pastura Vol. 1 No. 2 : 44 - 47

ISSN : 2088-818X


PEMANFAATAN LIMBAH LIDAH BUAYA SEBAGAI FEED SUPPLEMET PAKAN SAPI BALI DALAM UPAYA MENGURANGI EMISI METAN

I G. Mahardika, N.N. Suryani, N.P. Mariani, I W. Suarna, M.A.P. Duarsa, dan I M. Mudita

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana

ABSTRAK

Limbah lidah buaya adalah salah satu limbah pertanian yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai suplemen pada ransum sapi bali, sehingga diperlukan studi untuk mengkaji pengaruh suplementasi limbah lidah buaya dalam bentuk High Quality Feed Supplement (HQFS). Penelitian untuk memanfaatkan limbah lidah buaya sebagai feed supplement telah dilakukan dengan 20 ekor sapi bali jantan dengan berat badan berkisar antara: 191-232 kg. Ransum yang diberikan disusun dari jerami padi, konsentrat dan suplemen dalam bentuk feed supplement yang merupakan campuran antara 50% rumput laut dan 50% limbah lidah buaya. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan A adalah sapi bali yang diberikan pakan jerami padi ad lib + 2 kg konsentrat, perlakuan B adalah sapi bali yang diberikan jerami padi ad lib + 2 kg konsentrat + 150 g feed supplement, perlakuan C adalah sapi bali yang diberikan jerami padi ad lib + 2,5 kg konsentrat + 150 g feed supplement, perlakuan D adalah sapi bali yang diberikan jerami padi ad lib + 3 kg konsentrat + 150 g feed supplement dan perlakuan E adalah sapi bali yang diberi jerami padi ad lib + 3 kg. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pemberian limbah lidah buaya sebagai feed supplement pada sapi bali menurunkan konsumsi pakan dan produksi metan, tetapi meningkatkan efisiensi makanan dan pertumbuhan sapi bali. Suplementasi HQFS memberikan pengaruh yang lebih baik pada makanan dengan kualitas lebih rendah, tetapi pada makanan yang kualitasnya baik suplementasi HQFS memberikan pengaruh yang kurang positip.

Kata kunci: limbah lidah buaya, sapi bali, metan, energi termetabolis, retensi energi

UTILIZATION OF ALOEVERA BARBADENSIS WASTE

AS HIGH QUALITY FEED SUPPLEMENT (HQFS) TO REDUCE OF METHAN EMISION

ABSTRACT

Waste of Aloevera is one of the agriculture wastes which have highly potential for Bali cattle feed supplement, so that research in order to learn the effect of supplementation of Aloevera as High Quality Feed Supplement (HQFS) is needed. Twenty male Bali cattle were used in this experiment, which weight range between 191 – 232 kg. Feed for cattle consisted of rice straw, concentrate and feed supplement in form of Hight Quality Feed Supplement (HQFS) which mixed from sea grass and waste of aleovera. Randomized Block Design was applied in this experiment with 4 repetitions. Treatment A was ad lib of rice straw + 2 kg of concentrate, Treatment B was ad lib of rice straw + 2 kg of concentrate + 150 g HQFS, Treatment C was ad lib of rice straw + 2.5 kg of concentrate + 150 g HQFS, Treatment D was ad lib of rice straw + 3 kg of concentrate + 150 g HQFS and Treatment E was ad lib of rice straw + 3 kg of concentrate. Results of this experiment showed that supplementation of HQFS tended to decrease feed consumption and methan production, meanwhile supplementation of HQFS could increase diets efficiency and therefore increased the growth of cattle. HQFS supplementation gave more effective response at lower quality diets meanwhile in good quality diets gave no positive effect.

Key words: Waste of Aloevera, HQFS, nutrient digestibility, performance.

PENDAHULUAN

Penerapan teknologi pakan yang baik dalam budidaya sapi bali mutlak diperlukan dalam rangka meningkatkan efisiensi produksi. Teknologi pakan yang mudah diterapkan akan mampu membangun usaha peternakan sapi bali yang efisien dan menguntungkan. Penggunaan sumber daya lokal dalam pembuatan ransum dengan sentuhan teknologi tepat guna akan terwujud suatu usaha penggemukan sapi bali yang menghasilkan produk berkualitas, ramah lingkungan, kontinyu, efisien dan

menguntungkan. Teknologi pakan yang memanfaatkan limbah pertanian atau agroindustri dapat menekan biaya pakan yang porsinya cukup besar yaitu 60-70% dari biaya produksi.

