PENGARUH PENGGUNAAN BOKASHI BERBAHAN FESES SAPI DAN CHROMOLAENA TERHADAP KANDUNGAN FRAKSI SERAT JERAMI ARBILA
on
pastura Vol. 11 No. 2 : 96 - 100 p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura
DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v11.i02.p05
PENGARUH PENGGUNAAN BOKASHI BERBAHAN FESES SAPI DAN CHROMOLAENA TERHADAP KANDUNGAN FRAKSI SERAT JERAMI ARBILA
Redempta Wea, Ronald R. S. Isliko, dan Bernadete Barek Koten
Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Kupang-NTT e-mail: redemptawea136@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan mengkaji fraksi serat jerami arbila (Phaseolus lunatus L) akibat penggunaan bokashi berbahan feses sapi dan chromolaena telah dilaksanakan di kebun pakan Desa Noelbaki, Kabupaten Kupang Tengah. Penelitian didesain menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yakni P0 = tanpa bokashi, P10 = bokashi 10 ton ha-1, P20 = bokashi 20 ton ha-1, P30 = bokashi 30 ton ha-1, P40 = bokashi 40 ton ha-1 dengan 4 ulangan. Variabel penelitian adalah kandungan fraksi serat: neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bokashi feses sapi dan chromolaena berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan fraksi serat jerami arbila. Rerata kadar NDF adalah 31,70% (P0=39,86%, P10=30,68%, P20=30,65%, P30=29,29%, P40=28,03%), rerata kadar ADF adalah 22,78% (P0=24,55%, P10=23,39%, P20=23,48%, P30=21,42%, P40=21,06%), rerata kadar hemiselulosa adalah 8,91% (P0=15,14%, P10=7,29%, P20=7,18%, P30=7,97%, P40=6,98%), rerata kadar selulosa adalah 18,26% (P0=19,60%, P10=19,02%, P20=18,31%, P30=17,57%, P40=16,80%), dan rerata kadar lignin adalah 3,76% (P0=4,39%, P10=3,51%, P20=4,20%, P30=3,36%, P40=3,33%). Kesimpulannya penggunaan bokashi feses sapi dan chromolaena terbaik adalah 40 ton ha-1.
Kata kunci: arbila, nutrien, pupuk organik, serat, sapi
EFFECT OF USING BOKASHI MADE FROM COW FAECES AND CHROMOLAENA ON THE FIBER FRACTION CONTENT OF ARBILA STRAW
ABSTRACT
A study examining the fiber fraction of arbila (Phaseolus lunatus L.) straw due to the use of bokashi made from cow faeces and chromolaena had been carried out in the farm of Noelbaki Village, Central Kupang Regency. The study used a randomized block design (RBD) with 5 treatments, P0 = without bokashi, P10 = bokashi 10 tons ha-1, P20 = bokashi 20 tons ha-1, P30 = bokashi 30 tons ha-1, P40 = bokashi 40 tons ha-1 with 4 replicates. The research variables were the content of fiber fractions: neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), hemicellulose, cellulose, and lignin. The analyzed were using analysis of variance and Duncan’s multiple range test. The results showed that the use of cow faeces bokashi and chromolena had a very significant effect on the fiber fraction content of arbila straw. The average NDF content was 31.70% (P0=39.86%, P10=30.68%, P20=30.65%, P30=29.29%, P40=28.03%), ADF content was 22.78% (P0=24.55%, P10=23.39%, P20=23.48%, P30=21.42%, P40=21.06 %), hemicellulose content was 8.91% (P0=15.14%, P10=7.29%, P20=7.18%, P30=7.97%, P40=6.98%), cellulose was 18.26% (P0=19.60%, P10=19.02%, P20=18.31%, P30=17.57%, P40=16.80%), and lignin content was 3.76% (P0=4.39%, P10=3.51%, P20=4.20%, P30=3.36%, P40=3.33%). It was concluded that the use of cow faeces bokashi and chromolaena was 40 tons ha-1.
