL fisiologis.
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan enam perlakuan dengan empat kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah:
R0 = NaCl fisiologis 0,9% (25 ml) R1 = Albendazole10 mg/ml (25 ml) R2 = Ekstrak daun jarak konsentrasi 10% (b/v, 2,5g ekstrak daun jarak ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%
R3 = Ekstrak daun jarak konsentrasi 25% (b/v, 6,25g ekstrak daun jarak ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%
R4 = Ekstrak daun jarak konsentrasi 50% (b/v, 12,5g ekstrak daun jarak ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%
R5 = Ekstrak daun jarak konsentrasi 100% (b/v, 25g ekstrak daun jarak ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%
Pengujian secara In Vitro
Cawan R0 diisi dengan NaCl fisiologi 0,9% sebagai kontrol negatif dan cawan R1 diisi dengan Albendo-zole 10 mg/ ml dan ditambahkan 25 ml Nacl 0,9% sebagai kontrol positif. Pada cawan R2, R3, R4, dan R5 diisi dengan ekstrak daun jarak ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%. Setiap cawan kemudian diisi dengan cacing lima ekor. Pengamatan dilakukan setiap 15 menit selama enam jam untuk mengetahui waktu kematian cacing secara akurat. Cacing dianggap mati apabila tidak terdapat tanda-tanda kehidupan, seperti cacing tidak bergerak saat diberi rangsangan gerakan pada larutan dan cacing disentuh dengan pinset anatomis tidak ada respon gerakan. Cacing dianggap masih hidup apabila cacing aktif bergerak, cacing bergerak saat diberi rangsangan gerakan pada larutan, dan cacing bergerak saat disentuh dengan pinset anatomis. Jumlah cacing yang mati (%) untuk setiap perlakuan dihitung dalam setiap kelompok rendaman atau setiap cawan petri.
Analisis data
Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 16.0, jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan tanin dalam ekstrak daun jarak sebagai anthelmintik
Hasil analisis tanin dalam ekstrak daun jarak serta
konsentrasi dalam ekstrak daun jarak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi Tanin dalam Setiap Level Ekstrak Daun Jarak
No Konsentrasi (%) Tanin (%)
Keterangan:Hasil Analisis Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (2018)
Hasil ekstraksi daun jarak pada berbagai konsentrasi menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jarak maka semakin tinggi kandungan taninnya. Tingginya kandungan tanin pada ekstrak daun jarak merupakan salah satu potensi yang bisa dimanfaatkan penggunaannya sebagai anthelmintik, disebabkan tannin merupakan senyawa polifenol sekunder tanaman yang memiliki kemampuan afinitas tinggi dengan protein dan polisakarida (Hoste et al, 2006). Mint and Hart (2003), menyatakan, ekstrak tanin dari berbagai tanaman dapat menghambat penetasan telur cacing dan perkembangan larva infektif.
Persentase tanin tertinggi didapatkan pada konsentrasi 100% yaitu sebanyak 2,3% senyawa tanin yang terkandung dalam daun jarak bisa menjadi berbahaya apabila jumlah taninnya terlalu tinggi, karena tanin merupakan senyawa anti nutrisi yang tidak dapat dicerna oleh lambung ternak dan mempunyai daya ikat dengan protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Taraf penggunaan ekstrak daun jarak sebagai obat cacing perlu diketahui lebih lanjut terkait dengan kandungan tanin dan saponin yang bersifat sebagai antinutrisi dalam tubuh ternak (Fitriana, 2008).
Kemampuan ekstrak daun jarak sebagai ant-helmintik berkaitan dengan kandungan senyawa metabolit yang terkandung pada daun jarak, dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa daun jarak memiliki senyawa tanin yang merupakan senyawa yang bekerja dalam proses metabolisme cacing. Tanin juga dapat menyebabkan terhambatnya kerja enzim asetilkoli-nesterase sehingga proses metabolisme percernaan cacing pun terganggu, kemudian cacing akan kekurangan nutrisi hingga menyebabkan kematian pada cacing akibat kekurangan tenaga (Tiwow et al., 2013).
Pengaruh ekstrak daun Jarak (Jatropa curcas L) terhadap mortalitas cacing Haemonchus contortus yang diuji secara in vitro
Jumlah dan mortalitas cacing Haemonchus con-tortus dari pengamatan empat jam dari total enam jam pengamatan dapat dilihat pada Tabel. 2.
Tabel 2 . Persentase Jumlah Kematian Cacing Haemonchus contortus
Perlakuan |
1 |
Waktu 2 |
(Jam) 3 |
4 |
R0 |
0a |
0a |
0a |
0 |
R1 |
80c |
100bc |
100c |
100 |
R2 |
5a |
55b |
85b |
100 |
R3 |
10a |
80bc |
95bc |
100 |
R4 |
35b |
100c |
100c |
100 |
R5 |
55b |
100c |
100c |
100 |
Keterangan: Superskrip pada kolom yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05)
R0: NaCl 0,9%, R1: Albendazole 10 mg/ml, R2: Ekstrak daun jarak 10%, R3:Ekstrak daun jarak 25%, R4: Ekstrak daun jarak 50%, R5: Ekstrak daun jarak 100%.