Feed suplemen sering digunakan pada industri pakan ternak untuk memacu pertumbuhan maupun meningkatkan efisiensi penggunaan pakan yang pada akhirnya berujung pada peningkatan keuntungan. Feed suplemen yang umum digunakan adalah probiotik, antibiotik, enzim, multi vitamin dan mineral. Di Amerika telah dicoba untuk membuat feed suplemen

yang berbahan baku lidah buaya yang ditambah dengan garlic. Suplemen ini diharapkan dapat berfungsi sebagai anti oksidan, anti virus dan anti fungi, menguatkan sistem kekebalan tubuh ternak serta tidak mempengaruhi kualitas susu pada sapi perah.

Tanaman lidah buaya selain dapat digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika, juga dapat digunakan sebagai imbuhan pakan (feed suplemen) pada ternak. Hal ini bisa terjadi karena lidah buaya kaya akan nutrisi. Kandungan karbohidratnya merupakan komponen terbanyak setelah air sehingga mampu sebagai sumber energi. Menurut Astawan (2007), lidah buaya banyak mengandung aloinresin, gum dan minyak atsiri yang merupakan komoditas bisnis bernilai ekonomis tinggi. Selain itu lidah buaya juga banyak mengandung vit A, B1, B2, B12, C dan E. Kumpulan enzim antara lain amylase, catalase, cellulose, carboxypeptidase, memperkaya khasiat lidah buaya yang berfungsi sebagai penyeimbang kerja zat gizi lainnya. Kandungan mineralnya antara lain terdiri dari: K, Na, Fe, Zn dan Cr. Beberapa unsur vitamin dan mineral tersebut dapat berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami. Lidah buaya juga mengandung banyak asam amino seperti : arginin, asparagin, asam aspartat, alanin, serin, valin, glutamate, treonin, glisin, lisin, prolin, histidin, leusin dan isoleusin. Sementara Vergara dkk (1980) menyebutkan kandungan Bahan Kering lidah buaya adalah 90%, Bahan Organik 86,9%, Protein Kasar 7,5%, ADF 39,6% dan NDF 38,5%.

Penelitian menggunakan lidah buaya sebagai feed suplemen pada pakan unggas sudah banyak dilakukan. Sinurat (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penggunaan bioaktif (zat aktif yang terdapat dalam tanaman) lidah buaya yang ditambahkan dalam ransum berpotensi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan pada ayam pedaging sampai 3,5% dan meningkatkan kondisi fisik ternak sehingga ayam nampak lebih sehat. Penggunaan lidah buaya maupun limbah industri pengolahan lidah buaya pada ternak ruminansia khususnya sapi, belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk memanfaatkan limbah lidah buaya sebagai feed suplemen pada pakan sapi bali.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini menggunakan 20 ekor sapi bali jantan dengan berat badan berkisar antara: 191-232 kg. Ransum yang diberikan disusun dari jerami padi, konsentrat dan suplemen dalam bentuk feed supplemen yang merupakan campuran antara rumput laut dan limbah lidah buaya. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan lima perlakuan dengan empat ulangan. Perlakuan A adalah sapi bali yang diberikan pakan jerami padi ad lib + 2 kg konsentrat, perlakuan B adalah adalah sapi bali yang diberikan jerami padi ad lib + 2 kg konsentrat + 150 g feed supplemen, perlakuan C adalah sapi bali yang diberikan jerami padi ad lib + 2,5 kg konsentrat + 150 g feed supplemen, perlakuan D adalah sapi bali yang diberikan jerami padi ad lib +

3 kg konsentrat + 150 g feed supplemen dan perlakuan E adalah sapi bali jerami padi ad lib + 3 kg.

Variabel yang diamati meliputi penampilan ternak seperti: konsumsi pakan, kenaikan berat badan, konversi ransum dan komposisi tubuh ternak. Di samping itu dilakukan pengamatan terhadap aspek-aspek metabolisme yang meliputi pengukuran kecernaan pakan, pengukuran metabolit rumen seperti, pH cairan rumen, kandungan VFA, mikroba rumen, sintesis protein mikroba, alantoin urin dan pengukuran keseimbangan energi dan protein pakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukan bahwa suplementasi limbah lidah buaya cenderung menurunkan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh sapi (Tabel 1). Hal ini menunjukan bahwa ransum yang mendapat suplementasi limbah lidah buaya palatabilitasnya menurun. Walaupun demikian, pertumbuhan sapi yang mendapat ransum dengan kualitas yang lebih rendah (mendapat tambahan konsentrat 2 dan 2,5 kg/ekor/hari) dan 150 g feed suplemen lebih baik dibandingkan dengan yang tidak mendapat limbah lidah buaya. Disamping itu tambahan limbah lidah buaya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Hal ini dibuktikan dengan nilai FCR sapi yang mendapat 2 kg konsentrat dan tidak mendapat limbah lidah buaya adalah 19,25 sedangkan yang mendapat 2 kg konsentrat dan 150 g suplemen adalah 16,63.

