IDENTIFIKASI TANAH TERCEMAR LINDI

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH MUARA FAJAR
DENGAN METODE GEOLISTRIK

Lita Darmayantih* Muhamad Yusah**, Esther RAh hJurusanTcknik Sipil, FakuItasTcknik, Universitas Riau, Pekanbani 28293 h Junisan Teknik Sipil, Fakultas Teknik. Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Email: *litlit98@yahoo.com, **yusa@unri.ac.id

Abstract

The purpose of this study was to identify soil contamination by leachate from a landfill (TPA) using geoelectric method. Leachate is the liquid waste arising from the introduction of external water into the garbage heap, dissolve, and rinse the dissolved materials, including organic materials are also the result ofbiological decomposition process. Leachate contained heavy metals and many other organic pollutants that can contaminate soil and groundwater. Geoelectric method is one of the geophysical methods that exploit the variation of resistivity based on the measurement ofpotential differences caused by electrical currents injected into the earth. The study began by examining the landfill soil type, then check its resistivity with level of leachate varied, ranging 0-100%, in the laboratory^. Furthermore, resistivity measurements in the field to determine the spread of leachate. In addition, examination of pollutant content in the leachate was done. The result showed the soil type oflandfιll was high plasticity clay (CH). Resistivity value of soil with varies level of leachate was 13.5 to 30 Um. On the field, it found value of resistivity soil ranged from 13.5 to 30 Um has spread along the 37 m to the east with an average depth of 0 to 1.60 m and 29 m to the south with an average depth of 0 to 1.85 m.

Keywords : geoelectric method, leachate, resistivity

  • 1.    Pendahuluan

Untuk mengelola sampah kota dengan baik pada bagian akhirnya akan membutuhkan sebuah tempat pembuangan akhir (TPA). Di Indonesia biasanya TPA direncanakan dengan sistem sanitary landfill. Tapi kenyataannya hampir sebagian besar sewaktu pengoperasian berubah menjadi open dumping. Kegiatan open dumping selain menyebabkan TPA menjadi lebih cepat penuh juga bisa membahayakan manusia di sekitarnya. Selain longsor, yang tidak kalah bahayanya adalah Iindi yang keluar dari TPA akan mencemari air tanah sekitarnya. Hal ini telah terjadi pada TPA Jatibarang di Kota Semarang, di mana Iindinya mencemari Sungai Kreo dengan logam berat Cuh dan kesadahan total yang signifikan (Maramis, 2005), begitu juga dengan TPA Dago Bandung yang meski telah ditutup operasinya pada tahun 1990 mencemari tanah dengan logam berat Cu, Ni, dan Zn. Hal yang sama juga terjadi pada TPA Bantar Gebang Bekasi, yang menerima sampah dari Jakarta, Iindinya masih keluar dari TPA sehingga

mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan daerah sekitarnya (Nuryani, 2003).

Pemerintah Kota Pekanbaru menetapkan tempat pembuangan akhir sampah kota di Desa Muara Fajar yang terletak di Kecamatan Rumbai Pesisir. TPA Muara Fajar mempunyai luas 6 Ha. Sebelumnya TPA ini merupakan lokasi pengolahan tinja yang sekarang sudah tidak berfungsi lagi. TPA telah beroperasi sejak beberapa tahun yang lalu di mana pembuangan dilakukan dengan dump truck dan colt bak terbuka dengan frekuensi pembuangan 8-10 kali per hari (Tobing, 2004). Meski TPA ini direncanakan menggunakan sistem sanitary landfill tapi pengelolaannya tidak lebih dari open dumping. Selain itu fasilitas pendukung yang harus dipunyai oleh sebuah TPA untuk kota besar seperti Pekanbaru masih belum memadai. Hal ini bisa menjadi penyebab pencemaran lingkungan terutama pencemaran air baik air permukaan maupun air tanah. Sementara itu air tanah merupakan sumber air bersih yang utama untuk masyarakat Kota Pekanbaru khususnya masyarakat

Desa Muara Fajar, Kecamatan Rumbai Pesisir.