■ Jamke-I BJam ke-2 BJamke-3 BJam ke-4
Keterangan : R0: (NaCl 0,9); R1: (Albendazole 10 mg/g); R2: (EDJ 10% + 25 ml NaCl 0,9%); R3: (EDJ 25% + 25 ml NaCl 0,9%); R4: (EDJ 50%+ 25 ml NaCl 0,9%); R5: (EDJ 100% + 25 ml NaCl 0,9%).
Pemberian ekstrak daun jarak pada jam ke 2 menunjukkan bahwa R1 (Albendazole) tidak ada perbedaan dengan R4 (50%) dan R5 (100%) tidak ditemukan adanya perbedaan persentase kematian cacing. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun jarak 50% dan 100% dengan pemberian Albendazole (kontrol positif), pada jam ke 2 telah mampu mematikan 100% cacing H. contortus. Penelitian yang dilakukan oleh Hanifa (2010) menggunakan ekstrak daun jarak pagar membuktikan bahwa ekstrak daun jarak dapat mempercepat waktu kematian cacing A. galli secara in vitro. Cacing A. galli yang diberi perlakuan ekstrak daun jarak memiliki persentase jumlah kematian yang lebih tinggi dan waktu kematian yang lebih cepat dibanding kontrol (Albandazole).
Pada Tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak daun jarak R2 (10%) dan R3 (25%) telah mematikan cacing H. contortus di atas 50%, sedangkan R4 (50%) dan R5 (100%) mampu mematikan cacing H. contortus 100%. Hal ini disebabkan oleh kandungan tanin pada daun jarak yang bekerja mematikan cacing melalui sistem pencernaannya. Ulya et al. (2014) menyatakan, mekanisme tanin membunuh cacing dengan cara masuk ke dalam saluran pencernaan dan secara langsung mempengaruhi proses pembentukan protein yang dibutuhkan untuk aktivitas cacing.
Hasil pengamatan pada jam keempat (Tabel 2) menunjukkan bahwa pada semua perlakuan mempunyai mortalitas 100%, kecuali R0 (kontrol negatif). Pemberian ekstrak daun jarak R2 (10%) dan R3 (25%) mampu mematikan cacing Haemonchus contortus 100% 4 jam setelah pemberian ekstrak daun jarak. NaCl fisiologis dapat membantu cacing untuk dapat bertahan hidup walaupun berada di luar habitat aslinya. Djatmiko et al. (2009) menyatakan, faktor yang perlu diperhatikan dalam metode in vitro adalah faktor media, yaitu pemilihan media harus yang paling cocok untuk kelangsungan hidup cacing tersebut di luar tempat hidup sebenarnya.
Gambar. 3 Diagram Waktu dan Mortalitas Cacing Haemonchus contortus
Pada Gambar 3. terlihat bahwa perlakuan R0 (kontrol negatif) mulai dari jam ke 1 sampai jam ke 4 tidak ada kematian cacing H. contortus. Hal ini disebabkan oleh adanya NaCl fisiologis 0,9% yang merupakan suatu larutan yang sesuai dengan kondisi tubuh ternak, sehingga cacing masih bisa bertahan hidup. Pada perlakuan R1 (kontrol positif) terlihat dapat mematikan cacing H. contortus sebanyak 80% pada jam ke 1, jam ke 2 sebanyak 20%, sehingga R1 (kontrol positif) telah mematikan cacing H. contortus sebanyak 100% pada jam ke 2. Hasil ini menunjukkan bahwa pada jam ke 1 pemberian Albendazole (kontrol positif) adalah yang paling efektif mematikan cacing H. contortus. Hal ini disebabkan oleh Albendazole yang diserap akan berikatan dengan enzim fumarat reduktase sehingga proses oksidasi NADH (Nikotina-mida adenina dinukleotida hidrogen) untuk membentuk energi ATP (Adenosin tripospat) dan glukosa di mitokondria menjadi terhambat atau mengalami penurunan (Sumiati, 2010). Sedangkan ekstrak daun jarak bekerja dengan merusak membrane tubuh cacing, yang menyebabkan cacing mengalami paralisis, sehingga cacingpun mengalami kematian (Riefqy et al., 2020).
