Analysis of Smoke Distribution in the Nusa Tenggara Islands Due to Forest and Land Fires
on
Analysis of Smoke Distribution in the Nusa Tenggara Islands ……..
(Ryan Juliston Pangihutan Simanjuntak, dkk)
Analisis Sebaran Asap Di Kepulauan Nusa Tenggara Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan
Analysis of Smoke Distribution in the Nusa Tenggara Islands Due to Forest and Land Fires
Ryan Juliston Pangihutan Simanjuntak1*, Komang Ngurah Suarbawa2, I Ketut Putra3
-
1,2,3Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361
Email: *[email protected]; [email protected]; [email protected]
Abstrak – Penelitian ini menggunakan data sekunder pada Bulan September 2020, yaitu data citra satelit dan data kondisi meteorologi, hal ini dilakukan karena pada tahun 2020, Kepulauan Nusa Tenggara terjadi kebakaran hutan terluas, NTT mencapai 114.719,00 Ha, dan NTB mencapai 29.157,00 Ha. Pada penelitian ini, untuk mendeteksi asap akibat kebakaran hutan dan lahan, dengan menggunakan satelit Himawari-8 dan satelit Terra Aqua yang akan menghasilkan citra untuk mendeteksi asap. Data citra tersebut akan diolah dengan software Satellite Animation and Interactive Diagnosis (SATAID) untuk satelit Himawari-8 dan Hypersectral Data Viewer for Development of Research Applications (HYDRA) untuk satelit Terra Aqua. Hasil citra dari satelit akan mendeteksi dan menunjukkan sebaran asap dengan teknik Red, Green, Blue (RGB), dimana teknik RGB akan memberikan kontras warna terhadap obyek citra yang akan di deteksi. Kemudian hasil citra dianalisis, dan dihubungkan dengan kondisi meteorologi yang terjadi pada saat kebakaran hutan dan lahan di Kepulauan Nusa Tenggara pada bulan September 2020.
Kata kunci: Sebaran asap, kebakaran hutan, satelit Himawari-8, satelit Terra Aqua, RGB
Abstract – This study analyzes the distribution of smoke in the Nusa Tenggara Islands due to forest and land fires. This study uses secondary data in September 2020, such as satellite image data and meteorological condition data, because in 2020, the Nusa Tenggara Islands have the largest forest fires, NTT reaches 114,719.00 Ha, and NTB reaches 29,157.00 Ha. In this study, to detect smoke caused by forest and land fires, the Himawari-8 satellite and the Terra Aqua satellite will produce images to detect smoke. The image data will be processed using Satellite Animation and Interactive Diagnosis (SATAID) software for the Himawari-8 satellite and Hypersectral Data Viewer for Development of Research Applications (HYDRA) for the Terra Aqua satellite. The image results from the satellite will detect and show the distribution of smoke with the red, green, blue (RGB) technique, where the RGB technique will provide color contrast to the image object to be detected. Then the image results analyzed, and linked to the meteorological conditions that occurred during forest and land fires in the Nusa Tenggara Islands in September 2020.
Key words: Smoke distribution, forest fires, Himawari-8 satellite, Terra Aqua satellite, RGB.
Bencana kebakaran hutan dan lahan akhir-akhir ini sudah semakin mengganggu, baik ditinjau dari sudut pandang sosial maupun ekonomi. Pencemaran lingkungan tidak dapat dihindarkan, bahkan sudah mempengaruhi hubungan politik antar negara tetangga. Luas wilayah yang terbakar saat ini sudah semakin meluas. Penyebab kebakaran hutan di Indonesia disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam disebabkan oleh musim kemarau berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial apabila terkena percikan api akibat gesekan antara satu dengan yang lain. Faktor manusia disebabkan oleh kelalaian ataupun kesengajaan dari aktivitas manusia terkait dengan eksploitasi hutan dan lahan [1].
Salah satu masalah yang dapat ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan selain kerusakan lingkungan adalah kabut asap. Asap dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan menimbulkan infeksi
pada saluran pernafasan, asap juga dapat menyebabkan memburuknya jarak pandang mendatar yang mengancam keselamatan transportasi baik darat maupun udara. Asap yang luas dapat juga mengganggu masyarakat di negara tetangga yang menimbulkan sentimen negatif terhadap antar negara, yaitu kemajuan ilmu pengetahuan alam dan teknologi pada periode sekarang dapat mempermudah manusia untuk memantau sebaran asap akibat kebakaran hutan dan lahan, salah satunya dengan memanfaatkan satelit cuaca. Banyak penelitian untuk memantau penyebaran asap, salah satunya yaitu dengan satelit Himawari dan satelit Terra Aqua [2].
