pastura Vol. 3 No. 2 : 88 - 93

ISSN : 2088-818X

PEMANFAATAN STANDINGHAY RUMPUT KUME AMONIASI DENGAN PENAMBAHAN

ZnSO4 DAN Zn-Cu ISOLEUSINAT DALAM RANSUM UNTUK MENGOPTIMALKAN KONSUMSI, KECERNAAN DAN KADAR GLUKOSA DARAH SAPI BALI DARA

Erna Hartati, A. Saleh dan E.D. Sulistijo

Fakultas Peternakan, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Universitas Nusa Cendana, Kupang Jl. Adisucipto, Penfui, Kupang 85001, Fax (0380) 822248 email: [email protected]

ABSTRAK

Suatu penelitian telah dilakukan bertujuan mengevaluasi pemanfaatan standinghay rumput kume amoniasi dengan penambahan ZnSO4 dan Zn-Cu isoleusinat dalam ransum basal yang dapat mengoptimalkan peningkatan konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan serta kadar glukosa darah. Penelitian menggunakan enam belas ekor sapi Bali dara dan secara acak dikelompokkan ke dalam empat perlakuan pakan yaitu: R0=Standinghay rumput kume amoniasi + konsentrat (60:40); R1= R0 + 150 mg ZnSO4/ kg BK konsentrat + 1 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum; R2=R0 + 150 mg ZnSO4/ kg BK konsentrat + 2 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum; R3=R0 + 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat + 3 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum. Ransum basal terdiri dari standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat dengan kandungan protein 17% dan Total Digestible Nutrient (TDN) 78%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ZnSO4 dan Zn-Cu isoleusinat berpengaruh sangat signifikan (P<0.01) terhadap peningkatan konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan, dan berpengaruh signifikan (P<0.05) terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Hasil terbaik terhadap konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan dan kadar glukosa darah dicapai pada level penambahan ZnSO4 dan Zn-Cu isoleusinat 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 3 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum, akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penambahan 3% dan 2% Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum. Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan standinghay rumput kume dengan penambahan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 2 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum dapat mengoptimalkan konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan serta kadar glukosa darah

Kata Kunci: Sapi Bali dara, Zn-SO4, Zn-Cu Isoleusinat, kecernaan, glukosa darah

UTILIZATION OF AMMONIATED OF KUME GRASS STANDINGHAY WITH SUPPLEMENTATION

OF ZnSO4 AND Zn-CU ISOLEUSINATE IN RATION TO OPTIMALISATION CONSUMPTION, DIGESTIBILITY AND GLUCOSA CONCENTRATION OF YOUNG FEMALE BALI CATTLE

ABSTRACT

An experiment was conducted to evaluate utilization of ammoniated of kume grass standinghay with supplementation of ZnSO4 and Zn-Cu isoleusinate in ration to consumption, digestibility and glucosa concentration of young female BalicCattle. The experimental design used was completely randomized block design. The experimental animal were randomly assigned into four group of treaments diet were formulated as: R0 = 60% ammoniated “kume“ grass standinghay + 40% concentrate; R1 = R0 + 150 mg ZnSO4/kg DM concentrate + 1% Zn-Cu isoleucinate; R2 = R0 + 150 mg ZnSO4/kg DM concentrate + 2 % Zn-Cu isoleucinate; R3 = R0 + 150 mg ZnSO4/kg DM concentrate + 3 % Zn-Cu isoleucinate. The basal diet consisted of ammoniated “kume“ grass standinghay, while concentrate consisted of corn meal, rice bran, coconut cake, fish meal, lemuru oil and premix. The crude protein content of basal diet was 17%, while total digestible nutrients (TDN) was 78%. The supplementation of ZnSO4 and Zn-Cu isoleucinate in the diet increase higly significantly (P<0.01) dry and organic matter, crude protein, crude fiber consumption and digestibility, glucose concentration. The highest consumption, digestibility and glucose concentration was achieved at level of 150 mg ZnSO4 kg /DM concentrate and 2% Zn-Cu isoleucinate/ kg DM concentarate in the basal diet.

