p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-84444

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura

DOI: https://doi.org/10.24843/Pastura.2023.v12.i02.p02

pastura Vol. 12 No. 2 : 89 - 84

Nisbah Kesetaraan Lahan Tumpangsari Indigofera zollingeriana -Brachiaria humidicola Berdasarkan Produksi Daun-Batang

Malcky Makanaung Telleng, Wilhelmina Beritan Kaunang, Sjenny Sutryaty Malalantang, dan Srimalasinha Sane

Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado-Sulut

Corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi nisbah kesetaraan lahan tumpangsari legum Indigofera zol-lingeriana (Iz) dan rumput Brachiaria humidicola (Bh) berdasarkan produksi bahan kering batang dan daun, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan kombinasi jarak tanam yaitu, K1: Iz 1,00 m 1,00 m dan Bh 0,50 m 0,25 m; K2: Iz 1,00 m 1,00 m dan Bh 0,5 m 0,5 m; K3: Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m 0,25 m; K4= Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m 0,50 m. Variabel yang diukur yaitu nisbah kesetaraan lahan (NKL) berdasarkan produksi bahan kering daun dan batang. Data dianalisis varians dan uji beda nyata jujur (BNJ). Hasil analisis menunjukkan bahwa kombinasi jarak tanam memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap NKL. Uji BNJ menunjukkan bahwa jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m x 0,50 m memberikan hasil NKL total yang sangat nyata lebih tinggi dari K1 dan K2, namun berbeda tidak nyata dengan K3. Disimpulkan bahwa tumpangsari Iz dan Bh sangat menguntungkan ditunjukkan oleh hasil NKL berdasarkan produksi bahan kering daun-batang dengan nilai >1 dimana kombinasi jarak tanam optimal: Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m x 0,25 m.

Kata kunci: jarak tanam, Brachiaria humidicola, Indigofera zollingeriana nisbah kesetaraan lahan.

Land Equivalent Ratio of Indigofera zollingeriana - Brachiaria humidicola Intercropping Based on Stem-Leaf Production

ABSTRACT

The study aimed to decide the advantages of intercropping Indigofera zollingeriana (Iz) and Brachiaria humidicola (Bh) under coconut plantation based on dry matter leaf and stem yield. The completely randomized design was applied using four treatments and five replications. Treatment mix of establishing space, S1: Iz 1 m x 1 m and Bh 0.5 m 0.25 m; S2= Iz 1 m 1 m and Bh 0.5 m 0.5 m; S3= Iz 1 m 1.5 m and Bh 0.5 m 0.25 m; S4= Iz 1 m 1.5 m and Bh 0.5 m 0.5 m. Data collections were analyzed by disagreement analysis of variance and honestly significant difference (HSD) test. The variables measured were land equivalent ratio (LER) based on dry matter leaf and stem yield. The results showed that planting space treatments had significant differences on LER based on dry matter leaf and stem potential yield. The HSD evaluation showed that S4 had higher LER based on dry matter leaf and stem yield than I1 and I2, but have no significantly different than I3. It concluded, intercropping of Iz and Bh was very profitable indicated by the LER results with values > 1, where the spacing combination Iz with extension 1.0 m 1.0 m and Bh with extension 0.5 m 0.25 m were the most suitable LER based on dry matter leaf and stem yield.

Key words: Brachiaria humidicola, Indigofera zollingeriana, land equivalent ratio, planting space.

PENDAHULUAN

Pertanaman campuran antara rumput dan legumi-nosa lebih baik dibanding dengan tanaman rumput secara monokultur, sebab leguminosa memiliki nilai nutrisi tinggi karena mengandung protein, vitamin dan mineral seperti fosfor dan kalsium yang lebih tinggi (Paulson et al. 2008), mampu memperbaiki

mutu pakan ternak, serta mampu meningkatkan kapasitas tampung sehingga satuan ternak per hektar lebih banyak dan total kenaikan berat badan ternak lebih tinggi (Telleng et al., 2020b). Pentingnya le-guminosa pada pertanaman tumpangsari adalah kemampuannya memfiksasi nitrogen dari udara yang dapat dipindahkan pada rumput. Leguminosa dapat meningkatkan produktivitas rumput melalui pening-

katan penyerapan nitrogen tanah oleh rumput apabila leguminosa ditanam bersamaan dengan rerumputan (Dhalika et al. 2006). Penanaman Indigofera dapat mempertahankan kandungan N tanah dan P tersedia, serta memperbaiki C organik tanah dan populasi bakteri P-soluble (Abdullah et al., 2012).