Untuk mengetahui pencemaran biasanya dilakukan dengan pengeboran dan memeriksa kualitas air sumur baik sumur pantau maupun sumur penduduk yang ada di sekitar lokasi TPA di laboratorium. Pengeboran dan pemeriksaan kualitas air di laboratorium membutuhkan biaya yang sangat besar. Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang sering digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Eksplorasi dengan alat geolistrik menggunakan sifat kelistrikan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan seperti stratigrafi, struktur geologi, distribusi sifat material, dan lain-lain (Loke, 2004). Setiap jenis tanah mempunyai nilai resistivitas yang berbeda dan dapat diukur. Penelitian dengan metode geolistrik telah digunakan untuk memprediksi lapisan tanah yang mempunyai kualitas air baik (Nurhidayat, 2005) dan untuk menentukan klasifikasi tanah berbutir kasar dengan variasi kadar air (Jovianda. 2008).

Berdasarkan pemikiran tersebut dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi tanah tercemar Iindi pada daerah di sekitar TPA Muara Fajar dengan menggunakan metode geolistrik yang lebih murah. Dari hasil penelitian akan dapat diketahui sudah sejauh mana penyebaran Iindi yang terjadi. Dengan mengetahui penyebarannya, maka usaha untuk mengantisipasi penyebaran Iindi supaya tidak terlalu jauh mencemari air tanah yang ada di sekitar TPA bisa dilakukan secara dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tanah tercemar Iindi pada daerah di SekitarTPA Muara Fajar Kota Pekanbaru dengan menggunakan metode geolistrik.

  • 2.    Lindi, Sifat Fisis, dan Pengujian Tanah

    • 2.1    Lindi

Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan, dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis (Damanhuri11996). Dari proses ini dapat diramaikan bahwa kualitas dan kuantitas Iindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas Iindi Vangdihasilkan akan banyak bergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, di samping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan.

kondisi iklim, dan sebagainya.

Airckstcrnal yang masuk ke timbunan sampah melalui dua jenis media, yaitu tanah penutup dan timbunan sampah itu sendiri. Tanah penutup akan langsung berinteraksi dengan udara luar dan akan menentukan jumlah infiltrasi air ke lapisan bawahnya, sedangkan lapisan sampah yang mempunyai kemampuan cukup besar dalam menahan kelembaban akan Inenentukanjumlah dan waktu pertama kali Iindi timbul.

  • 2.2    SifatFisisTanah

Sifat fisis tanah adalah sifat yang berhubungan dengan elemen penyusun massa tanah yang ada, misalnya volume tanah, kadar air, dan berat jenis tanah. Segumpal tanah terdiri dari dua atau tiga bagian. Dalam tanah yang kering, hanya terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara. Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran, pori-pori udara, dan air pori.

  • 2.3    Pengujian Tanah untuk Klasifikasi

Selumh sistem klasifikasi menggunakan batas Atterberg dan uji analisis ukuran butiran.

  • a.    BatasAtterberg

Apabila tanah berbutir mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut dapat diremas-remas (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini dikarenakan oleh adanya air yang terserap (adsorbed water) di sekeliling permukaan partikel lempung. Pada awal tahun 1900, seorang iImuan dari Swedia bernama Atterberg mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, Iartah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis, dan cair seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini.

Kadar air dinyatakan dalam persen, di mana terjadi transisi dari keadaan padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Kadar air di mana transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas

Batas susut         Batas plastis

Batas cair

Padat

Scmi padat

Plastis

Cair

Pcnambahan kadar air

Gambar 1 Batas-batas Atterberg (Das, 1988)


plastis (])lastic limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit) (Das. 1988).

  • b.    Analisa Ukuran Butiran

Analisa ukuran butiran adalah untuk menentukan distribusi ukuran butir-butir pada tanah. Ukuran butir tanah tergantung pada diameter partikel tanah yang membentuk massa tanah itu. Ukuran butiran ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas, dan semakin ke bawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tertentu disebut sebagai salah satu dari ukuran butiran contoh tanah itu.

  • 2.4    KlasiJlkasi Tanah Berbutir Kasar dengan Sistem Klasifikasi Unified (Unified Soil Classification System)

Tanah dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah tidak kohesif dan tanah kohesif atau sebagai tanah berbulir halus dan tanah berbutir kasar. Istilah ini terlalu umum, sehingga memungkinkan terjadinya identifikasi yang sama untuk tanah yang mempunyai sifat yang hampir sama. Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan tanah. Percobaan laboratorium yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batas-batas Atterberg. Semua tanah diberi dua huruf penunjuk berdasarkan hasil-hasil percobaan.