Key words: arbila, cattle, fertilizer, fiber, nutrients, organic
PENDAHULUAN
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah pemasok ternak ruminansia terutama sapi bagi daerah lain di Indonesia. Potensi ini perlu didukung
dengan pakan yang memiliki kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang baik. Kondisi ini masih merupakan kendala terutama pada musim kemarau. Keterbatasan kemampuan pakan sumber energi dalam memenuhi
kebutuhan ternak secara lengkap akan mengakibatkan tidak maksimalnya produktivitas ternak. Oleh karena itu, perlu dilakukan kombinasi pakan sumber energi dan protein terutama yang berasal dari golongan legum agar dapat saling melengkapi unsur nutrien yang diperlukan oleh ternak.
Budidaya tanaman pakan berupa legum yang mampu berproduksi tinggi, tahan terhadap kekeringan, dan mampu bertahan pada lahan marjinal perlu dilakukan. Legum arbila (Phaseolus lunatus L) merupakan salah satu leguminosa natif yang biasanya hidup pada padang penggembalaan alam di NTT dan mampu hidup secara tumpang sari dengan tanaman sereal (Koten et al., 2012). Tanaman legum tumbuh merambat dengan daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungan tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi, tahan terhadap kekeringan, dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah, dan toleran terhadap tanah asam.
Koten et al. (2012) melaporkan bahwa bagian vegetatif legum arbila ini mengandung 11,67% bahan kering (BK), 13,48% abu, 21,21% protein kasar (PK), 3,79% lemak kasar (LK), dan 24,21% serat kasar (SK). Kulit polong kacang arbila mengandung 18,80% PK, 0,6% LK, 4% abu, 17,5% SK, dan 59,1% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Bijinya mengandung nutrien yang lebih tinggi lagi yaitu 27,2% PK, 0,9% lemak kasar, 5,5% abu, 5,2% serat kasar, dan 61,2% BETN (Tarruco-Uco et al., 2009). Nilai nutrien yang tinggi ini diharapkan dapat menjadi sumber protein dalam meningkatkan nilai manfaat kebun pakan yang ada di lahan kering.
Tanah merupakan media tanam dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman pakan. Kualitas fisik dan kimia tanah akan menentukan jumlah hara dan pemanfaatan hara tersebut oleh tanaman. Oleh karena itu perlu ditingkatkan dengan menambahkan bahan organik seperti bokashi. Menurut Koten et al. (2017), salah satu upaya meningkatkan kualitas pastura alam adalah dengan mengeliminir tanaman non palatabel (gulma) pada pastura tersebut dan memanfaatkannya menjadi pupuk dan obat-obatan bagi ternak yang merumput. Wea et al. (2017) melaporkan bahwa gulma dari pastura dapat diolah menjadi bokashi, dimana bokashi dengan bahan baku Chromolaena dan kotoran sapi menghasilkan 1,18 %, nitrogen dan 0,87% P205, yang tertinggi dari bokashi gulma lainnya.
Bahan organik dalam bentuk bokashi berbahan dasar gulma pastura alam (Chromolaena) dan kotoran sapi ini jika ditambahkan mempengaruhi kualitas tanah. Jumlah bahan organik yang terekspresi dalam level bokashi akan berpengaruh pada kualitas fisik
dan kimia tanah, yang akan berdampak pada kualitas jerami arbila yang tumbuh di atasnya.
Informasi mengenai kadar fraksi serat arbila (Pha-seolus lunatus L.) sebagai dampak dari penambahan bokashi Chromolaena dan kotoran sapi pada level yang berbeda belum tersedia. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengevaluasi kandungan fraksi serat jerami arbila (Phaseolus luna-tus L.) akibat penggunaan bokashi berbahan kotoran sapi dan Chromolaena.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun pakan ternak Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah pada tahun 2019 menggunakan bokashi berbahan feses sapi dan Chromolaena serta arbila varietas lokal (berasal dari desa Sahraen, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang dengan pola warna cok-lat muda berbintik hitam (koto fui) yang dipelihara hingga pasca panen).