Oleh karena itu, pada penelitian ini, penulis mencoba menganalisis sebaran asap di Kepulauan Nusa Tenggara pada Bulan September 2020 menggunakan satelit Himawari-8 dan satelit Terra dan satelit Aqua dengan teknik false colour (RGB). Teknik RGB memberikan kontras warna yang cukup tajam pada obyek-obyek yang menjadi fokus penelitian ini, sehingga mempermudah dalam melakukan interpretasi.
Nusa Tenggara bagian Barat (NTB) memiliki luas wilayah mencapai 20.153,20 km², yang terletak di antara 115°-119° BT dan 9°-8° LS. Di tahun 2020, NTB menjadi salah satu daerah dengan luas kebakaran hutan terbesar, yaitu 29.157,00 Ha. Penyebabnya adalah lahan yang sengaja dibakar ataupun lahan kering. Salah satu kejadian di Nusa Tenggara Barat yaitu, Padang Savana NTB pada September 2020 [3].
Nusa Tenggara bagian Timur (NTT) memiliki luas wilayah daratan mencapai 47.349,90 km², yang terletak di antara 118°-125° BT Dan 12°-8° LS. Di tahun 2020, NTT menjadi daerah dengan luas kebakaran hutan terbesar, yaitu 114.719,00 Ha. Penyebabnya adalah lahan yang sengaja dibakar ataupun lahan kering. Salah satu kejadian di Nusa Tenggara Timur yaitu, Hutan lindung Sikka, NTT pada tanggal 15 September 2020. Lahan kering berpotensi terjadi kebakaran saat musim kemarau berkepanjangan, dimana curah hujan sangat minim dan juga aktivitas manusia yang sengaja maupun tidak sengaja dapat membuat lahan kering terbakar [3].
-
2.2 Satelit Himawari-8
Himawari-8 merupakan satelit yang dikembangkan oleh Japan Meteorology Agency (JMA). Posisi Himawari berada pada 140° BT untuk memantau kawasan bagian timur Asia dan barat Pasifik. Satelit Himawari dilengkapi sensor bernama Advanced Himawari Imager (AHI) [4].
Kanal yang dimiliki Satelit Himawari-8 adalah 16 kanal yang terdiri dari 3 kanal visibel, 3 kanal infra merah-dekat atau Near infrared (NIR) dan 10 kanal infrared (IR). Software pengolah data Himawari-8 yaitu Satellite Animation and Interactive Diagnosis (SATAID). Kanal yang dipakai untuk menunjukkan sebaran asap yaitu kanal 3,4 dan 6 [5].
-
2.3 Satelit Terra dan Aqua
Terra dan Aqua merupakan satelit yang dikembangkan National Advisory Committee for Aeronautics (NASA). Satelit Terra dan Satelit Aqua mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan). Terra dan Aqua memiliki sensor Moderate Resolution Imaging Spektroradiometer (MODIS) [6].
Satelit Terra dan satelit Aqua memiliki software pengolah data Hypersectral Data Viewer for Development of Research Applications (HYDRA), juga Terra dan Aqua memiliki beberapa kanal. Kanal untuk menunjukkan sebaran asap akibat kebakaran hutan dan lahan yaitu kanal 1,2 dan 7 [7].
-
2.4 Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dan diukur selama periode tertentu. Dalam penjelasan lain, curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Alat pengukur curah hujan yaitu penakar hujan. Pengukuran curah hujan, dengan meletakkan alat di daerah yang akan diukur curah hujannya, lalu hujan akan tertampung di alat tersebut, kemudian diukur jumlahnya dengan satuan tinggi millimeter (mm). Curah hujan merupakan unsur iklim yang memiliki korelasi tinggi dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan, masing-masing daerah di Indonesia memiliki jumlah hotspot dan curah hujan yang berbeda. Bulan basah ditandai dengan curah hujan >200 mm/bulan, sedangkan bulan kering ditandai dengan curah hujan <100 mm/bulan. Musim kemarau yang ditandai dengan rendahnya jumlah curah hujan bulanan berpengaruh terhadap jumlah hotspot, semakin kering suatu daerah maka hotspot akan meningkat. Hal ini
yang menyebabkan bahwa kekeringan berhubungan erat dengan kejadian kebakaran hutan yang besar di beberapa tempat di bumi [8].