Tanah-tanah berbutir kasar dibagi menjadi pasir dan kerikil dan kemudian dibagi Iagi menjadi yang mengandung bahan halus dalam jumlah tertentu dan yang bebas dari bahan-bahan halus. Tanah yang mengandung bahan-bahan halus kemudian diklasifikasikan menurut diagram plastisitas (menjadi golongan yang bersifat kclanauan atau bersifat kelenipungan) dan yang bebas dari bahan-bahan halus menurut grafik lengkungan-gradasi dengan mempergunakan koefisien-koefisien derajat keseragaman dan koefisien-koefisien Iengkungan.

Huruf-Iiunif yang dipakai untuk tanah-tanah berbutir kasar adalah sebagai berikut:

Huruf pertama :

G -kerikil (Gravel)

S = pasir (Sand)

M ≡ Ianau (Mud)

C "Iempung(Ctay)

O = organik (Organic)


Hurufkedua:

W = bergradasi baik (Well Graded)

P = bergradasi buruk (Poor Graded)

W dan P dari lengkung gradasi M y = kelanauan (Muddy) Cy kelenipungan (Clayey) Dari diagram plastisitas

L batas cair rendah (LowLL) 11= batas cair tinggi (High LL)

  • 2.5    Resistivitas (Resistivity)

Resistivitas adalah kemampuan suatu material untuk menghambat aliran listrik yang mengalir (Anonim, 2003). Rcsistivitas (Gambar 2) dihitung berdasarkan persamaan:

RA

d)


Dimana:

p = resistivitas (ohm.m)

R = tahanan (ohm)

A = Iuas penampang (m2)

L = panjang (m)

Material-material di alam memiliki resistivitas yang spesifik, sehingga dapat diukur dengan alat geolistrik.

  • 2.6    Mefode Gcolislrik

Metode geolistrik merupakan salah satu cabang ilmu geofisika yang mempelajari bumi dan

lingkungannya berdasarkan sifat-sifat kelistrikan batuan (Anonim, 2003). Sifat itu adalah resistivitas, konduktivitas, konstanta diclektrik, kemampuan menimbulkan potensial listrik sendiri, kemampuan menyimpan muatan listrik, dan lain-lain.

Metode geolistrik dapat dibedakan menjadi tiga bagian ditinjau dari sumber listrik yang digunakan (Lokc, 2004), yaitu:

  • l.    Metode potensial diri (Self Potential ∕ SP), dengan memanfaatkan potensial alami yang terjadi di permukaan bumi akibat adanya listrik alami di bawah permukaan bumi.

  • 2.    Polarisasi Imbas (Induced Polarization / IP), dengan mengamati gejala transien pada potensial yang menunjukkan adanya efek polarisasi akibat sumber arus yang dialirkan ke dalam tanah.

  • 3.    Metode pengukuran resistivitas (Resistivity Method), dengan mengalirkan arus listrik (AC atau DC dengan frekwensi rendah) ke dalam tanah melalui dua elektroda arus dan beda potensialnya diukur pada titik tertentu pada permukaan tanah.

  • 2.7    Survey Resistivitas 2-D

Salah satu metode yang sering dipakai dalam survey resistivitas adalah metode survey resistivitas 2 dimensi (2-D). Metode ini menghitung perubahan

resistivitas secara horizontal maupun secara vetikal di sepanjang garis survey. Survey resistivitas 2-D bisa menghasilkan data yang sangat bermanfaat dan saling melengkapi dengan data-data yang didapat dari survey geofisika yang lain. Tujuan dari survey 2-D ini adalah untuk mendapatkan data-data resistivitas semu pada titik tertentu (datum point) untuk mendapatkan sebaran distribusi resistivitas semu lapisan bawah tanah (pseudosection).

  • 2.8    Program Res 2 di n v

Sebuah model digunakan dalam inversi geofisika untuk mendapatkan respon yang sama dengan keadaan sebenarnya di lapangan (Lokc, 2004). Program Res2dinv digunakan untuk mengolah data lapangan dari survey resistivitas untuk mendapatkan resistivitas sebenarnya (true resistivity). Program ini akan secara otomatis menghasilkan sebuah model 2 dimensi lapisan bawah permukaan untuk data yang didapatkan dari survey resistivitas 2-D.

  • 3.    Metodologi Penelitian

Penelitian dan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Riau dan pengujian lapangan dilakukan di TPA Muara Fajar Kota Pekanbaru. Skema lokasi pengujian lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.

U



/


Gambar 3 Skema Pengukuran Resistivitas di TPA Muara Fajar

Penelitian akan dilakukan dalam beberapa lahap sebagai berikut:

  • 1)    Persiapan alat dan bahan.