Keyword: Young female Bali cattle, Zn-SO4, Zn-Cu Isoleusinat,digestibility, glucosa concentration

PENDAHULUAN

Dalam upaya peningkatan produktivitas ternak sapi di Nusa Tenggara timur (NTT) masih dihadapkan pada masalah ketersediaan pakan, khususnya pada tiga bulan menjelang akhir musim kemarau sekalipun produksi rumput masih cukup tinggi, tapi hanya tersedia dalam bentuk standinghay. Pada kondisi ini kualitasnya sangat rendah ditandai dengan kandungan neutral diterjen fiber (NDF) sebesar 88,98%, protein kasar 2,56%, serat kasar 38,75% dan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro masing-masing sebesar 45,86% dan 48,69% dan tingkat kelarutan rendah yaitu 21,89% (Hartati dan Katipana, 2006), lemak dan seng (Zn) serta tembaga (Cu) juga rendah masing-masing 1,90% dan 4.42 – 6.27 mg/kg BK dan 9.8 - 15 mg/kg BK (Hartati, dkk. 2007; Hartati, dkk., 2009b). Oleh sebab itu perlu terobosan teknologi dan salah satu teknologi tepat guna adalah teknologi amoniasi. Dari berbagai penelitian amoniasi terhadap rumput berkualitas rendah berhasil meningkatkan ketersediaan nitogen (N) dan meningkatkan kecernaan sehingga tersedia kerangka karbon (C) dan energi yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen dalam upaya optimalisasi produktivitas ternak.

Selain kandungan protein dan energi untuk optimalisasi sintesis dan pertumbuhan mikroba rumen juga dibutuhkan mineral Zn dan Cu. Thalib et al (2000) menyatakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas bakteri dalam mencerna serat pakan diperlukan zat faktor pertumbuhan dalam bentuk campuran vitamin dan mineral (Cu dan Zn). Sementara Durand dan Kawashima (1980) melaporkan bahwa seng berpotensi sebagai faktor pembatas pertumbuhan mikroba rumen. Seng dibutuhkan dalam jumlah yang cukup tinggi sekitar 130-220 ppm untuk pertumbuhan mikroba rumen (Hungate, 1966), sedangkan kebutuhan Zn bagi ternak ruminansia pada masa pertumbuhan 4050 ppm (NRC, 1988). Untuk memenuhi kebutuhan Zn bagi mikroba rumen maupun ternak tidak cukup hanya dari pakan yang diberikan karena menurut Little (1986) dan NAS (1980), kandungan seng pakan hijauan daerah tropis rendah yaitu berkisar antara 20 sampai 38 mg/kg bahan kering. Rendahnya kandungan Zn dan Cu dalam ransum menyebabkan pertumbuhan mikroba rumen terganggu.

Berdasarkan kondisi tersebut dalam penelitian ini telah dilakukan amoniasi terhadap standinghay rumput kume dan dengan penambahan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan berbagai level Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan serta kadar glukosa darah.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dua minggu untuk periode adaptasi dan 10 minggu untuk periode koleksi dan analisis data. Penelitian

menggunakan 16 ekor sapi Bali dara umur 15-18 bulan. Ransum basal yang digunakan terdiri dari standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat dengan perbandingan 60:40%. Konsentrat disusun dari bahan lokal yang tersedia terdiri dari jagung kuning, dedah halus, bungkil kelapa, tepung ikan, minyak lemuru, garam dan premix dengan kandungan protein 17,07% dan TDN 78,16% (Tabel 1).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah suplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat (hasil terbaik penelitian Hartati dkk. 2009a) dan Zn-Cu isoleusinat pada konsentrasi 3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu (hasil terbaik penelitian Hartati, dkk. 2009b) pada level 1, 2 dan 3 % / kg BK ransum dengan susunan perlakuan sebagai berikut: R0= Standinghay rumput kume amoniasi + konsentrat (60:40); R1=R0+ 150 mg ZnSO4/ Kg BK konsentrat + 1 % Zn-Cu isoleusinat /kg BK ransum; R2 = R0 + 150 mg ZnSO4/ kg BK konsentrat + 2 % Zn-Cu isoleusinat . kg BK ransum dan R3 = R0 + 150 mg ZnSO4/ kg BK konsentrat + 3% Zn-Cu isoleusinat /kg BK ransum.