Prosedur penelitian terdiri dari:
-
a. Pembuatan bokashi: dibuat dari hijauan Chro-molaena yang telah dicacah dan dijemur hingga kadar airnya mencapai 60% dan kotoran sapi yang telah dikeringkan kemudian ditimbang berat segar yaitu hijauan Chromolaena 100 kg : feces sapi 10 kg, kemudian ditebarkan di atas terpal.
Pembuatan larutan EM4 (EM4 1 liter+gula air 200 ml kemudian dilarutkan dalam air bersih sebanyak 5 liter), larutan EM4 dipercikkan ke dalam hijauan dan feses sapi sambil diaduk merata, larutan dimasukkan ke dalam kantung bokashi dan difermentasi 21 hari (pembalikan setiap minggu) (Wea et al., 2017).
-
b. Persiapan tanah dan bahan tanam (benih) meliputi: Pembongkaran tanah kemudian dibuat plot dengan ukuran 2 × 1 m. Penentuan perlakuan pada plot tersebut dilakukan secara acak berdasarkan pola RAK, serta dalam 1 plot disiapkan sejumlah lubang tanam dengan jarak 1 × 0,5 m.
-
c. Persemaian bibit: benih disemaikan dalam plot hingga berumur 14 hari.
-
d. Pemupukan : diberikan saat persiapan tanah pada 7 hari sebelum tanam.
-
e. Penanaman : membuat lubang tanam pada titik tanam sedalam 5 cm dengan menanam 2 anakan terbaik, setelah itu tanahnya dipadatkan.
-
f. Pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama : berupa penyiraman tanaman setiap hari hingga tanahnya menjadi lembab dan tidak tergenang (tiap hari sekali sebanyak 400 ml tiap rumpun
dan disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman). Penyiraman tanaman dilakukan sebanyak 1 kali/hari, sedangkan hama ditanggulangi dengan penyemprotan insektisida.
-
g. Panen : dilakukan jika 80% biji yang dihasilkan sudah matang. Pada saat panen akan dilakukan pengukuran jerami yang dihasilkan.
-
h. Pengeringan : jerami yang diperoleh dipisahkan antara batang dan daun kemudian dimasukkan dalam kantong koran yang telah diketahui beratnya kemudian dijemur hingga mencapai berat konstan. Setelah itu dilakukan penimbangan terhadap bagian–bagian tersebut.
-
i. Preparasi sampel : sampel jerami yang sudah kering selanjutnya digiling menggunakan saringan dengan diameter lubang saringan 1 mm.
-
j. Analisis kimia : sampel yang telah digiling akan dilakukan analisis fraksi serat berdasarkan analisis van Soest (AOAC, 2016).
Variabel penelitian adalah fraksi serat (%) hi-jauan arbila yang meliputi kadar neutral detergen fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang penentuannya menurut AOAC (2016).
Rancangan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan 5 perlakuan 4 kelompok. Perlakuan yang dicobakan adalah: P0 = tanpa bokashi (kontrol), P10 = bokashi 10 ton ha-1, P20 = bokashi 20 ton ha-1, P30 = bokashi 30 ton ha-1, P40 = bokashi 40 ton ha-1. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam /Analisys of Variance (ANOVA) dan uji jarak berganda Duncan (Gomez dan Gomes, 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil tanaman arbila (Phaseolus lunatus L.) merupakan salah satu jenis legum asli yang berada pada pastura alam NTT (Koten et al., 2019). Penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman arbila dapat bertahan hidup di daerah tropis seperti NTT. Rata-rata suhu selama penelitian adalah pagi hari pukul 06.00 Wita adalah 28°C, siang hari pukul 12.00 adalah 35°C, dan pada sore hari pukul 18.00 adalah 27°C. Suhu ini berada pada kisaran suhu yang direkomendasikan oleh Purbajanti (2013) yaitu antara 5-30°C. Sebelumnya benih disemaikan dan pada hari ke-3 benih mulai berkecambah. Benih yang sudah tumbuh dipindahkan pada hari ke-7 ke dalam plot tanaman dengan 5 tanaman/rumpun dan pada hari ke-15 dilakukan penjarangan tanaman dengan menyisakan 2 tanaman terbaik pada tiap lubang tanam sebagai tanaman penelitian. Hasil analisis tanah dan bokashi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Tanah dan Bokashi Saat Penelitian
