pastura Vol. 12 No. 2 : 75 - 80

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura

DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2023.v12.i02.p01

Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Pembangunan Kabupaten Purworejo

Agus Setiawan1, B. Guntoro2 dan F. Trisakti Haryadi3 1 Program Magister Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, 1Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Purworejo , 2,3Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi subsektor peternakan dalam kerangkapembangunan sektor pertanian di Kabupaten Purworejo. Lebih lanjut, penelitian ini juga bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan subsektor peternakan sebagai upaya meningkatkan pembangunan daerah. Penelitian menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif untuk mengetahui peran subsektor peternakan dengan menghitung Location Question (LQ), Shift Share (SS), Tipologi Klassen dan analisis SWOT untuk mengetahui strategi pengembangan. Hasil analisis Location Quotient (LQ) subsektor peternakan adalah 1,24 termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut lebih berperan dalam perekonomian suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya dan merupakan subsektor penting di Kabupaten Purworejo. Hasil analisis shift share menunjukkan hasil negatif (-0,09) yang selanjutnya dianalisis dengan metode Tipologi Klassen, subsektor peternakan berada pada kuadran III yang artinya merupakan subsektor yang berkembang pesat namun daya saing sektor tersebut rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Sedangkan strategi untuk pengembangan meliputi: 1) intensifikasi budidaya berbagai jenis ternak; 2) optimalisasi penggunaan teknologi tepat guna di bidang peternakan; 3) peningkatan sumber daya manusia peternakan melalui pelatihan. Kesimpulannya bahwa subsektor peternakan di Kabupaten Purworejo merupakan sektor basis yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam mendukung pembangunan perekonomian daerah.

Kata kunci: Location Quotient, Shift Share, subsektor peternakan, SWOT, Tipologi Klassen

The Role and Development Strategy of The Livestock Subsector in The Development of Purworejo Regency

ABSTRACT

This study aims to identify the position of the livestock subsector within the framework of agricultural sector development in Purworejo Regency. Furthermore, this research also aims to formulate a strategy for developing the livestock subsector as an effort to increase regional development. This study uses descriptive analysis and quantitative analysis methods to determine the role of the livestock subsector by calculating Location Question (LQ), Shift Share (SS), Klassen Typology and SWOT analysis to determine development strategy. The results of the Location Quotient (LQ) analysis of the livestock subsector are 1.24 including the base sector, meaning that the sector plays a more important role in the economy of a region than the area above it and is an important subsector. sector in Purworejo Regency. The results of the shift share analysis showed a negative result (-0.09) which was then analyzed using the Klassen Typology method, the livestock subsector is in quadrant III, which means it is a rapidly growing subsector but the sector’s competitiveness is low compared to other sectors. Meanwhile, the strategy for development includes: 1) intensification of the cultivation of various types of livestock; 2) optimizing the use of appropriate technology in the livestock sector; 3) improvement of human resources in animal husbandry through training. The conclusion is that the livestock subsector in Purworejo Regency is a basic sector that has the potential to be developed to support regional economic development.

Keywords: Location Quotient, Shift Share, livestock subsector, SWOT, Klassen Typology.

PENDAHULUAN

Pada era otonomi daerah seperti saat ini, daerah mempunyai kewenangan dan peluang yang luas untuk menggali dan mengembangkan potensi daerah yang ada untuk kemajuan pembangunan berbasis potensi yang dimiliki. Terkait dengan pemanfaatan sumber daya dan potensi daerah sektor pertanian memiliki akar pada sumberdaya domestik. Sekarang mulai timbul kesadaran bahwa pertanian dalam sistem agribisnis merupakan sektor tangguh yang mampu bertahan dalam kondisi krisis. Pertanian juga merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk sehingga dapat dijadikan penggerak dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan kesempatan kerja dan berusaha. Secara keseluruhan peran pertanian dalam pembangunan dapat mengurangi tingkat kemiskinan dalam suatu daerah.

Sektor pertanian di Kabupaten Purworejo ditopang oleh tujuh subsektor yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor tanaman hortikultura semusim, subsektor perkebunan semusim, subsektor tanaman hortikultura tahunan, subsektor tanaman perkebunan tahunan, subsektor peternakan, dan subsektor jasa pertanian dan perburuan. Adapun ketujuh subsektor pertanian memberikan kontribusi yang berbeda terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Purworejo. Besarnya kontribusi setiap subsektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa masing-masing subsektor pertanian di Kabupaten Purworejo memberikan kontribusi yang bervariasi. Kontribusi terbesar adalah subsektor tanaman pangan yang berkontribusi sebesar 37,88%, sedangkan kontribusi terkecil adalah subsektor tanaman hortikultura semusim. Subsektor peternakan memberikan kontribusi sebesar 16,42% merupakan kontributor ketiga setelah subsektor tanaman hortikultura tahunan dan lainnya.

