pastura Vol. 3 No. 2 : 94 - 98

ISSN : 2088-818X

POTENSI HIJAUAN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Taufan P. Daru, Arliana Yulianti, dan Eko Widodo Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Alamat: Kampus Gunung Kelua, Jl. Pasir Balengkong Samarinda e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai potensi hijauan diantara tanaman perkebunan kelapa sawit ditinjau dari komposisi botani, produksi dan kandungan zat-zat makanannya untuk memperkirakan kapasitas tampung dari kebun kelapa sawit pada umur 3 tahun dan 6 tahun untuk sapi potong. Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, mulai bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2013. Sampel tanaman diambil di bawah tanaman kelapa sawit yang telah berumur 3 tahun dan 6 tahun. Masing-masing umur tanaman diambil seluas 5 hektar, dan setiap hektar diambil sebanyak 10 titik dengan menggunakan kuadran ukuran 1 m × 1 m secara acak. Hasil pengamatan menunjukan bahwa tanaman yang tumbuh pada perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun didominasi oleh Paspalum conjugatum (45,54%), diikuti oleh Mikania micrantha (9,93%), dan Ottochloa nodosa (7,89%). Sedangkan pada perkebunan umur 6 tahun didominasi oleh Ottochloa nodosa (33,89%), Melastom malabatrichum (28,23%), dan Paspalum urvillei (8,37%). Produksi berat kering tanaman pada perkebunan umur 3 tahun adalah 3.205,1 kg per ha menurun menjadi 1.165,4 kg per ha pada perkebunan umur 6 tahun. Kandungan zat-zat makanan terutama PK meningkat dari 8,25% pada umur tanaman 3 tahun menjadi 10,5% pada umur 6 tahun, sedangkan SK menurun dari 23,20% pada umur 3 tahun menjadi 22,43% pada umur 6 tahun. Kapasitas tampung perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun adalah 1,44 ST ha-1 th-1 dan umur 6 tahun adalah 0,71 ST ha-1 th-1. Secara alami, perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur memiliki potensi yang baik sebagai sumber hijauan pakan sapi potong.

Kata kunci: kelapa sawit, komposisi botanis, produksi hijauan, zat-zat makanan, kapasitas tampung

ABSTRACT

The purpose of this study is to provide an overview of the potential forage crop in oil palm plantations in terms of botanical composition, production, and chemical composition to estimate the carrying capacity of oil palm plantations at the age of 3 years and 6 years for beef cattle. Data collection was conducted in Samboja district, Kutai regency, East Kalimantan province, from January to March 2013. Plant samples were taken under oil palm plantations age 3 years and 6 years. Each age of plantation were taken 5 hectares, and every hectare were picked 10 points by using the quadrant size of 1 m × 1 m at random. The result showed that plants growing on palm oil plantations 3 years dominated by Paspalum conjugatum (45.54%), followed by Mikania micrantha (9.93%), and Ottochloa nodosa (7.89%). While the age of 6 years dominated by Ottochloa nodosa (33.89%), Melastoma malabatrichum (28.23%), and Paspalum urvillei (8.37%). Dry weight production of plantation age 3 years was 3,205.1 kg per ha decreased to 1,165.4 kg per ha in plantation age 6 years. Chemical composition, especially CP increased from 8.25% at the age 3 years to 10.5% at the age 6 years, while CF decreased from 23.20% at the age 3 years to 22.43% at the age 6 years. Carrying capacity of oil palm plantations age 3 years was 1.44 AU ha-1 yr-1 and age 6 years was 0.71 AU ha-1 yr-1. Naturally, oil palm plantation in Kutai regency, East Kalimantan has good potential as a source of beef cattle forage.