Sampel
N total P2o5 (%) (ppm)
K (me/ 100g)
C (%)
Fraksi
Pasir Debu Liat (%) (%) (%) pH
Tanah
Latosol 0,19 28,20 0,15 6,13 23,45 62,20 14,35 6,6
Bokashi 0,09 4,94 1,23 - - - - -
Sumber: Laboratorium BPTP Nusa Tenggara Timur (2019)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat unsur hara tanah dan pH 6,6. Menurut Gardner et al. (2008), pH yang baik untuk pertumbuhan arbila berkisar 5,8-7,2. Kadar fraksi serat jerami arbila yang menggunakan bokashi feses sapi dan chromolaena tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar Fraksi Serat Arbila (Phaseolus lunatus L.) dengan Berbagai Level Bokashi Feces Sapi dan Chromolaena
Penggunaan Bokashi (ton ha-1) |
Kadar Fraksi Serat (%) | ||||
NDF |
ADF |
Selulosa |
Hemise-lulosa |
Lignin | |
P0 = Bokashi 0 (kontrol) |
39,86e |
24,55a* |
19,60a |
15,14a |
4,39a |
P10 = Bokashi 10 |
30,68d |
23,39b |
19,02b |
7,29b |
3,51b |
P20 = Bokashi 20 |
30,68c |
23,48b |
18,31c |
7,18c |
4,20a |
P30 = Bokashi 30 |
30,68b |
21,65c |
17,57d |
7,97c |
3,36b |
P40 = Bokashi 40 |
30,68a |
21,28c |
16,80e |
6,98c |
3,33b |
Keterangan:
*Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT
Penggunaan level bokashi berbeda terhadap NDF jerami Arbila
Berdasarkan data Tabel 2 diketahui bahwa hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian level bokashi berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar NDF jerami arbila. Uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) kandungan NDF antara masing-masing perlakuan serta kadar NDF jerami arbila semakin menurun dengan meningkatnya pemberian pupuk bokashi. Hal ini diduga disebabkan karena semakin banyak level bokashi maka akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang semakin meningkat dikarenakan tersedianya unsur hara yang cukup bagi tanaman sehingga walaupun umur tanaman sama namun kandungan airnya berbeda yakni kandungan air semakin tinggi serta proporsi dinding selnya lebih rendah dibandingkan dengan isi sel sehingga menyebabkan kadar NDF menurun. Hal ini sejalan dengan pendapat Beever et al. (2000) yang menyatakan bahwa konsentrasi serat NDF meningkat dengan meningkatnya kedewasaan tanaman serta makin tua tanaman maka akan lebih sedikit kandungan airnya sehingga lebih tinggi jumlah dinding sel dibandingkan isi sel.
Rerata kadar NDF jerami arbila pada penelitian ini adalah 31,70%. Kadar NDF ini lebih rendah dari kadar NDF rumput signal yang diberi pupuk cair dan umur pemotongan yang berbeda yang dilaporkan oleh Nurdianti (2018) yaitu 64,66%. Hal ini karena pada penelitian terdahulu menggunakan jenis pupuk dan perlakuan yang berbeda dengan penelitian ini.
Penggunaan level bokashi berbeda terhadap ADF jerami Arbila
Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan level bokashi yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan NDF jerami arbila. Uji Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan nyata (P<0,05) kadar ADF antara P0 (22,55%) dengan perlakuan P10, P20, P30, dan P40. Demikian juga terdapat perbedaan nyata (P<0,05) antara kadar ADF P10 dan P20 dengan P30 dan P40. Namun, tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) antara kadar ADF P10 dengan P20 dan juga antara P30 dengan P40. Pada Tabel 3 juga terlihat bahwa semakin tinggi pemberian pupuk bokashi kadar ADF jerami arbila semakin menurun.
