PEMBERIAN PUPUK ORGANIK FESES KUSKUS BERBASIS KONSUMSI BUAH TERHADAP BIOMASSA RUMPUT SETARIA (Setaria sphacelata) PADA DEFOLIASI KEDUA
on
p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura
DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v11.i02.p02
pastura Vol. 11 No. 2 : 81 - 85
PEMBERIAN PUPUK ORGANIK FESES KUSKUS BERBASIS KONSUMSI BUAH TERHADAP BIOMASSA RUMPUT SETARIA (Setaria sphacelata) PADA DEFOLIASI KEDUA
Diana Sawen*, L. Nuhuyanan, Sriani Nauw, M. Junaidi, dan B. T. Hariadi SubLab Agrostologi Fakultas Peternakan Universitas Papua
Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, 98314
*e-mail: d.sawen@unipa.ac.id
ABSTRAK
Penggunaan pupuk organik sudah banyak dilakukan dalam budidaya hijauan pakan. Salah satu jenis pupuk organik yang juga bisa dimanfaatkan yaitu yang berasal dari kotoran satwa kuskus yang ada di penangkaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biomassa rumput setaria berupa rasio daun batang, produksi segar, dan produksi bahan kering akibat pemberian perlakuan pupuk organik (PO) feses kuskus pada defoliasi kedua. Penelitian didesain dalam rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan yaitu: P0= kontrol; P1 = 40 g/polybag PO feses kuskus berbasis konsumsi pisang; dan P2= 40 g/polybag PO feses kuskus berbasis konsumsi avokad. Penelitian dilakukan dengan 4 ulangan dengan lama waktu 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan masing-masing dosis 40 g/polibag PO feses kuskus berbasis konsumsi pisang dan avokad, secara analisis ragam nyata memberikan perbedaan terhadap biomassa rumput setaria (bobot segar dan produksi bahan kering), yaitu perlakuan P0 82 g/polybag, P1 dan P2 masing-masing, 123 g/polibag dan 122 g/polybag, sedangkan produksi BK 24,93 g (P0), 43,08 g (P1) dan 41,25 g (P2). Selain itu rasio daun batang dan bobot kering setaria juga tidak memberikan pengaruh. Dengan demikian disimpulkan bahwa P1 merupakan perlakuan terbaik yang mampu meningkatkan biomassa rumput setaria.
Kata kunci: biomassa, pupuk organik feses kuskus, Setaria sphacelata
BIOMASS OF Setaria sphacelata DUE TO ORGANIC FERTILIZERS OF CUSCUS FECES BASED ON FRUIT CONSUMPTION IN THE SECOND DEFOLIATION
ABSTRACT
The use of organic fertilizers has been widely carried out in forage cultivation. One type of organic fertilizer (PO) that can also be used is that which comes from the excrement of cuscus animals in captivity. This study aims to determine the biomass of Setaria grass in the form of leaf stem ratio, fresh production and dry matter production due to the treatment of cuscus feces organic fertilizer in the second defoliation. The study was arranged in a completely randomized design with 3 treatments including: P0 = control; P1 = 40 g/polybag PO cuscus feces based on banana consumption; and P2 = 40 g/polybag PO cuscus feces based on avocado consumption. The study was conducted with 4 replications with a duration of 3 months. The results showed that with the addition of each dose of 40 grams/polybag PO cuscus feces based on banana and avocado consumption, the analysis of variance significantly gave a difference to the biomass of Setaria sphacelata (fresh weight and dry matter production), namely P0 82 g/polybag, P1 and P2, respectively, 123 g/polybag and 122 g/polybag, while BK production was 24.93 g (P0), 43.08 g (P1) and 41.25 g (P2 ). In addition, the ratio of leaves to stems and dry weight of setaria also had no effect. Thus, it was concluded that P1 was the best treatment that could increase the biomass of setaria grass.
Keywords: biomass, cuscus fertilizer, Setaria sphacelate
PENDAHULUAN gai hijauan pakan ternak, jika dilihat dari tingkat
pertumbuhan, produktivitas atau hasil panen ma-Rumput setaria merupakan salah satu spesies upun nilai nutrisinya. Pemupukan dibutuhkan oleh tanaman yang mempunyai kualitas yang baik seba- tanaman termasuk hijauan pakan untuk keperluan
pertumbuhan dan produksi (Laksono dan Ibrahim, 2019). Selain pemupukan, tanah sendiri telah menyediakan unsur hara dan mineral yang cocok untuk tanaman. Namun, dalam jangka waktu panjang persediaan unsur hara dan mineral dalam tanah semakin berkurang karena diserap oleh tanaman. Menurut Lingga (2002) pemupukan merupakan kunci dari kesuburan tanah, karena satu atau lebih unsur hara dapat menggantikan unsur hara yang habis diserap oleh tanaman. Oleh karena itu, dalam pemupukan ada tiga hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan yaitu tanah, tanaman dan pupuk.
Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa pakan, ataupun air kencing (urine). Pakan mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam menentukan kadar hara jika pakan diberikan banyak mengandung hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) maka kotorannya pun akan kaya dengan zat tersebut (Hartono, 2011). Kotoran satwa yang biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk organik adalah guano dari kelelawar yang mengandung banyak unsur K (kalium). Jenis pakan yang dikonsumsi satwa kuskus yaitu buah-buahan, pucuk, dan dedaunan pohon di hutan (Sawen dan Sineri, 2020) dan sudah banyak didokumentasikan dalam riset-riset untuk tujuan konservasi dan edukasi.
Hasil penelitian Marliani (2010) menunjukkan penanaman rumput setaria dengan jenis pupuk kandang feses ayam dan feses sapi dengan dosis 150 g/polybag dapat meningkatkan produksi rumput setaria. Niknik et al. (2014), juga melaporkan hal yang sama, bahwa penambahan pupuk kotoran feses ayam petelur dan larutan EM4, mampu meningkatkan pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan) dan produktivitas rumput setaria pada defoliasi pertama dan kedua. Penanaman jenis hijauan pakan dengan pupuk organik seperti feses kuskus belum banyak dilakukan, dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana biomassa rumput setaria pada defoliasi kedua yang diberikan pupuk organik feses kuskus.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Jl Flamboyan B.18 Am-ban Manokwari Papua Barat, selama 3 bulan yaitu bulan Maret-Mei 2020. Analisis kadar air dilakukan di Sub Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan Universitas Papua Manokwari. Analisis tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu: pols rumput setaria (Setaria sphacelata) berukuran ± 20 cm, tanah, polybag ukuran 30 × 25 cm2 berwarna hitam dengan kapasitas 5 kg, pupuk organik feses kuskus, dan air. Sedangkan alatnya: cangkul, parang, cutter, pita ukur/ penggaris ukuran 100 cm, ember, ayakan tanah dari kawat dengan ukuran 0,5 mm (35 mesh), timbangan digital camry kapasitas 5 kg dan 2 kg dengan tingkat ketelitian 0,01 g, timbangan digital kapasitas 100 g dengan tingkat ketelitian 0,001 g, karung plastik, plastik sampel, tali rafia, kamera, gunting stek, ther-mohigrometer, oven, desikator, gegep, alumnunium foil, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan
Penelitian didesain dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuannya yaitu: P0= Kontrol (100 % tanah); P1= dosis 40 g/ polybag, pupuk organik feses kuskus berbasis pakan pisang; P2= 40 g/polybag, pupuk organik feses kuskus berbasis pakan avokad.
Pelaksanan Penelitian
Persiapan Media Tanam. Tanah yang digunakan berasal dari Taman Ternak Fakultas Peternakan UNIPA Manokwari. Tanah yang sudah diambil, dijemur selama 1 minggu untuk mematikan mikroorganisme yang masih ada di dalamnya, setelah itu tanah disaring dengan menggunakan ayakan tanah, sehingga tanah menjadi halus dan steril. Selanjutnya tanah dimasukan ke dalam polybag, sebanyak 5 kg. Khusus untuk perlakuan P1 dan P2, tanah pada masing-masing polybag dicampurkan dengan pupuk organik feses kuskus sesuai dosisnya yaitu 1:1 (v/v) (Hadisuwito, 2012). Dosis pemberiannya didasarkan pada kebutuhan pupuk organik untuk rumput yaitu 20 ton/ha.
Persiapan Bibit. Bibit rumput setaria yang ditanam yaitu pols yang berasal dari tanaman yang sudah dewasa, dipotong dengan ukuran 15-20 cm dengan jumlah sesuai satuan percobaan. Pols dibersihkan dari pelepah kering dan petiole yang melekat pada bagian pols, yang bertujuan agar mempercepat pertumbuhan akar pada saat rumput ditanam.
