TANAMAN PAKAN TERNAK SEBAGAI PENGUAT TERAS
on
pastura Vol. 1 No. 2 : 35 - 38
ISSN : 2088-818X
TANAMAN PAKAN TERNAK SEBAGAI PENGUAT TERAS
Tati Herawati1) dan Miranti2)
-
1) Balai Penelitian Ternak, Bogor
-
2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah
ABSTRAK
Telah dilakukan kegiatan penelitian peran tanaman pakan ternak sebagai penguat teras di desa Canggal, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung yang terletak di dataran tinggi dengan kemiringan lereng 15-45%. Perlakuan bertujuan untuk konservasi lahan dengan menanami lereng dengan tanaman pakan rumput gajah sebagai penguat teras. Pengukuran dilakukan pada erosi tanah yang masuk kedalam rorak yang dibuat disetiap ujung guludan. Diperoleh hasil, bahwa penanaman teras dilahan berlereng dengan strip rumput dapat menurunkan tingkat erosi sebesar 26%. Dengan penanaman strip rumput, masih menunjukkan adanya perbedaan erosi pada tingkat curah hujan yang berbeda. Tapi dengan adanya strip rumput, tingkat erosi pada kelerengan 30-45% dapat ditekan hingga tidak berbeda dengan lahan yang mempunyai kelerengan 15-25%. Teknologi penguatan teras sebagai bagian dari konservasi lahan telah diadopsi oleh koperator dan berkembang ke non koperator.
Kata kunci : konservasi, erosi, tanaman pakan ternak
FODDER PLANT FOR STRENGTHENING TERRACE
ABSTRACT
Research activities have been carried out to study the role of fodder plant terrace in the Canggal village, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung. It is located on a plateau with slope range between 15-45%. Treatment aims were to conserve the slopes land with grass fodder crops by planting terrace with grass. The measurement was done on the soil erosion which belongs to the rorak made on each end of the strip. The results showed that planting in slopes areas with grass strips reduced erosion rate by 26%. With the planting strip of grass, still showed the existence of differences in erosion in different precipitation levels. But with a strip of grass, the rate of erosion on the slope of 30-45% can be pressed to no different than land that has a slope of 15-25%. Technology
of strengthening terrace as part of the conservation o growing to non cooperators.
Keywords: conservation, erosion, pasture
PENDAHULUAN
Salah satu sentra produksi sayuran yang diintegrasikan dengan domba di dataran tinggi yang potensial sebagai pemasok sayuran di Jawa Tengah adalah kabupaten Temanggung, tepatnya di desa Canggal, kecamatan Kledung. Desa tersebut terletak di dataran tinggi dengan kemiringan lereng 15-30%, zone agroklimat A, B dan C serta jenis tanah andosols dari bahan induk volkan. Telah diketahui bahwa makin curam daerah, potensi terhadap erosi makin tinggi, padahal belum ada model yang dapat mengendalikan erosi secara mantap. Maksimal yang dapat dikerjakan adalah mengurangi tingkat erosi sampai pada batas yang dapat diterima.
Erosi tanah adalah peristiwa terangkutnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh air atau angin (Arsyad, 1976). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Erosi merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah- tanah di daerah berlereng mempunyai resiko tererosi yang lebih besar daripada tanah di daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh kemiringan, air
wetlands has been adopted by cooperator farmers and
hujan akan terus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar risiko erosi. (Kasdi dkk, 2003).
Masalah lain adalah yang diakibatkan kelembaban dimana setiap jenis tanah di daerah yang lembab (humid) akan menimbulkan erosi dan menurunkan kesuburan tanah Soerjono (1989). Kondisi lahan merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas, seperti yang dituliskan Soelaeman, Y. dkk (1995) bahwa pengaruh langsung erosi adalah pada rendahnya produktivitas lahan yg berakibat pada rendahnya produktivitas tanaman. Untuk mengatasi masalah erosi karena kemiringan topografi di desa Canggal, petani telah membuat terasering. Tetapi, menurut Soerjono (1989), sebetulnya dengan pembuatan teras saja, tanah masih dalam keadaan terbuka sehingga erosi masih tetap dapat berlangsung, hanya jalur-jalur pengendapannya diperbanyak. Sehingga terasering saja belum cukup tangguh, perlu diikuti oleh suatu pola tanam tanaman. Secara potensial, untuk mengurangi erosi pada permukaan yang luas, diperlukan kondisi agar tanah dapat tetap lembab dan iklim mikro agar tetap lembab pula.