Gambar 3. menunjukkan bahwa waktu kematian cacing H. contortus pada perlakuan R2 (10%) dan R3 (25%) mampu mematikan cacing H. contortus 100% pada jam ke 4 setelah pemberian ekstrak daun jarak, sedangkan R4 (50%) dan R5 (100%) mampu mematikan cacing H. contortus 100% pada jam ke 2. Hasil ini menunjukkan bahwa pada perlakuan R2 (10%), R3 (25%) dan R4 (50%) paling efektif mematikan cacing H. contortus pada jam ke 2 dengan tingkat mortalitas tertinggi berturut-turut 50%, 70& dan 65%, sedangkan pada perlakuan R5 (100%) paling efektif mematikan cacing H. contortus pada jam ke 1 yaitu 55%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun jarak
terbukti memiliki senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai anthelmintik. Anthelmintik merupakan senyawa yang berfungsi untuk membasmi cacing sehingga cacing yang terdapat dalam tubuh akan mati dan dikeluarkan dari saluran pencernaan, jaringan atau organ tempat cacing berada dalam tubuh hewan (Permin, et al., 1998). Hanifa (2010) menyatakan, perlakuan ektrak daun jarak dengan konsentrasi 10% dapat mematikan cacing A. galli nyata lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan konsentrasi 2%, 4%, dan 6%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun jarak dengan konsentrasi dibawah 10% belum dapat mempercepat waktu kematian dan meningkatkan jumlah kematian cacing A.galli.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan R2 (10%) dan R3 (25%) mampu mematikan cacing H. contortus 4 jam setelah pemberian ekstrak daun jarak (Jatropa curcas L). Tidak ada perbedaan waktu kematian antara R4 (50%) dan R5 (100%) dengan Albendazole (kontrol positif) mampu membunuh cacing 100% pada jam ke 2.
DAFTAR PUSTAKA
Astarani M. C. 2012. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) terhadap Mortalitas cacing Ascaris suum, GoezeIn Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Astuti, K. W., P. O., Samirana, N. P. E. Sari, 2016. Uji daya anthelmintik ekstrak etanol kulit batang Lamtoro (Leucaena leucocephala) pada cacing gelang babi (Ascaris suum Goeze) secara in vitro. Jurnal Farmasi Udayana Vol. 5, No 1, pp 15-19.
Candra, A., A. Ridwan dan E. B. Retnani. 2008. Potensi Anthelmentik akar tanaman putri malu (Mimosa pudica l) terhadap Hymenolepis nana pada mencit. Jurnal Media Peternakan 31 (1) : 29-35.
Demessie Y, Z. Seyoum K. Getnet, and D. Yitbarek. 2016. Anthelmentics resistance against gastrointestinal nematodes of sheep: A Review. World Journal of Agricultural Sciences; 12 (4) 245-253. DOI: 10.5829/idosi.wjas.2016.12.4.23761
Djatmiko, M., L. D. Purnowati, dan Suhardjono. 2009. Uji daya antelmintik infusa biji waluh (Cucurbita moschata Durch) terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi
Klinik. 6 (1): 12-17
Ferguson, D. L. 1981. Anthelmintic activity of Albendazole against adult Metastrongylusapri in artificially infected swine. J Anim Sci. 53(6) : 1511-1515.
Fitriana, S. 2008. Penapisan fitokima dan pengujian aktivitas anthelmintik ekstrak daun jarak (Jat-ropa curcas L) terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hanifa, S. H. 2010. Aktivitas Anthelmintik Ekstrak Daun Jarak (Jatropa curcas L.) Terhadap Cacing Pita dan Ascaridia Galli. Skripsi, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan: K. Padmawinata, I. Sudiro. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Hoste, H., F. Jackson, S. Athanasiadou, S. M. Tham-sborg, and S. O. Hoskin. 2006. The Effects of tannin-rich plants on parasitic nematodes in ruminants. Trends Parasitol. 22:253-261.
Mint, B. R. D., and S. P. Hart. 2003. Tannins for suppression of internal parasite. J. Anim. Sci. 81 : 102-109.
Permin, A., P. Hansen, M. Bisgard, Frandsen, dan M. Pearman. 1998. Studies on Ascaridia galli in chickens kept at different stocking rate. J. of Avian Pathology 27 : 382-389.
Siswanto, R. T., I W. Sudira, I M. Merdana, dan I M. Dwinata. 2020. Efektifitas antelmentik larutan asam jawa terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro. Indonesia Medicus Veterinus vol 9, No 1, pp 21-27.
Sumiati, S., Hanifah, S.W., Ridwan, Y. 2010. Aktivitas Anthelmintik EkstrakDaun Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) terhadap Cacing Pita dan Ascaridia galli. Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan Unpad ke-2. 229-237
Tiwow D., Bodhi W., S Novel Kojong. 2013. Uji efek antelmintik ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu) terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli secara in vitro. Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi Unsrat Vol. 2 No. 02.
Ulya , N., A. T. Endharti, dan R. Setyohadi. 2014. Uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) sebagai ant-helmintik terhadap Ascaris suum secara in vitro. Majalah Kesehatan FKUB. 1 (3).
138
Discussion and feedback