Penanaman. Setelah tanah di dalam polybag, bibit setaria, dan pupuk organik feses kuskus sudah siap, feses yang akan digunakan dipisahkan sesuai perlakuan masing-masing. Selanjutnya masing-masing tanah pada polybag dikeluarkan pada wadah karung plastik untuk memudahkan pencampuran secara merata dengan pupuk kotoran kuskus dan dimasukkan kembali ke dalam polibagnya. Pemupukan hanya di-
berikan 1 kali. Penanaman dilakukan pada sore hari, dengan menanam 1 pols dalam setiap polybag, dengan kedalaman 5 cm. Selanjutnya polybag diatur sesuai dengan denah penempatan perlakuan. Jarak antar polybag adalah 50 cm.
Penyeragaman/Trimming I dan Defolia-si I. Tujuan trimming atau penyeragaman adalah untuk merangsang pertumbuhan kembali dan menyeragamkan pertumbuhan pada periode berikutnya (Lakitan, 2007). Setelah pols rumput setaria yang ditanam bertumbuh, dilakukan trimming setelah 14 hari (dua minggu) dengan jarak pemotongan 15 cm di atas permukaan tanah. Selanjutnya tanaman setaria dipelihara hingga umur 40 hari, baru kemudian dilakukan defoliasi pertama. Sedangkan selanjutnya tanaman rumput setaria dipelihara kembali untuk pengamatan dalam penelitian ini.
Pemeliharaan. Pemeliharaan rumput setaria dilakukan dengan penyiraman yang rutin dua kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIT dan sore hari pukul 17: 00 WIT sampai tanaman tumbuh dengan baik. Frekuensi penyiraman disesuaikan dengan kondisi cuaca, apabila cuacanya panas maka dilakukan penyiraman dan sebaliknya apabila hujan maka tidak dilakukan penyiraman. Selanjutnya dilakukan penyiangan terhadap gulma atau tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar rumput setaria di dalam polybag, dilakukan setiap minggu sekali. Sedangkan penyulaman tidak dilakukan karena selama penelitian, tidak ada tanaman setaria yang mati.
Pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap minggu berjalan selama penelitian untuk mengukur pertumbuhan tanaman. Sedangkan untuk pengamatan biomassa atau produksi, dilakukan pada akhir penelitian yaitu saat defoliasi, umur 60 hari setelah defoliasi pertama. Setelah penimbangan bobot segar hijauan, dihitung persentase daun dan batang. Selanjutnya dilakukan analisis kadar air rumput setaria, sesuai prosedurnya. Sekaligus untuk mendapatkan kadar bahan kering hijauannya.
Analisis Data. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisis sidik ragam (Anova) sesuai rancangan acak lengkap menggunakan SPSS versi 22. Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) (Steel and Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam (Anova) pengaruh pemberian pupuk organic feses kuskus berbasis konsumsi buah terhadap biomassa rumput Setaria (Setaria sphacelata) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam (Anova) Variabel Pengamatan Rumput Setaria sphacelata yang Diberikan Pupuk Organik Feses Kuskus Berbasis Konsumsi Buah pada Defoliasi Kedua
Variabel |
Perlakuan | ||
P0 |
P1 |
P2 | |
Rasio daun batang |
1,73±0,84 |
1,75±0,81 |
1,85±0,66 |
Produksi bobot segar (g/polybag) |
82,00±9,08a |
123,00±21,09b |
122,00±18,91b |
Produksi bobot kering (g/polybag) |
24,93±5,68a |
43,09±10,13b |
41,26±13,93b |
Keterangan:superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Rasio Daun Batang
Rasio daun batang merupakan salah satu parameter produksi dan kualitas hijauan pakan, karena rasio daun batang menunjukkan perbandingan antara jumlah daun dan batang yang dihasilkan, umumnya kualitas daun lebih baik daripada batang. Semakin tinggi rasio daun dan batang, kecenderungan kualitas hijauan pakan semakin semakin baik.
Rata-rata jumlah rasio daun batang yang dihasilkan rumput setaria pada tiap perlakuan penanaman yang memberikan nilai lebih tinggi (Tabel 1) yaitu P2 sebesar 1,85 diikuti dengan perlakuan P1 sebesar 1,75 dan P0 sebesar 1,73. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik feses kuskus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rasio daun batang. Hal ini dapat dikatakan bahwa hasil antara perlakuan P0 (kontrol) tidak berbeda jauh dengan perlakuan yang diberi pupuk organik feses kuskus (P1dan P2). Hal ini berarti pelakuan pupuk organik feses kuskus dengan dosis 40 g/pol-ybag belum mampu meningkatkan rasio daun batang pada rumput setaria. Menurut Setyati (1996), bahwa faktor- faktor pembatas dari pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman adalah suplai air, suhu, suplai cahaya, dan suplai hara-hara penting. Menurut Humprey (1991) dan Whiteman (1974), im-bangan daun batang dipengaruhi oleh faktor jenis tanaman, pemupukan, dan umur tanaman, dimana rumput tropis lebih bersifat membentuk batang secara kontinyu dan cenderung berbunga terus. Dalam hal pemupukan, dengan meningkatnya dosis N dapat meningkatkan proporsi daun batang tetapi juga ada yang mengalami penurunan.