Mengacu pada potensi dan permasalahan serta memperhatikan kondisi biofisik, status teknologi masa kini
dan kondisi sosial ekonomi di desa Canggal, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung, maka inovasi teknologi yang sangat potensial untuk diintroduksikan adalah memperbaiki teknologi yang biasa diterapkan. Salah satunya adalah introduksi teknologi berupa konservasi vegetatif dan penghematan air menjadi pilihan untuk dikembangkan di desa ini. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengurangi erodibilitas lahan melalui penanaman tanaman pakan untuk mendukung sistim usahatani yang ada di dataran tinggi kabupaten Temanggung agar berwawasan konservasi. Sedangkan keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah satu satuan informasi kondisi erodibilitas tanah dilihat dari tingkat erosi.
METODE PENGKAJIAN
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada lahan 24 petani koperator anggota KT Kerso Maju, desa Canggal, kec.Kledung, kabupaten Temanggung. Teknologi yang diintroduksikan berupa :
Penanaman tanaman pakan
-
1. Pembuatan guludan sejajar arah kontur dan memotong lereng setiap 5 m bedengan. Guludan diperkuat dengan strip rumput gajah sebagai penguat teras.
-
2. Defoliasi tanaman pakan dilakukan 40 hari sekali pada musim penghujan dan 60 hari sekali pada musim kemarau.
-
3. Bagian tanaman yang ditinggalkan 8-15 cm dari permukaan tanah.
Perbaikan saluran air dan Pembuatan Rorak
-
1. Dibuat saluran pembuangan air sekaligus memperbaikinya pada yang telah ada, agar air hujan yang turun kelahan mengalir lancar, tidak terjadi penyumbatan.
-
2. Pembuatan rorak dilakukan awal kegiatan, bersamaan dengan pengolahan tanah.
-
3. Jumlah rorak yang dibuat disesuaikan dengan luas hamparan dan keadaan kemiringan lahan. Minimal rorak ditempatkan di setiap tiga teras.
-
4. Rorak ditempatkan pada ujung-ujung teras.
-
5. Diatasnya dibuat saluran atau parit kecil supaya aliran air permukaan lebih banyak yang masuk ke dalam rorak.
-
6. Ukuran rorak 60x60x60cm, berbentuk segi empat disesuaikan bentuk ujung teras.
-
7. Untuk menera jumlah tanah yang tererosi, rorak diberi tongkat berskala.
-
8. Perbaikan teras dan saluran air dilakukan setiap dua minggu sekali atau apabila terjadi kerusakan akibat aliran permukaan setelah terjadi hujan deras.
Pengukuran tingkat erosi:
-
1. Pengamatan tingkat erosi dilakukan satu minggu sekali, dengan mengukur jumlah tanah yang tererosi dan melihat kondisi rorak.
-
2. Jumlah tanah yang tererosi dan masuk ke dalam rorak diukur dengan membaca penambahan tanah pada tongkat berskala yang dibaca dari bagian dasar rorak.
-
3. Setiap kali pengukuran dilakukan pencatatan dan ditambahkan keterangan berapa kali terjadinya hujan sebelum dilakukan pengukuran.
-
4. Apabila rorak telah penuh dengan sedimentasi, maka tanah dikeluarkan sampai pada skala menunjukkan angka nol. Sekaligus untuk memperbaiki kondisi rorak.