Pembangunan pada subsektor peternakan dapat memberikan sumbangsih terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan melalui perbaikan gizi dan peningkatan pendapatan petani yang akan berimbas terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan peternakan merupakan bagian dari reorientasi kebijakan pertanian yang memiliki paradigma baru yaitu keberpihakan pada masyarakat secara makro dengan memanfaatkan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi usaha (Mayulu et al., 2018). Pertumbuhan subsektor peternakan masih dijumpai beberapa permasalahan diantaranya pada industri unggas penyediaan pakan masih tergantung impor. Pada industri ruminansia besar, mengandalkan usaha peternakan rakyat tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat dan industri pakannya belum diusahakan dengan baik. Terbatasnya infrastruktur dan perdagangan ternak tanpa kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak terjaminnya kualitas dan keamanan produk. Pengembangan subsektor peternakan memerlukan sinergitas yang baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat (peternak skala kecil). Penetapan aturan, pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan ketersediaan produk peternakan yang cukup, jumlah dan mutu yang memenuhi persyaratan halal, aman, bergizi, beragam, dan merata merupakan peran pemerintah, sedangkan swasta dan masyarakat berperan dalam mewujudkan kecukupan hasil peternakan, berupa penyelenggaraan produksi, perdagangan, dan distribusi hasil ternak (Talib et al., 2007). Masalah pada subsektor peter-nakaan di Kabupaten Purworejo diantaranya: pola pemeliharaan masih bersifat ekstensif tradisional dan hanya sebagian kecil yang semi intensif. Keberhasilan pengembangan subsektor peternakan ditentukan oleh dukungan kebijakan yang strategis yang mencakup tiga dimensi utama agribisnis yaitu kebijakan pasar input, budidaya dan pemasaran dengan melibatkan

Tabel 1. PDRB Berdasar Sektor Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Jasa Pertanian di Kabupaten Purworejo tahun 2017-2021

Lapangan usaha / subsektor

PDRB Sektor Pertanian Berdasar Harga Konstan

% Subsektor

2017

2018

2019

2020

2021

Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian

2.467.948,42

2.509.639,25

2.531.127,31

2.523.994,21

2.538.060,79

a. Tanaman pangan

1.031.813,37

996.331,93

951.805,60

909.442,58

888.245,03

37,88

b. Tanaman hortikultura semusim

7.993,08

8.168,08

8.447,39

7.964,43

8.027,00

0,32

c. Perkebunan semusim

24.313,85

25.069,54

26.063,94

25.171,13

24.551,92

1,00

d. Tanaman hortikultura tahunan dan lainnya

582.673,50

608.850,20

631.951,34

684.695,38

693.073,98

25,45

e. Perkebunan tahunan

392.191,77

403.756,68

420.580,38

419.002,36

426.133,95

16,40

f. Peternakan

385.498,97

405.172,42

429.093,61

412.718,07

432.534,65

16,42

g. Jasa pertanian dan perburuan

61.463,88

62.290,40

63.185,05

65.000,26

65.494,26

2,52

Sumber: Purworejo Dalam Angka 2022, BPS (data diolah)


pemerintah, swasta dan masyrakat peternak. Lebih lanjut menurut Yusdja dan Ilham (2006), pengembangan akan berkembang pesat dengnan kebijakan berorientasi pada aturan-aturan yang telah disepakati bersama dari berbagai kebijakan yang ada.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah dari bulan Januari 2022 sampai Mei 2022. Pemilihan daerah dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa sektor pertanian merupakan perekonomian dominan di daerah tersebut dilihat dari struktur ekonomi dengan indikator PDRB berdasar lapangan usaha, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menduduki posisi teratas sebesar 22,29% (BPS, 2022) dimana kondisi geografis dan sumberdaya alamnya mendukung kegiatan sektor pertanian dan peternakan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak-pihak atau instansi yang terkait langsung dengan kebijakan dalam pembangunan peternakan. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur.