Keywords: oil palm, botanical composition, forage production, chemical composition, carrying capacity

PENDAHULUAN

Populasi sapi potong di Provinsi Kalimantan Timur dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 tercatat 81.746 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2012) dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 104.017 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kaliman Timur, 2013). Di Kabupaten Kutai Kartanegara sendiri peningkatannya cukup besar dari 12.470 ekor pada tahun 2007 menjadi 21.900

ekor pada tahun 2011 (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2012). Meningkatnya populasi ini memberikan konsekuensi terhadap penyediaan lahan bagi sapi potong. Lahan tersebut tidak hanya berperan sebagai sumber hijauan pakan, namun juga sebagai ruang jelajah. Hingga saat ini, di Provinsi Kalimantan Timur belum ada alokasi lahan yang diperuntukkan khusus sebagai kawasan peternakan, sehingga integrasi dengan berbagai subsektor pertanian lainnya seperti perkebunan, tanaman pangan, dan hortikultura, serta

kehutanan, maupun pertambangan merupakan pilihan untuk memenuhi kebutuhan pakannya.

Pada tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur sudah mencapai 827.347 ha dari 339.292,50 ha pada tahun 2007 (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012). Seiring meningkatnya areal perkebunan kelapa sawit, maka potensi untuk mengembangkan ternak sapi potong secara terintegrasi di kawasan ini menjadi cukup besar. Menurut Direktorat Pakan Ternak (2011) konsep integrasi ternak dalam usahatani tanaman baik itu tanaman perkebunan, pangan, atau hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak, tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman. Dengan adanya ternak ini dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus produksi ternaknya. Dengan demikian, dalam sistem integrasi ternak dan tanaman akan terjadi suatu hubungan yang saling menguntungkan (mutualism sinergicity).

Keberadaan ternak di perkebunan kelapa sawit memberikan beberapa keuntungan, diantaranya adalah mengurangi biaya untuk mengendalikan gulma dan menyumbangkan kotoran ternak sebagai sumber hara bagi tanaman. Chung (1994) menyatakan bahwa kerbau yang dipelihara di kebun kelapa sawit dapat mengurangi biaya pengendalian gulma, selain itu juga akan diperoleh keuntungan berupa daging dan ternak sebagai nilai tambah dalam proses produksi hilir. Diketahui, penggunaan herbisida sebagai pengendalian gulma dilakukan pada kisaran 13-18 kali pada saat tanaman muda.

Di Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya di Kecamatan Samboja, saat ini telah berkembang sistem pemeliharaan ternak sapi bali di bawah areal perkebunan kelapa sawit dengan memanfaatkan hijauan antar tanaman. Sistem integrasi sapi-sawit dengan memanfaatkan hijauan tersebut cukup prospektif untuk meningkatkan produksi ternak dan tanaman kelapa sawit yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai potensi hijauan antara tanaman di perkebunan kelapa sawit ditinjau dari produksinya dan kandungan zat-zat makanannya untuk memperkirakan kapasitas tampung dari kebun kelapa sawit pada umur 3 tahun dan 6 tahun di perkebunan rakyat, Kabupaten Kutai Kartanegara.

MATERI DAN METODE

Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, mulai bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2013.

Sampel tanaman diambil di bawah tanaman kelapa sawit yang telah berumur 3 tahun dan 6 tahun. Masing-masing umur tanaman di ambil seluas 5 hektar, dan setiap hektar di cuplik sebanyak 5 cuplikan dengan menggunakan kuadran ukuran 1 m × 1 m secara acak.

Untuk memperkirakan produksi hijauan per hektar

digunakan rumus sebagai berikut: P = C × 10.000 – (LP × JS), dimana P adalah produksi hijauan per hektar (kg), C adalah rata-rata berat hijauan per m2, LP adalah luas piringan pada pohon kelapa sawit, dan JS adalah jumlah tanaman kelapa sawit dalam 1 hektar. Jumlah tanaman kelapa sawit rakyat yang ditanam di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara rata-rata 136 pohon per hektar. Jari-jari piringan pada pohon kelapa sawit umur 3 tahun adalah 2 m dan pada umur 6 tahun adalah 3 m. Dengan demikian luas piringan pohon kelapa sawit umur 3 tahun adalah 12,56 m2 per pohon, dan umur 6 tahun adalah 28,26 m2 per pohon. Produksi hijauan antara tanaman yang dimaksud adalah produksi berat kering, yaitu hijauan segar yang telah dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 65oC selama 48 jam atau beratnya stabil.

