pastura Vol. 1 No. 2 : 39 - 43

ISSN : 2088-818X


PENINGKATAN PRODUKTIVITAS Indigofera sp. SEBAGAI PAKAN HIJAUAN BERKUALITAS TINGGI MELALUI APLIKASI PUPUK ORGANIK CAIR: 1. PRODUKSI HIJAUAN

DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI TANAH

Suharlina1'2, Luki Abdullah3

  • 1)    Mahasiswa Pasca Sarjana Program Magister Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

  • 2)    Konsentrasi Studi Peternakan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian KutaiTimur, Jl. Soekarno-Hatta No. 1 Sengata – Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Email: izzati_dn@yahoo.com; suharlina38@yahoo.com

  • 3)    Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Jl. Agatis Dramaga Bogor 16680.

Email: LukiAbdullah@gmail.com

ABSTRAK

Limbah industri penyedap masakan (sipramin) memiliki potensi untuk digunakan sebagai pupuk organic cair karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh sipramin sebagai pupuk organic cair terhadap kondisi tanah, pertumbuhan kembali dan produktivitas hijauan Indigofera sp. untuk ternak ruminansia. Desain penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial, faktor pertama adalah dosis pupuk (0, 10, 20 dan 40%) dan faktor kedua adalah waktu pemberian pupuk (30 dan 15 hari sebelum panen [hsp]). Peubah yang diamati adalah karak teristik kimia dan biologi tanah, pertumbuhan kembali dan produk sihijauan Indigofera sp. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis sidik ragam. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah nitrogen (N) total tanah, bakteri pelarut fosfat dan bakteri Rhizobium sp. Berbeda nyata (P<0,05) pada dosis pupuk 40% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah bakteri pelarut fosfat dan P tersedia pada 15 hsp lebih tinggi dibandingkan 30 hsp. Pupuk sipramin dengan dosis 40% dapat meningkatkan kandungan C-organik dan sangat nyata (P<0,01) meningkatkan produksi hijauan (daun dan tajuk). Rasio daun dan tajuk pada 15 hsp lebih tinggi dibandingkan 30 hsp. Terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah bintil akar pada pemupukan dengan dosis 40% dibandingkan dosis lainnya. Penambahan pupuk sipramin dengan dosis 40% pada 15 hsp memperlihatkan hasil terbaik terhadap karakteristik kimia dan biologi tanah, pertumbuhan kembali dan produktivitas Indigofera sp.

Kata kunci: Hijauan, Indigofera sp., pupuk organic cair, sipramin.

IMPROVEMENT OF Indigofera Sp. PRODUCTIVITY AS HIGH QUALITY FORAGE

BY USING LIQUID ORGANIC FERTILIZER APPLICATION: 1. HERBAGE PRODUCTION AND THE EFFECT ON SOIL CONDITION

ABSTRACT

The food flavor manufacture waste (called Sipramin) have a great potential to used as liquid organic fertilizer due to the nutrition contents that needed by plants. The objectives of this research were to evaluate the effect of sipramin as liquid organic fertilizer on soil condition, re-growth, and herbage productivity of Indigofera sp. for ruminants. This experiment used factorial completely randomized design; the first factor was fertilizer dosages (0, 10, 20 and 40%) and the second factor was fertilization times (30 and 15 days before harvested [dbh]). The observed variables were soil chemical and biological characteristic, re-growth and forage production, and nutritive value of Indigofera sp. for ruminants. The data were analyzed by analysis of variance. The result showed that the soil nitrogen, number of phosphate resolvability bacteria and Rhizobium sp. were significantly different (P<0.05) on 40% fertilizer dosage than the other treatments. The phosphate resolvability bacteria and available phosphate (P available) of 15 dbh were higher than 30 dbh. Sipramin fertilizer of 40% dosage improved C-organic content and carbon to nitrogen (C/N) ratio value of soil, and significantly (P<0.01) increased forage production (leaf and steam). The leaf and steam ratio of 15 dbh were higher than 30 dbh. There were significantly different (P<0.01) on number of root nodule on 40% dosage than others. The addition of 40% sipramin at 15 dbh fertilization time showed the best result to chemical and biological soil characteristic, re-growth, and productivity of Indigofera sp.