Tambahan limbah lidah buaya dapat meningkatkan kecernaan ransum dari 65% menjadi 69%, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan zat makanan pada ransum tersebut. Peningkatan efisiensi pemanfaatan nutrien ini disebabkan karena adanya peningkatan jumlah dan aktivitas mikroba di dalam rumen serta meningkatnya jumlah asam propionat serta meningkatnya jumlah sintesis protein mikroba dari 73 g/hari menjadi 76-88 g/hari.

Pemberian limbah lidah buaya juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi pakan pada sapi yang mendapat konsentrat rendah. Rasio antara

Tabel 1. Pengaruh suplementasi limbah lidah buaya terhadap penampilan sapi bali

Peubah

Perlakuan

A

B

C

D

E

Bobot Badan akhir (kg)

250,25a1)

255,75ab

254,00ab

262,00ab

268,50b

Pertambahan Bobot Badan (kg/h)

0,50a

0,57ab

0,60ab

0,64b

0,66b

Konsumsi Ransum (kg BK/h)

9,58a

9,40a

8,93a

9,08a

9,43a

Feed Convension

Ratio (FCR)

19,25a

16,63b

14,95b

14,13b

14,29b

Kecernaan Bahan

Kering (%)

65,68a1)

69,34a

69,51a

68,22a

64,85a

Energi Termetabolis/ ME

19508a

19447a

18893a

19324a

19328a

Energi Methan

2318a

2277a

2213a

2286a

2365a

Keterangan:

1) Nilai dengan superskrip sama pada baris yang sama adalah berbeda tidak nyata (P>0,05).

energi yang diretensi dengan energi termetabolis meningkat dari 8,5% pada sapi yang mendapat konsentrat 2 kg/ekor/hari tanpa tambahan limbah lidah buaya menjadi 9,8% pada sapi yang mendapat tambahan konsentrat 2 kg/ekor/hari dan 150 g suplemen limbah lidah buaya, sedangkan pada sapi yang mendapat konsentrat 3 kg/ekor/hari rasionya adalah 11,5% pada yang mendapat tambahan limbah lidah buaya dan 11,96% pada yang tidak mendapat limbah lidah buaya. Kondisi ini menunjukan bahwa pemberian limbah lidah buaya sangat efektif pada sapi yang mendapat ransum dengan kualitas pakan yang kurang baik.

Disamping itu tambahan limbah lidah buaya dapat menurunkan jumlah energi yang hilang sebagai panas dan energi yang hilang sebagai gas metan sehingga lebih banyak energi digunakan untuk pertumbuhan. Jumlah produksi panas (energi yang hilang sebagai panas) pada sapi yang mendapat konsentrat 2 kg/ekor/ hari tanpa limbah lidah buaya adalah 17,85 Mcal/ekor/ hari sedangkan yang mendapat tambahan limbah lidah buaya adalah 17,54 Mcal/ekor/hari. Sapi yang mendapat konsentrat 3 kg/ekor/hari tanpa limbah lidah buaya produksi panasnya 17,07 Mcal/ekor/hari sedangkan yang mendapat konsentrat 3 kg/ekor/hari dan 150 g limbah lidah buaya adalah 16,72 Mcal/ekor/hari. Tambahan limbah lidah buaya ke dalam ransum sapi dapat menurunkan emisi gas metan sehingga.

Keseimbangan nitrogen yang dikonsumsi ternak sapi dan yang dikeluarkan lewat feses dan urin sehingga diketahui gambaran berapa nitrogen yang bisa dimanfaatkan oleh ternak dalam penelitian ini diperlihatkan dalam Tabel 2. Konsumsi nitrogen ternak sapi yang mendapat perlakuan A adalah 114,71 g/hari. Pada ternak yang mendapat perlakuan B, C dan D masing-masing konsumsi nitrogennya adalah 113,05 g/hari, 116.82 g/ hari dan 125,93 g/hari.

Retensi nitrogen diperoleh dengan mengurangi serapan nitrogen dengan nitrogen yang keluar lewat urin. Perlakuan A dan B mempunyai retensi nitrogen masing-masing 13,33 g/hari dan 14,59 g/hari. Pada ternak yang mendapat perlakuan C, D dan E retensi nitrogennya nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan A dan B. Ini menunjukkan bahwa sapi pada perlakuan C, D dan E lebih banyak menyimpan nitrogen sehingga pertumbuhannya lebih baik. Meningkatnya retensi nitrogen erat kaitannya dengan meningkatnya sistesis protein mikroba yang diperoleh dalam penelitian ini.