HASIL KEGIATAN
Kondisi Wilayah
Desa canggal termasuk kecamatan Kledung kabupaten Temanggung, merupakan wilayah dataran tinggi bertopografi berbukit dengan ketinggian tempat 1271 meter diatas permukaan laut dan luas wilayah 80 ha, terdiri dari 77 ha tegalan dan 2,5 ha pekarangan serta lainnya 0,5 ha. Suhu udara rata-rata di Canggal berkisar 22-240C dengan curah hujan sekitar 2.3093054 mm. Jumlah bulan basah 9 bulan dan jumlah bulan kering 2 sampai 3 bulan per tahun (Purnomo dkk, 2004). Tingkat kelerengan 15 – 30% dengan jenis tanah Typic Hapludands, yaitu tanah Andisol, bertekstur agak halus yaitu tanah lempung liat berdebu (silty claylump), drainase cepat, struktur lemah pada kondisi lembab dan agak lekat pada kondisi basah serta mempunyai reaksi tanah masam (4,5 – 6). Karena tingkat kelerengannya yang cukup besar, maka wilayah ini dikategorikan dalam zona agro-ekologi IV yaitu kawasan konservasi, dengan penggunaan lahan sebagai lahan kering perkebunan/ hortikultura. Dengan kondisi tersebut, usaha budidaya tanaman yang dilakukan di wilayah tersebut perlu memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air untuk mengurangi akibat yang bisa ditimbulkan karena erosi. Erfandi et al. (1999), melaporkan bahwa pada lahan pertanian yang berlereng 3-15% erosi yang terjadi berkisar 97,5 – 423,6 t/ha/tahun atau rata-rata kehilangan tanah setebal 1-5 cm. Angka tersebut menunjukan bahwa jumlah erosi pada lahan pertanian cukup tinggi. Berkurangnya ketebalan lapisan tanah atas sangat merugikan dan dapat menurunkan produktivitas tanah.
Lahan disemua bagian lereng yaitu di lereng bagian atas, tengah ataupun bawah mempunyai karakteristik yang sama (Tabel 1), yaitu pH yang sangat masam, kadar
Tabel 1. Karakteristik Lahan Di Lokasi Pengkajian, Desa Canggal, Kecamatan Temanggung
No |
Lokasi |
pH 1:2,5 |
Tekstur |
C Organik |
N Total |
P2O5 |
K2O | |||||
Nilai |
Klas |
Nilai |
Klas |
Nilai |
Klas |
Nilai |
Klas |
Nilai |
Klas | |||
1 |
Lereng atas |
5,0 |
Sangat masam |
Liat berlempung |
1,49 |
rendah |
0,13 |
rendah |
98,87 |
tinggi |
18,30 |
sedang |
2 |
Lereng tengah |
4,5 |
Sangat masam |
Liat berlempung |
1,34 |
rendah |
0,20 |
agak rendah |
71,30 |
tinggi |
17,00 |
sedang |
3 |
Lereng tengah2 |
4,2 |
Sangat masam |
Liat berlempung |
1,28 |
rendah |
0,25 |
agak rendah |
63,74 |
tinggi |
14,00 |
sedang |
4 |
Lereng bawah |
4,5 |
Sangat masam |
Liat berlempung |
1,43 |
rendah |
0,17 |
rendah |
62,98 |
tinggi |
15,20 |
sedang |
C rendah, N total rendah, P tinggi dan K sedang. Hal ini dilihat untuk mengetahui andai ada perbedaan besaran sedimentasi pada kelompok lereng yang berbeda.
Erodibilitas tanah
Hasil uji data Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah sedimentasi di lahan yang diperlakukan dengan konservasi yaitu ditanami tanaman pakan signifikan lebih rendah daripada yang tanpa ditanami tanaman pakan dengan nilai F 7,579 dan probability 0,025. Penurunan erosi sebesar 2,88 cm dalam rorak ukuran 60 x 60 x 60 cm3, atau sebesar 10368 cm3 per guludan atau sebesar 26% dibanding tanpa penanaman.