-
2.5 Kecepatan Angin
Angin adalah udara yang bergerak. Udara bergerak dari wilayah yang memiliki tekanan lebih tinggi ke wilayah yang memiliki tekanan lebih rendah. Besarnya kecepatan angin bergantung pada perbedaan tekanan dari wilayah tersebut, di mana semakin besar perbedaan tekanannya, maka semakin tinggi pula kecepatan anginnya. Alat pengukur kecepatan angin adalah anemometer. Alat akan bekerja dan akan menunjukkan dalam satuan knot (1 knot = 2 km/jam) dan arah angin dilaporkan berdasarkan dari arah mana angin bertiup. Kecepatan angin merupakan salah satu faktor penting dari faktor-faktor cuaca yang mempengaruhi kebakaran hutan. Kecepatan angin bisa menyebabkan kebakaran hutan melalui beberapa cara. Angin juga mendorong dan meningkatkan pembakaran dengan mensuplai udara secara terus menerus dan peningkatan penjalaran melalui kemiringan nyala api yang terus merembet pada bagian bahan bakar yang belum terbakar. [9].
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2021. Kegiatan ini dilaksanakan di Stasiun BMKG Bali dan Prodi Fisika Universitas Udayana, berikut adalah diagram alur proses pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alur pengolahan data.
Dalam setiap pekerjaan atau penelitian tahap pertama yang dilakukan adalah tahap persiapan. Tahap persiapan berguna untuk mempersiapkan hal apa saja yang dibutuhkan untuk meminimalisir sesuatu yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung. Selanjutnya pengumpulan data yang dilakukan adalah pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui sebaran asap dari citra Satelit Himawari-8 dan data dari Satelit Terra Aqua. Data tersebut berupa data citra, yang diolah menggunakan software, lalu hasilnya akan berupa gambar yang akan diinterpretasi. serta data pendukung lainnya sesuai izin dari pihak BMKG. Penelitian ini juga membutuhkan data keadaan meteorologi seperti curah hujan, kelembaban udara, suhu udara dan kecepatan angin di Kepulauan Nusa Tenggara dari pihak BMKG karena kondisi meteorologi, berpengaruh dalam kebakaran hutan dan penyebaran asap.
Setelah dilakukan pengumpulan data dari citra satelit Himawari-8, kemudian dimasukkan ke software Sataid, yaitu software untuk mengolah data citra satelit Himawari-8. pada kanal 3 dengan warna merah, kanal 4 dengan warna hijau, dan kanal 6 dengan warna biru, kemudian data citra satelit Terra Aqua yang diinput ke software Hydra, yaitu software untuk mengolah data citra Terra Aqua pada kanal 1 dengan warna merah, kanal 2 dengan warna hijau, dan kanal 7 dengan warna biru, maka akan didapatkan pola sebaran asap terkait kejadian kebakaran hutan dan lahan selama September 2020 berupa citra, hasil dari pengolahan di software. Citra tersebut dapat dihubungkan dengan keadaan meteorologi yang sedang terjadi selama September 2020 di Kepulauan Nusa Tenggara. Interpretasi data adalah proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengindentifikasi obyek tersebut. Interpretasi data pola sebaran asap kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kepulauan Nusa Tenggara selama September 2020 dilakukan berdasarkan hasil data olahan terkait kebakaran yang sedang terjadi.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat digambarkan grafik titik panas Kepulauan Nusa Tenggara periode 1-30 September 2020 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik titik panas Kepulauan Nusa Tenggara Periode 1-30 September 2020.
Data curah hujan yang digunakan merupakan data curah hujan yang diperoleh dari BMKG melalui situs OGIMET, yaitu situs informasi tentang meteorologi, dimana data yang diperoleh berbentuk angka atau kuantitatif selama 1 sampai 30 September 2020. Data yang digunakan juga merupakan data dari bagian wilayah yang ada di Kepulauan Nusa Tenggara, Normal curah hujan terbagi atas 3 kategori yaitu, rendah (0-100 mm/hari), menengah (100-300 mm/hari), dan tinggi (300-500 mm/hari).