Tabel 1. Komposisi Formula Konsentrat

Jenis bahan pakan (BP)

Komposisi (%)

PK BP (%)

TDN BP (%)

PK (%) Konsentrat

TDN (%) Konsentrat

Jagung kuning

46.25

10,00

91,00

4,63

42,09

Dedak halus

20,50

10,89

66,00

2,23

13,53

Bkl. Kelapa

23,00

23,10

74,00

5,31

17,02

Tpg. Ikan

8,00

61,20

69,00

4,90

5,52

Minyak lemuru

1,50

-

-

-

-

Garam dapur

0,25

-

-

-

-

Premix

0,50

-

-

-

-

Jumlah

17,07

78,16

Sumber: (Hartati, dkk., 2009b)

Ternak dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan berat badan sebagai ulangan. Standinghay rumput kume amoniasi diberikan 2 kali sehari sesudah konsentrat dan suplement habis dikonsumsi yaitu jam 8.00 pagi dan jam 13.00 siang yang disediakan ad libitum, sedangkan konsentrat mengandung minyak lemuru diberikan 2 kali sehari yaitu jam 7.00 pagi dan jam 12.00 siang. Suplementasi ZnSO4 dan Zn-Cu isoleusinat dilakukan 1 kali sehari yaitu jam 7.00 pagi bersamaan dengan pemberian konsentrat. Air minum disediakan ad libitum.

Sampel darah untuk mengetahui kadar glukosa darah dilakukan 3 jam sesudah makan. Parameter yang diukur konsumsi dan kecernaan bahan kering, bahan organik, protein dan serat kasar dan kadar glukosa darah sapi Bali dara. Pengukuran konsumsi zat-zat makanan diperoleh dari selisih zat-zat makanan yang diberikan dengan zat-zat makanan yang tersisa selama 24 jam. Pengukuran absorbsi Zn dan Cu diperoleh dari selisih Zn dan Cu yang dikonsumsi dengan yang terkandung dalam feses. Kadar Zn dan Cu dalam pakan dan feses ditentukan menggunakan AAS. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan Spektrofotometer.

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan program SPSS Release 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering dan Zat-zat Makanan

Nilai rataan konsumsi bahan kering dan zat-zat makanan pada perlakuan yang berbeda disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Konsumsi Zat-zat Makanan pada Berbagai Perlakuan

Jenis Konsumsi (ekor/hr)

Jenis Perlakuan

R0

R1

R2

R3

Bahan Kering (kg)

3.33 ± 0.33a

3.87 ± 0.15a

4.28 ± 0.12b

4.34 ± 0.17b

Bahan Organik (kg)

3.62 ± 0.30a

3.60 ± 0.14a

3.99 ± 0.11b

4.09 ± 0.16b

Protein Kasar (kg)

0.43 ± 0.06a

0.43 ± 0.03a

0.47 ± 0.02 a

0.46 ± 0.03 a

Serat Kasar (kg)

0.79 ± 0.03a

0.78 ± 0.02a

0.89 ± 0.01b

0.90 ± 0.01b

BETN(kg)

2.23 ± 0.19a

2.22 ± 0.85a

2.47 ± 0.69b

2.57 ± 0.10b

TDN (kg)

2.22 ± 0.24a

2.21 ± 0.16a

2.81± 0.07b

2.89 ± 0.14b

Seng (mg)