Tumpangsari memungkinkan penggunaan sumber daya yang lebih efisien sehingga mengurangi kebutuhan input eksternal (Dariush et al., 2006). Tumpangsari memberikan banyak keuntungan antara lain, peningkatan pemanfaatan sumber daya pertumbuhan oleh spesies tumpang sari, peningkatan produktivitas karena fiksasi nitrogen (Banik et al., 2006); digunakan sebagai metode mengendalikan gulma, hama serangga, penyakit (Smith dan Mcsorley, 2000) dan pengendalian erosi tanah (Matus-so et al., 2012). Namun tumpangsari selain dapat menghasilkan interaksi positif (fasilitasi), tapi juga dapat menghasilkan interaksi negatif (kompetisi) dari komponen tanaman tumpangsari. Interaksi positif baik karena komponen tanaman tumpangsari saling memfasilitasi untuk mencapai hasil atau produktivitas maksimum. Di sisi lain, sebaliknya interaksi negatif mengurangi hasil tanaman yang kurang kompetitif dalam tumpangsari. Ada banyak metode yang telah dikembangkan untuk menghitung nilai interaksi pada pertanaman tumpangsari antara lain, nisbah kesetaraan lahan (NKL).

Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang optimal adalah pengaturan jarak tanam (Anis et al., 2019; Telleng et al., 2020a). Menurut Harjadi (1993) jarak tanam akan mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya, kompetisi antar tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara yang akan mempengaruhi hasil, apabila tingkat kerapatannya melebihi batas optimumnya, maka produktivitas akan menurun. Adanya kecenderungan penurunan hasil disebabkan populasi yang tinggi, meningkatnya persaingan antara tanaman itu sendiri dalam memperoleh hara, air ,dan cahaya matahari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nisbah kesetaraan lahan berdasarkan produksi potensial bahan kering daun dan batang pada sistem pertanaman tumpangsari Indigofera zollingeriana dan Brachiaria humidicola dengan berbagai kombinasi jarak tanam yang berbeda di areal perkebunan kelapa.

MATERI DAN METODE

Benih

Penelitian ini menggunakan tanaman legum pohon Indigofera (Indigofera zollingeriana) dari Labora-

torium Agrostologi Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi dan rumput Brahum (Brachiaria hu-midicola) berasal dari kebun percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang terletak di Desa Talawaan Bantik, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Rancangan

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas empat kombinasi jarak tanam, dengan masing-masing kombinasi diulang sebanyak 5 kali. Kombinasi jarak tanam terdiri atas, K1: Iz 1,00 m 1,00 m dan Bh 0,50 m 0,25 m; K2: Iz 1,00 m 1,00 m dan Bh 0,5 m 0,5 m; K3: Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m 0,25 m; K4= Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m 0,50 m.

Variabel

Variabel yang diukur adalah tingkat keunggulan produktivitas dinilai berdasarkan:

  • 1.    Nisbah kesetaraan lahan (NKL) produksi berat

kering daun

Nisbah kesetaraan lahan (NKL) dihitung menurut persamaan Mead dan Willey (1980) yaitu

YDab nkl^y^


YDba

YDbb


  • 2.    Nisbah kesetaraan lahan (NKL) produksi berat kering batang

Nisbah kesetaraan lahan (NKL) dihitung menurut persamaan Mead dan Willey (1980) yaitu

NKL


YBgb YBba

YBaa YBbb


Dimana:

YDab = produksi berat bahan kering daun Indigofera dalam sistem tumpangsari

YDba = produksi berat bahan kering daun Brahum dalam sistem tumpangsari

YDaa = produksi berat bahan kering daun Indigofera monokultur

YDbb = produksi berat bahan kering daun Brahum monokultur

YBab = produksi berat bahan kering batang Indigofera dalam sistem tumpangsari

YBba = produksi berat bahan kering batang Brahum dalam sistem tumpangsari

YBaa = produksi berat bahan kering batang Indigofera monokultur

YBbb = produksi berat bahan kering batang Brahum monokultur

Penanaman

Biji legum Indigofera zollingeriana disemaikan pada nampan persemaian sampai umur 10-14 hari, selanjutnya tanaman dipindahkan ke polybag, sampai berumur 10 minggu kemudian dipindahkan ke lahan

yang sudah disiapkan sesuai dengan perlakuan jarak tanam. 30 hari setelah Indigofera ditanam di lahan, Brachiaria humidicola ditanam sesuai dengan perlakuan jarak tanam.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman Indigo-fera zollingeriana mencapai umur 90 hari setelah tanam. Pemanenan Indigofera zollingeriana dilakukan 75 cm dari atas permukaan tanah, dan Brachiaria humidicola 10 cm dari atas permukaan tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Nisbah kesetaraan lahan (NKL) berdasarkan produksi daun