Pemilihan responden untuk penentuan kekuatan eksternal dan internal, analisis SWOT dilakukan dengan metode purposive sampling. Responden dengan sengaja dipilih sebanyak 5 responden (karena penelitian ini tidak uji statistik). Responden adalah orang yang dianggap ahli mengenal betul dinamika perkembangan peternakan di Kabupaten Purworejo. Responden tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Dinas Ketahan Pangan dan Pertanian, 2. Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, 3. Kasubag Perencanaan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, 4. Bidang Perencanaan Perekonomian Badan Perencanaan Daerah, dan 5 . Pelaksana Bidang Prasarana dan Penyuluhan Pertanian,

Analisis Data

Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Pemakaian metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi dan kera-gaan pembangunan khususnya subsektor peternakan yaitu keadaan umum wilayah potensi, wilayah keadaan sosial, ekonomi dan lain-lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Analisis LQ untuk mengetahui basis peternakan di Kabupaten Purworejo. Analisis shift share untuk mengetahui pertumbuhan subsektor peternakan.

Location Quotient (LQ)

Metode LQ adalah perbandingan antara pangsa relatif pendapatan sektor tertentu pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor tertentu terhadap pada tingkat nasional terhadap pendapatan nasional (Budiharsono, 2001).

LQ = (Si/Sj)/(Ni/Nj)

LQ = Besarnya kuosien lokasi subsektor peternakan di Kabupaten Purworejo

Si = Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat kabupaten

Sj = Jumlah total PDRB kabupaten

Ni = Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat provinsi

Nj = Jumlah total PDRB pada tingkat provinsi

Jika LQ > = 1, maka sektor tersebut termasuk sektor basis artinya sektor tersebut lebih berperan bagi perekonomian di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Analisis Shift Share

Analisis shift share ini digunakan dalam menganalisis perubahanberbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi, kesempatan kerja, dan pendapatan pada dua titik waktu di suatu wilayah

SS = (Yt/Yo – 1) + (Yit/Yio – Yt/Yo)+ (yit/yio – Yit/Yio)

Yo = Indikator ekonomi wilayah provinsi, awal tahun analisis Yit = Indikator ekonomi wilayah provinsi sektor i, akhir tahun analisis

Yio= Indikator ekonomi wilayah provinsi sektor i, awal tahun analisis

Yit = Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i, akhir tahun analisis

Yio= Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i, awal tahun analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Subsektor Peternakan

Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam perekonomian. Menurut Widjaya (2012), analisis ini dapat menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Menurut Guimaraes et al. (2009), awalnya LQ digunakan untuk mengukur konsentrasi industri di suatu wilayah. Dalam perkembangannya, LQ digunakan untuk memperkirakan kekuatan pengaruh perekonomian daerah dan

kegiatan ekspor (ekonomi basis). Apablia nilai LQ bernilai lebih dari 1 (satu) menunjukkan sektor tersebut dinilai unggul, sedangkan jika LQ bernilai bernilai kurang dari 1 (satu) menunjukkan sektor tersebut bukan sebagai sektor unggulan. Hasil analisis LQ subsektor peternakan di Kabupten Purworejo yang tersaji dalam Tabel 2 sebesar 1,24 yang artinya nilai LQ >1 ( positif/ lebih dari 1), dengan demikian subsektor peternakan termasuk subsektor unggulan atau basis. Namun demikian meskipun sebagai ekonomi basis bukan berarti menjadi jaminan dalam peningkatan kesejahteraan penduduk di Kabupaten Purworejo karena masih ada faktor lain yang mempengaruhinya. Sebagai salah satu sektor basis dalam perekonomian suatu daerah maka subsektor peternakan perlu dipertahankan dan dikembangkan untuk pengembangan pembangunan di daerah.

Tabel 2. Analisis LQ Kwategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian

Kategori / Subsektor

Nilai LQ

Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Pertanian

1,7117

a. Tanaman pangan

0,0165

b. Tanaman hortikultura semusim

0,1423

c. Tanaman perkebunan semusim

1,2439

d. Peternakan

1,7653

e. Jasa pertanian dan perburuan

Analisis Shift Share

Shift Share adalah salah satu alat analisis untuk mengidentifikasi sumber ekonomi dari sisi tenaga kerja atau pendapatan suatu wilayah tertentu. Analisis Shift Share ini menggunakan dua titik periode data, yang dalam hal ini dianalisis dari segi pendapatan daerah yaitu mengambil rerata PDRB pada tahun 2017 sampai tahun 2021 pada subsektor peternakan. Shift Share ini berguna untuk melihat perkembangan wilayah terhadap wilayah yang lebih luas misal perkembangan kabupaten terhadap provinsi atau provinsi terhadap nasional. Menurut Nugroho et al. (2012), analisis shift share digunakan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi daerah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Shift share dapat memperkirakan pertumbuhan regional dan menganalisis dampak dari inisiatif kebijakan dan mengembangkan rencana strategis bagi masyarakat. Selain itu menurut Rice dan Harton (2010), analisis Shift Share juga dapat menggambarkan pangsa pertumbuhan keseluruhan, pangsa komposisi diferensial, dan pangsa persaingan sektor. Dari hasil analisis menggunakan data PDRB Kabupaten Purworejo tahun 2017 – 2021, nilai Shift Share subsektor peternakan yang tersaji dalam Tabel 3 dengan nilai negatif (-0,09) yang ar-