Komposisi botanis tanaman dihitung berdasarkan perbandingan berat kering antara suatu spesies tanaman terhadap total berat kering seluruh tanaman dalam setiap cuplikan, kemudian dibandingkan terhadap seluruh cuplikan. Pengambilan sampel ini dilakukan sebelum dilakukan perhitungan produksi berat kering.

Komposisi kimia zat-zat makanan dianalisis secara proksimat untuk memperoleh kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan abu. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman.

Perkiraan kapasitas tampung kebun kelapa sawit bagi sapi potong, digunakan persamaan Voisin (Reksohadiprodjo, 1994). Persamaan tersebut, yaitu (Y – 1) s = r, dimana Y adalah jumlah luas lahan yang diperlukan oleh seekor sapi, s adalah periode merumput pada setiap luas lahan, dan r adalah periode istirahat agar tanaman melakukan pertumbuhan kembali. Dalam penelitian ini s adalah 30 hari dalam satu bulan dan r adalah 60 hari. Sedangkan PUF (proper use factor) yang diperhitungkan adalah 40%, dengan asumsi bahwa penggembalaan yang dilakukan adalah sedang. Setiap satu satuan ternak (ST) dihitung setara dengan sapi jantan seberat 400 kg. Konsumsi hijauan segar diasumsikan 10% dari setiap satuan ternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Botanis

Komposisi botanis adalah proporsi suatu spesies tanaman terhadap seluruh tanaman yang tumbuh bersamanya. Hijauan yang tumbuh di perkebunan kelapa sawit rakyat, Kecamatan Samboja merupakan hijauan alam, sehinga perubahan komposisi botanis hijauan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan naungan dari tajuk sawit (cahaya). Hasil penelitian ini (Tabel 1) menunjukkan bahwa jenis tanaman yang tumbuh di bawah kelapa sawit dengan umur yang berbeda proporsinya juga berbeda.

Pada kebun kelapa sawit umur 3 tahun didominasi

oleh Paspalum conjugatum (45,54%), diikuti oleh Mikania micrantha (9,93%), dan Ottochloa nodosa (7,89%), sedangkan di kebun kelapa sawit umur 6 tahun didominasi oleh Ottochloa nodosa (33,89%), diikuti oleh Melastoma malabatrichum (28,23%) dan Paspalum urvillei (8,37%).

Tabel 1. Komposisi botanis tanaman yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara

Jenis tanaman

Komposisi botanis (%) pada kelapa sawit umur

3 tahun

6 tahun

Ageratum conyzoides

0

1,06

Asystasia intrusa

5,49

1,17

Borreria latifolia

6,73

5,47

Chromolaena odorata

1.96

0

Clidemia hirata

0

1,14

Cyperus brevifolius

0

0,48

Cyperus rotundus

0

1,15

Imperata cylindrical

2,05

0

Leptochloa chinensis

0,57

7,95

Melastoma malabatrichum

3,89

28,23

Mikania micrantha

9,93

3,9

Nephrolepsis bisserata

1,45

0

Ottochloa nodosa

7,89

33,89

Panicum sarmentosum

5,73

0

Paspalum conjugatum

45,54

1,49

Paspalum urvillei

3,07

8,37

Solanum violaceum

5,7

5,4

Nampak bahwa O. nodosa memiliki proporsi yang semakin tinggi dengan meningkatnya umur pohon kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa O. nodosa lebih tahan terhadap naungan dibandingkan P. conjugatum, dimana proporsinya menjadi sangat kecil, dari 45,54% (3 tahun) menjadi 1,49% (6 tahun). Menurut Crowder & Chheda (1982) O. nodosa merupakan rumput alam yang disukai oleh ternak dan sangat tahan terhadap naungan, sehingga memiliki potensi yang besar sebagai sumber hijauan di bawah naungan. Suboh (1997) menjelaskan bahwa jenis tanaman yang biasa tumbuh di bawah pohon kelapa sawit umumnya didominasi oleh O. nodosa, Axonopus compressus, Mikania scandens, dan A. intrusa. Jenis-jenis tanaman ini biasanya tumbuh baik pada intensitas penyinaran sebesar 40-60%. Sapi pada umumnya merenggut tanaman ini, bahkan beberapa diantaranya memiliki kandungan zat makanan yang kualitasnya bersaing dengan tanaman pakan budidaya.