Tabel 2. Pengaruh suplementasi limbah lidah buaya terhadap keseimbangan nitrogen

Peubah

Perlakuan

A

B

C

D

E

Konsumsi Nitrogen (g/h) 114,71a1)

113,05a

116,82ab

125,93ab

128,88b

Defekasi Nitrogen (Produksi N Feses) (g/h)

37,74ab

33,13b

34,40ab

36,96ab

42,53a

Eskresi Nitrogen (produksi N urine)(g/h)

63,63a

65,33a

66,29a

71,54a

68,68a

Serapan Nitrogen (g/h)

76,97a

79,91ab

82,42ab

88,97b

86,35ab

Retensi Nitrogen (g/h)

13,33a

14,59a

16,14b

17,43b

17,67b

Keterangan:

1) Nilai dengan superskrip sama pada baris yang sama adalah berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tabel 3. Pengaruh suplementasi limbah lidah buaya terhadap metabolit rumen

Peubah

Perlakuan

A

B

C

D

E

pH Cairan Rumen

6,92a1)

6,81a

6,76a

6,79a

6,82a

NNH3 (mM)

15,17a

12,37ab

13,75ab

15,65a

9,98b

VFA Total (mM)

90,50a

118,73b

73,31c

146,90d

110,45e

- Asam Asetat (mM)

48,86a

45,67a

61,18a

53,56a

45,33a

- Asam Propionat (mM)

13,32a

15,89ab

22,78b

16,23ab

10,58a

- Asam Butirat (mM)

4,79ab

5,20b

7,53b

6,24b

4,44a

Non Glocogenic Ratio/NGR

4,39ab

3,53ab

3,35b

4,07ab

5,12a

Populasi Protozoa (104

2,50a

2,75a

3,94b

5,38c

2,94a

sel/ml)

Efisiensi Sintesis Protein

15,33a

15,39a

16,41a

18,25a

16,59a

Mikroba (g/kg BO Tercerna)

Keterangan:

1) Nilai dengan superskrip sama pada baris yang sama adalah berbeda tidak nyata (P>0,05).

pH cairan rumen sapi baik pada perlakuan A, B, C, D maupun E berada pada kisaran pH normal yaitu berturut-turut: 6,92, 6,81, 6,76, 6,79 dan 6,82. Kandungan N-NH3 cairan rumen ternak yang mendapat perlakuan A adalah 15,17 mM. Ternak yang mendapat perlakuan B, C dan D kandungan N-NH3 cairan rumennya masing-masing 12,37 mM, 13,75 mM dan 15,65 mM, sementara itu, perlakuan E yang tidak mendapat suplementasi limbah lidah buaya kandungan N-NH3nya nyata lebih kecil 34,21% dibanding ternak yang mendapat perlakuan A (Tabel 3).

pH optimal untuk pertumbuhan mikroorganisme rumen bervariasi dari 6-7 (Owen dan Bergen, 1983). Penelitian ini menghasilkan pH yang berada pada kisaran optimum untuk pertumbuhan mikroba rumen. Peningkatan jumlah konsentrat yang diberikan dan suplementasi limbah lidah buaya tidak mempengaruhi produksi N-NH3 cairan rumen dibandingkan dengan ternak yang hanya mendapat konsentrat 2 kg tanpa suplementasi. Dilihat dari kebutuhan amonia bagi pertumbuhan mikroba yang maksimal yaitu 4-12 mM (Sutardi, 1979), maka produksi N-NH3 cairan rumen ternak yang mendapat suplementasi limbah lidah buaya sudah memenuhi kebutuhan maksimal tersebut. Amonia adalah sumber nitrogen yang utama dan sangat penting untuk sintesis protein mikroba. Menurut Baldwin dan Allison (1983), sekitar 80% mikroba rumen lebih menyukai ammonia dibanding dengan peptide dan asam amino sebagai sumber nitrogen untuk membentuk protein tubuhnya. Diduga mikroba rumen tersebut tidak mempunyai mekanisme transport untuk mengangkut asam amino. Jadi ammonia yang terbentuk ini kemudian diubah menjadi asam amino untuk sintesis protein tubuhnya.

Kandungan VFA total ternak pada perlakuan C 18,99% nyata lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan A dimana kandungan VFA total cairan rumennya ternak perlakuan A adalah 90,50 mM. Sementara itu, kandungan VFA total pada ternak dengan perlakuan B, D dan E masing-masing adalah 118,73 mM, 146,90 mM dan 110,45 mM.