Keywords : Herbage, Indigofera sp., liquid organic fertilizer, sipramin

PENDAHULUAN

Ternak ruminansia memiliki peranan yang sangat penting dalam program swasembada daging 2014. Pengembangan ternak ruminansia dapat berjalan den-

gan baik jika kebutuhan akan hijauan pakan tersedia. Penyediaan pakan secara berkelanjutan dalam arti jumlah yang cukup dan kualitas yang baik merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas ternak ruminansia. Leguminosa pohon sebagai tana-

man pakan di daerah tropis memegang peranan penting dalam penyediaan pakan hijauan yang bergizi tinggi. Salah satu leguminosa pohon yang dapat menghasilkan hijauan sepanjang tahun adalah Indigofera sp. Menurut Hassen et al. (2007) komposisi Indigofera sp. terdiri dari bahan kering 21,97%, lemak kasar 6,15%, protein kasar 24,17%, abu 6,41%, NDF 54,24%, ADF 44,69% dan data produksi tanaman 2,595 kg, produksi daun 967,75 g (36,43%), produksi batang 1627,24 g serta tinggi tanaman 418 cm.

Upaya peningkatan kualitas dan produktivitas hijauan pakan memerlukan pupuk. Penggunaan pupuk kimia yang selama ini diterapkan dalam jangka panjang dapat menurunkan kualitas tanah dan berdampak negatif terhadap lingkungan dan air. Turunnya kualitas tanah mengakibatkan kebutuhan nutrisi tanah semakin meningkat dalam arti kebutuhan pupuk meningkat. Kebutuhan yang tinggi dan mahalnya harga pupuk mendorong upaya untuk mencari pupuk alternatif yang lebih ekonomis dan mudah tersedia diantaranya adalah pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang bahannya berasal dari bahan organik seperti tanaman, hewan ataupun limbah organik. Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan menyebabkan tanah mampu mengikat air lebih banyak (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Limbah industri penyedap masakan merupakan limbah industri hasil pertanian yang memiliki potensi sebagai pupuk organik cair yang murah dan mudah diterapkan pada tanaman. Limbah industri penyedap masakan merupakan sisa proses asam amino (sipramin) yang dapat digunakan sebagai pupuk karena mengandung unsur hara makro N, P K, Ca, Mg, beberapa unsur mikro seperti Cu, dan Zn (Anwar dan Suganda, 2002) dan bahan organik cukup tinggi (8,1–12,7%) sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambah bahan organik tanah (Sofyan et al., 1997). Penerapan pupuk sipramin diharapkan mampu meningkatkan produktivitas hijauan makanan ternak (HMT) sehingga dapat memenuhi penyediaan pakan hijauan secara berkelanjutan.

Evaluasi pengaruh penggunaan pupuk sipramin dapat dilakukan analisis terhadap tanah dan produksi HMT. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai aspek agronomi Indigofera sp. yang ditumbuhkan dengan pupuk sipramin dan mengevaluasi dampak penggunaan pupuk tersebut terhadap kondisi tanah.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh pemberian pupuk organik cair dari limbah penyedap masakan terhadap karakteristik kimia dan biologi tanah, pertumbuhan kembali (regrowth) dan produksi HMT.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2009 di Lab Agrostologi, Lab Biologi Tanah, dan Lab Kimia Tanah Institut Pertanian Bogor.

Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah sipramin Saritana produksi PT. Sasa Inti,

Probolinggo. Derajat keasaman (pH) sipramin dinaikkan menjadi 5,80–6,0 dengan penambahan larutan abu gosok pada konsentrasi 20%. pH larutan abu gosok 9,13–9,56. Abu gosok yang digunakan mengandung Ca sebesar 0,056% dan P sebesar 0,029%.

Desain percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 4x2 dengan 3 ulangan (Steel dan Torrie, 1981). Faktor pertama adalah dosis pupuk organik cair sipramin Saritana yaitu 0 (kontrol), 10, 20 dan 40%. Faktor kedua adalah waktu pemberian pupuk yaitu 30 dan 15 hari sebelum panen. Tanaman dipanen pada umur 60 hari. Tanaman dipelihara di rumah kaca dengan suhu 24oC dan kelembaban 92% pada pagi hari dan suhu 35oC dan kelembaban 87% pada siang hari. Peubah yang diamati adalah karakteristik kimia dan biologi tanah (kandungan N, Ptersedia, C-organik, jumlah bakteri pelarut fosfat, jumlah rhizobium dan pH tanah), pertumbuhan kembali (regrowth) dan produksi hijauan makanan ternak (HMT) (produksi daun dan tajuk, rasio daun-cabang, dan jumlah bintil akar).