tinya bahwa subsektor peternakan meskipun sebagai sektor basis, namun bukan menjadi unggulan di Kabupaten Purworejo. Maka dari itu perlu menjadi bahan masukan untuk menjadikan subsektor peternakan sebagai subsektor unggulan.

Tabel 3. Analisis Shift Share Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian

Bidang usaha sektor pertanian

Nilai Shift Share

a.

Tanaman Pangan

1,7117

b.

Tanaman Hortikultura Semusim

0,0165

c.

Perkebunan semusim

0,1423

d.

Peternakan

1,2439

e.

Pertanian dan perburuan

1,7653

Sumber: Purworejo Dalam Angka (2022) (data terolah)

Analisis Tipologi Klassen

Setelah diperoleh hasil analisis LQ dan Shif Share selanjutnya untuk menggolongkan sektor tersebut menggunakan metode Tipologi Klassen. Menurut (Sjafrizal, 1997), tipologi Klassen untuk klasifikasi produktivitas sektor ekonomi, sektor ekonomi daerah dibagi menjadi empat kuadran. Hasil analisis dengan menggunakanTipologi Klassen yang membagi unggulan sektor menjadi empat kuadran, subsektor peternakan masuk dalam kuadaran III yang artinya bahwa subsektor peternakan termasuk dalam kategori subsektor dengan pertumbuhan cepat, tetapi daya saing daya sektor tersebut tidak baik dibandingkan sektor lain.

Analisis SWOT

Pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Purworejo sangat penting untuk peningkatan populasi dan produktivitas ternak serta peningkatan kesejahteraan petani peternak, untuk itu diperlukan strategi yang tepat. Melalui analisis SWOT dapat diperoleh langkah dan strategi untuk pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Purworejo dengan pertimbangan faktor internal dan eksternal yang ada. Melalui analisis ini dapat digunakan untuk menentukan arah pembangunan wilayah untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Jhingan (2008), bahwa pembangunan daerah merupakan kunci maju tidaknya suatu daerah, dengan melalui perencanaan pembangunan daerah sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan perkapita, mengurangi ketimpangan dan meningkatkan kesempatan kerja.

Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam lingkungan Kabupaten Purworejo baik

yang berupa kekuatan maupun kelemahan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yaitu berupa peluang dan ancaman.

Langkah selanjutnya setelah dilakukan pemetaan faktor internal dan eksternal adalah dilakukan pendekatan kuantitatif analisis SWOT yaitu dengan perhitungan bobot dan rating. Penentuan bobot didasarkan pada angka 0 - 1, yaitu akumulasi dari kekuatan dengan kelemahan dan akumulasi antara peluang dan ancaman. Nilai pada bobot ditentukan dari hasil wawancara antara penulis dengan pimpinan perangkat daerah. Sedangkan penentuan rating berdasarkan tingkat pengaruh faktor tersebut terhadap pengembangan subsektor peternakan. Rating dari 1 – 4, paling berpengaruh memiliki rating 1, sedangkan rating 4 merupakan yang paling sedikit berpengaruh. Penentuan rating tersebut berdasarkan diskusi dengan pemilik pimpinan perangkat daerah. Bobot dan skor setiap elemen dijumlahkan. Untuk kekuatan dijumlahkan dengan kelemahan, sedangkan peluang dijumlahkan dengan ancaman (Saragih dan Surya-di, 2014). Perhitungan pendekatan kuantitatif dari analisis SWOT tercantum pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Matrik Evaluasi Faktor Internal

No

Kekuatan (Strength) Faktor

Bobot Rating Skor

1.

Adanya peraturan perundang-undangan yang mendukung DinPPKP

0,25

4

1

2.

Tersedianya tenaga aparatur di bidang peternakan

0,30

3

0,9

3.

Tersedianya teknologi yang mendukung pengembangan peternakan

0,10

2

0,2

4.

Agroklimat dan potensi pakan ternak yang mendukung

0,15

3

0,45

5.