260.48 ± 48.29 a

310.09 ± 24.46 a

368.20 ± 26.34 a

426.83 ± 42.32 a

Cu (mg)

13.77 ± 1.86 a

14.47 ± 0.85 a

16.12 ± 0.78 a

17.14 ± 1.23 a

Keterangan: Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0.05)


Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat signifikan (P<0.01) terhadap peningkatan konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO), serat kasar (SK) dan BETN. Perlakuan juga berpengaruh sangat signifikan (P<0.01) terhadap konsumsi Zn dan Cu (Tabel 2). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa ternak sapi yang mendapat ransum basal standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat tanpa dan yang disuplementasi dengan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum pada level 2 dan 3 % terdapat perberbedaan yang signifikan (P<0.05) terhadap peningkatan konsumsi BK, BO, SK, BETN dan energi. Hal ini disebabkan karena konsumsi protein pada sapi yang mendapat perlakuan R2, R3 satu sama lain cenderung terjadi peningkatan (P<0.06). Konsumsi PK tertinggi diperoleh ternak yang mendapat ransum yang disuplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 3 % Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum yaitu sebesar 0.464 ± 0.03 kg/hr. Konsumsi PK tersebut lebih besar dari yang direkomendasikan NRC (1970) sebesar 390 g/ hr pada sapi betina yang belum pernah beranak berat 150 kg dengan pertambahan berat badan 0.50 kg/h (NRC, 1970). Secara teoritis tingkat konsumsi BK sangat dipengaruhi oleh kebutuhan energi, kapasitas rumen disamping bentuk fisik dan kandungan zat-zat makanan dalam ransum

Disamping itu perbedaan konsumsi BK, BO, SK, BETN dan energi tersebut disebabkan karena pengayaan dengan asam amino isoleusinat pada mineral organik yang dapat meningkatkan kecernaan SK secara signifikan (P<0.05). Keadaan ini menyebabkan laju alir pakan lebih cepat dan ternak akan mengkonsumsi ransum kembali, akibatnya konsumsi bahan kering meningkat. Perbedaan tersebut disebabkan karena

terjadi peningkatan konsumsi energi dan protein. Hasil penelitian ini sesuai pernyataan yang dikemukakan Villalba dan Provenza (1997) dalam Manafe dkk. (2009) bahwa kandungan protein atau nitrogen akan menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Sementara Sentana (2005) menyatakan bahwa ternak akan berhenti makan apabila kebutuhan energinya sudah terpenuhi, sekalipun kapasitas rumen belum penuh.

Pada penelitian ini terlihat bahwa konsumsi BK, BO, SK, BETN dan Energi tertinggi dicapai ternak yang mendapat suplementasi 150 mg ZnSO4/ kg BK konsentrat dan 3% Zn-Cu isoleusinat. Berarti pada perlakuan ini proses fermentasi sudah optimal, ternak sudah berupaya memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat makanan lainnya untuk hidup pokok dan produksi yang tercermin pada pertambahan berat badan sapi meningkat 27% dibandingkan dengan sapi mendapat ransum basal tanpa disuplementasi ZnSO4 dan Zn-Cu isoleusinat.

Pada hasil penelitian ini juga dapat dilihat bahwa perlakuan sangat signifikan (P<0.01) berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi SK. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa ternak sapi yang mendapat ransum standinghay rumput kume amoniasi tanpa dan yang disuplementasi dengan 150 mg ZnSO4/ kg BK konsentrat dan yang mendapat suplementasi 1% Zn-Cu isoleusin terdapat perbedaan peningkatan konsumsi SK antara R0-R2 dan R3akan tetapi antara R2-R3 tidak berbeda. Kemungkinan hal tersebut disebabkan adanya peningkatan jumlah koloni bakteri dalam rumen dengan penambahan ZnSO4 dan Zn-Cu isoleusinat sebagai sumber Zn, Cu dan isoleusin (asam amino berantai cabang sebagai sumber kerangka C bagi sintesis bakteri selulolitik)