Polybag diisi dengan 12 kg tanah ditambah 60 gram kapur dan 100 gram pupuk kandang. Indigofera sp. ditanam dalam polybag di dalam rumah kaca. Sebelum diberi perlakuan, tanaman di-treeming pada ketinggian 100 cm diatas permukaan tanah. Analisis kandungan N dengan metode Kjeldhal (AOAC 1990), Ptotal (HCl 25%), Ptersedia (Bray I) dan C-organik (Walkley & Black). Jumlah Rhizobium sp. dan bakteri pelarut fosfat dihitung menggunakan metode Clark (1965). Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter.

Produksi segar tanaman setelah dipanen ditimbang kemudian diukur persentase bahan keringnya (%BK). Produksi bahan kering merupakan hasil perkalian %BK dengan produksi segar tanaman. Rasio daun-cabang dihitung dengan menimbang sample berat tanaman yang dipanen kemudian dipisahkan antara bagian daun dan cabang. Data jumlah bintil akar diperoleh dengan cara menghitung bintil akar yang sehat (hidup).

Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam menggunakan SPSS 13.0. Apabila terdapat perbedaan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • a.    Karakteristik kimia dan biologi tanah

Komposisi nitrogen (N) total tanah yang diberi pupuk dengan dosis 40% berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya (Tabel 1). Perbedaan waktu pemberian pupuk tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan N total tanah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk dengan dosis 40% meningkatkan kandungan N tanah dan menyebabkan tanah lebih banyak mengandung unsur N bagi tanaman.

Kandungan C-organik tanah setelah diberi pupuk sipramin tidak berbeda nyata dengan kontrol. Kandungan C-organik tanah tersebut tergolong rendah (Tabel 1). Kandungan C-organik <2% tergolong rendah, padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5% (Suriadikarta & Simanungkalit 2006). Rendahnya kandungan C-organik pada tanah tersebut

Tabel 1. Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan N total dan C-organik tanah (%BK)

Dosis pupuk (%)

30 hsp

N total (%)

15 hsp

Rataan

30 hsp

C-organik

15 hsp

Rataan

0

0,17±0,02

0,15±0,01

0,16±0,01b

0,72±0,45

1,22±0,27

0,97±0,36

10

0,17±0,03

0,17±0,02

0,17±0,00b

0,52±0,16

0,79±0,34

0,65±0,19

20

0,17±0,04

0,15±0,00

0,16±0,01b

0,44±0,05

0,48±0,11

0,46±0,03

40

0,24±0,01

0,29±0,01

0,26±0,04a

0,64±0,33

0,86±0,70

0,75±0,16

Rataan

0,18±0,02

0,19±0,01

0,58±0,25

0,84±0,35

Keterangan:

a,b pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)


Tabel 2. Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan P tersedia dan jumlah bakteri pelarut fosfat (%BK)

Dosis pupuk (%)

P tersedia (ppm)

Bakteri Pelarut Fosfat (SPK/g 102)

30 hsp

15 hsp

Rataan

30 hsp

15 hsp

rataan

0

1,35±0,21

1,60±0,14

1,48±0,18b

6,68±1,90

10,65±0,07

8,66±2,81b

10

1,70±0,28

1,95±0,07

1,83±0,18b

9,36±1,90

9,36±1,90

9,36±0,00b

20

1,70±0,42

2,35±0,64

2,03±0,46b

9,31±5,65

7,95±3,75

8,63±0,96b

40

5,50±0,71

5,95±0,07

5,73±0,32a

63,55±8,27

29,20±22,49

46,38±24,29a

Rataan

2,56±0,41q

2,96±0,23p

22,22±4,43

14,29±7,05

Keterangan: a,b pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) p,q pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk).


Tabel 3. Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah bakteri Rhizobium sp. (%BK) dan pH tanah

Dosis Pupuk (%)

Bakteri Rhizobium sp. (SPK/g 103)

pH tanah

30 hsp

15 hsp

rata-rata

30 hsp

15 hsp

rata-rata

0

68,40±1,84

64,60±1,70

66,50±2,69a

6,95±0,07

7,20±0,21

7,05±0,14a

10

52,35±0,35

54,20±4,38

53,28±1,31b

6,85±0,07

6,65±0,07

6,75±0,14ab

20

29,00±2,55

29,90±3,82

29,45±0,64c

6,90±0,14

6,25±0,21

6,53±0,53bc

40

1,30±0,33

1,70±0,15

1,50±0,28d

6,45±0,35

5,95±0,49

6,20±0,35c

Rataan

37,76±1,27

37,60±2,51

6,79±0,16p

6,48±0,25q

Keterangan:

a,b,c pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) p,q pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)


dikarenakan kandungan C-organik pada sipramin juga

rendah. Kandungan C-organik pada sipramin yang

dipakai dalam penelitian adalah 6,11%.