Turunnya kandungan ADF diduga disebabkan karena bokashi yang digunakan mengandung unsur hara terutama N. Semakin tinggi level pemberian bokas-hi akan menambah ketersediaan unsur hara karena pupuk bokashi mengandung berbagai unsur hara di antaranya adalah N, P, dan K yang sangat dibutuhkan tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Nofrizal et al. (2019) yang menyatakan bahwa unsur hara yang terkandung dalam pupuk yang diberikan pada tanaman dapat memacu penurunan kadar ADF pada tanaman.
Rerata kadar ADF jerami arbila pada penelitian ini adalah 22,78%. Kadar ADF ini lebih rendah dari kadar ADF rumput lapangan yang diberi beberapa macam feses ternak pada lahan bera yang dilaporkan oleh Nofrizal et al. (2019) yaitu 38,33%. Hal ini disebabkan karena pada penelitian sebelumnya menggunakan jenis rumput dan pada penelitian ini menggunakan jenis legum dan jenis pupuk yang digunakan juga berbeda.
Penggunaan level bokashi berbeda terhadap selulosa jerami Arbila
Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian level pupuk bokashi yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar selulosa jerami arbila. Uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) kadar selulosa antara masing-masing perlakuan yakni antara P0, P10, P20, P30, dan P40, serta kadar selulosa jerami arbila semakin menurun seiring meningkatnya
pemberian pupuk bokashi. Hal ini disebabkan karena selulosa didapatkan dari kecernaan ADF. Hal ini sejalan dengan pendapat Tillman et al. (1998) bahwa kadar selulosa didapat dari hasil kecernaan ADF yang tercerna di dalam H2SO4, sehingga apabila selulosa terlarut maka kandungan ADF juga menurun.
Rerata kadar selulosa jerami arbila pada penelitian ini adalah 18,26%. Kadar selulosa ini lebih rendah dari kadar selulosa rumput lapangan yang diberi beberapa macam feses ternak pada lahan bera yang dilaparkan oleh Nofrizal et al. (2019) yaitu 30,42%. Hal ini disebabkan karena pada penelitian sebelumnya menggunakan beberapa jenis pupuk kandang dan unsur hara yang terkandung juga berbeda.
Penggunaan level bokashi berbeda terhadap hemiselulosa jerami Arbila
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian level pupuk bokashi yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar hemiselulosa jerami arbila. Uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) kadar he-miselulosa antara P0 dengan P10, P20, P30, dan P40. Demikian juga pada perlakuan P10 dengan perlakuan P20, P30, dan P40. Namun tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) kadar hemiselulosa antara perlakuan P20 dengan P30 dan P40 serta kadar hemiselusa semakin menurun dengan bertambahnya pemberian pupuk bokashi. Hal ini disebabkan karena kandungan hemiselulosa tergantung dari ketersediaan NDF dan ADF pada hijauan karena kadar hemiselulosa diperoleh dari selisih NDF dan ADF. Selulosa dan hemiselulosa saling berikatan pada dinding tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Suparjo (2000) bahwa hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat. Selanjutnya dijelaskan bahwa jika hijauan semakin tua maka proporsi selulosa dan hemiselulosa semakin bertambah.
Rerata kadar hemiselulosa jerami arbila pada penelitian ini adalah 8,91%. Kadar hemiselulosa ini lebih rendah dari kadar hemiselulosa rumput lapangan yang diberi beberapa macam feses ternak pada lahan bera yang dilaporkan oleh Nofrizal et al. (2019) yaitu 22,76%. Hal ini karena pada penelitian terdahulu menggunakan jenis pupuk dan perlakuan yang berbeda dengan penelitian ini.
Penggunaan level bokashi berbeda terhadap lignin jerami Arbila
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pembe-
rian level pupuk bokashi yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lignin jerami arbila. Uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) kadar lignin antara P0 dan P20 dengan P10, P30, dan P40. Namun tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) kadar lignin antara P10 dengan P20 dan P30, serta kadar lignin semakin menurun dengan bertambahnya pemberian pupuk bokashi. Hal ini karena kandungan lignin selalu sejalan dengan ketersediaan NDF dan ADF pada hijauan, karena semakin tinggi kandungannya maka semakin rendah tingkat kecernaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Grabber (2005) yang menyatakan bahwa hijauan yang mempunyai kandungan lignin tinggi mempunyai tingkat kecernaan yang rendah, dan membatasi biokonversi dari hijauan menjadi produk asal ternak.