Konsumsi Bahan Ekstrak Tanpa N (BETN) juga dapat dilihat bahwa perlakuan berbengaruh sangat signifikan (P<0.01) terhadap peningkatan konsumsi BETN. Hasil uji lanjut R0-R2 dan R3 serta R1-R2 dan R3 terdapat perbedaan konsumsi BETN yang signifikan (P<0.05). Dengan kata lain terjadi peningkatan konsumsi BETN pada ternak yang mendapat ransum basal standinghay rumput kume amoniasi dan ransum yang mendapat suplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat pada level 2% dan 3% dari bahan kering ransum. Berarti pada ransum tersebut tersedia BETN cukup tinggi sebagai sumber karangka C dan bersama-sama dengan sumber N dari protein yang cukup tinggi pula, serta tersedia Zn dan isoleusin yang cukup diduga dapat mengoptimalkan proses fermentasi dalam rumen.

Berdasarkan hasil perhitungan konsumsi TDN ransum percobaan, pengaruh perlakuan sangat signifikan (P<0.01) terhadap konsumsi TDN. Hasil uji lanjut menunjukkan antara R1-R3 dan R2 terdapat perbedaan signifikan (P<0.05) terhadap peningkatan

konsumsi TDN, sedangkan antara R2-R3 tidak berbeda. Peningkatan konsumsi TDN pada ransum yang disuplementasi 150 ZnSO4/kg BK konsentrat dan 2% dan 3% Zn-Cu isoleusinat relatif sama yaitu 2.81 dan 2.88 kg. Konsumsi TDN pada ransum tersebut berada pada level diatas kebutuhann untuk hidup pokok pada sapi betina yang belum pernah beranak berat badan 150 kg dengan pertambahan berat badan 0.5 kg/hr yaitu sebesar 2.3 kg (NRC, 1970). Berati konsumsi TDN berada pada level yang cukup, maka hal tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan energipun cukup bagi pertumbuhan ternak.

Kecernaan Bahan Kering dan Zat-zat Makanan

Suplementasi 150 mg ZnSO4/kh BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat dari BK ransum pada ransum basal standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat berpengaruh signifikan (P<0.01) terhadap peningkatan kecernaan BK, BO, PK dan BETN, sedangkan terhadap peningkatan kecernaan lemak tidak signifikan (Tabel 3).

Hasil analisis uji lanjut memperlihatkan bahwa antara perlakuan R1- R2 dan R3 memperlihatkan perbedaan yang signifikan (P<0.05) pada peningkatan kecernaan BK namun antara perlakuan R3-R2 tidak menunjukkan perbedaan. Hal ini disebabkan karena cukup tersedia protein dan BETN dalam ransum masing-masing sebagai sumber N dan C untuk sintesis mikroorganisme dalam ransum yang berdampak terhadap peningkatan proses fermentasi dalam rumen. Disamping itu ransum yang disuplementasi 150 mg ZnSO4/kg konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum pada level 2 dan 3 % yaitu perlakuan R2 dan R3 cukup tersedia mineral Zn dan Cu yang peranannya cukup besar dalam sintesis mikroorganisme dalam rumen. Peningkatan kecernaan BK paling tinggi pada perlakuan R3, namun tidak berbeda dengan perlakuan R2. Telah terjadi peningkatan kecernaan BK sebesar 20.33% dibandingkan dengan sapi yang mendapat perlakuan R0 yaitu sapi yang mengkonsumsi standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat. Peningkatan kecernaan BK tersebut diduga karena sintesis protein mikroba dalam rumen cenderung meningkat akibat penambahan 150 mgZnSO4/kg BK konsentrat sesuai yang dilaporkan Hartati dkk.(2007; 2008b).