Setelah nitrogen (N), fosfor (P) sering menjadi unsur pembatas dalam tanah. Banyaknya kandungan P total tanah belum tentu dapat memenuhi kebutuhan P tanaman. Jumlah P yang dibutuhkan tanaman bergantung pada P tersedia dalam tanah. Kandungan P tersedia pada tanah yang diberi pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dosis lainnya (Tabel 2). Pemupukan pada 15 hari sebelum panen (hsp) memiliki kandungan P tersedia yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan 30 hsp. Hal tersebut menjelaskan bahwa pemberian pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% pada 15 hsp dapat menyediakan unsur P tersedia yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya.

Ketersediaan P dalam tanah erat kaitannya dengan bakteri pelarut fosfat. Bakteri pelarut fosfat berperan dalam menguraikan ikatan P dari mineral tanah lainnya sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Semakin banyak jumlah bakteri pelarut fosfat maka semakin besar tanaman mendapatkan P tersedia. Jumlah bakteri pelarut fosfat pada pemupukan dengan dosis

40% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan dosis lainnya (Tabel 2). Hal tersebut dikarenakan dosis pupuk 40% lebih banyak mengandung P dibandingkan dosis pupuk lainnya. Menurut Premono (1994) penggunaan bakteri pelarut P dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60135 %.

Jumlah bakteri Rhizobium berhubungan dengan jumlah N pada tanah. Jika jumlah N dalam tanah semakin tinggi maka jumlah bakter Rhizobium sp. semakin sedikit (Tabel 3). Hal ini dikarenakan tanaman hanya memerlukan bakteri Rhizobium sp. untuk fiksasi N ketika kandungan N dalam tanah tidak memenuhi kebutuhan tanaman. Tanah yang diberi pupuk 40% memiliki jumlah bakteri Rhizobium sp. yang berbeda nyata (P<0,05) dengan dosis pupuk lainnya. Jumlah bakteri Rhizhobium sp. dalam tanah yang sedikit mengindikasikan bahwa tanah banyak mengandung N bagi tanaman.

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor penting yang mempengaruhi ketersediaan unsur hara dan menentukan kesuburan

tanah. Pemupukan sipramin Saritana dengan dosis 40% memiliki pH yang nyata (P<0,05) lebih kecil dibandingkan dengan dosis lainnya (Tabel 3). Pemberian pupuk sipramin pada 15 hsp memiliki pH yang nyata (P<0,05) lebih asam dibandingkan pH tanah yang dipupuk pada 30 hsp. Namun demikian, pH tanah yang telah diberi pupuk sipramin Saritana berada dalam kisaran normal sehingga memungkinkan penyediaan unsur hara bagi tanah. Nilai pH tanah yang tergolong normal adalah 6,6-7,3; pH 5,6-6,0 tergolong sedikit

asam dan pH 5,1-6,0 tergolong moderat asam (Jenks

dan Hasegawa, 2005).

  • b.    Pertumbuhan kembali (regrowth) Indigofera sp.

Hasil analisis produksi daun pada periode tanam I tidak berbeda nyata pada perlakuan waktu pemberian pupuk, tetapi cenderung berbeda (P=0,09) pada dosis pupuk (Tabel 4). Hal tersebut dikarenakan pupuk organik bekerja dalam waktu relatif lama.

Produksi daun pada periode tanam II cenderung lebih tinggi 5,63% (P=0,07) dibandingkan dengan produksi pada periode tanam I. Produksi daun pada periode tanam II berbeda sangat nyata (P<0,01) diantara perlakuan dosis pupuk tetapi tidak berbeda diantara waktu pemberian pupuk (Tabel 4). Pemberian pupuk sipramin sampai konsentrasi 40% nyata (P<0,01) meningkatkan produksi daun sampai 25% dibandingkan kontrol.

Dosis pupuk pada periode tanam I tidak berbeda nyata, tetapi waktu pemberian pupuk berbeda nyata (P<0,05) terhadap produksi tajuk (Tabel 5). Pemberian pupuk pada 30 hsp menghasilkan produksi tajuk yang lebih tinggi dibandingkan pemupukan pada 15 hsp

Tabel 4. Pengaruh aplikasi sipramin terhadap produksi daun Indigofera sp.