Produksi Hijauan antar Tanaman

Hasil pengukuran produksi hijauan segar per m2 untuk vegetasi yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit umur 3 tahun adalah 386,54 g m-2 dan pada umur 6 tahun adalah 189,29 g m-2. Setelah dilakukan konversi ke dalam 1 hektar yang selanjutnya dikurangi dengan luas piringan dalam 1 hektar untuk masing-masing umur tanaman, maka rata-rata produksi hijauan antara tanaman di bawah tanaman kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi hijauan antar tanaman di bawah pohon kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara

Umur tanaman kelapa

Produksi hijauan

sawit

Berat segar (kg ha-1)

Berat kering (kg ha-1)

3 tahun

13.168

3.205,1

6 tahun

6.380

1.165,4

Berdasarkan hasil pengukuran tersebut nampak bahwa semakin meningkat umur tanaman kelapa sawit, produksi hijauan yang tumbuh di bawahnya akan menurun. Semakin tinggi umur tanaman kelapa sawit penetrasi cahaya yang menerobos daun kelapa sawit semakin rendah sehingga berpengaruh terhadap produksi bahan kering tanaman yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit (Wong & Chin, 1998). Menurut Chin (1998) produksi bahan kering hijauan pakan yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawit muda dapat mencapai 1.600 sampai 2.600 kg per hektar dan menurun hingga mencapai 600 kg per hektar dengan semakin dewasanya umur tanaman kelapa sawit. Dalam kasus lainnya, produksi bahan kering hijauan di bawah tanaman kelapa sawit umur 3-4 tahun bisa lebih tinggi lagi dan dapat mencapai 13.280 kg per hektar per tahun (Abdullah, 2006). Produksi hijauan antara tanaman kelapa sawit memiliki variasi yang cukup tinggi berdasarkan derajat naungannya. Derajat naungan sangat tergantung pada umur tanaman, tinggi tanaman, jarak tanam, kesuburan tanah, dan karakteristik kanopi. Biasanya, jumlah cahaya semakin menurun dengan bertumbuhnya tanaman muda. Pada kasus tanaman karet dan kelapa sawit umur 6-7 tahun cahaya yang menerobos kanopi pada siang hari dengan penyinaran penuh hanya 10% dan penetrasi cahaya tersebut tidak berubah hingga tanaman berumur 15-20 tahun (Chen, 1990). Pada transmisi yang rendah akan memberikan pengaruh terhadap mikroklimat yang ada di bawah kanopi, yang kemudian menyebabkan suhu tanah menjadi lebih rendah. Kondisi yang demikian berpeluang menghambat pertumbuhan dan akumulasi bahan kering pada tanaman yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit (Abdullah, 2011).

Produktivitas hijauan pakan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit dapat diperbaiki melalui penanaman tanaman pakan unggul yang tahan terhadap naungan. Hasil penelitian Hanafi (2007) mengemukakan terdapat beberapa tanaman pakan unggul yang tahan terhadap naungan, diantaranya adalah Digitaria milanjiana, Stylosanthes guianensis, Paspalum notatum, dan Calopogonium caeruleum.

Komposisi Kimia Zat-zat Makanan

Komposisi kimia zat-zat makanan yang terkandung dalam hijauan yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawit pada umur 3 tahun dan 6 tahun disajikan pada Tabel 3.

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar dan abu pada hijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit umur 6 tahun cenderung meningkat, sedangkan kandungan serat kasar, lemak kasar, dan BETN cenderung menurun.