Tabel 3. Rataan Kecernaan Zat-zat Makanan pada Berbagai Perlakuan

Jenis


Jenis Perlakuan

Kecernaan

(%)          R0          R1          R2          R3

Bahan Kering  60.97 ± 2.05a    61± 3.27a 71.98 ± 1.78 b 73.37 ± 2.70 b

Bahan Organik 64.31 ± 1.13 a 64.66 ± 2.62 a 74.25 ± 1.43 b 75.43 ± 2.54 b

Protein Kasar 58.49 ± 7.83 a 56.69 ± 5.70 a 72.72 ± 1.68b73.37. ± 5.16 b Serat Kasar    57.99 ± 0.85 a 61.25 ± 3.84a 71.49 ± 1.38b 72.86 ± 4.42 b

Lemak        63.77 ± 6.68 a 58.03 ± 3.77 a 63.90 ± 2.26a 62.07 ± 5.81 a

BETN          67.65 ± 0.61 a 67.67 ± 1.93 a 76.24 ± 2.68 b 77.61 ± 1.61 b

Keterangan: Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0.05)

Suplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/kg ransum berpengaruh sangat signifikan (P<0.01) terhadap peningkatan kecernaan PK. Hasil uji lanjut antara perlakuan R0-R2 dan R3 dan R1-R2 dan R3 memperlihatkan perbedaan yang signifikan (P<0.05). Artinya suplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/kg ransum dapat meningkatkan kecernaan PK. Kecernaan tertinggi pada sapi dara yang mendapat perlakuan R3 (72.86%), namun tidak berbeda dengan R2 yaitu pada sapi yang mengkonsumsi standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat yang disuplementasi dengan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan 2% Zn-Cu isoleusinat/kg ransum dengan kenaikan kecernaan sebesar 20.4%. Kemungkinan hal tersebut disebabkan karena suplementasi pada level 3% Zn-Cu isoleusinat telah terjadi inkorporasi isoleusin yang terkandung dalam Zn-Cu isoleusinat ke dalam protein mikroba yang menyebabkan peningkatan sintesis dan pertumbuhan mikroba rumen terutama bakteri. Sesuai pernyataan Sutardi (1976) bahwa dengan menggunakan C14 sebagai perunut memperlihatkan bahwa terjadi inkorporasi kerangka karbon dari valin, leusin dan iso leusin ke dalam protein mikroba rumen berturut-turut 31, 25, dan 29%.

Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Clark et al., (1992) dalam Zain (1999) bahwa penambahan asam amino dalam ransum dapat memaksimalkan sintesis protein mikroba rumen terutama bakteri dibandingkan dengan penambahan urea sebagai sumber nitrogen. Selanjutnya dinyatakan oleh Griswold et al., (1996) dalam Zain (1999) bahwa penambahan asam amino atau peptide cenderung meningkatkan jumlah bakteri selulolitik. Hal ini membuktikan bahwa kerangka karbon bercabang hasil dekarboksilasi dan deaminasi asam amino dalam rumen sangat diperlukan bagi pertumbuhan mikroba dalam rumen untuk sintesis bakteri selulolitik yang berperan dalam mencerna SK. Seperti yang dilaporkan untuk optimalisasi pertumbuhan bakteri selulolitik seperti B. succinogenes, Ruminococcus albus dan R. flafacient membutuhkan asam lemak bercabang (Baldwin dan Allison, 1983). Asam lemak bercabang yaitu asam iso butirat, 2 metil butirat dan iso valerat berturut-turut diperoleh dari proses dekarboksilasi dan deaminasi asam amino berantai cabang valin, leusin dan isoleusin. Disamping itu Hartati dkk. (2007) merekomendasikan bahwa penambahan 150 mg ZnSO4/kg BK PPG dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen tercermin pada peningkatan alantoin urin. Diduga suplementasi ZnSO4 dapat meningkatkan aktivitas karboksi peptidase yang berperan mencerna protein di pasca rumen. Selain itu suplementasi 1, 2 dan 3% Zn-Cu isoleusinat selain diharapkan sebagai sumber Zn dan Cu organik yang mudah diserap di pasca rumen, juga penambahan isoleusinat dalam proses pembuatan mineral organik tersebut juga dapat sebagai sumber asam amino BCAA. Melalui dekarboksilase dan deaminasi membentuk BCFA sebagai sumber kerangka C bercabang dalam sintesis

bakteri selulolitik dan non selulolitik yang berperan dalam mencerna serat dan non serat.

Suplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/kg ransum pada ransum basal standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat berpengaruh sangat signifikan (P<0.01) terhadap kecernaan BETN. Hasil uji lanjut menunjukkan antara R1-R2 dan R3 memperlihatkan perbedaan yang signifikan (P<0,05), akan tetapi antara perlakuan R2 dan R3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Telah terjadi peningkatan kecernaan BETN pada R2 dan R3 yaitu masing-masing sebesar ...% dan.....% dibandingkan dengan sapi dara yang mendapat ransum tanpa disuplementasi dengan 150 mg ZnSO4/ kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum. Demikian pula pengaruh suplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/ kg ransum pada ransum basal standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat terhadap kecernaan SK sangat signifikan (P<0.01) dan trennya peningkatannya seirama. Oleh karena tidak terdapat perbedaan antara R2 dan R3, maka dapat disimpulkan bahwa ransum yang sudah kecukupan Zn masih diperlukan suplementasi 2% Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum untuk optimalisasi fermentasi dalam rumen dan kecernaan zat-zat makanan di pasca rumen, disamping diharapkan sebagai sumber Zn dan Cu organik yang memiliki nilai hayati tinggi.yang ideal untuk proses fermentasi di dalam rumen.

Hasil yang dilaporkan Hartati dkk. (2011) menunjukkan bahwa suplementasi kombinasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat pada 3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu dalam ransum basal standinghay rumput kume amoniasi dan konsentrat mampu merubah pola fermentasi lebih mengarah pada sintesis C3 yang didukung oleh penurunan nisbah C2:C3 yang signifikan (P<0,05) (Gambar 3). Kondisi ini tercermin pada peningkatan kadar glukosa darah pada ternak yang mengkonsumsi ransum tanpa dan dengan penambahan konsentrat berbeda signifikan (P<0,05), akan tetapi penambahan konsentrat pada level berbeda satu sama lain tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Peningkatan kadar glukosa darah pada ransum basal yang disuplementasi 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat pada level 1, 2 dan 3% berhubungan erat dengan peningkatan produksi C3. Pernyataan ini sesuai dengan yang dilaporkan Ashes et.al. (1987) bahwa C3 merupakan salah satu sumber utama pembentukan glukosa pada ternak ruminansia. Lebih kurang 50% glukosa pada ternak ruminansia berasal dari C3 (Brockman, 1993) yang merupakan sumber energi utama bagi organ-organ tubuh yang penting seperti otak, syaraf, kelenjar susu dan janin. Oleh sebab itu suplementasi yang dapat meningkatkan sintesis C3 sangat bermanfaat bagi ternak ruminansia karena dapat meningkatkan ketersediaan energi untuk meningkatkan produktivitas ternak. Disamping itu ransum penelitian mengandung minyak yang dapat meningkatkan produksi C3 disamping mengurangi

kehilangan energi dalam bentuk metan seperti yang dilaporkan Hartati (2000b).

Gambar 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Nisbah C2:C3 dan Kadar Glukosa Darah

SIMPULAN DAN SARAN

Pemanfaatan standinghay rumput kume amoniasi dengan penambahan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat/ kg BK ransum dalam ransum dapat mengoptimalkan konsumsi dan kecernaan BK, BO, PK, SK dan BETN serta kadar glukosa darah pada level 2% pada sapi Bali dara.