Dosis Pupuk (%)

Produksi Daun (g BK/tanaman)

Periode Tanam I

Periode Tanam II

30 hsp

15 hsp

rata-rata

30 hsp

15 hsp

rata-rata

0

15,48±3,84

14,54±3,07

15,01±3,15

17,31±4,18

13,14±4,50

15,23±4,34B

10

17,87±3,05

17,84±2,26

17,85±2,40

17,36±3,60

17,36±5,46

17,36±4,53B

20

19,33±2,15

15,83±4,35

17,58±3,62

21,07±0,54

15,98±7,20

18,52±3,87B

40

20,81±0,83

18,75±2,94

19,78±2,24

29,03±3,73

26,70±2,01

27,86±2,87A

Rataan

18,37±2,47

16,74±3,16

21,19±3,01

18,29±4,79

Keterangan:

A, B pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)


Tabel 5. Pengaruh aplikasi sipramin terhadap produksi tajuk Indigofera sp.

Dosis Pupuk (%)

Produksi Tajuk

Periode Tanam I

Periode Tanam II

30 hsp

15 hsp

rata-rata

30 hsp

15 hsp

rata-rata

0

23,03±6,35

22,01±6,96

22,52±5,98

21,54±5,30

15,54±6,81

18,66±5,86B

10

31,20±2,52

26,27±4,03

28,73±4,04

21,69±3,80

20,90±5,70

21,30±4,75B

20

31,87±1,39

22,19±7,97

27,03±7,36

27,04±2,15

19,02±9,68

23,19±5,64B

40

29,26±1,87

25,18±3,81

27,22±3,50

38,04±4,90

33,95±3,67

36,00±4,29A

Rataan

28,84±4,03p

23,92±2,14q

27,08±4,04

22,35±6,46

Keterangan:

p,q pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A,B,C pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)


Tabel 6. Pengaruh aplikasi sipramin terhadap rasio daun-cabang dan jumlah bintil akar Indigofera sp.

Rasio daun-cabang

Jumlah bintil akar (butir)

30 hsp

15 hsp

rata-rata

30 hsp

15 hsp

rata-rata

0

2,86±0,52

2,93±0,97

2,89±0,74

435(217-554)

250(147-360)

343A

10

2,16±0,90

2,96±0,56

2,56±0,73

568(503-650)

320(142-545)

444A

20

2,26±0,57

3,57±0,92

2,91±0,75

273(165-386)

153(33-248)

213AB

40

2,87±0,17

3,43±0,38

3,15±0,27

51(9-134)

13(0-27)

33B

Rataan

2,53±0,38q

3,22±0,32p

332p

184q

Keterangan:

p,q pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A,B,C pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)


pada periode tanam I. Dosis pupuk sipramin Saritana berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi tajuk pada periode tanam II, sedangkan waktu pemberian pupuk cenderung berbeda (P=0,06). Pemberian pupuk sipramin dosis 40% meningkatkan produksi tajuk (P<0,01) sampai 20,6% pada pemupukan yang dilakukan 15 hsp dan 15,23% pada pemupukan yang dilakukan 30 hsp.

Rasio daun-cabang merupakan tolak ukur yang baik untuk menilai kualitas hijauan. Shehu et al. (2001) menyatakan bahwa rasio daun-cabang pada legum sangat penting karena daun merupakan organ metabolisme dan kualitas cabang sebagian besar dipengaruhi oleh fungsi strukturnya. Semakin banyak jumlah dari daun pada cabang, kualitas legum tersebut semakin baik untuk memenuhi hijauan pakan ternak. Perlakuan dosis pupuk tidak berbeda nyata terhadap rasio daun-cabang, tetapi waktu pemberian pupuk berbeda nyata (P<0,05) terhadap rasio daun-cabang (Tabel 6).

Rasio daun-cabang pada tanaman yang diberi pupuk 15 hsp 12,76% lebih tinggi dari tanaman yang dibandingkan tanaman yang diberi pupuk 30 hsp. Hal tersebut dikarenakan tanah yang diberi pupuk pada 15

hsp lebih banyak mengandung nutrisi dibandingkan dengan tanah yang diberi pupuk 30 hsp. Rendahnya rasio daun-cabang pada tanaman yang diberi pupuk 30 hsp dikarenakan tanaman sudah mengalami penuaan yang lebih cepat. Percepatan penuaan tanaman berhubungan dengan penurunan nilai nutrisi sebagai hasil dari penurunan porsi daun dan penambahan porsi cabang (Tjelele, 2006).