Walaupun ammonia merupakan bahan dasar sintesis protein mikroba, namun sumber energi juga harus cukup

tersedia. Sumber energi pada umumnya karbohidrat yang terdapat bersama-sama dalam ransum dan akan difermentasikan menjadi VFA. Oleh karena itu, tingginya produksi VFA menggambarkan potensi ransum untuk mengubah ammonia menjadi protein mikroba. Produksi VFA ransum yang mampu mencukupi kebutuhan energi bagi sintesis protein mikroba yang maksimal adalah 70-130 mM (Sutardi, 1980). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi limbah lidah buaya mampu meningkatkan produksi VFA. Kendati perlakuan C menghasilkan VFA total terkecil diantara semua perlakuan, namun asam propionat yang merupakan komponen penyusun VFA tertinggi dihasilkan oleh perlakuan C. Propionat merupakan sumber energi yang paling efisien dibandingkan asetat dan butirat karena propionat bersifat glukogenik yaitu dapat menjadi glukose atau prekursor glukose, sementara asetat dan butirat tidak.

Suplementasi limbah lidah buaya pada perlakuan B, C dan D meningkatkan jumlah protozoa rumen. Kemungkinan nutrisi yang terkandung dalam limbah lidah buaya berperan dalam pertumbuhan dan peningkatan populasi protozoa rumen. Peningkatan mineral Zn akibat suplementasi limbah lidah buaya dapat dengan mudah masuk ke dalam sel protozoa sehingga memacu pertumbuhannya (Arora, 1995). Disamping itu, sintesis protein mikroba tertinggi dihasilkan oleh perlakuan C. Tingginya sintesis protein mikroba mengindikasikan tingginya jumlah bakteri rumen. Tingginya jumlah bakteri ini dapat dijadikan nutrien yang bermutu bagi pertumbuhan protozoa karena secara fisiologis protozoa membutuhkan bakteri rumen untuk memenuhi kebutuhannya akan protein.

Adanya suplementasi limbah lidah buaya akan meningkatkan mineral yang berperanan dalam pertumbuhan mikroba rumen terutama mineral S, Zn, Ca dan P. Hal ini sejalan dengan pendapat Karsli dan Russell (2001) yang menyatakan pasokan mikro nutrien khususnya mineral merupakan penentu efektivitas sisntesis protein mikroba rumen. Hal ini mengingat mineral Ca, P, S dan Zn berperanan penting dalam menunjang efisiensi sintesis protein mikroba dimana mineral-mineral tersebut berperanan sebagai aktivator dan komponen komponen enzim-enzim mikroba (mineral Zn), sebagai komponen dalam sintesis asam

amino bersulfur seperti (mineral S), sebagai komponen fosfolipid, DNA dan RNA mikroba rumen (mineral Ca dan P), sintesis protein mikroba dan proses degradasi pakan.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tambahan limbah lidah buaya pada ransum sapi bali cenderung menurunkan konsumsi pakan tetapi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi melalui penurunan emisi metan dan menurunkan energi yang hilang sebagai panas. Suplementasi limbah lidah buaya akan memberikan respon yang lebih efektif pada ransum yang kualitasnya kurang baik, sedangkan pada ransum dengan kualitas baik, tidak memberikan dampak yang positif.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2007. Mari Kita Santap Lidah Buaya. www.depkes.

go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid =324&Itemid=3

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Baldwin, R. L. and M. J. Allison. 1983. Rumen Metabolism. J. Anim. Sci. 57: 461-477.

Karsli, M. A. and Russell, J. R. 2001. Effect of Some Dietary Factors on Ruminal Microbial Protein Synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 25 (2001) 681-686.

Owens, F. H. and W. G. Bergen. 1983. Nitrogen Metabolism of Ruminant Animals: Historical Perspective, Current Understanding and Future Implication. J. Anim. Sci. 57, suppl 2.

Sinurat, A. P., T. Purwadaria, M. H. Togatorop dan T. Pasaribu. 2003. Pemanfaatan Bioaktif Tanaman sebagai “Feed Additive” pada Ternak Unggas: Pengaruh Pemberian Gel Lidah Buaya atau Ekstraknya dalam Ransum terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Balai Penelitian Ternak, PO BOX 221, Bogor 16002.

Sutardi, T. 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan Terhadap Degradasi Oleh Mikroba Rumen dan Manfaatnya Bagi Peningkatan Bagi Produktivitas Ternak. Pros. Seminar Penelitian Penunjang Peternakan, LPP. Bogor.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

47