Adanya kebijakan untuk meningkatkan produksi peternakan

0,12

2

0,24

6.

Adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskeswan

0,11

3

0,33

7.

Adanya kelompok tani ternak yang terbina

0,11

3

0,33

Jumlah Skor Kekuatan

1,14

3,45

No

Kelemahan (Weakness) Faktor

1.

Kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia peternakan masih kurang

0,14

2

0,28

2.

Check point dan RPH kurang memadai

0,12

4

0,48

3.

Kurangnya data dan informasi peternakan

0,12

3

0,36

4.

Budi daya ternak masih bersifat extensif tradisional

0,15

2

0,30

5.

Produktifitas ternak rendah, belum memenuhi kebutuhan lokal

0,34

3

1,02

6.

Pengetahuan petani masih rendah

0,12

3

0,36

7.

Prasarana dan sarana peternakan masih minim

0,15

2

0,30

Jumlah skor kelemahan

3,10

Pemetaan posisi subsektor peternakan berada pada koordinat sebagai berikut: Posisi pada sumbu X = kekuatan - kelemahan = 3.45 – 3,10 =0,35 Posisi pada sumbu Y = peluang – ancaman = 3.75 - 3.55 = 0.20 kemudian koordinat ini digambarkan pada diagram analisis SWOT, diperoleh posisi pada kuadran I, artinya menggunakan strategi Agresif, yakni: menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Tabel 5 Matrik Evaluasi Faktor Eksternal

No

Peluang (Opportunities) Faktor

Bobot Rating Skor

1.

Kesadaran masayarakat atas kebutuhan protein hewani semakin tingngi

0,31

4

1,24

2.

Tingginya minat masyarakat untuk memelihara ternak

0,35

2

0,70

3.

Tumbuhnya usaha jual beli ternak di masyarakat

0,45

2

0,90

4.

Usaha sapronak berpeluang untuk berkembang

0,45

2

0,90

Jumlah Skor Peluang

1,56

3,75

No

Ancaman (Threats) Faktor

Bobot Rating Skor

1.

Upaya masuknya produk peternakan dari luar Purworejo

0,50

2

1

2.

Adanya wabah penyakit menular

0,30

3

0,9

3.

Investasi pada usaha peternakan masih rendah.

0,35

3

1,05

4.

Pemotongan ternak betina produktif

0,15

4

0,6

Jumlah Skor Ancaman

1,15

3,55

SIMPULAN

Subsektor peternakan di Kabupaten Purworejo merupakan subsektor basis yang mempunyai potensi untuk dilakukan pengembangan dalam pembangunan perekonomian daerah. Strategi pengembagan subsektor peternakan yang direkomendasikan yaitu Intensifikasi budidaya berbagai jenis ternak, optimalisasi penggunaan teknologi tepat guna di bidang peternakan dan peningkatan sumber daya manusia peternakan melalui pelatihan dan magang.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2022. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Purworejo Menurut Lapangan Usaha 2017-2021. Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo.

Budiharsono, S. 2001. Teknik Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta

Mayulu, H., N. Maulida, R. Yusuf, S. N. Rahmatullah.

2018. Effect of production cost on revenue of swamp buffalo farm business (Bubalus bubalis Linn.) in Hulu Sungai Utara Regency South Ka-

limantan Province. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Mulawarman, 13: 58-64.

Guimaraes, P., O. Figueiredo, and D.Woodward. 2009. Dartboard testsfor the location quotient. Regional Science and Urban Economics. 39: 360–364.

Jhingan, M. L. 2008. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nugroho, Iwan, and R. Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. LP3ES,Jakarta.

Rice, P. F. and M. J. Harton. 2010. Analysis of Recent Changes in Arkansas Personal Income 20072009: A Shift Share Approach. Journal of Business Administration Online 9: 1-12.

Saragih, J. T. dan E. Suryadi. 2014. Strategi Bersaing PT. PGN ( Persero) Tbk. SBU Distribusi Wilayah 1. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewi-rausahaan, 8: 109-120.

Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan regionalwilayah Indonesia Bagian Barat. Majalah Ekonomi Prisma LP3ES,26: 27-38.

Talib, C., I. Inounu, and A. Bamualim. 2007. Restrukturisasi peternakan di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian 5: 1-14.

Widjaya, D. S. M. 2012. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Ngawi. Tesis Program PascasarjanaEkonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Univer-sitasSebelas Maret, Surakarta.

Yusdja, Y. and N. Ilham. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat. Analisis Kebijakan Pertanian :18-38.

80