Data arah dan kecepatan angin tanggal 11 september 2020 dapat dilihat pada Gambar 3. Untuk gambar pola arah dan kecepatan angin pada tanggal 12, 13, 14, 15 dan 27 September 2020.
-
4.2 Data Citra Satelit Himawari-8 dan Terra Aqua
Hasil pengolahan data citra satelit Himawari 8 menggunakan perangkat lunak SATAID dan pengolahan data Terra Aqua menggunakan perangkat lunak HYDRA untuk mewakili lokasi kebakaran yang terjadi di Kepulauan Nusa Tenggara pada tanggal 11, 12, 13, 14, 15 dan 27 September 2020. Untuk gambar hasil citra Kepulauan Nusa Tenggara tanggal 11 September 2020 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pola arah dan kecepatan angin tanggal 11 September 2020 berada di lapisan dengan tekanan 850 hPa.
(a) (b)
(c)
Gambar 4. Gambar hasil citra Kepulauan Nusa Tenggara pada tanggal 11 September 2020, (a), (b) Himawari dan (c) Terra Aqua.
-
4.3 Pembahasan
-
A. Analisis data titik panas, curah hujan dan arah angin
Hotspot atau titik panas adalah titik sebaran panas yang memicu kebakaran pada hutan dan lahan. Mengacu pada data yang diperoleh dari BMKG Tuban menunjukkan perubahan frekuensi jumlah hotspot dari tanggal 1 sampai 30 September 2020 di Kepulauan Nusa Tenggara seperti. Grafik titik panas pada Gambar 2 selama sebulan penuh tersebut memiliki nilai fluktuatif setiap harinya dengan nilai terendah yaitu 0 hotspot pada tanggal 3 September 2020 dan nilai tertinggi 678 hotspot pada tanggal 13 September 2020. Dapat diketahui bahwa pada tanggal 1 sampai 10 September 2020 terdapat pola gradual increase, hal ini menunjukkan adanya potensi peningkatan wilayah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan. Namun pada tanggal 11, 13, 14 September 2020 terjadi peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan jumlah hotspot lainnya.
Data yang diperoleh merupakan data curah hujan harian selama September 2020 dengan satuan curah hujan yaitu mm perhari.
Tabel 1. Data Curah Hujan Nusa Tenggara Timur September 2020 (mm/hari) (Sumber data: BMKG Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III – Badung, Bali).
Tanggal |
Ruteng |
Maumere |
Larantuka |
Alor |
Waingapu |
Rote |
Sabu |
Kupang |
1 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
2 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
3 |
22.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
4 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
5 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
6 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
7 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
8 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
9 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
10 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
11 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
12 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
13 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
14 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
15 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
16 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
17 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
18 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
19 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
20 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
21 |
2.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
22 |
9.0 |
2.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.2 |
23 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
24 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
25 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
26 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
27 |
4.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
28 |
4.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
29 |
17.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
30 |
16.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
Tabel 2. Data Curah Hujan Nusa Tenggara Barat September 2020 (mm/hari) (Sumber data: BMKG Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III – Badung, Bali).
Tanggal Ampenan Bima Sumbawa Besar
1 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
2 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
3 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
4 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
5 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
6 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
7 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
8 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
9 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
10 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
11 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
12 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
13 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
14 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
15 |
3.0 |
0.0 |
0.0 |
16 |
1.0 |
0.0 |
0.0 |
17 |
1.0 |
0.5 |
0.0 |
18 |
1.0 |
0.0 |
0.0 |
19 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
20 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
21 |
0.7 |
0.0 |
0.0 |
22 |
7.0 |
0.4 |
0.0 |
23 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
24 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
25 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
26 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
27 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
28 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
29 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
30 |
0.0 |
0.0 |
0.0 |
Selama 1 sampai 30 September 2020 hujan yang terjadi di beberapa bagian Kepulauan Nusa Tenggara tergolong kategori rendah karena intensitasnya selalu berada di bawah 100 mm/hari.