Tabel 2. Sedimentasi Tanah dalam Rorak dengan dan Tanpa Perlakuan Konservasi, pada Musim Hujan (cm/0,216m3/guludan)
Minggu ke |
Dengan Konservasi |
Tanpa konservasi | ||||
Rataan |
Median |
Mode |
Rataan |
Median |
Mode | |
1 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
2 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
3 |
1,33 |
1,00 |
2,00 |
3,80 |
6,00 |
0,00 |
4 |
2,35 |
2,00 |
2,00 |
5,00 |
6,00 |
3,00 |
5 |
5,73 |
5,00 |
5,00 |
6,40 |
6,00 |
5,00 |
6 |
9,43 |
10,00 |
10,00 |
11,60 |
11,00 |
10,00 |
7 |
8,63 |
8,00 |
10,00 |
11,20 |
11,00 |
10,00 |
8 |
19,69 |
18,00 |
15,00 |
27,00 |
30,00 |
30,00 |
9 |
25,10 |
25,00 |
25,00 |
33,20 |
35,00 |
35,00 |
Rataan |
8,03 |
10,91 |
Selama pengamatan berlangsung, kejadian hujan terjadi sebanyak 13 kali. Dari data yang tercantum pada Tabel 3 terlihat bahwa pada lahan milik pak Suyatmo, sedimentasi yang terjadi paling besar dibanding dengan petani lainnya, sedangkan luas lahannya justru paling sempit dari petani lainnya. Hal ini terjadi disebabkan karena perbedaan dalam pengolahan tanah pada saat persiapan tanam. Pak Suyatmo selalu melakukan pengolahan tanah pada seluruh bidang tanam dan merombak guludan lama sebelum membuat guludan baru (maksimum tillage), sehingga struktur tanah menjadi sangat lepas dan gembur, akibatnya menjadi sangat mudah tererosi, sementara petani lain hanya melakukan perbaikan guludan saja (minimum tillage). Total sedimentasi yang terjadi selama satu musim tanam yaitu 4604,8 kg.
Tabel 3. Sedimentasi yang terjadi di lahan dengan kelerengan yang berbeda
No |
Pemilik Lahan |
Lereng (%) |
Jumlah Rorak |
Luas Lahan (m2) |
Sedimentasi (kg/rorak) |
1 |
Suyatmo |
15-25 |
3 |
490 |
1062,4 |
2 |
Umar Said |
15-25 |
2 |
500 |
476,4 |
3 |
Waldi |
15-25 |
7 |
1400 |
454,4 |
4 |
Ahmad Zahid |
15-25 |
12 |
1300 |
532,4 |
5 |
Muh Sakur |
15-25 |
6 |
1500 |
200,8 |
6 |
Hadi Sumarno |
15-25 |
7 |
1500 |
555,6 |
7 |
Tunari |
30-45 |
11 |
1500 |
891,6 |
8 |
Siswanto |
30-45 |
10 |
1500 |
431,2 |
Total |
58 |
9690 |
4604,8 |
Demikian juga antar waktu karena besar curah hujan berbeda, maka besaran sedimentasi berbeda dengan nilai F 23,526 yang signifikan berbeda pada taraf 0%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya tanaman pakan di lereng tersebut, dapat menahan sebagian dari tanah yang tererosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso dkk, (2004) bahwa penanaman rumput pada berbagai tempat yang terbuka (tidak tertutup oleh tanaman utama) sangat penting dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan di lahan pertanian. Tempat-tempat terbuka tersebut antara lain adalah saluran pembuangan air (SPA), rorak, jalan dan bidang lereng dari lahan. Penanaman rumput pada SPA atau yang dinaman SPA yang diperkuat dengan rumput (grassed waterways) penting untuk mengamankan SPA, sehingga lahan pertanian lebih stabil. Teknik ini baik untuk lahan yang lerengnya kurang dari 30%. Penanaman rumput ini juga akan mengurangi biaya pemeliharaan lereng dan menambah keindahan dari bentang alam. Selain penanaman rumput di bibir teras menurunkan laju erosi, juga penanaman rumput memperlambat aliran permukaan dan mempercepat infiltrasi air (Soelaeman dkk, 1995 dan Setiani dkk, 1995). Sedangkan Kurnia dkk (2002), telah menghitung kerugian yang harus ditanggung akibat degradasi lahan tanpa tindakan rehabilitasi lahan, dimana apabila lahan dikonservasi secara vegetatif, maka kerugian akan jauh lebih rendah.
Tingkat erosi pada sudut lereng yang berbeda
Pengamatan dilakukan pada sebidang tanah seluas 0,96 ha milik 8 petani. Jumlah rorak yang dibuat, disesuaikan dengan luasan lahan dan kemiringannya.