Produksi Bobot Segar
Rata-rata produksi bobot segar meliputi batang dan daun yang dihasilkan rumput setaria pada tiap perlakuan penanaman yang memberikan nilai lebih tinggi yaitu P1 sebesar 123 gram per polybag, diikuti perlakuan P2 yaitu 122 gram/polybag dan perlakuan
kontrol (P0) sebesar 82 g/polybag (Tabel 1). Tingginya produksi bobot segar diduga dari pemberian pupuk feses kuskus yang banyak mengandung unsur hara, sehingga dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Sesuai dengan pendapat Lingga (2002) bahwa pemupukan dapat memberikan produksi berat segar suatu tanaman menjadi lebih tinggi, karena pemupukan berarti menambah zat-zat makanan atau asupan nutrisi pada tanaman yang berguna untuk pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan rumput setaria berbasis pupuk organik feses kuskus berpengaruh nyata (P<0,05) dalam meningkatkan produksi bobot segar rumput setaria. Perlakuan P2 dan P1 (pupuk organik feses kuskus dengan dosis 40 g) dapat menghasilkan produksi bobot segar lebih tinggi dibandingkan P0 (kontrol). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (P0) berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Hal ini karena pada perlakuan P1 dan P2 lebih banyak menerima unsur hara yaitu pupuk organik yang mengandung unsur nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman rumput setaria. Purbajanti (2013), menyatakan bahwa pemupukan dapat memberikan hasil atau produksi bobot segar suatu tanaman menjadi lebih tinggi, karena pemupukan berarti menambah zat-zat makanan pada tanaman yang berguna untuk pertumbuhan tanaman itu sendiri. Produksi bobot segar rumput setaria pada penelitian ini rendah bila dibandingkan dengan produksi bobot segar hijauan rumput Setaria sphacelata yang diberi pupuk kandang feses kambing yaitu 30,79 ton ha-1 (dihitung dari 769,84 g/polybag yang diletakkan pada jarak tanam 50 cm × 50 cm) seperti yang dilaporkan oleh Hartono (2011).
Menurut Reksohadiprojo (1985) potensi produksi rumput setaria adalah ± 80 ton ha-1 tahun-1. Hal ini berarti produksi berat segar yang dihasilkan cukup optimal. Hal ini sesuai pendapat Prawiradiputra et al. (2006), yang menyatakan bahwa produksi rumput setaria biasanya menghasilkan ratusan batang, pertumbuhan kembali setelah pemotongan pertama, selanjutnya dengan bertambahnya umur, rasio daun dan batang cepat meningkat.
Produksi Bobot Kering
Rata-rata produksi bobot kering rumput setaria untuk setiap perlakuan yang memberikan nilai tertinggi yaitu perlakuan P1 sebesar 43,09 g/polibag, diikuti oleh perlakuan P2 sebesar 41,26 g/polibag dan perlakuan kontrol (P0) sebesar 24,93 g/polibag. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi bobot
kering. Rendahnya produksi bobot kering rumput Setaria sphacelata yang diberi pupuk organik feses kuskus diduga karena ketersediaan unsur hara yang terdapat pada pupuk feses kuskus belum optimal untuk dimanfaatkan oleh petumbuhannya. Hal ini berbeda dengan perlakuan P0 (kontrol) yang hanya mengandalkan unsur hara yang terkandung dalam tanah saja tanpa ada penambahan unsur hara dari luar. Hasil penelitian ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian Marliani (2010) dengan perlakuan pupuk organik feses ayam dengan pemberian dosis 150 g/polybag rumput Setaria sphacelata yaitu 1.078,40 g. Menurut Siregar (1994) bahwa berat kering ideal hijauan adalah berkisar antara 6070%. Hal ini berarti produksi bobot kering rumput setaria berbasis pupuk organik feses kuskus pada penelitian ini masih belum optimal. Rendahnya nilai produksi bahan kering disebabkan karena dosis pemberian pupuk organik feses kuskus yang diberikan masih rendah, sehingga jumlah kandungan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman belum maksimal untuk merespon produksi rumput setaria. Hidayah (2003) menyatakan bahwa ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang pada suatu tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain itu menurut Maranatha et al. (2019), salah satu indikator penyebab rendahnya produksi bahan kering hijauan, dapat dipacu oleh adanya ketersediaan N dalam tanah juga dipengaruhi oleh bahan segar tanaman yang menyusut ketika dikeringkan, sehingga perlakuan tidak memberikan perbedaan diantara ketiga perlakuan rumput tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan selama tiga bulan, rata-rata temperatur udara berkisar 27,7– 28,0 oC, kelembaban udara berkisar 82-86 oC dan rata rata curah hujan 132-485 mm (BMKG Manokwari, 2020). Menurut Reksohadiprodjo (1992), suhu yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman rumput setaria antara 25-40 oC, rata-rata curah hujan pada tiga bulan penelitian tergolong tinggi. Selain itu, curah hujan yang terlalu tinggi mempercepat pengikisan unsur hara tanah di lahan terbuka, sehingga produktivitas tanaman dapat menjadi rendah.