  • 2)    Pengujian untuk menentukan klasifikasi tanah TPA Muara Fajar.

Untuk mendapatkan klasifikasi tanah sesuai dengan sistem klasifikasi sistem unified ada beberapa uji yang harus dilakukan yaitu analisa saringan, uji batas cair, uji batas plastis, dan uji kadar air.

  • 3)    Pengujian resistivitas di laboratorium dengan kadar Iindi berbeda-beda, mulai dari 0, 10, 20, 30,40,50,60,70,80,90, dan 100%.

  • 4)    Pengukuran resistivitas di lapangan Pengukuran resistivitas di lapangan bertujuan untuk mengetahui penyebaran Iindi di sekitar TPA Muara Fajar. Pengukuran resistivitas dilakukan dengan metode Wenner. Pengambilan data pada lintasan I di mana A-B 40 meter. Elektroda disusun dengan rangkaian Wenner. Pada spasi elektroda 1 meter akan dilakukan pengukuran sepanjang bentang dimulai dari titik 0 meter dengan perpindahan jarak I meter sampai dengan titik 40 meter. Selanjutnya diadakan pengukuran dengan spasi 2m,3m,4m,5m,6m,7m, 8m,9m. 10m, 1 Im. 12m, dan IJmjugadcnganperpindahan 1 meter. Hal yang sama juga dilakukan pada lintasan 2 (29 m) dan lintasan 3 (18 m).

  • 5)    Pcmcriksaankualitaslindi.

Untuk memastikan hasil yang didapat perlu dilakukan pemeriksaan kualitas lindi. Pemeriksaan kualitas lindi akan memperlihatkan kandungan-kandungan pencemar yang Ierdapatdalam lindi. Hal ini akan mempertegas hasil yang didapat pada metode geolistrik.

  • 6)    Pengolahan data dan analisis

Data Vangdidapat di laboratorium di mana tanah dengan kandungan lindi yang berbeda-beda akan mempuyai nilai resitivitas yang berbeda-beda. Hasil ini akan dibandingkan dengan hasil yang didapatkan di lapangan. Data yang diperoleh dari lapangan adalah nilai-nilai tahanan dari titik-titik elektroda di sepanjang lintasan 1,2, dan 3. Data tersebut dikonversikan menjadi nilai resistivitas semu dengan menggunakan persamaan 3. Nilai ini menjadi input untuk diolah dengan program Rcs2dinv. Hasil pengolahan data menunjukkan harga tahanan jenis sebenarnya (true resistivity) dan

sebuah model yang menunjukkan stratigrafi tanah. Dari stratigrafi tersebut bisa diketahui penyebaran lindi dan arah aliran air tanah.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Klasifikasi Tanah

Sistem yang digunakan untuk menentukan klasifikasi tanah adalah dengan sistem klasifikasi tanah USCS yang berdasarkan pada hasil pengujian analisa saringan. Pengujian karakteristik fisik tanah yang juga dilakukan pada sampel tanah adalah pengujian batas cair dan batas plastis. Hasil pengujianjenis tanah TPA Muara Fajar adalah batas cair (LL) = 82,10%, batas plastis (PL) = 53,865% dan indeks plastisitas (Pl) = 28,235%. Hasil pengujian analisa saringan adalah lolos saringan no.200 sebesar 50,33%. Dari hasil tersebut maka tanah TPA Muara Fajar tersebut diklasifikasikan sebagai jenis tanah lempung plastisitas tinggi (CH). Dari pemeriksaan berat jenis didapatkan berat jenis senilai 2,69 sehingga tanah tersebut diklasifikasikan sebagai Icmpunganorganik.

  • 3.2    Pengujian Resisfivitas di Laboratorium

Setelah didapatkan klasifikasi tanah TPA, pengujian selanjutnya adalah nilai resitivitas tanah tersebut dalam keadaan jenuh untuk konsentrasi lindi yang berbeda-beda. Pengujian resisitivitas tanah dengan variasi kadar lindi dan aqudes dilakukan dengan perbandingan 0%, 10%, 20%, 30%. 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Nilai resistivitas listrik tanpa lindi didapatkan 30 Um. Semakin tinggi kadar lindi didapatkan nilai resistivitas yang makin menurun sampai 13,5 Um pada saat kandungan lindi 100%. Penuninan nilai resistivitas ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Dari grafik dapat dilihat makin tinggi konsentrasi lindi makin kecil nilai resistivitasnya. Hal ini disebabkan lindi banyak mengandung logam berat. Pemeriksaan kualitas lindi menunjukkan bahwa lindi TPA Muara Fajar banyak mengandung pencemar organik di mana nilai COD mencapai 835,80 mg/1, amonium 208,4 mg/L Selain itu juga banyak mengandung logam seperti besi 9,83 mg/1, timbal 0,06 mg/1, dan tembaga 0,08 mg/1. Pencemar-pencemar ini membuat lindi menjadi penghantar arus sehingga makin banyak lindi makin banyak arus yang bisa dihantarkan dan nilai hambatannya mengecil.