Tabel 3. Komposisi kimia zat-zat makanan hijauan yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun

Zat-zat makanan

Umur Tanaman Kelapa Sawit

3 tahun

6 tahun

Protein kasar (%)

8,25

10,5

Serat kasar (%)

23,2

22,43

Lemak kasar (%)

4,2

2,4

Abu (%)

2,48

3,98

BETN (%)

61,87

60,69

Meningkatnya kandungan protein kasar pada tanaman yang ternaungi oleh kelapa sawit umur 3 tahun ke 6 tahun, disebabkan oleh 2 hal. Pertama, akibat berubahnya komposisi botanis. Pada tanaman yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit umur 3 tahun didominasi oleh Paspalum conjugatum (45,54%), sedangkan tanaman yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit umur 6 tahun didominasi oleh Ottochloa nodosa (33,89%). Diketahui kandungan protein kasar P. conjugatum adalah 11,0 % dan O. nodosa 13,5% (Chen et al., 1991). Dengan demikian, kandungan protein kasar pada tanaman yang tumbuh di bawah kelapa sawit umur 6 tahun lebih tinggi.

Kedua, akibat berubahnya komposisi kimia yang disebabkan oleh naungan. Naungan memilki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas hijauan, sehingga dapat mengubah komposisi kimia. Kandungan protein kasar biasanya lebih tinggi pada bagian tanaman yang berada di atas daripada yang berada di bawah (Buxton & Fales, 1994). Menurut Kephart & Buxton (1993) konsentrasi protein kasar jauh lebih responsif terhadap naungan dibandingkan komponen kualitas lainnya. Disebutkan pula bahwa naungan sebesar 63% dapat meningkatkan konsentrasi protein kasar sebesar 26% pada rumput. Meningkatnya konsentrasi senyawa nitrogen akibat naungan biasanya dengan mengorbankan karbohidrat terlarut.

Kapasitas Tampung

Berdasarkan hasil perhitungan untuk mendapatkan kapasitas tampung per hektar tanaman kelapa sawit pada umur 3 tahun diperoleh hasil sebesar 1,44 ST ha-1 dan untuk tanaman kelapa sawit umur 6 tahun sebesar 0,71 ST ha-1. Menurunnya kapasitas tampung ini berkaitan dengan menurunnya produksi hijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit akibat semakin tuanya umur tanaman kelapa sawit. Pada tanaman kelapa sawit umur muda menghasilkan hijauan yang tinggi sehingga dapat mendukung jumlah ternak yang optimum. Menurunnya kapasitas tampung akibat semakin tuanya tanaman kelapa sawit juga ditunjukkan oleh Wan Mohammad et al. (1997). Ketika tanaman kelapa sawit berumur 1-2 tahun dapat menampung 3 ekor sapi per hektar, kemudian menurun menjadi 2 ekor per hektar ketika tanaman telah berumur 2-3 tahun, selanjutnya menurun lagi menjadi 1 ekor per hektar pada tanaman umur 5 tahun.

Kapasitas tampung sebaiknya dipertahankan melalui penggembalaan dengan sistem rotasi pada interval

sekitar 60 hari. Chen & Dahlan (1995) menyarankan agar sistem rotasi dilakukan pada interval 6-8 minggu agar diperoleh kapasitas tampung yang berkelanjutan. Hal itu juga perlu memperhatikan ketersediaan hijauan.

Dalam hal meningkatkan kapasitas tampung, selain memperbaiki jenis hijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit, bisa juga melalui pemupukan. Hanafi (2007) melaporkan bahwa pemupukan dengan 100 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl untuk rumput, serta 50 kg SP-36 + 50 kg KCl untuk legum ha-1 tahun-1 dapat meningkatkan kapasitas tampung dari 2,78 ST ha-1 menjadi 5,12 ST ha-1 pada tanaman kelapa sawit umur 4 tahun.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hijauan antara tanaman di perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang besar sebagai sumber hijauan bagi sapi potong. Jenis-jenis tanaman yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawit umumnya sebagai gulma, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan bagi sapi potong. Hal ini digambarkan oleh produksi hijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit maupun komposisi kimia zat-zat makanan yang dikandungnya. Berdasarkan produksi hijauan tersebut, perkebunan kelapa sawit rakyat yang berada di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara dapat menampung 1,44 ST ha-1 pada tanaman umur 3 tahun, dan menurun menjadi 0,71 ST ha-1 pada tanaman umur 6 tahun. Untuk mempertahankan kapasitas tampung tersebut diperlukan pengelolaan hijauan pakan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. 2006. The development of integrated forage production system for ruminants in rainy tropical region. Bull. Facul. Agric. Niigata Univ. 58 (2): 125-128.