Pengamatan terhadap nilai nisbah kesetaraan lahan parsial untuk Iz menunjukkan bahwa model tumpangsari dengan kombinasi jarak tanam Iz 1,00 m 1,00 m dengan Bh 0,50 m 0,50 m menghasilkan nilai kesetaraan lahan paling tinggi, sedangkan untuk Bh menunjukkan bahwa model tumpangsari dengan kombinasi jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dengan Bh 0,50 m 0,50 m menghasilkan nilai kesetaraan lahan paling tinggi, demikian secara total model tumpang-sari dengan kombinasi jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dengan Bh 0,50 m 0,50 m menghasilkan nilai kesetaraan lahan paling tinggi yaitu 1,800, lebih besar dari satu (>1), sehingga tumpangsari cenderung menguntungkan dan produktif. Nilai NKL tertinggi adalah 1,800 dicapai pada tumpangsari dengan jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m 0,50 m. Artinya, untuk mendapatkan hasil yang sama dengan pola tumpangsari, diperlukan area 80% (0,80 ha) lebih luas apabila kedua tanaman ditanam secara monokultur. Berdasarkan nilai NKL dapat dinyatakan bahwa tumpangsari Iz dengan Bh yang diuji akan memberikan keuntungan.

Daun berfungsi sebagai organ yang menghasilkan asimilat yang akan ditranslokasikan ke organ tanaman

lainnya. Kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis ditentukan oleh jumlah daun. Jumlah daun berkorelasi positif dengan kandungan klorofil. Salah satu sifat tanaman C4 antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Vanaja et al. 2011). Brahum mempunyai jalur fotosintesis C4 yang membutuhkan radiasi matahari yang tinggi untuk mencapai laju fotosintesis maksimum, sedangkan Indigofera mempunyai jalur fotosintesis C3 yang tidak membutuhkan radiasi matahari yang tinggi untuk mencapai laju fotosintesis maksimum. Mboik (2012) menyatakan kombinasi tanaman serealia dengan tanaman legum merupakan kombinasi yang terbaik sebab kompetisi antar bagian tanaman dalam hal memperoleh sinar matahari dan unsur hara relatif sangat kecil.

Tumpangsari tanaman legum Indigofera dan rumput Brahum menghasilkan nilai nisbah kesetaraan lahan >1 berdasarkan produksi potensial bahan kering daun, hal ini berarti model tumpangsari yang dikombinasikan dengan pengaturan jarak tanam sangat cocok dan layak untuk diterapkan dalam sistem pertanaman tumpangsari karena sangat menguntungkan. Tumpangsari antara legum dan non legum sangat cocok karena tanaman legum dapat mengikat N bebas dari udara melalui Rhizobium pada bintil akarnya, 30% dari N fiksasi disumbangkan ke tanaman lain dalam sistem tumpangsari. Indigofera dan Brahum memungkinkan untuk ditanam secara tumpangsari karena Brahum merupakan tanaman C4, Indigofera tergolong tanaman C3 sehingga sangat serasi.

Pengamatan terhadap nilai nisbah kesetaraan lahan parsial untuk Iz menunjukkan bahwa model tumpangsari dengan kombinasi jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dengan Bh 0,50 m 0,50 m menghasilkan nilai nisbah kesetaraan lahan paling tinggi, sedangkan untuk Bh menunjukkan bahwa model tumpangsari dengan kombinasi jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dengan Bh 0,50 m 0,25 m menghasilkan nilai keseta-

Table 1. Tabel 1. Nilai Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) Tumpangsari Indigofera zollingeriana dan Brachiaria humidicola Berdasarkan Produksi Potensial Bahan Kering Daun dan Batang