Oleh sebab itu disarankan agar dalam pemanfaatan standinghay rumput amoniasi perlu penambahan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat dan Zn-Cu isoleusinat pada level 2%/kg BK ransum dan diuji cobakan pada sapi dara atau induk sapi Bali bunting yang dipelihara semi intensif.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang telah menyediakan dana penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Durand, M dan R. Kawashima, 1980. Influence of Mineral in the Rumen Microbial Digestion , In: Y. Ruckebusch and P. Thivend (Edit.) Digestive Physiology and Metabolism in Ruminants, AVI. Publishing Company, Inc. Connecticut Hartati, E.dan N.G.F. Katipana. 2006. Sifat Fisik, Nilai Gizi dan

Kecernaan In Vitro Standinghaylage Rumput Kume Hasil Fermentasi Menggunakan Gula Lontar dan Feses Ayam. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006. hal: 885-890

Hartati, E., N.G.F. Katipana dan A. Saleh. 2007. Manfaat pakan padat gizi yang mengandung minyak lemuru dan seng untuk perbaikan mutu fetus sapi Bali pada akhir kebuntingan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fapet Undana, Kupang.

Hartati, E. 2008. Efek Suplementasi Minyak lemuru dan ZnSO4 pada Ransum Mengandung Pod Cacao dan Urea terhadap Absorpsi Zn dan Pertumbuhan Sapi Jantan. Jurnal Produksi Ternak. UNSOED. 10: 50-54 (Akreditasi No. 56/DIKTI/Kep/2005)

Hartati, E., A. Saleh dan E.D. Sulistidjo.. 2009a. Pengaruh Level Penambahan Seng pada Pakan Padat Gizi Mengandung Minyak Lemuru terhadap Pertumbuhan dan kondisi Fetus Sapi Bali pada Akhir Kebuntingan. Jurnal Produksi Ternak, UNSUD Periode Mei 2009

Hartati, E., A. Saleh dan E.D. Sulistidjo. 2009b. Optimalisasi Proses Fermentasi Rumen dan Pertumbuhan Sapi Bali melalui Suplementasi Zn-Cu Isoleusinat dan ZnSO4 pada Ransum Berbasis Standinghay Rumput Kume (Andropogon timorensis) Amoniasi. Laporan Penelitian Fondamental Fakultas Peternakan, Undana, Kupang.

Hartati, E., A. Saleh dan E.D. Sulistidjo. 2011. Suplementasi Zn-Sulfat Dan Zn-Cu Isoleusinat Dalam Ransum Berbasis Pakan Lokal Untuk Peningkatan Produktivitas Dan Kekebalan Tubuh Sapi Bali. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Nasional. Fakultas Peternakan, Undana, Kupang

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academy Press

Little, D. A. 1986. the Mineral Content of Ruminant Feed and the Potensial for Mineral Supplementation in South-East Asia with Particular Reference to Indonesi. In R. M. Dixon Ed.

Ruminant Feeding Systems utilizing Fibrous Agricultural Resideus, Canberra.

Manafe, J. . N.G.Katipana dan E. Hartati. 2009. Kinetika Perombakan Protein Limbah Organik di dalam Rumen Berdasarkan Persamaan Michaelis-Minten dan Manfaatnya bagi Ternak Ruminansia. Seminar Hasil Penelitian. Undana , Kupang.

National Academy of Sciences (NAS). 1980. Mineral Tolerance of domestic Animals. Washington.

National Research Caouncil (NRC). 1988. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. SixthRevised Ed. National Academy Press, Washington.

Thalib, A., B. Haryanto, S. Kompiang, I.W. Mathius, dan A. Aini. 2000. Pengaruh Mikromineral dan Fenilpropionat terhadap Performans Bakteri Selulolitik Coccid dan Batang dalam Mencerna Serat Hijauan Pakan. J. Ilmu Ternak dan Vet., 5(2): 92-99.

Zain, M. 1999. Substitusi Rumput dengan Sabut Kelapa Sawit dalam Ransum Pertumbuhan Domba: Pengaruh Amonia-si, Defaunasi dan Suplementasi Analog Hidroksi Metionin serta Asam Amino Bercabang. Disertasi. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor

93