Untuk analisis data arah angin, pergerakan sebaran asap yang terjadi di Kepulauan Nusa Tenggara pada bulan September 2020 dapat di pantau melalui data arah angin dan kecepatan angin yang diperoleh dari BMKG melalui BOM atau Australian Bureau of Meterology, sesuai dengan studi kasus pada tanggal 11, 12, 13, 14, 15 dan 27 September 2020. Lapisan angin yang digunakan yaitu lapisan udara dengan tekanan 850 hPa, karena lapisan tersebut merupakan lapisan paling dekat dengan bagian dalam bumi. Pada Gambar 3 terlihat ada beberapa warna seperti biru, hijau dan kuning, yang mana menunjukkan kecepatan angin dalam satuan knots. Untuk arah angin ditunjukkan pada panah kecil pada gambar, dengan garis sedikit lurus berarti “arah dari”, dan garis seperti tekukan, yang berarti “arah ke”. Gambar pola arah dan kecepatan angin tanggal 11 September 2020 dapat dilihat pada Gambar 3, menunjukkan bahwa pada tanggal 11 September 2020 berada di lapisan udara dengan tekanan 850 hPa. Angin bergerak dominan dari barat dan barat laut ke arah timur dengan kecepatan 10 sampai 25 knots. Pada tanggal 12 September 2020 , arah angin bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur hingga tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots. Pada tanggal 13 September 2020, arah angin bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur hingga tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots.
Pada tanggal 14 September 2020, arah angin bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur hingga tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots. Pada tanggal 15 September 2020, arah angin bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur hingga tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots. Pada
tanggal 27 September 2020 , arah angin bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur hingga tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots.
-
B. Analisis data citra Satelit Himawari-8 dan Terra Aqua
Hasil olahan data citra dari Satelit Himawari 8 dan Terra Aqua, dimana pada satelit Himawari 8 merupakan citra RGB dengan menggabungkan kanal 3, kanal 4, dan kanal 6, sedangkan pada pada HYDRA yang menggunakan data citra satelit Terra Aqua dengan menggabungkan kanal 1, kanal 2, dan kanal 7. Kepulauan Nusa Tenggara pada hasil olah data citra satelit Terra Aqua tidak semuanya bisa tertangkap oleh satelit dikarenakan satelit Terra Aqua merupakan satelit yang tidak berfokus hanya pada satu titik lokasi tidak seperti Satelit Himawari 8 yang bisa berfokus pada wilayah yang ditentukan. Berdasarkan hasil analisis diatas, satelit Terra Aqua tidak terlalu menunjukkan hasil yang baik, sementara satelit Himawari-8 dapat dilihat pada gambar dengan jelas. Indikator citra RGB menghasilkan warna sedikit bercak kecoklatan. Tidak adanya curah hujan pada tanggal 11 September 2020 semakin memperkuat bahwa telah terjadi kebakaran hutan di Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara dimana curah hujan pada tanggal 11 di beberapa perwakilan tempat pengamatan, curah hujan 0 mm.. Dapat diperkiran asap akan menyebar ke arah barat dengan kecepatan 10 sampai 25 knots yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada hasil Satelit Himawari 8 tanggal 12 September 2020 dimana pada tanggal 13 menunjukkan titik panas terbanyak selama bulan september 2020. Hujan juga minim terjadi 0 mm/hari. Arah angin bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur hingga tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots. Pada tanggal 13 September juga terdapat pola asap berwarna kecoklatan yang ditunjukkan oleh Himawari 8. Tidak adanya curah hujan pada tanggal 13 September 2020 juga memperkuat bahwa telah terjadi kebakaran hutan, dapat diperkirakan asap bergerak dari Barat dan Barat Laut ke arah Timur hingga Tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots.
Pada tanggal 14 pada gambar 4.19, pola kecoklatan juga terlihat pada satelit Himawari-8 yang dapat dilihat pada pola yang sudah ditandai. Curah hujan menunjukkan sebesar 0 dengan arah angin dari Barat dan Barat Laut ke arah Timur hingga Tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots. Gambar 4.20 menunjukkan pola kecoklatan pada Himawari-8. Curah hujan pada tanggal 15 September 2020 sebesar 0 (nol) dimana arah angin bergerak dari Barat dan Barat Laut ke arah Timur hingga Tenggara dengan kecepatan 10 sampai 25 knots. Gambar 4.21 menunjukkan pola kecoklatan pada tanggal 27 September pada Himawari 8. Curah hujan hanya terjadi di wilayah Ruteng sebesar 4,0 mm/perhari dimana curah hujan tersebut termasuk rendah. Angin bergerak dominan dari arah Barat ke arah Timur dengan kecepatan 5 sampai 25 knots.