Bintil akar berperan dalam penambatan gas nitrogen (N2) pada tanaman, terutama pada tanaman leguminosa (Salisbury dan Ross 1995). Perbedaan waktu pemberian pupuk berbeda nyata (P<0,05) terhadap jumlah bintil akar (Tabel 6). Pemupukan pada 30 hsp menghasilkan jumlah bintil akar lebih banyak dibandingkan pemupukan pada 15 hsp. Hal tersebut dikarenakan tanah yang diberikan pupuk 15 hsp lebih lebih banyak mengandung unsur hara terutama N dibandingkan yang dipupuk 30 pada hsp. Semakin banyak jumlah bintil akar mengindikasikan semakin banyak kebutuhan tanaman terhadap unsur N.

Penambahan pupuk sipramin sampai 40% menurunkan jumlah bintil akar secara nyata (P<0,01) sampai 28,94% pada pemberian 30 hsp dan 32,2% pada 15 hsp dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk dengan dosis 40% menyebabkan kebutuhan N tanaman tercukupi sehingga tanaman tidak perlu membentuk bintil akar untuk menangkap N2. Penambahan pupuk N akan meningkatkan ketersedian N untuk sementara waktu (Lubis dan Kumagai, 2007) dan penambatan N2 menurun sejalan dengan jumlah nitrogen yang diserap (Salisbury & Ross 1995).

KESIMPULAN

Penambahan pupuk organik cair dari limbah industri penyedap masakan (sipramin) dengan dosis 40% pada pemupukan 15 hari sebelum panen dapat memperbaiki: 1. Karakteristik kimia dan biologi tanah meliputi kandungan N total tanah, C-organik, P tersedia, Rasio C-N tanah dan populasi bakteri pelarut fosfat. 2. Pertumbuhan kembali (regrowth) dan produktivitas legume Indigofera sp. meliputi rasio daun-cabang, jumlah bintil akar, produksi daun dan tajuk.

SARAN

Perlu dilakukan pengujian di lapangan untuk dosis 40% sipramin.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar EK, Suganda H. 2002. Pupuk Limbah Industri. Di dalam: Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Organic Fertilizer and Biofertilizer. Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W, editor. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th ed. Association of Official Analytical Chemist. Washington DC. USA.

Clark FE. 1965. Rhizobia. In Methods of Soil Analysis Part 2. Black, C. A. (Editors). 1487-1497.

Hassen A, Rethman NFG, Van Niekerk WA, Tjelele TJ. 2007. Influence of season/year and species on chemical composition and in vitro digestibilityof five Indigofera accession. J Animal Feed Science and Technology. 136: 312–322.

Jenks AM, Hasegawa PM. 2005. Plant Abiotic Stress. USA. Blackwell Publishing Ltd.

Lubis AD, Kumagai H. 2007. Effects of cattle barnyard compost and nitrogen fertilizer application on yield and chemical composition of maize (Zea mays L.) and Italian ryegrass (Lolium multiforum Lam.) in double cropping system. J of International Development and Cooperation 13 (1): 109-117.

Premono EM. 1994. Jasad renik pelarut fosfat, pengaruhnya terhadap P tanah dan efisiensi pemupukan P tanaman tebu. Disertasi. Program Pascasarjana IPB.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisologi Tumbuhan. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Bandung: ITB; Jilid 2. Terjemahan dari: Plant Physiology.

Shehu Y, Alhassan WS, Pal UR, Phillips CJC. 2001. Yield and chemical composition responses of Lablab purpureus to nitrogen, phosphorus and potassium fertilizers. J Tropical Grasslands. 35: 180–185.

Sofyan A, Setyorini D, Adiningsih JS. 1997. Dampak penggunaan pupuk cair sipramin terhadap sifat kimia tanah. Di dalam: Prosiding Seminar Dampak Penggunaan Pupuk Cair Sipramin Terhadap Sifat Kimia, Fisika dan Mikroorganisme Tanah. Malang, 10 April 1997.

Steel RGD, Torrie JH. 1981. Principles and Procedures of Statistic. New York. Mc Grow Hill Book Co. Inc.

Suriadikarta DA, Simanungkalit RDM. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Organik Fertilizer and Biofertilizer. Sima-nungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W, editor. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Tjelele TJ. 2006. Dry matter production, intake and nutritive value of certain Indigofera species. Dissertation. University of Pretoria.

43