Lentpung PtabVsHas Tlnggi (CL)

Gambar 4 Rcsistivitas tanah dengan variasi kadar Iindi


  • 3.3    Pengujian Resistivitas di Lapangan

Pengujian resistivitas di lapangan dilakukan untuk menentukan nilai resistivitas tanah dan mendapatkan sebuah model yang menunjukkan stratigrafi tanah untuk mengetahui penyebaran Iindi TPA Muara Fajar. Penelitian dilakukan pada 3 (tiga) lintasan. Dimulai dari titik pembuangan Iindi ke arah timur sejauh 37 m (lintasan I), dilanjutkan ke arah selatan sepanjang 29 m (lintasan 2). Lintasan 3 dimulai dari sebelah rawa yang terdapat di lintasan 2 menuju arah timur sepanjang 18 m.

  • 3.4    Model Stratigrafi Lintasan 1

Model stratigrafi lintasan I dapat diihat pada Gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut, Stratifigrafi tanah hingga kedalaman 5,73 m ditinjau dari garis survey di lokasi TPA Muara Fajar sepanjang bentang 37 m mempunyai nilai resistivitas 3,58-9219 Um. Nilai resistivitas menunjukkan rembesan Iindi bergerak secara horizontal ke arah timur sepanjang lintasan 1. Nilai resistivitas 13,5-30 Um terdapat pada kedalaman rata-rata 0-1,60 m. Ini menunjukkan secara vertikal Iindi telah sampai pada kedalaman rata-rata

tyn ItffjJiir) Uti u 't∣ • ?ri t

Iurse *∂*l ResisLtih Setrin

iiii□Σ□□B∏Ξ□ΣHlli

151   1’1 3D 111 3H M 1« WH

BidstMtI Ii oiM


hit Mann Sjxiii i h ».


Gambar 5 Model stratigrafi lintasan 1


1,60 m di lintasan tersebut. Makin ke bawah nilai resistivitas makin tinggi. Hal ini menunjukkan pada bagian tersebut tidak terdeteksi adanya lindi, selain itu jenis tanahnya juga sudah berbeda karena nilai resitivitasnya sudah tidak termasuk jenis lempung plastisitas tinggi. Tanah berjenis lempung plastisitas tinggi dan rendah pada lintasan 1 ini ditemukan sampai kedalaman 2,49 m (Zaki, 2008).

  • 3.5    Model Stratigrafi Lintasan 2

Model stratigrafi lintasan 2 dapat diihat pada Gambar 6 berikut. Berdasarkan gambar tersebut, Stratifigrafi tanah hingga kedalaman 4,8 m ditinjau dari garis survey di lokasi TPA Muara Fajarsepanjang bentang 29 m mempunyai nilai resistivitas 0,866-639 Cm. Nilai resistivitas 13,5-30 Um (nilai resistivitas tanah lempung plastisitas tinggi dengan konsentrasi

Ityth ItffitiWI 3 Rra error ≡ JA t


■■■■■□□□■□□□□■■■a


IlM 2.22 SJI IU 37.7 M.l IH «N

Sitistivitp in oto.n                                           Uiit f IwtrMf SJKifif MH i.

Gambar 6 Model stratigrafi lintasan 2

Itytt Hffititi J Rlti KfW *U t

1.1 Mt 2.N 3.N IN S.N LN Llll LN I.N IM 11.1 12.1 13.∙ UJ 1SJ UJ VJ H

IiVfrst Niti Rfnstivity Sectiii


■■■■■□■&■■□■■■■■■ m 14? SI M SM IS MN M

USiStniti ii v,n.ι                                   hit 'IctrJf spek; I.N i

Gambar 7 Model stratigrafi lintasan 3

Iindi 0-100%) didapat sepanjang lintasan dan berada pada kedalamanan rata-rata 0-1,85 m. Hal ini berarti secara horizontal Iindi terdapat di sepanjang lintasan 29 m ke arah selatan dan secara vertikal telah mencapai kedalamanan 1,85 m. Kedalaman tanah jenis lempung plastisitas tinggi dan rendah pada lintasan 2 ini ditemukan sampai kedalaman 2,49 m (Zaki, 2008).