Abdullah, L. 2011. Prospek Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit-Sapi Potong dalam Upaya Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Nasional 2014: Sebuah Tinjauan Perspektif Penyediaan Pakan. Orasi Ilmiah, disampaikan pada Sidang Senat Terbuka (Wisuda) V Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur. Sangatta.

Buxton, D. R., Fales, S. L. 1994. Plant Environment and Quality. Dalam: Fahey, G. C. (Ed). Forage Quality, Evaluation, and Utilization. American Society of Agronomy, Madison, WI, USA.

Chen, C. P. 1990. Problem and Prospects of Integration of Forage Into Permanent Crops. www.fao.org/ag/Agp/AGPC/doc/ publicat/GRASSLAN/128.pdf

Chen, C. P., Wong, H. K., Dahlan, I. 1991. Herbivores and the plantations. Proceedings of 3rd. International Symposium on Nutrition of Herbivores. MSAP.

Chen, C. P., Dahlan, I. 1995. Tree spacing and livestock production. Paper presented at the FAO First International Symposium on the integration of livestock to oil palm production. 25-27 May 1995, Kuala Lumpur, Malaysia.

Chin, F. Y. 1998. Sustainable use of ground vegetation under mature oil palm and rubber trees for commercial beef production. Dalam: de la Vina, A. C., Moog, F. A., (eds).

Proceedings of 6th. Meeting of the Regional Working Group on Grazing and Feed Resources for Shoutheast Asia. Legaspi City, Philippines.

Chung, G. F. 1993. Herbicide evaluation for general weed control in immature oil palm with and without EFN mulching. Dalam: Jalami Sukaimi et. al., (eds). PORIM International Palm Oil Congress: Update are vision. Ministry of Primary Industries Malaysia.

Crowder, L. V., Chheda, H. R. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman group. New York

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Buku Statistik Perkebunan Tahun 2007-2011. Perkebunan Kalimantan Timur, Samarinda.

Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Statistik Peternakan Kalimantan Timur Tahun 2007-2011. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2013. Laporan Penyelenggara Rapat Konsultasi dan Koordinasi Teknis Daerah (Rakontekda) Pembangungan Peternakan dan Pertemuan Kelompok Tani Ternak Se Kaltim, Samarinda 25-26 Februari 2013. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

Direktorat Tanaman Pakan. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Integrasi Tanaman – Ruminansia Tahun 2012. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Jakarta.

Hanafi, D. N. 2007. Keragaan Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dan Aplikasinya pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kephart, K. D., Buxton, D. R. 1993. Forage quality responses of C3 and C4 perennial grasses to shade. Crop. Sci. 33: 831-837

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Hijauan Makanan Ternak, edisi ke-3. BPFE. Yogayakarta.

Suboh, I. 1997. Memaksimumkan pendapatan penanam kelapa sawit integerasi tanaman/ternakan di ladang sawit. Seminar Pekebun Kecil Sawit/ Eksekutif Estet Pamol, Sabah. PORIM, 27-29 April 1997.

Wan Mohammad, Hutagalung, W. E., Chen, C. P. 1987. Feed availability, utilization and constraints in plantation of Asia and the Pacific performance and prospect. Trop. Grassl. 21: 159-168.

Wong, C. C., Chin, F. Y. 1998. Meeting Nutritional Requirement of Cattle from Natural Forages in oil plantation. National Seminar Livestock and Crop Integration in Oil Palm Towards Sustainability, PORIM, 12-14 May 1998. Keluang, Malaysia.

98