SIMPULAN DAN SARAN
Pemberian pupuk organik feses kuskus mampu meningkatkan biomasa rumput Setaria sphacelata, dilihat dari produksi bobot segar dan produksi bobot keringnya. Perlakuan pemberian pupuk organik feses kuskus dengan dosis 40 g/polybag berbasis pakan buah pisang merupakan perlakuan terbaik. Sebagai rekomendasi, perlu diujicobakan perlakuan
yang sama dengan dosis pemberian yang lebih tinggi atau bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
BMKG Manokwari. 2020. Laporan Data Iklim Kabupaten Manokwari, bulan Januari-April 2020. Manokwari: BMKG.
Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair (N. Opi & P. Rahmat, eds). Jakarta Selatan: PT. Agromedia Pustaka.
Hartono, B. 2011. Produksi dan kandungan nutrisi rumput setaria (Setaria sphacelata) pada pemotongan pertama yang diberi pupuk kandang feses kambing dengan dosis berbeda. Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau.
Hidayah. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk PHONS-KA Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Raja (King Grass). Skripsi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Humprey, L.R. 1991. Tropical Pasture Utilization. Cambridge University Press. Cambridge.
Lakitan, B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Laksono, J. dan W. Ibrahim. 2019. Analisis kuantitatif pertumbuhan dan produksi rumput Setaria (Setaria sphacelata) pada berbagai dosis pupuk nitrogen. Jurnal Peternakan. Vol. 3 (2). E-ISSN 2599-173688.
Lingga. P. M., 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT. Penebar Swadaya.
Maranatha, G., M. R. Pelokilla, A. E. Manu, Y. U. L. Sobang dan M. Yunus. 2019. Produksi bahan segar dan bahan kering rumput Mulato (Brac-hiaria hybrid cv. Mulato) hasil integrasi legume dan tanaman hortikultura pada lahan kering. Prosiding Joint Seminar Nasional HITPI ke-8
dan Seminar Nasional Peternakan ke-5. Kupang, 5-6 November 2019. Hal 132-136
Marliani. 2010. Produksi dan Kandungan Gizi Rumput Setaria (Setaria sphacelata) Pada Pemotongan Pertama yang Ditanam dengan Jenis Pupuk Kandang Berbeda. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau.
Niknik, A. Marsuki, dan B. Sugiyanto. 2014. Pemberian pupuk organik kotoran ayam petelur dan konsentarasi EM4 dalam meningkatkan produksi rumput setaria (Setaria sphacelata). Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol. 14(1): 65-74. https://doi. org./10.25047/jii.v14i1.55.
Prawiradiputra B., R. Sajimin, N. Purwantara, dan D. Herdiawan. 2006. Hijauan makanan ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Purbajanti, E. D. 2013. Rumput dan Legum. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Edisi Revisi BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sawen, D. dan A. S. Sineri. 2020. The feed plants species of Cuscus Phalanger orientalis in Yamna Island, Sarmi Regency. Word Journal of advanced Research and Reviews, 6(1): 031-039. https://doi. org/10.30574/wjarr.2020.6.1.0043.
Setyati, S. H. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia, Penebar Swadaya, Jakarta
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Whiteman, P. C. 1974. The environment and Pasture Growth. “In a Course Manual in Tropical Pasture Science”. A.V.C. Fergusson and Co. Ltd. Brisbane, Australia.
85
Discussion and feedback