Rerata kadar lignin jerami arbila pada penelitian ini adalah 3,76%. Kadar lignin ini lebih rendah dari kadar lignin rumput lapangan yang diberi beberapa macam feses ternak pada lahan bera yang dilaporkan oleh Nofrizal et al. (2019) yaitu 4,15%. Perbedaan ini terjadi karena penggunaan jenis pupuk dan perlakuan yang berbeda.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian pupuk bokashi hingga level 40 ton ha-1 dapat menurunkan kadar fraksi serat jerami arbila sehingga disarankan agar level bokashi feces sapi dan chromolaena 40 ton ha-1 dapat diaplikasikan pada tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2016. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Published by the Association of Official Analytical Chemists. Maryland.
Beever, D. E. N. Offer and M. Gill. 2000. The Feeding Value of Grass and Grass Products. In : A. Hopkins (Ed) Grass. Its Production and Utilization. Published for British Grassland Soc. By Beckwell Science. 141-195.
Gardner, F. P., R. B. Pearce and R. L. Mitchell. 2008. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa oleh Susilo ). UI Press. Jakarta.
Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 2010. Statistical Procedures for Agricultural Research (Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Alih bahasa oleh E.Syamsuddin dan J. S. Baharsyah). Edisi
Kedua. UI Press. Jakarta.
Grabber, J.H. 2005. How do Lignin Composition and Crosslinkng Affect Degrability A Review of Cell Wall Model Studies. Crop Science.45: 820-831.
Koten, B. B., R. D. Soetrisno, N. Ngadiyono, dan B. Soewignyo. 2012. Forage productivity of Arbila (Phaseolus lunatus) at various levels of rhizobium inoculants and harvesting times. J. Indonesian Trop. Anim. Agric. 37 (4). Pp.286-293.
Koten. B.B., R. Wea., A. Semang., B. Ndoen, dan N.S Yuliani. 2017. Upaya peningkatan produktivitas pasture dan ternak melalui penanganan spesies pada pasture alam Tuatuka. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
Koten. B.B., A. R. Tae, A. Semang, R. Wea., dan A. A. T. Lema. 2019. Kandungan mineral Arbila (Phaseolus lunatus L.) sebagai pakan pada tanah vertisol dengan penambahan bokashi berbahan Chromolaena odorata dan feces sapi. Jurnal Ilmu Peternakan Terapan. 2 (2): 63-68.
Nofrizal, Mulyani S, dan Syafrizal. 2019. Pengaruh penggunaan beberapa macam feses ternak pada lahan bera terhadap kualitas fraksi serat (NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa dan lignin) rumput lapangan. Jurnal Embrio 11 (1) : 48-58.
Nurdianti. 2018. Pengaruh Level Pemberian Pupuk Organik Cair dan Umur Pemotongan Terhadap Kandungan NDF dan ADF Rumput Signal (Brachiaria decumbens). Skripsi Fakutas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makasar.
Purbajanti, E. D. 2013. Rumput dan Legum. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Suparjo. 2000. Analisis Secara Kimiawi. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.
Tilman A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S. Lebdosukoco. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Torruco-Uco, J,. L. Chel-Guerrero., A. Martínez-Ayala., G. Dávila-Ortízand D.. Betancur Ancona. 2009. Angiotensin-I converting enzyme inhibitory and antioxidant activities of protein hydrolysates from Phaseolus lunatus and Phaseolus vulgaris seeds.LWT - Food Science and Technology. 42 (10): 1597–1604
Wea, R., B. B. Koten., dan B. Ndoen. 2017. Pengaruh jenis hijauan non palatable padang penggembalaan terhadap kandungan N total dan P2O5 Bokashi. Prosiding Seminar Nasional ke-1 Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Hal.145-147.
100
Discussion and feedback