Adapun kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini sebagai berikut. Sebaran asap bisa terlihat pada hasil citra yang telah diolah, menunjukkan bercak menggumpal dengan warna kecoklatan. Serta kondisi meteorologi di Kepulauan Nusa Tenggara bulan Bulan September 2020 sangat berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan. Untuk curah hujan, dapat dikategorikan rendah, karena rata-rata curah hujan <100 mm, yang membuat potensi jumlah titik panas semakin meningkat. Untuk arah angin pada lapisan udara dengan tekanan 850 hPa, arah angin dominan bergerak dari Barat dan Barat Laut kearah Timur hingga Tenggara dengan kecepatan rata-rata 20 knots, yang dapat membuat potensi penyebaran api dan asap semakin luas.
Ucapan Terima Kasih
Terimakasih kepada pihak BMKG Bali yang terlah memberikan ijin dan fasilitas untuk dapat melakukan penelitian dan kepada Bapak Ibu Dosen Fisika FMIPA Universitas Udayana yang telah membimbing sampai terselesaikannya penelitian ini.
Pustaka
-
[1] B. Larasati., M. Kanzaki, RH. Purwanto, dan R Sadono., Fire Regime in a Peatland Restoration Area: Lesson from Central Kalimantan (Rezim Kebakaran Hutan dan Lahan di Area Restorasi Lahan Gambut: Studi dari Kalimantan Tengah). Jurnal Ilmu Kehutanan, no. 13, 2019, pp: 210-226.
-
[2] A. Piqram., Analisis Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat terhadap Kualitas Udara di Kecamatan Pontianak Tenggara Kota Pontianak, Tugas Akhir, Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2020.
-
[3] M. R. Saputra, Analisis Perbandingan Citra Satelit Aqua Modis Dan Noaa Avhrr Untuk Pemetaan Suhu Permukaan Laut Dengan Menggunakan Acuan Data In Situ (Studi Kasus : Perairan Pesisir Selat Madura), Tugas Akhir, ITN Malang, 2019.
-
[4] B. A. Molle, & A. F. Larasati, Analisis Anomali Pola Curah Hujan Bulanan Tahun 2019 Terhadap Normal Curah Hujan (30 Tahun) Di Kota Manado Dan Sekitarnya, Jurnal Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, Vol. 7, no. 1, 2021, pp: 1-8.
-
[5] A. Nugroho, Identifikasi Sebaran Asap Melalui Metode RGB Citra Satelit Himawari-8 (Studi Kasus: Pulau Sumatera dan Kalimantan pada Bulan Agustus dan September 2019), Seminar Nasional Geografi Iii Ugm, 2019.
-
[6] Sipongi, Karhutla Monitoring System, https://www.sipongi.menlhk.go.id [Diakses, 2 Oktober 2021].
-
[7] A. Fadlan, F. S. Sadaran, dan H. Wicaksono., Analisjs Hujan Es Di Kota l,ubuklinggau Dengan Memanfaatkan Data Citra Satelit Himawari 8 Dan Radiosonde Prosiding SNFA, Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya, 2018.
-
[8] S. Yulianto, Pemanfaatan Data Modis Untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar (Burned Area) Berdasarkan Perubahan Nilai NDVI di Provinsi Kalimantan Tengan Tahun 2009, Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, vol.6, 2009, pp.54-64.
-
[9] M. R. Saputra, Analisis Perbandingan Citra Satelit Aqua Modis Dan Noaa Avhrr Untuk Pemetaan Suhu Permukaan Laut Dengan Menggunakan Acuan Data In Situ (Studi Kasus : Perairan Pesisir Selat Madura). Skripsi thesis, ITN Malang, 2019.
-
[10] J. E. Deeming, Pengembangan Sistem Penilaian Bahaya Kebakaran Hutan Di Propinsi Kalimantan Timur Indonesia, Proyek Kerja Sama Deutsche Gesselschaft Fuer Technische Zumammarbeit (GTZ) dengan Departemen Kehutanan RI, Samarinda, 1995.
122
Discussion and feedback