Pembandingan besar sedimentasi pada dua kelompok lereng yang berbeda yaitu 15-25% vs 30-45% menunjukkan hasil tidak berbeda dengan adanya penanaman tanaman pakan diatasnya. Nilai F yang diperoleh sebesar 0,233, mempunyai tingkat signifikansi 0,646. Artinya, peluang untuk menerima H0 bahwa besar sedimentasi diantara kedua kelompok lereng tersebut sama cukup besar. Sehingga dari hasil ini menunjukkan bahwa tanaman pakan yang ditanam dilereng tersebut besar perannya dalam mengatasi erosi atau dengan perkataan lain dapat menurunkan tingkat erosi.
Menanami lahan dengan sistim strip rumput di teras lahan yang tidak datar atau berlereng selain dapat mengurangi erosi juga menguntungkan sebagai sumber bahan pakan ternak. Oleh karena itu sistim ini dapat dikategorikan sebagai konservasi tanah secara vegetatif. Konservasi tanah secara vegetatif pada dasarnya adalah segala bentuk pemanfaatan tanaman atau sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Menurut Agus dkk (1999), kanopi tanaman berfungsi menahan laju butiran air hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi. Teknik konservasi tanah secara vegetatif mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah secara mekanis maupun kimia, antara lain karena penerapannya lebih mudah, biaya relatif murah, menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya, dan membantu melestarikan lingkungan.
KESIMPULAN
Penanaman teras dilahan berlereng dengan strip rumput dapat menurunkan tingkat erosi sebesar 26%. Dengan penanaman strip rumput, masih menunjukkan adanya perbedaan erosi pada tingkat curah hujan yang berbeda. Tapi dengan adanya strip rumput, tingkat erosi pada kelerengan 30-45% dapat ditekan hingga tidak berbeda dengan pada lahan kelerengan 15-25%.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., A. Abdurachman, A. Rahman, S.H. Tala’ohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta.
Arsyad, S. 1976. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Erfandi, D., U. Kurnia, dan I. Juarsah. 1999. Pengaruh Perbaikan Tanah Tererosi dengan Hijauan Flemingia Congesta dan Mucuna sp. Terhadap Produksi Jagung, dalam Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Lahan. Buku II. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.
Kasdi, S., S. Marwanto, dan U. Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah. 2003
Kurnia, U., H. Suganda., D. Erfandi, dan H. Kusnadi. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi, dalam Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Hal 133-150. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Purnomo, S., B. Marwoto, U. Kusnadi, W. Adiyoga, R.S. Basuki, Nikardi, A. Darliah, D. Purnomo, A. Thomas, W. Harta-tik, D. Setyabudi dan Suparlan. 2004. Proposal Penelitian Pengembangan SUT Berbasis Tanaman Sayuran/ Pangan-Ternak Berwawasan Konservasi di Kabupaten Temanggung. PFI3P. Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.
Santoso, D., J. Purnomo, I.G.P. Wigena, dan E. Tuherkih. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Vegetatif. Hlm.77-108. Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor
Setiani, C., A. Hermawan dan Y. Soelaeman. 1995. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Implementasi Teknologi Usahatani Konservasi Di daerah Aliran Sungai Bagian Hulu. Risalah Hasil Penelitian Pola Usahatani Konservasi Di Lahan Kering. Deptan, Badan Litbang Pertanian, Bag.Proyek Pengkajian dan Pengembangan SUT dan Manajemen Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.
Soelaeman, Y., T. Prasetyo dan A. Hermawan. 1995. Alternatif Peningkatan Pendapatan Petani Lahan Kering Daerah Aliran Sungai (DAS) Berorientasi Konservasi Tanah (Kasus di Kab. Grobogan, Blora dan Sragen). Risalah Hasil Penelitian Pola Usahatani Konservasi Di Lahan Kering. Deptan, Badan Litbang Pertanian, Bag.Proyek Pengkajian dan Pengembangan SUT dan Manajemen Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.
Soerjono, R. 1989. Pola Tanam dan Sistem Teras Dalam Pengelolaan daerah Aliran Sungai. Risalah Lokakarya. Penelitian dan engembangan SUT Konservasi Di DAS Citanduy. Linggarjati, 9-11 Agustus 1988. Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, tanah dan Air. Badan Litbang Pertanian, Deptan.
38
Discussion and feedback