  • 3.6    Model Stratigrafi Lintasan 3

Model stratigrafi lintasan 3 dapat diihat pada Gambar 7 berikut. Berdasarkan gambar tersebut, Stratifigrafi tanah hingga kedalaman 3,19 m ditinjau dari garis survey di lokasi TPA Muara Fajar sepanjang bentang 18 m mempunyai nilai resistivitas 104-2212 Um. Hal ini menunjukkan tidak adanya penyebaran Iindi pada lintasan 3. Tanah lintasan 3 di lokasi TPA Muara Fajar pada kedalaman 0-1,85 m mempunyai nilai resistivitas 104-598 Umdiprediksi mempunyai klasifikasi jenis tanah pasir berlempung (SC) yakni 166,67-4166,67 Um (Jovianda, 2008).

  • 4.    Simpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan beberapa simpulan, yaitu :

  • l)    Tanah TPA Muara Fajar termasuk klasifikasi

tanah lempung plastisitas tinggi (CH);

  • 2)    Nilai resistivitas tanah lempung plastisitas tinggi (CH) yang terdapat di TPA Muara Fajar dalam kondisi jenuh dan konsentrasi Iindi 0-100% adalah 13,5-30 Um.

  • 3)    Dari 3 (tiga) lintasan pengukuran resitivitas yang dilakukan di lapangan keberadaan Iindi terdeteksi pada lintasan 1 dan 2.

  • 4)    Pada lintasan 1 Iindi secara horizontal ditemukan sepanjang lintasan 37 m ke arah timur dan secara vertikal telah mencapai kedalaman rata-rata 0-1,60 m.

  • 5)    Pada lintasan 2 Iindi secara horizontal ditemukan sepanjang lintasan 29 m ke arah selatan dan secara vertikal telah mencapai kedalaman rata-rata 0-1,85 m.

  • 6)    Pada lintasan 3 tidak ditemukan keberadaan Iindi. Jenis tanah pada lintasan 3 sudah berbeda dengan lintasan I dan 2. Tanah pada lintasan 3 berjenis tanah pasir berlempung (SC).

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan dan Lembaga Penelitian Universitas Riau yang telah membiayai penelitian ini.

Daftar Pustaka

Anonim. 2003. Resistivity Method. State Louis: University OfWashington in State Louis, (online) http// www.uwsl.co.edu. diakses 11 Agustus 2007.

Damanhuri, E., 1996, Teknik Pemhuangan Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan, FakuItasTcknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung.

Das, B.M., N. Endah. dan LB. Mochtar. 1988. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Jovianda, R.2008, Penentuan Resistivitas Menggunakan Geolistrik pada Tanah Berhutir Kasar dengan Variasi KadarAir. Skripsi, tidak dipublikasikan. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru.

Loke, M.H. 2004. Tutorial: 2D and 3D Electrical Survey, http∕∕www.geoelectrical.com. diakses IOAgusms 2007.

Maramis, A. A., L Kristijanto, dan S. Notosoedarmo. 20C5. "Sebaran Logam Berat dan Beberapa Faktor Fisika Kimia dalam Air Lindi yang Diteruskan ke dalam Badan Air Sungai". Jurnal Teknik Lingkungan, Edisi khusus: 233-240.

Nurhidayat. 2005. Prediksi Lapisan Tanah Berkualitas Air Baik dengan Alat Geolistrik. Skripsi, tidak dipublikasikan. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbam.

Nuryani1 S., A. Maas, N. W. Yuwono, S. Kabinin, dan R.E. Kusumo. 2003. “Kondisi Tanah dan Prediksi Umur Tempat Pembuangan Akhir Sampah TPA BanUr debang, Bekasi". Jurnalllmu Tanah dan Lingkungan 4(1): 55-63.

Tobing, T.M.H.L., J. Panggabean, dan D. Murdohardono. 2004. Evaluasi Geologi Teknik Lokasi TPA Kota Pekanbaru Propmsi Riau. Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Bandung.

Zaki, R., 2008, Penentuan Resistivitas Menggunakaa Geolistrik pada Tanah Lempung dengan Variasi Kadar Air. Skripsi, tidak dipublikasikan. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik Universitas Riau. Pekanbaru.

378