Jarak Tanam

Nisbah kesetaraan lahan

Indigofera

Brahum

Potensial Produksi Daun

Potensial Produksi Batang

Indigofera

Brahum

Total

Indigofera

Brahum

Total

0,50 m

0,25 m

0,727b

0,715c

1,442a

0,776

0,719b

1,495b

1,00 m

1,00 m

0,50 m

0,50 m

0,827a

0,778b

1,604a

0,771

0,730b

1,501b

0,50 m

0,25 m

0,696b

1,015a

1,711ab

0,720

1,013a

1,733a

1,00 m

1,50 m

0,50 m

0,50 m

0,789a

1,011a

1,800a

0,827

0,989a

1,816a

P

<0,001

<0,001

<0,001

<0,071

<0,001

<0,001

SE

0,015

0,012

0,017

0,026

0,019

0,029

a,b,c huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). NKL: nisbah kesetaraan lahan, K: kepadatan relatif, SE: standard errorb. Nisbah kesetaraan lahan (NKL) berdasarkan produksi batang


raan lahan paling tinggi, demikian secara total model tumpangsari dengan kombinasi jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dengan Bh 0,50m 0,50 m menghasilkan nilai kesetaraan lahan paling tinggi yaitu 1,816, lebih besar dari satu (>1), sehingga tumpangsari cenderung menguntungkan dan produktif. Nilai NKL tertinggi adalah 1,816 dicapai pada tumpangsari dengan jarak tanam Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m 0,50 m. Artinya, untuk mendapatkan hasil yang sama dengan pola tumpangsari, diperlukan area 81,6% (0,816 ha) lebih luas apabila kedua tanaman ditanam secara monokultur. Berdasarkan nilai NKL dapat dinyatakan bahwa tumpangsari Iz dengan Bh yang diuji akan memberikan keuntungan.

Batang berperan sebagai tempat lewatnya air dan garam mineral dari akar ke daun dan lewatnya hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan. Akumulasi bahan kering sering dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan bagian generatif, dapat mencerminkan produktivitas tanaman.

Tumpangsari tanaman legum Indigofera dan rumput Brahum menghasilkan nilai nisbah kesetaraan lahan >1 berdasarkan produksi potensial bahan kering batang, hal ini berarti model tumpangsari yang dikombinasikan dengan pengaturan jarak tanam sangat cocok dan layak untuk diterapkan dalam sistem pertanaman tumpangsari karena sangat menguntungkan. Menurut Zhang et al. (2011), nilai NKL>1,0 diartikan bahwa pola tumpangsari mampu mendukung pertumbuhan dan hasil dari spesies tanaman yang ditumpangsarikan, juga menggambarkan sistem tanaman monokultur memerlukan lahan yang lebih luas dibandingkan dengan pola tumpangsari. Hal ini senada dengan pernyataan Ceunfin et al. (2017), bahwa nilai NKL>1 menggambarkan sistem tanaman monokultur memerlukan lahan yang lebih luas dibandingkan dengan pola tumpangsari.

Pada penelitian ini tumpangsari dengan semua jarak tanam lebih menguntungkan dibandingkan monokultur. Ceunfin et al. (2017) menyatakan peningkatan produktivitas lahan disebabkan oleh pemilihan kombinasi tanaman dan sistem pertanaman yang tepat serta adanya hubungan atau simbiosis mutualisme antar tanaman yang ditanam secara tumpangsari. Simbiosis ini berhubungan erat dengan kebutuhan nitrogen bagi tanaman utama yang terpenuhi dari tanaman sisipan melalui kemampuannya memfiksa-si nitrogen dari udara, sebaliknya tanaman sisipan

memiliki toleransi terhadap naungan dapat hidup di bawah tegakan; pemilihan kombinasi tanaman dan sistem pertanaman yang tepat (Telleng et al., 2015) serta adanya hubungan simbiosis mutualisme antar tanaman yang ditanam secara tumpangsari. Simbiosis ini berhubungan erat dengan kebutuhan nitrogen pada tanaman utama yang dipenuhi dari tanaman sisipan melalui kemampuannya dalam memfikasasi nitrogen dari udara. Sebaliknya, tanaman sisipan memiliki toleransi terhadap adanya naungan sehingga dapat hidup di bawah tegakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tumpangsari tanaman leguminosa Indigofera zol-lingeriana dan rumput Brachiaria humidicola sangat menguntungkan, karena menghasilkan produksi relatif menguntungkan berdasarkan produksi potensial bahan kering daun dan batang yang ditunjukkan oleh hasil nisbah kesetaraan lahan dengan nilai lebih dari 1 (>1), dengan kombinasi jarak tanam optimal: Iz 1,00 m 1,50 m dan Bh 0,50 m 0,25 m.

Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk menganalsis keunggulan tumpangsari legum Indigofera dengan lebih banyak jenis rumput hijauan makanan ternak

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L., A. Tarigan, Suharlina, D. Budhi, I. Jovin-try, dan T. A. Apdini. 2012. Indigofera zollinge-riana: A promosing forage and shrubby legum crop for Indonesia. Proceeding of the 2nd ISAI, Jakarta 5-6 July 2012, P:149-154.

Anis, S. D., Ch. L. Kaunang, M. M. Telleng, W. B. Kaunang, C. J. Sumolang, dan U. Paputungan.

2019. Preliminary evaluation on morphological response of Indigofera zollingeriana tree legume under different cropping patterns grown at 12 weeks after planting underneath mature coconuts., Livestock Research for Rural Development 31 (9).

Banik P., A. Midya, B. K. Sarkar, and S. S. Ghose. 2006.

Wheat and chickpea intercropping systems in an additive series experiment: advantages and weed smothering. European Journal of Agronomy 24(4), 325 - 332. https://doi.org/10.1016/j. eja.2005.10.010.

Ceunfin S, D. Prajitno, P. Suryanto, dan E. T. S, Putra. 2017. Penilaian kompetisi dan keuntungan hasil tumpangsari jagung kedelai di bawah tegakan kayu putih. Savana Cendana 2(1): 1-3.

Dhalika, T, Mansyur, H. K. Mustafa, dan H. Supratman. 2006. Imbangan rumput Afrika (Cynondon plectostachyus) dan leguminosa centro (Centrosema pubescans) dalam sistem pastura campuran terhadap produksi dan kualitas hijauan. Jurnal Ilmu Ternak. 6(2):163-168.

Dariush M., M. Ahad, dan O. Meysam. 2006. Assessing the Land Equivalent Ratio (LER) of two corn (Zea mays L.) varieties intercropping at various nitrogen levels in Karaj, Iran. Journal of Central European Agriculture 7(2), 359-364.

Harjadi, S. S. 1993. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Matusso, J. M. M., J. N. Mugwe, and M. Muc-heru-Muna. 2012. Potential role of cereal-legume intercropping systems in integrated soil fertility management in smallholder farming systems of subSaharan Africa Research Application Summary. Third RUFORUM Biennial Meeting 24-28 September 2012, Entebbe, Uganda.

Mboik, D. M. 2012. Pengaruh Kerapatan dan Jenis Kacang dalam Sistem Tumpangsari terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Lokal. Skripsi. Universitas Timor, Kefamenanu

Mead, R. and R. W. Willey 1980. The concept of a land equivalent ratio and advantages in yields for intercropping. Exp Agric. 16:217–228.

Paulson, J, M. Raeth-Knight, and J. Linn. 2008. Grass vs. legume forage for dairy cattle. Forage focus-Dairy-December 2008. Universtiy of Minnesota and Hung Jung, USDA-ARS. http://www. midwestforage.org

Smith, H.A. and R. Mc Sorley. 2000. Intercropping and pest management: A review of major

concepts. American Entomologist 46(3), 154-161. https:/ /doi.org/10.1093/ae/46.3.154.

Telleng M. M., S. D Anis, C. I. J. Sumolang, W. B. Kau-nang, dan S. Dalie. 2020a. The effect of planting space on nutrient composition of Indigofera zollingeriana in coconut plantation. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 465.

Telleng M. M., S. D Anis, D. A Kaligis, W. B. Kau-nang, dan S. S. Malalantang. 2020b. Introduced tree legumes Indigofera zollingeriana to enhance potential carrying capacity of Brachiaria humidicola pasture in coconut plantations. International Conference: Improving Tropical Animal Production for Food Security 22-24 November 2019, South East Sulawesi, Indonesia.

Telleng M. M., L. Abdullah, I. G. Permana, P. D. M. H. Karti, and K. G. Wiryawan. 2015. Growth and Productivity of Different Sorghum Varieties Cultivated with Indigofera in Intercropping System. Proceeding of the 3rd International Seminar on Animal Industry, Bogor, 17-18 September 2015

Vanaja, M., S. K. Yadav, G. Archana, N.J. Lakshmi, P. R. R. Reddy, P. Vagheera, S, K. A. Razak, M. Maheswari, and B. Venkateswarlu. 2011. Response fo C4 (maize) and C3 (sunflower) crop plants to drought stress and enhanced carbon dioxide concentration. Plant Soil and Environ. 57(5):207-2015.

Zhang G., Z. Yang, and S. Dong. 2011. Interspecific competitiveness affects the total biomass yield in an alfalfa and mayze intercropping system. Field Crops Research 124(1): 66-73.

85